PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK SMA NEGERI 9 MAKASSAR
SKRIPSI
Oleh NURHIKMA
10539132314
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA 2020
i
PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK SMA NEGERI 9 MAKASSAR
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh NURHIKMA 10539 1323 14
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA 2020
vi “Motto”
“hidup adalah kumpulan keyakinan dan perjuangan, maka yakinlah dan berjuanglah karna keyakinan dan perjuangan tidak akan pernah mengkhianati
hasil”
“Kupersembahkan” “Karya sederhana ini sebagai tanda
baktiku kapada kedua orang tuaku
serta seluruh keluarga tercinta dan orang-orang
yang senantiasa menyayangiku, karna hidupku
terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan bantuan Tuhan dan orang lain, terima kasih untuk doa dan bantuan kalian selama ini
vii ABSTRAK
Nurhikma. 2020. Penerapan Metode Demonstrasi Untuk Mengurangi Miskonsepsi Peserta Didik Kelas XI MIA 1 SMA Negeri 9 Makassar . Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I: Muhammad Arsyad dan Pembimbing II: Aisya Asis.
Masalah utama dalam penelitian ini yaitu bagaimana menerapkan metode demonstrasi untuk mengurangi miskonsepsi peserta didik kelas XI MIA 1 SMA Negeri 9 Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan seberapa besar miskonsepsi peserta didik setelah menerapkan metode demonstrasi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pre Eksprimental dengan menggunakan desain pre-test post-test Design Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI MIA SMA Negeri 9 Makassar yang berjumlah 307 orang yang terbagi dalam 9 kelas, sampel penelitian diambil dengan teknik simple random sampling sehingga diperoleh kelas XI MIA 1 yang berjumlah 32 orang.
Hasil analisis statistik deskriptif pre-test menunjukkan bahwa peserta didik dengan metode demonstrasi memperoleh skor rata-rata yaitu 15,15 dan Hasil analisis statistik deskriptif post-test menunjukkan bahwa peserta didik dengan metode demonstrasi memperoleh skor rata-rata yaitu 6,40.
Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh penurunan miskonsepsi peserta didik yang dilihat dari penurunan skor rata-rata miskonsepsi peserta didik setelah penerapan metode demonstrasi. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini, Miskonsepsi peserta didik setelah diajar menggunakan metode demonstrasi lebih rendah dibanding dengan miskonsepsi peserta didik sebelum diajar menggunakan metode demonstrasi. Hal ini menunjukkan adanya pengurangan miskonsepsi peserta didik yang dilihat dari skor rata-rata miskonsepsi peserta didik setelah diajar menggunakan metode demonstrasi pada peserta didik di kelas XI MIA 1 SMA Negeri 9 Makassar.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tiada kata indah selain ucapan syukur Alhamdulillah, segala puji bagi
Allah SWT sang pencipta, atas limpahan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Fisika Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik di SMA Negeri 9 Makassar ”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Selain
sebagai syarat untuk meraih gelar S-1, skripsi ini juga dibuat dengan tujuan
untuk melihat pengaruh yang berarti hasil belajar fisika peserta didik di kelas XI
MIA SMA Negeri 9 Makassar yang diajar dan yang tidak diajar menggunakan
metode penemuan terbimbing.
Skripsi ini disusun 5 (lima) bab dimana bab 1 membahas tentang latar
belakang, rumusan masalah, manfaat penelitian, bab II membahas tentang kajian
teori, kerangka pikir dan hipotesis, bab III membahas tentang metode penelitian,
sedangkan bab IV tentang hasil penelitian, pembahasan dan bab V membahas
ix
Salam dan shalawat senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW sang
revolusioner sejati sepanjang masa, juga kepada seluruh ummat beliau yang tetap
istiqamah di jalan-Nya dalam mengarungi bahtera kehidupan dan melaksanakan
tugas kemanusiaan ini hingga akhir. Sepenuhnya penulis menyadari bahwa
skripsi ini takkan terwujud tanpa adanya ulu tangan dari orang-orang yang telah
digerakkan hatinya oleh Sang Pencipta untuk memberikan nasehat, motivasi,
bantuan, bimbingan secara langsung maupun tidak langsung bagi penulis. Oleh
karena itu, selain rasa syukur, penulis juga sampaikan ucapan terima kasih yang
tulus kepada pihak yang selama ini memberikan bantuan hingga terselesainya
skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini, penulis mengalami hambatan, namun berkat
bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Bapak Dr. Muhammad Arsyad, MT selaku pembimbing I dan Ibu
Dra. Aisyah Asis, M.Pd selaku pembimbing II yang selalu bersedia meluangkan
waktunya dalam membimbing penulis, memberikan ide-ide, arahan, saran dalam
menyikapi keterbatasan pengetahuan penulis, serta memberikan ilmu dan
pengetahuan yang bemanfaat dan berharga baik dalam penelitian ini maupun
dalam perkuliahan. Semoga Allah SWT memberikan perlindungan, kesehatan,
umur yang panjang, dan pahala yang berlipat ganda atas segala kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis selama ini.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
x
1. Ayah dan Ibu beserta saudara-saudaraku yang telah mendoakan dan memberi
semangat yang luar biasa sehingga saya bisa sampai pada tahap ini
2. Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E., M.M. sebagai Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar
3. Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
4. Ibu Dr. Nurlina, S.Si., M.Pd dan Bapak Ma’ruf, S.Pd., M.Pd. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
banyak berjasa bagi penulis
6. Bapak Ma’ruf, S.Pd., M.Pd. selaku penasehat Akademik penulis selama perkuliahan
7. Bapak Drs. A. Supardin, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 9
Makassar yang telah menerima dan memberi kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian.
8. Bapak Dra. Hj. Idarmarsia. Selaku guru fisika SMA Negeri 9 Makassar dan
guru pamong bagi penulis yang selalu memberikan arahan selama melakukan
kegiatan penelitian.
9. Teman-temanku, Milda Sari Devy, Muh Fajrin, Andi Airin, dan seluruh
IMPEDANSI 014, terkhusus kepada IMPEDANSI C, teman kos, dan seluruh
xi
peduli padaku. Tidak hanya itu, kalian juga selalu mengajarkanku apa arti
dari sebuah kesabaran. Suka duka telah kita lalui bersama. Terima kasih
banyak teman, semoga Allah membalas kebaikan yang telah kalian lakukan.
Saya hanya bisa bedoa yang terbaik untuk kalian semua. Semoga kami masih
bisa bersua untuk hari selanjutnya.
10. Adik-adik kelas XI MIA SMA Negeri 9 Makassar atas perhatian dan
kerjasama selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian.
Dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan bahwa tidak ada manusia
yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis
senantiasa mengharapkan saran dan kritikan yang konstruktif sehingga penulis
dapat berkarya yang lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Dengan harapan dan do’a penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat dan menambah ilmu khususnya dibidang Pendidikan Fisika. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Januari 2020
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PESETUJUAN PEMBIMBING ... ii
SURAT PERNYATAN ... iii
SURAT PERJANJIAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 4 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Fisika ... 7
2. Metode Demonstrasi ... 9
3. Konsep ... 12
4. Miskonsepsi ... 16
B. Kerangka Pikir ... 21
BAB III METODE PENELITIAN... 23
A. Rancangan Penelitian ... 23
Jenis Penelitian ... 23
Lokasi Penelitian ... 23
B. Variabel Dan Desain Penelitian ... 23
Variabel Penelitian ... 23
Desain Penelitian ... 23
C. Definisi Operasional Variabel ... 24
D. Popolasi Dan Sampel ... 24
Populasi ... 24
Sampel Penelitian ... 24
xiii
F. Instrumen Penelitian ... 27
G. Teknis Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Hasil Penelitian ... 33
B. Pembahasan ... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
A. Kesimpulan ... 43
B. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1Miskonsepsi Fisika Peserta Didik Dalam Materi Mekanika Fluida ... 21
3.1 Kegiatan Pembelajaran... 26
3.2 Kisi-kisi Instrumen Miskonsepsi Berupa Tes Diagnostik Beralasan ... 27
3.3 Hasil Validasi Pembelajaran. ... 29
3.4 Kriteria Tingkat Reliabilitas Item ... 30
3.5 Hasil Analisis Uji Normalitas data pretest dan data posttest ... 33
4.1 Skor Tes Miskonsepsi Peserta Didik Sebelum Menggunakan Metode Demonstrasi ... 34
4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Tes miskonsepsi peserta didik ... 34
4.3 Skor Tes Miskonsepsi Peserta Didik Setelah Menggunakan Metode Demonstrasi ... 36
4.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Tes Miskonsepsi Peserta Didik pada Posttest ... 36
4.5 Persentase Penurunan Miskonsepsi Peserta Didik Sebelum Dan Setelah Penerapan Metode Demonstrasi ... 38
xv
DAFTAR GAMBAR
Judul halaman
2.1Kerangka Pikir ... 22
4.1 Distribusi Frekuensi Kumulatif dan Persentasi Skor Tes Objektif peserta didik pada Pretest ... 35
4.2 Distribusi Frekuensi Kumulatif dan Persentasi Tes Miskonsepsi Peserta Didik
pada Posttest... 37
4.3 Grafik Pernurunan Miskonsepsi Peserta Didik Dilihat Dari Skor Rata-rata
Miskonsepsi Sebelum Dan Setelah Penerapan Metode Demonstrasi ... 39
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
Lampiran A ... 48
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 49
A.2 Bahan Ajar ... 57
A.3 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ... 81
Lampiran B... 84
B.1 Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar Fisika ... 85
B.2 Instrumen Tes Miskonsepsi Peserta Didik ... 86
Lampiran C... 97
C.1 Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 98
C.2 Analisis Bahan Ajar ... 99
C.3 Analisis Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ... 101
C.5 Analisis Validasi Instrumen ... 103
C.6 Uji Validitas ... 104
C.7 Uji Reliabilitas ... 105
Lampiran D ... 109
D.1 Skor Miskonsepsi Peserta Didik Pada Data Pre-test ... 110
D.2 Skor Miskonsepsi Peserta Didik Pada Data Post-test ... 112
D.3 Uji Normalitas ... 114
Lampiran E ... 119
Dokumentasi ... 125
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan dan
merupakan salah satu faktor yang sangat menunjang kemajuan suatu bangsa. Saat
ini pendidikan sangat diperhatikan oleh pemerintah karena pendidikan merupakan
salah satu alat untuk mencerdaskan bangsa. Pemerintah selalu berupaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini terbukti dari kurikulum pendidikan
yang senantiasa mengalami perubahan yang mengarah pada kesempurnaan.
Kesempurnaan yang dimaksudkan adalah ketika peserta didik mampu mencapai
kriteria belajar minimum (KBM) dan mampu menguasai materi dari berbagai
mata pelajaran salah satunya pelajaran fisika (Kemendikbud, 2012).
Menurut Suparno (2013: 4) pelajaran fisika masih menjadi materi yang
dianggap sulit dan tidak menyenangkan untuk dipelajari karena didalamnya berisi
rumus-rumus sehingga peserta didik kesulitan untuk memahami materi fisika.
Faktor yang melatar belakangi kesulitan peserta didik memahami materi fisika
adalah kurangnya konsep dikarenakan kualitas pengajaran dan pembelajaran yang
kurang baik. Hal tersebut mengakibatkan pada saat ujian masih banyak siswa
yang sekedar menebak jawaban, ada juga yang sangat yakin dengan jawabannya
padahal yang dipelajari selama ini salah atau biasa disebut miskonsepsi. Salah
satu kesulitan utama yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran fisika
Miskonsepsi didefinisikan sebagai kesalahan penafsiran konsep yang tidak
sesuai dengan penafsiran konsep oleh para ahli dan berkembang dalam waktu
yang cukup lama. Setiap orang akan mempunyai penafsiran konsep yang
berbeda-beda atas suatu fenomena yang sama interaksi dengan lingkungan akan
memunculkan konsepsi awal dalam benak peserta didik (Ufiq dkk, 2014).
Konsepsi awal yang dimiliki oleh peserta didik adalah dasar untuk
membangun pengetahuan selanjutnya. Konsepsi awal peserta didik berpotensi
besar mengalami miskonsepsi. Ketika peserta didik memasuki kelas mereka sudah
memiliki pra konsep dan pra anggapan mengenai apa yang akan diajarkan oleh
guru. Guru tidak menyadari dan tidak mempermasalahkan pra konsep tersebut dan
peserta didik pun tidak menyadarinya, Sehingga inilah yang menjadi
pertimbangan seorang guru. Guru yang mengajarkan konsep baru harus tahu
bahwa didalam otak peserta didik telah ada konsep tersebut walaupun faktanya
berbeda. Fakta yang seperti sering menyebabkan peserta didik mengalami
miskonsepsi.
Miskonsepsi merupakan ciri dari hasil belajar yang rendah. Oleh karena
itu, miskonsepsi ini berdampak buruk terhadap kualitas pemahaman peserta didik
sehingga perlu diidentifikasi terlebih dahulu mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan miskonsepsi itu sendiri. Berdasarkan hasil observasi data nilai
ulangan semester ganjil kelas XI MIA 1 pada materi pelajaran fisika tahun ajaran
2018-2019 dan wawancara kepada guru mata pelajaran fisika di SMA Negeri 9
Makassar, diperoleh fakta bahwa dari 32 peserta didik yang terdiri dari 13
mencapai KBM dan 20 orang (57%) peserta didik kesulitan dalam memahami
materi fisika. Data tersebut menunjukkan bahwa rendahnya hasil belajar peserta
didik yang berada dibawah kriteria belajar minimum (KBM). Rendahnya
pemahaman peserta didik dikarenakan beberapa faktor-faktor penyebab
miskonsepsi berasal dari metode pembelajaran, buku teks, dan pengalaman
keseharian peserta didik itu sendiri.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Djono (2017: 76)
memberikan langkah-langkah dalam mengidentifikasi kesulitan belajar atau
miskonsepsi peserta didik dengan langkah-langkah seperti “bahwa guru dapat
menetapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, mengetahui lokasi
atau letak di mana peserta didik mengalami kesulitan atau miskonsepsi itu terjadi dan menetapkan latar belakang kesulitan belajar atau miskonsepsi” Ketiga langkah tersebut di atas dapat dilakukan dengan cara pemberian test diagnostik.
Menurut Suke (2016:157), bahwa “Sasaran utama test diagnostik adalah
menemukan kekeliruan-kekeliruan atau kesalahan konsep dan kesalahan proses
yang terjadi dalam diri peserta didik saat mempelajari suatu topik belajar tertentu”. Tes diagnostik dikaji bagaimana proses belajar dialami atau melalui peserta didik, sehingga berhasil atau gagal dalam belajarnya. Dengan tes
diagnostik ditelusuri proses mental yang berlangsung pada waktu peserta didik
menjawab soal. Proses ini tidak dapat diamati, namun dapat diketahui atau
disimpulkan melalui jawaban soal-soal tes. Apabila ditemukan, maka dapat
diupayakan perbaikan baik pada cara guru mengajar maupun pada siswa belajar.
suatu soal. Perhatian lebih dipusatkan pada jawaban peserta didik sampai
memberikan jawaban salah itu.
Peserta didik yang mengalami miskonsepsi akan berbeda dengan peserta
didik yang tidak tahu konsep. Sehingga dibutuhkan metode yang efektif untuk
digunakan dalam proses belajar mengajar. Salah satu metode yang dapat
digunakan adalah metode demonstrasi. Metode demonstrasi merupakan metode
yang menyajikan pelajaran dengan cara menunjukkan secara lansung kepada
peserta didik mengenai suatu proses atauss benda tentu yang berkaitan dengan apa
yang sedang dipelajari baik sebenarnya maupun tiruan disertai penjelasan secara
lisan (Putri dkk, 2018: 22). Sehingga peserta didik lebih mudah memahami materi
pelajaran dan dapat mengurangi kesalahan konsepnya.
Penelitian lain dilakukan oleh Mosilk dkk (2016: 98-103), membuktikan
bahwa strategi dan metode pembelajaran yang menekankan kepada keterlibatan
peserta didik dalam membangun pemahamannya sendiri cukup efektif digunakan
untuk mengurangi miskonsepsi peserta didik.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Penggunaan Metode Demonstrasi Untuk Mengurangi
Miskonsepsi Peserta Didik Pada Materi Fluida Statis Kelas XI SMA Negeri 9 Makassar. ”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Seberapa besar miskonsepsi peserta didik sebelum penerapan metode
demonstrasi?
2. Seberapa besar miskonsepsi peserta didik setelah penerapan metode
demonstrasi?
3. Apakah terdapat pengurangan miskonsepsi peserta didik setelah penerapan
metode demonstrasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan seberapa besar miskonsepsi peserta didik sebelum
menerapkan metode demonstrasi.
2. Untuk mendeskripsikan seberapa besar miskonsepsi peserta didik setelah
menerapkan metode demonstrasi.
3. Untuk menganalisis penurunan miskonsepsi peserta didik setelah
menerapkan metode demonstrasi.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya dan mendalami
lebih lanjut tentang realita munculnya miskonsepsi peserta didik,
2. Bagi Guru
Memberikan informasi kepada guru tentang miskonsepsi peserta
didik dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi guru untuk
mewaspadai adanya miskonsepsi tersebut dan melakukan upaya
perbaikan.
3. Bagi peserta didik
Memberi informasi kepada peserta didik tingkat pemahamannya
terhadap konsep yang telah dipelajari sehingga peserta didik dapat
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran fisika a. Hakikat Belajar
Belajar adalah proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (peserta didik). Menurut
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, belajar dimaknai sebagai bagian dari proses
kegiatan menciptakan sebuah pembangunan pencerahan. Belajar menjadi langkah
konkrit melahirkan langkah-langkah progresif memahami berbagai banyak hal.
Belajar selanjutnya bisa merupakan sebuah kegiatan mempertarungkan cara
berpikir kepada sebuah teks yang sedang dibaca, untuk selanjutnya dapat
melahirkan pemahaman-pemahaman baru atas sebuah bacaan yang sedang baca.
Belajar juga merupakan sebuah kegiatan yang berproses dengan sedemikan rupa
dalam proses dialektis untuk kemudian bisa mempesroleh sesuatu yang bermakna
bagi kepentingan pembelajar.
Dalam kegiatan belajar, ada sebuah proses berpikir kritis yang sedang
dilakukan secara serius dan tegas. Belajar berusaha menjawab berbagai kelesuan
hidup yang selama ini berlangsung. Pada belajar, ada makna baru yang akan
didapatkan dengan sedemikian rupa. Belajar tidak semata dilakukan untuk
mendapatkan hal baru, melainkan adalah sebuah kegiatan dinamis dan progresif
Menurut Winkel (dalam Purwanto, 2016: 39) belajar adalah suatu aktivitas
mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman dan sikap. Rohmalina
Wahab (2015: 19) mengatakan, belajar adalah suatu proses perubahan didalam
kepribadian manusia. Perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan
kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan,
sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain sejenisnya.
Belajar juga diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau
berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil terbentuknya respon utama dengan
syarat bahwa perubahan atau munculnya perilaku baru tersebut bukan disebabkan
oleh adanya kematangan atau adanya perubahan sementara (Yamin, 2015).
Dari pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan perubahan pengetahuan dan tingkah laku seseorang karena adanya
pengalaman yang dilakukan dalam kegiatan belajar.
b. Pembelajaran Fisika
Pada tingkat SMA/MA fisika ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga
fisika bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikan fisika diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan
peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
fisika diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu
peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitar.
Mata peajaran fisika SMA merupakan kelanjutan pelajaran fiska dari SMP
yang mempelajari sifat materi, gerak dan fenomena lain yang ada hubungannya
dengan energi. Selain itu, juga mempelajari keterkaitan antara konsep-konsep
fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan kesadaran terharap
perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta dampaknya. Secara
garis besar materi pelajaran fisika khususnya kelas XI SMA kurikulum 2013
meliputi : Dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar; elastitas zat padat dan
Hukum Hooke; fluida statis; fluida dinamis; suhu pemuaian dan kalor; teori
kinetik gas; konsep termodinamika; gelombang bunyi; gelombang cahaya; optik
geometri dan alat optik; serta efek rumah kaca dan pemanasan gelombang.
(Paramitha, 2014: 1)
2. Metode Demonstrasi
Demonstrasi merupakan salah satu metode yang cukup efektif karena
membantu peserta didik untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan
fakta atau data yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian
pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada peserta didik tentang
suartu proses, situasi, atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar
a. Langkah-Langkah Menggunakan Metode Demonstrasi (1) Tahap Persiapan
(a) Merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik setelah
proses demonstrasi berakhir
(b) Menyiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilakukan
(c) Melakukan uji coba demonstrasi.
(2) Tahap Pelaksanaan
(a) Langkah Pembukaan
(b) Mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik
dapat memerhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan
(c) Mengemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh peserta didik
(d) Mengemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh peserta
didik
(3) Langkah Pelaksanaan Demonstrasi
(a) Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang
peserta didik untuk berpikir
(b) Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana
yang menegangkan
(c) Yakinkan bahwa semua peserta didik mengikuti jalannya demonstrasi
(d) Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk secara aktif
memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses
demonstrasi itu
(3) Langkah Mengakhiri Demonstrasi
Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu
diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan
pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini
diperlukan untuk meyakinkan apakah peserta didik memahami proses
demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya
guru dan peserta didik melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses
demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.
b. Kelebihan dan Kelemahan Metode Demonstrasi
Sebagai suatu metode pembelajaran, demonstrasi memiliki beberapa
kelebihan di antaranya sebagai berikut :
1. Melalui metode demonstrasi, terjadinya verbalisme akan dapat dihindari
karena siswa disuruh langsung memerhatiakn bahan pelajaran yang
dijelaskan
2. Proses pembelajaran akan lebih menarik karena peserta didik tak hanya
mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi
3. Dengan cara mengamati secara langsung, peserta didik akan memiliki
kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan
Selain beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki
beberapa kelemahan di antaranya :
1. Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang karena
tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat
menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Untuk menghasilkan
pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya
terlebih dahulu sehingga dapat memakan waktu yang banyak
2. Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang
memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan
yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah
3. Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang
khusus sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional. Di
samping itu, demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru
yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa (Majid, 2016)
3. Konsep
a. Definisi konsep
Banyak ahli mendefinisikan arti dari konsep secara umum konsep adalah
suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa,
atau fenomena lainnya.
Menurut Sri Jumaini (2017: 198) mengatakan bahwa konsep merupakan
klarifikasi pengetahuan yang terdapat dalam sebuah materi pelajaran. Pengetahuan
yang bersifat konsep yaitu pengetahuan yang mengacu pada pengertian, definisi,
Menurut Lusiana (2016: 6) konsep adalah satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep
mampu mengadakan abstraksi terhadap objek yang dihadapi, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek dihadirkan dalam kesadaran orang
dalam bentuk representasi mental tak berperaga.
Sedangkan menurut Wahyuni (2018: 238) Konsep adalah Bagian dari
struktur ilmu fisika yang berupa ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa konkret ataupun gambaran mental dari suatu objek atau proses yang
dianggap benar oleh para ahli fisika dan digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain.
Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep
merupakan suatu gambaran yang digunakan sebagai ciri-ciri untuk memahami hal
lain berupa objek-objek, kejadian-kejadian, atau situasi-situasi.
b. Konsepsi
Nawati (2017: 33) menjelaskan bahwa konsepsi didefinisikan sebagai
pendapat/paham yang telah ada didalam fikiran meskipun dalam pelajaran sains
kebanyakan konsep memiliki arti yang jelas, tetapi konsepsi pembelajaran
berbeda-beda. Ada konsepsi ilmuan, konsepsi guru, dan konsepsi peserta didik.
Menurut Wahyuni (2018: 238) konsepsi adalah suatu hasil pemikiran
seseorang berdasarkan interaksi struktur pengetahuan, ide, dan aktivitas penalaran
ketika seseorang dihadapkan pada persoalan. Persoalan yang dihadapi peserta
didik dapat berupa persolan konsep fisika, dapat juga berupa persoalan konteks
pada suatu penjelasan yang secara umum dianggap benar/objektif , maka konsepsi
lebih bersifat pemahaman individual yang bisa saja berbeda dengan pemahaman
para ilmuan.
Pada umumnya konsepsi ilmuan merupakan konsepsi yang paling lengkap,
paling masuk akal dan paling banyak dimanfaatkan dibandingkan konsep lainnya,
sehingga konsepsi ilmuan dianggap paling banyak diterima. Jadi seseorang dapat
memiliki konsep yang berbeda dengan konsepsi yang dimiliki orang lain karena
pengalaman hidup dan penafsiran yang berbeda.
4. Miskonsepsi
a. Definisi miskonsepsi
Tafsiran perorangan terhadap konsep sangat mungkin berbeda-beda.
Misalnya penafsiran konsep massa jenis, atau konsep hambatan, atau konsep
gesekan, dapat berbeda untuk setiap orang. Jika konsepsi peserta didik terhadap
suatu konsep sama dengan konsepsi para ilmuan, maka dapat dikatakan peserta
didik tersebut mempunyai konsepsi yang benar. Jika konsepsi peserta didik
tentang suatu konsep berbeda dengan konsepsi para ilmuan, dikatakan peserta
didik tersebut mengalami miskonsepsi. (Muna,2016:312)
Menurut Suparno (2013: 4) miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada
suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah, yang diterima para
pakar bidang itu, kemudian dikatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu kesalahan
dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Sedangkan menurut Alfian
(2015: 29) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan miskonsepsi adalah
nama, salah dalam mengklasifikasi contoh-contoh konsep, keraguan terhadap
konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam
konsep yang berlebihan atau kurang jelas.
Menurut Anisa dkk (2016: 22). berpendapat bahwa “jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pengertian yang salah selama proses belajar
mengajar, tetapi suatu konsep awal (prakonsep) yang dibawa peserta didik ke kelas formal.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi peserta didik adalah perbedaan
konsep yang melekat pada ingatan peserta didik dan diyakini itu benar ternyata
tidak sesuai dengan konsepsi yang dipegang oleh para ilmuan.
b. Penyebab Miskonsepsi
Miskonsepsi disebabkan oleh beberapa hal, Suparno (2013: 53)
menjelaskan ada lima faktor yang merupakan penyebab miskonsepsi pada peserta
didik yaitu: 1) peserta didik, 2) guru, 3) buku teks, 4) konteks, dan 5) metode
mengajar.
1) Peserta didik
Miskonsepsi yang berasal dari peserta didik dapat dikelompokkan dalam
delapan kategori, sebagai berikut :
a. Prakonsepsi atau konsep awal. Banyak peserta didik yang sudah mempunyai
konsep awal sebelum mereka mengikuti pelajaran disekolah. Prakonsepsi
sering bersifat miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu
b. Pemikiran asosiatif yaitu pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap
suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi peserta didik
terhadap istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari
hari sering menimbulkan salah penafsiran.
c. Pemikiran humanistik yaitu memandang semua benda dari pandangan
manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku mahluk hidup
sehingga tidak cocok.
d. Penalaran yang tidak lengkap. Akibatnya peserta didik akan menarik
kesimpulan yang ada dan menimbulkan miskonsepsi.
e. Intuisi yang salah yaitu, suatu perasaan yang salah dari diri seseorang yang
secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasan tentang sesuatu tanpa
penelitian secara objektif dan nasional. Pola fikir instuitif sering dikenal
dengan pola fikir yang spontan.
f. Tahap perkembangan kognitif peserta didik. Secara umum, peserta didik yang
dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang
abstrak. Dalam hal ini, peserta didik baru belajar pada hal-hal yang kongkrit
yang dapat dilihat dengan indera.
g. Kemampuan peserta didik. peserta didik yang kurang mampu dalam
mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami
konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum, peserta didik yang tingkat matematika
logisnya tinggi akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep fisika,
h. Minat belajar. peserta didik yang memiliki minat belajar fisika yang benar
akan sedikit mengalami miskonsepsi di banding yang tidak berminat.
2) Guru
Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks secara
sederhana dengan tujuan mempermudah pemahaman peserta didik.
Kadang-kadang guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan
penyampaian konsep fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih
terpaku pada papan tulis, jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah
yang menantang proses berfikir peserta didik.
Miskonsepsi peserta didik akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter
dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan
interaksi yang terjadi hanya satu arah. Sehingga semakin besar peluang
miskonsepsi guru ditransfer lansung pada peserta didik.
3) Buku teks
Menurut Suparno (2013: 44) buku teks yang dapat mengakibatkan
munculnya miskonsepsi peserta didik adalah buku teks yang bahasanya sulit
untuk dimengerti dan penjelasnya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi
level peserta didik yang sedang belajar dapat menimbulkan miskonsepsi karena
mereka sulit menangkap isinya.
4) Konteks.
Konteks yang dimaksud disini adalah pengalaman Bahasa sehari-hari,
pertama sangat mempengaruhi adanya miskonsepsi karena bahasa mengandung
banyak penafsiran.
5) Metode mengajar
Menurut Suparno (2013: 50) metode mengajar guru yang tidak sesuai
dengan konsep yang dipelajari akan menimbulkan miskonsepsi guru yang hanya
menggunakan suatu metode pembelajaran untuk semua konsep akan memperbesar
peluang peserta didik terjangkil miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak
memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya dan juga untuk
mengungkapkan gagasannya sering kali meneruskan dan mengikis miskonsepsi.
Metode praktikum yang sangat membantu dalam proses pemahaman, juga
dapat menimbulkan miskonsepsi karena peserta didik hanya dapat menangkap
konsep dari data-data yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga
dapat berperan dalam menciptakan miskonsepsi.
c. Identifikasi Miskonsepsi
Kesalah pahaman konsep (miskonsepsi) yang telah terjadi pada diri
peserta didik bila tidak segera diidentifikasi dan diatasi akan mengganggu didalam
penguasaan konsep materi selanjutnya. Identifikasi miskonsepsi diartikan sebagai
suatu cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi belajar peserta didik yang
diperkirakan mengalami kesalah pahaman konsep, dalam hal ini adalah konsepsi
peserta didik berbeda dengan apa yang di maksudkan dengan konsepsi para ahli.
Djono (2017:76) memberikan langkah-langkah dalam mengidentifikasi
kesulitan belajar atau miskonsepsi siswa dengan langkah-langkah seperti “bahwa
belajar, mengetahui lokasi atau letak dimana peserta didik mengalami kesulitan
atau miskonsepsi itu terjadi dan menetapkan latar belakang kesulitan belajar atau miskonsepsi” Ketiga langkah tersebut di atas dapat dilakukan dengan cara pemberian test diagnostik.
Menurut Suke (2016:157), bahwa “Sasaran utama test diagnostik adalah
menemukan kekeliruan-kekeliruan atau kesalahan konsep dan kesalahan proses
yang terjadi dalam diri peserta didik saat mempelajari suatu topik belajar tertentu”. Tes diagnostik dikaji bagaimana proses belajar dialami atau melalui peserta didik, sehingga berhasil atau gagal dalam belajarnya, dengan Tes
diagnistik ditelusuri proses mental yang berlangsung pada waktu peserta didik
menjawab soal. Proses ini tidak dapat di amati, namun dapat diketahui atau
disimpulkan melalui jawaban soal-soal tes. Apabila ditemukan, maka dapat
diupayakan perbaikan baik pada cara guru mengajar maupun pada peserta didik
belajar.
Tes diagnostik menjaring informasi tentang mengapa peserta didik
menjawab salah pada suatu soal. Perhatian lebih dipusatkan pada jawaban peserta
didik sampai memberikan jawaban salah itu. Ada bermacam-macam cara tes
diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi, antara lain adalah
dengan wawancara, peta konsep dan tes obyektif beralasan.
Tes obyektif beralasan adalah suatu cara yang ditempuh antara lain
dengan mengontrol suatu item, menggunakan item yang lain dimana keduanya
mempersoalkan hal sama atau mengontrol lewat pilihan alasan. Dengan cara ini
benar. Tes obyektif beralasan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan
peserta didik dalam memahami suatu materi dalam arti dapat mengetahui jalan
pikiran peserta didik untuk sampai pada jawaban yang benar. Dengan
memperhatikan alasan yang dipilih merupakan dasar untuk dapat memilih
jawaban yang benar, sehingga apabila peserta didik belum betul-betul paham
materi yang di ujikan maka peserta didik tersebut tidak mempunyai kemungkinan
untuk menebak.
d. Miskonsepsi dalam Fisika
Miskonsepsi terdapat dalam semua bidang sains seperti biologi, kimia,
fisika dan astronomi. Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee,
Mintzes dan Novak (dalam Suparno, 2013: 9-11) dalam artikelnya mengenai
Research on Alternative conceptions in science, menjelaskan bahwa konsep alternative terjadi dalam semua bidang fisika. Dari 700 studi mengenai konsep
alternative bidang fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam
mekanika ; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optik, dan sifat-sifat materi; 35
tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika modern.
Tabel 2.1 berikut cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di urutan
teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi. Menurut Suparno
(2013: 140) dalam bidang mekanika fluida terjadi beberapa miskonsepsi pada
peserta didik. Antara lain, beberapa peserta didik beranggapan bahwa suatu benda
tenggelam dalam air karena benda itu lebih berat dari pada air, padahal kapal
berfikir bahwa gas tidak mempunyai massa. Beberapa bahwa tekanan fluida hanya
mengarah ke bawah.
Tabel 2.1. Miskonsepsi Fisika Peserta Didik Dalam Materi Mekanika Fluida Mekanika Fluida Ditemukan pada level
Miskonsepsi yang ada SMP SMA 1. Adesi sama dengan kohesi √ √ 2. Benda melayang di air karena lebih
ringan dari pada air
√ √
3. Benda tenggelam di air karena lebih besar dari pada air
√ √
4. Cairan yang mempunyai viskositas tinggi, selalu mempunyai densitas yang lebih tinggi
√
5. Kayu melayang dan logam tenggelam di dalam air
√ √
6. Memanaskan udara hanya membuatnya lebih panas
√ 7. Tekanan dan gaya itu sinonim √ 8. Tekanan fluida hanya berlaku
kebawah
√ Sumber: (Suparno, 2013: 140)
B. Kerangka Pikir
Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang dialami oleh peserta didik
dipandang sebagai pengalaman. Dasar pengalaman atau pengetahuan peserta didik
akan membentuk suatu konsepsi yang digunakan untuk mengartikan peristiwa
alam yang terjadi disekitarnya. Konsep yang terbentuk belum tentu sesuai dengan
konsep yang dikemukakan oleh para ahli, namun dalam memahami materi fisika
masih banyak siswa yang masih meyakini suatu konsep padahal konsep tersebut
Dalam mengungkap miskonsepsi peserta didik peneliti mengacu pada
instrument berupa tes pilihan ganda yang disertai dengan alasan mengapa peserta
didik memilih jawaban tersebut. Kemudian diterapkan metode demonstrasi yang
diharapkan mampu mengurangi miskonsepsi peserta didik.
Dalam penelitian ini, peserta didik diberikan pretes sebagai tes awal untuk
mengetahui miskonsepsi awal peserta didik, kemudian diberi perlakuan berupa
metode demonstrasi dalam 6 kali, kemudian peserta didik kembali diberikan
posttes sebagai tes akhir. Setelah mengetahui hasil pretes dan posttes, maka dapat diketahui seberapa besar miskonsepsi peserta didik sebelum dan setelah
menerapkan metode demonstrasi.
Adapun kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Miskonsepsi peserta didik
Peserta didik diberi pretet untuk mengetahui miskonsepsi awal
peserta didik
Menerapkan metode demonstrasi dalam pembelajaran
Adanya pengurangan miskonsepsi Peserta didik diberi posttes untuk
mengetahui miskonsepsi akhir peserta didik
23 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian 1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
pra-eksperimen. 2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di SMA Negeri 9 Makassar, Jl. Karunrung Raya
No. 37, Rappocini, Kota Makassar.
B. Variabel Penelitian 1. Variable penelitian
a. Variable bebas : Metode Demonstrasi
b. Variabel terikat : Miskonsepsi
2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah one-group-pretest-posttest
Design, menurut (Sugiyono, 2016)
O1 X O2
dengan:
O1 = Nilai pretest (sebelum perlakuan) O2 = Nilai prosttest (setelah perlakuan)
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional pada penelitian ini adalah
1. Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan
atau menunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda
tertentu yang sedang dipelajari baik sebenarnya maupun tiruan yang disertai
dengan penjelasan lisan.
2. Miskonsepsi adalah kesalahan peserta didik terhadap suatu konsep fisika
yang tidak sesuai dengan pemahaman para ahli dan berkembang dalam waktu
cukup lama.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI MIA SMA
Negeri 9 Makassar Tahun Ajaran 2019/2020 yang berjumlah 307 orang terdiri
dari 9 kelas.
2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara simple
random sampling, maka terpilihlah kelas XI MIA 1 yang berjumlah 32 orang, karena kelas populasi adalah homogen.
E. Prosedur Penelitian
Dalam Penelitian ini terdapat 4 tahap prosedur pengambilan data
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Berkonsultasi dengan kepala sekolah dan guru mata pelajaran fisika
SMA Negeri 9 Makassar untuk meminta izin melaksanakan penelitian.
b. Menyusun rancangan pembelajaran, yaitu:
1) Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP): Rencana pelaksanaan
pembelajaran dibuat sebanyak 6 pertemuan untuk materi fluida
statik, kompetensi dasar (KD) yang digunakan adalah:
3.3 Menerapkan hukum-hukum fluida statik dalam kehidupan
sehari-hari.
3.4 merancang dan melakukan percobaan yang memanfaatkan
sifat-sifat fluida statis.
2) Lembar kerja peserta didik (LKPD): Lembar kerja peserta didik
dibuat sebanyak 6 pertemuan.
3) Bahan ajar: Bahan ajar dibuat sebanyak 6 pertemuan.
c. Membuat instrumen penelitian tes miskonsepsi yang berbentuk tes
diagnostik beralasan sebanyak 30 butir soal.
d. Uji coba instrumen: Uji ini dilakukan pada populasi yang bukan sampel
yaitu kelas XII MIPA 1, setelah dilakukan uji coba diperoleh 25 butir
soal yang valid dan 5 butir soal yang tidak valid.
2. Tahap Pelaksanaan.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan pelaksanaan
Tabel 3.1 Kegiatan Pembelajaran
No. Hari/ Tanggal Kegiatan
1 Selasa/ 01 Oktober 2019 Observasi di kelas XI MIA 1
2 Rabu/ 02 Oktober 2019 Memberikan pretest pada peserta didik kelas XI MIA 1 untuk mengetahui miskonsepsi awal peserta didik
3 Selasa/ 08 Oktober 2019 Memberikan demosntrasi tentang materi tekanan hidrostatis di kelas XI MIA 1 4 Rabu/ 09 Oktober 2019 Memberikan demonstrasi tentang materi
hukum Pascal di kelas XI MIA 1
5 Selasa/ 15 Oktober 2019 Memberikan demonstrasi tentang materi hukum Archimedes di kelas XI MIA 1 6 Rabu/ 16 Oktober 2019 Memberikan demonstrasi tentang materi
tegangan permukaan di kelas XI MIA 1 7 Selasa/ 22 Oktober 2019 Memberikan demonstrasi tentang materi
gejala kapilaritas di kelas XI MIA 1 8 Rabu/ 23 Oktober 2019 Memberikan demonstrasi tentang materi
viskositas XI MIA 1
9 Selasa/ 29 Oktober 2019 Memberikan posttest pada peserta didik kelas XI MIA 1 untuk mengetahui miskonsepsi akhir peserta didik
3. Tahap Akhir
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Pengolahan data: Data miskonsepsi tes diperoleh dari tes yang
berbentuk tes diagnostik beralasan, diolah dengan ketentuan jika benar
maka skornya 1 dan jika salah skornya 0.
b. Menganalisis data: Data miskonsepsi yang diperoleh dari tes yang
berbentuk tes diagnostik beralasan, dianalisis menggunakan teknik
analisis deskriptif. Analisis deskriptif ini dimaksudkan untuk
menyajikan tes miskonsepsi peserta didik, sehingga dapat diketahui
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur miskonsepsi peserta
didik berupa tes tes diagnostik miskonsepsi berbentuk tes obyektif beralasan,
dilakukan sebelum dan sesudah penerapan metode demonstrasi.
Adapun kisi-kisi instrumen tes miskonsepsi berupa tes diagnostik beralasan yang dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen miskonsepsi berupa berupa tes diagnostik beralasan
Indikator Nomor Soal Kunci Jawaban Jumlah Soal 1. Mengemukakan konsep tekanan hidrostatis 1, 2, 3 C, D, D 3 2. Menemukan hubungan antara tekanan hidrostatik dan kedalaman tertentu pada zat cair
4, 5, 6 C, A, C 3 3. Menerapkan rumus tekanan hidrostatik untuk menyelesaikan soal 7, 8, 9 B, D, B 3 4. Mengemukakan konsep hukum pascal 10 B 1 5. Mengemukakan konsep hukum Archimedes 11 B 1 6. Membuktikan peristiwa tenggelam, melayang dan terapung 14, 15, 16, 18, 19, 20 B, D, A, C, A, B 6 7. Menganalisis konsep hukum Archimedes 12, 13 C, C 2 8. Menerapkan konsep kapilaritas 21, 22 D, D 2 9. Mengemukakan viskositas pada fluida
23, 17 B, B 2
10.Mendemonstrasikan viskositas zat cair dengan hukum stokes
Validator 2
Kuat (3-4) Lemah (1-2)
Dari Tabel 3.3 terlihat bahwa total soal berjumlah 25 nomor. Adapun teknik
penskoran yaitu menjawab benar skor 1 dan menjawab salah skor 0. Sehingga
skor maksimal yang diperoleh yaitu 25 dan skor minimal yaitu 0.
G. Teknik Analisis Data
Untuk mengelolah data yang telah terkumpul dalam penelitian, digunakan
teknik statistik yaitu:
1. Analisis Instrumen
Untuk mengelolah data yang telah terkumpul dalam penelitian digunakan uji
Gregory, uji Validitas dan uji Reliabilitas.
a. Uji Gregory
Perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), buku ajar peserta didik, lembar kerja peserta didik (LKPD), dan pretest
serta posttest tes objektif disertai CRI, peserta didik dengan judul “Penerapan Metode Demonstrasi untuk Mengurangi Miskonsepsi Peserta Didik” telah divalidasi oleh dua pakar, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan uji
Gregory.
Uji Gregory menurut Retnawati (2016: 32) yaitu sebagai berikut:
Validator 1 Lemah kuat (1-2) (3-4) A B C D 𝑟 = 𝐷 𝐴+𝐵+𝐶+𝐷
Jika r ≥ 0,75 maka perangkat pembelajaran layak untuk digunakan. dengan :
r = Validitas isi
A = sel yang tidak menunjukkan ketidak setujuan antara kedua validator
B dan C = sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara 1 dan validator II (validator i setuju, validaor II kurang setuju) D = sel yang menunjukkan persetujuan yang valid antara kedua
validator
Tabel 3.3 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran
No Perangkat pembelajaran R Keterangan 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) 1 Valid
2. Buku Ajar 1 Valid
3. Lembar kerja peserta didik (LKPD) 1 Valid 4. Tes Objektif disertai CRI 1 Valid Sumber: Data hasil pengolahan (2019)
Berdasarkan Tabel 3.2 di atas dengan menggunakan uji Gregory (R ≥
0,75) dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku ajar peserta didik, lembar kerja peserta
didik (LKPD), dan tes objektif disertai CRI peserta didik layak digunakan dalam
penelitian karena hasil analis yang diperoleh sesuai dengan syarat uji Gregory.
b. Uji Validitas
Untuk mengetahui validitas tiap item tes digunakan rumus korelasi sebagai
berikut:
rxy = 𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
dengan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan y X = skor item
Y = skor total N = jumlah subyek
Setelah dihitung rhitung dibandingkan dengan rtabel . Cara penafsiran harga
koefisien korelasi yaitu membandingkan koefisien korelasi butir soal (rhitung)
dengan koefisien korelasi product moment (rtabel). Butir soal dikatakan valid jika
rhitung > rtabel pada taraf signifikan α = 0,05
Pengujian ini dilakukan dengan bantuan Microsoft Exel. Pada pengujian
validitas soal tes miskonsepsi yang berjumlah 30 butir soal, diperoleh 5 butir soal
yang tidak valid, sehingga hanya 25 butir soal yang valid untuk digunakan dalam
penelitian.
c. Uji Reliabilitas
Untuk perhitungan reliabilitas tes didekati dengan rumus Kuder dan
Richardson (KR-20) yang dirumuskan:
ri = [ 𝑛 𝑛−1] [ 𝑆𝑡2−∑ 𝑝𝑞 𝑆𝑡2 ] dengan: ri = Reliabilitas instrumen n = Jumlah butir pertanyaan p = Proporsi skor yang diperoleh
q = Proporsi skor maksimum dikurangi skor yang diperoleh St2 = Variansi total
Penentuan Kriteria tingkat reliabilitas instrumen mengacu pada kriteria
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Reliabilitas Item Rentang Nilai Kategori
0,800 - 1,000 Tinggi 0,600 - 0,800 Cukup tinggi 0,400 - 0,600 Sedang 0,200 - 0,400 Rendah 0,000 - 0,200 Sangat rendah
Pengujian reliabilitas tes soal miskonsepsi menggunakan rumus alpa
cronbah berbantuan aplikasi SPSS diperoleh hasil perhitungan yang menunjukkan nilai rhitung adalah 0,820. nilai tersebut berada pada rentang 0.800
< ri ≤ 1,000 yang masuk dalam kategori reliabilitas tinggi.
2. Analisis Hasil Penelitian a. Analisis deskriptif
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis
deskriptif. Analisis deskriptif yang digunakan adalah penyajian data berupa nilai
rata-rata dan standar deviasi. Analisis ini dimaksudkan untuk mengungkapkan
/mendeskripsikan perbedaan miskonsepsi peserta didik sebelum dan setalah
menerapkan metode demonstrasi.
1)Skor Rata-rata
Skor rata-rata diperoleh dari persamaan yang dikemukakan oleh Spiegel
dan Stephens (2007: 49) yaitu sebagai berikut:
𝑋̅ =∑ 𝑋𝑖 𝑛 dengan :
𝑋̅ = Skor rata-rata
∑ 𝑋𝑖 = Jumlah skor keseluruhan 𝑛 = Banyaknya subjek penelitian
2)Standar Deviasi
Menurut Sugiyono (2016: 57) untuk menentukan standar deviasi dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑆 = √∑ (𝑋𝑖 − 𝑋̅) 2 𝑛 𝑖=1 𝑛 − 1 dengan 𝑆 = Standar deviasi 𝑋𝑖 = Skor 𝑋̅ = Skor rata-rata
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian dan pembahasan pada bab ini adalah hasil studi lapangan
untuk memperoleh data melalui pemberian tes sebelum dan setelah dilakukan
suatu pengajaran pada kelas penelitian. Variabel yang diteliti adalah Miskonsepsi
menggunakan Metode Demonstrasi pada peserta didik kelas XI MIA 1 SMA
Negeri 9 Makassar tahun ajaran 2019/2020.
A. Analisis Hasil Penelitian
1. Analisis Deskriptif Tes Miskonsepsi Peserta Didik Sebelum dan Setelah Penerapan Metode Demonstrasi
Hasil analisis deskriptif nilai tes miskonsepsi peserta didik Sebelum dan
setelah diterapkannya metode demonstrasi pada pada pembelajaran di kelas XI
MIA 1 SMA Negeri 9 Makassar dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Skor Tes Miskonsepsi Peserta Didik Sebelum dan Setelah Menggunakan Metode Demonstrasi
Statistik Skor Statistik
Pretes Posttes Ukuran sampel 32 32 Skor ideal 25 25 Skor tertinggi 20 12 Skor terendah 9 2 Rentang skor 11 10 Skor rata-rata 15.15 6.40 Standar deviasi 2.84 2.83 Varians 8.06 8.00
Sumber: Data Primer Terolah (2019)
Dari Tabel 4.1 peserta didik kelas XI MIA 1 SMA Negeri 9 Makassar
memiliki jumlah sampel sebanyak 32 orang. Dilihat dari skor tertinggi dari tes
miskonsepsi peserta didik pada Pretes sebesar 20, skor terendah yang dicapai
peserta didik sebesar 9, dengan rentang 11,00 sehingga skor rata-rata miskonsepsi
peserta didik sebesar 15,15 dan standar deviasinya 2,84.
Sedangkan pada data posttes dengan jumlah sampel yang sama yaitu 32
orang. Dilihat dari skor tertinggi dari tes miskonsepsi peserta didik sebesar 12,
skor terendah yang dicapai sebesar 2, dengan rentang 10,00 sehingga skor
rata-rata miskonsepsi peserta didik sebesar 6,40 dan standar deviasinya 2,83.
Jika skor tes miskonsepsi pretest peserta didik kelas XI MIA 1 SMA Negeri
9 Makassar dianalisis menggunakan persentase pada distribusi frekuensi, maka
dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Tes Miskonsepsi Peserta Didik pada Data Pretes
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan skor miskonsepsi terdapat tiga
peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 9-10, satu peserta didik yang
memperoleh skor pada rentang 11-12, sepuluh peserta didik yang memperoleh
skor pada rentang 13-14, delapan peserta didik yang memperoleh skor pada Interval Skor F Persentase (%)
9-10 3 9.37 11-12 1 3.13 13-14 10 31.25 15-16 8 25.00 17-18 6 18.75 19-20 4 12.05 32 100
rentang 15-16, enam peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 17-18, dan
empat peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 19-20.
Berdasarkan Tabel 4.2 Data distribusi Frekuensi Pretes dapat disajikan
dalam diagram batang Gambar 4.1
Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Persentasi Skor Tes Objektif Peserta Didik pada Pretes
Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan persentasi miskonsepsi peserta
didik yang memperoleh skor pada rentang 9-10 sebesar 9,37 %, persentasi
miskonsepsi peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 11-12 sebesar 3,13
% peserta didik yang memperoleh skor 13-14 sebesar 31,25 %, persentasi
miskonsepsi peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 15-16 sebesar
25,00 %, peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 17-18 sebesar 18,75
%, persentasi miskonsepsi peserta didik yang memperoleh skor pada rentang
19-20 sebesar 12,05 %.
Berdasarkan data yang diperoleh dari tes miskonsepsi peserta didik setelah
diajar dengan metode demonstrasi dengan menggunakan analisis distribusi
frekuensi dan persentase skor dari tes miskonsepsi, dapat dilihat pada Tabel 4.4 0 2 4 6 8 10 2-3 4-5 6-7 8-9 10-11 12-13 FR EKUE N SI SKOR MISKONSEPSI
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Tes Miskonsepsi Peserta Didik pada Posttes
Interval Skor Ferkuensi Persentase (%)
2-3 4 12.05 4-5 8 25.00 6-7 10 31.25 8-9 3 9.37 10-11 6 18.75 12-13 1 3.13 32 100
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan skor miskonsepsi terdapat empat
peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 2-3, delapan peserta didik yang
memperoleh skor pada rentang 4-5, sepuluh peserta didik yang memperoleh skor
pada rentang 6-7, tiga peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 8-9,
enam peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 10-11, dan satu peserta
didik yang memperoleh skor pada rentang 12-13.
Berdasarkan Tabel 4.3 Data distribusi Frekuensi Posttes dapat disajikan
dalam diagram batang Gambar 4.2
Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tes Miskonsepsi Peserta Didik pada Posttes
0 2 4 6 8 10 2-3 4-5 6-7 8-9 10-11 12-13 FR EKUE N SI SKOR MISKONSEPSI
Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan persentasi miskonsepsi peserta
didik yang memperoleh skor pada rentang 2-3 sebesar 12,05 %, persentasi
miskonsepsi peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 4-5 sebesar 25,00
% peserta didik yang memperoleh skor 6-7 sebesar 31,25 %, persentasi
miskonsepsi peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 8-9 sebesar 9,37
%, peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 10-11 sebesar 18,75 %,
persentasi miskonsepsi peserta didik yang memperoleh skor pada rentang 12-13
sebesar 3.13 %.
2. Data Hasil Miskonsepsi peserta didik pada Pretes dan Posttes
Data yang diperoleh dari hasil pretes dan posttes menunjukkan gambaran
miskonsepsi yang dialami peserta didik sebelum dan setelah diajar menggunakan
metode demonstrasi. Data hasil pretes dan posttes menunjukkan penurunan
miskonsepsi jika dilihat dari skor rata-rata miskonsepsi. Berikut disajikan data
penurunan miskonsepsi peserta didik pada materi fluida statis pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Persentase Penurunan Miskonsepsi Peserta Didik Sebelum Dan Setelah Penerapan Metode Demonstrasi
Hasil Skor Rata-rata Miskonsepsi
Presentasi (%)
Pretes 15.15 60.6
Posttes 6.40 25.6
Pengurangan 8.75 35.0
Sumber: Data hasil pengolahan (2019)
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat adanya penurunan
rata-rata miskonsepsi peserta didik sebelum dan setelah diterapkan metode
demonstrasi dalam pembelajaran di kelas. Skor rata-rata miskonsepsi peserta didik
sebelum menerapkan metode demonstrasi dalam pembelajaran adalah sebesar
15,15 atau 60,6%. Sedangkan skor rata-rata miskonsepsi peserta didik setelah
diterapkan metode demonstrasi dalam pembelajaran adalah sebesar 6,40 atau 25,6
. Sehingga diperoleh pengurangan skor rata-rata miskonsepsi sebesar 8,75 atau
35,0%
Adapun diagram penurunan miskonsepsi peserta didik dilihat dari skor rata-rata
peserta didik sebelum dan setelah penerapan metode demonstrasi dapat dilihat
pada Gambar 4.3
Gambar 4.3. Grafik Pernurunan Miskonsepsi Peserta Didik Dilihat Dari Skor Rata-rata Miskonsepsi Setelah Penerapan Metode Demonstrasi
Dari Gambar 4.3 diatas dapat diketahui skor rata-rata miskonsepsi peserta
didik pada hasil pretest sebesar 15.15, sedangkan pada hasil posttest sebesar 6.40
sehingga dapat diketahui pengurangan miskonsepsi peserta didik setelah
penerapan metode demonstrasi sebesar 8,75.
pretest posttest pengurangan
15.15
6.4
8.75
PEMBAHASAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimen dengan penerapan
metode demonstrasi untuk mengurangi miskonsepsi peserta didik. Pada proses
pembelajaran setiap pertemuan disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran
yang telah disusun, dalam hal ini semua perangkat pembelajaran telah disiapkan
sebelum melakukan penelitian. Penelitian ini membandingkan miskonsepsi
peserta didik sebelum dan setelah diajar dengan metode demonstrasi pada
pembelajaran fisika, terhadap satu kelas peserta didik dari enam kelas pada SMA
Negeri 9 Makassar sebagai sampel penelitian dengan jumlah peserta didik 32
orang.
Pada proses pembelajaran, peneliti menerapkan metode demonstrasi dengan
membagi peserta didik dalam bentuk kelompok. Setelah itu, pendidik
membagikan bahan ajar dan memberikan waktu kepada peserta didik untuk
mendiskusikan bahan ajar yang telah dibagikan oleh pendidik bersama dengan
teman kelompoknya. Kemudian, pendidik mendemonstrasikan suatu percobaan
terkait dengan apa yang dipelajari pada saat pembelajaran, lalu membagikan
LKPD kepada peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mendemonstrasikan percobaan sesuai dengan apa yang didemonstrasikan
oleh pendidik. Kemudian peserta didik mendiskusikan dengan anggota kelompok
mengenai apa yang telah dilakukan dan peserta didik menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam LKPD ataupun menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
disampaikan oleh peneliti secara langsung. Pertanyaan tersebut terkait dengan apa
ditemui peserta didik dalam kesehariannya. Peserta didik terlihat sangat antusias
dalam melakukan proses pembelajaran dan menjawab pertanyaan-pertanyan
dengan sesekali bertanya kepada peneliti apabila menemui kesulitan dalam
berdiskusi dengan anggota kelompok. Kegiatan selanjutnya yaitu peserta didik
bertugas mempresentasikan hasil kerja di hadapan teman-temannya untuk
melaporkan hasil yang diperoleh sedangkan peserta didik yang lain mengamati
apa yang disampaikan dan memberikan masukan kepada temannya apabila ada
hal yang kurang dipahami. Dalam hal ini peneliti melihat sejauh mana peserta
didik mampu menjelaskan hasil percobaan dengan baik tanpa ditunjuk siapa
perwakilan kelompok yang tampil untuk presentase. Selain itu, tahap ini melatih
keberanian peserta didik untuk mengemukakan pendapat atau gagasan di hadapan
teman-temannya. Sehingga dari penjelasan yang dikemukakan oleh peserta didik,
dapat terlihat kesalahan konsep yang dimiliki oleh peserta didik.
Kesalahan konsep atau miskonsepsi peserta didik menjadi salah satu
permasalahn yang sering dihadapi oleh pendidik. Miskonsepsi merupakan ciri dari
hasil belajar yang rendah, oleh karena itu miskonsepsi berdampak buruk terhadap
kualitas pemahaman peserta didik. Sehingga perlu diidentifikasi mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan miskonsepsi. Pada penelitian ini miskonsepsi peserta
didik diidentifikasi menggunakan tes diagnostik beralasan. Tes diagnostik
beralasan digunakan untuk menelusuri proses mental yang berlansung pada waktu
peserta didik menjawab soal. Sehingga dari proses ini dapat diketahui
miskonsepsi peserta didik dari alasan mengapa peserta didik memilih jawaban