• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD

TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.)

Oleh :

DYAH AYU UMI ROHMATEN LAMONGAN - JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a : Dyah Ayu Umi Rohmaten N I M : 141011101

Tempat, tanggal lahir : Lamongan, 08 Nopember 1992

Alamat : Dsn Kalipang, RT/RW :002/016, Ds Sumberkepuh, Kec. Tanjunganom, Kab. Nganjuk. Telp./HP : 085736648298 Judul Skripsi : Pengaruh Tiga Jenis Plankton Yang Berbeda Sebagai

Pakan Alami Terhadap Tingkat Kematangan Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)

Pembimbing : 1. Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. 2. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Proyek Dosen. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :

1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,

termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 21 Juli 2014 Yang membuat pernyataan

(3)

SKRIPSI

PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD

TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.)

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh:

DYAH AYU UMI ROHMATEN NIM : 141011101

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama, Pembimbing Serta,

(4)

SKRIPSI

PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD

TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.)

Oleh :

Dyah Ayu Umi Rohmaten NIM : 141011101

Telah diujikan pada Tanggal : 21 Juli 2014

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. Anggota : Sudarno, Ir., M.Kes.

Sapto Andriyono, S.Pi., MT.

Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.

Surabaya, 21 Juli 2014

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Dekan,

(5)

RINGKASAN

DYAH AYU UMI ROHMATEN. Pengaruh Tiga Jenis Plankton yang Berbeda sebagai Pakan Alami terhadap Tingkat Kematangan Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.). Dosen Pembimbing Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. dan Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.

Ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan gonad biota laut (Hasan, 2011), dimana diketahui bahwa untuk sintesis dan sekresi hormon reproduksi diperlukan bahan baku yang berasal dari makanan (Rohani, 1998). Teripang biasanya memakan plankton dari jenis diatom bentik, alga hijau, alga biru berfilamen yang hidup maupun mati pada permukaan karang, alga merah, copepoda dan gastropoda (Bakus, 1973). Diatom bentik, alga hijau, alga biru mempunyai komposisi kandungan gizi yang berbeda dan diduga berpengaruh terhadap perkembangan reproduksi dan kematangan gonad teripang (Phyllophorus sp.).

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian 3 jenis plankton (Chaetoceros sp., Chlorella sp. dan Spirulina sp.) terhadap tingkat kematangan gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.). Penelitian dilakukan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Perlakuan yang digunakan adalah pemberian plankton sebagai pakan alami pada induk teripang Phyllophorus sp., dan sebagai pakan kontrol yaitu campuran kotoran sapi dan dedak padi. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Parameter utama dalam penelitian ini adalah tingkat kematangan gonad teripang melalui pengamatan histologi gonad. Parameter pendukung penelitian ini adalah data kualitas air dalam bak pemeliharaan yang meliputi DO, salinitas dan suhu, warna gonad dan berat tubuh Phyllophorus sp.

(6)

SUMMARY

DYAH AYU UMI ROHMATEN. Effect of Three Different Kinds of Plankton as Natural Food to Local Sea Cucumber Gonads Maturity Level (Phyllophorus sp.). Supurvisor Lecturer Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. and Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.

The availability of food is one of the factors that affect gonad maturity of marine organism (Hasan, 2011), it is known that for synthesis and secretion of reproductive hormones necessary raw materials derived from food (Rohani, 1998). Usually, sea cucumbers feed plankton from some kinds of diatoms, benthic, green algae, filamentous blue algae that living or dead on the surface of the coral, red algae, copepods and gastropods (Bakus, 1973). Benthic diatoms, green algae, blue algae has the nutritional content of different composition and the alleged effect on reproductive development and maturity of gonads of sea cucumbers (Phyllophorus sp.).

The study was conducted to determine the effect of three kinds of plankton (Chaetoceros sp., Chlorella sp., and Spirulina sp.) The maturity level of the local sea cucumber gonads (Phyllophorus sp.). The study was conducted at the Education Laboratory of Faculty of Fisheries and Marine Airlangga University. Histology of gonad performed at the Laboratory of Histology Faculty of Science and Technology Airlangga University Surabaya. The treatment used is giving plankton as natural feed to sea cucumbers brood Phyllophorus sp ., and a control diet is a mixture of cow dung and rice bran. This research was carried out experimentally using a completely randomized design (CRD). The main parameters in this study is the level of maturity of the gonads of sea cucumbers through histological observation of the gonads. Parameters supporting this research is the data in a tub of water quality maintenance which includes DO, salinity and temperature, the color of the gonad and body weight of Phyllophorus sp.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Pengaruh Tiga Jenis Plankton yang Berbeda sebagai Pakan Alami terhadap Tingkat Kematangan Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya.

Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Program Studi S-1 Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya demi kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan.

Surabaya, 21 Juli 2014

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian kegiatan dan penyusunan Skripsi ini penulis mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti B.S., DEA., drh selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

2. Bapak Abdul Manan, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Wali yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam menempuh studi di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

3. Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. dan Ibu Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dosen Pembimbing Serta yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi dan saran yang membangun dengan penuh kesabaran mulai dari penyusunan proposal sampai terselesaikannya Skripsi ini.

4. Ibu Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. selaku Ketua Penguji, Bapak Sudarno, Ir., M.Kes. selaku Sekretaris Penguji dan Bapak Sapto Andriyono, S.Pi., MT. selaku Anggota Penguji yang telah memberikan saran dan kritik serta Ibu Dr. Dwi Winarni, Dra., M.Si. yang sudah mengajari kami cara histologi gonad teripang dan interpretasi hasilnya hingga terselesaikannya Skripsi ini.

5. Progam Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Universitas Airlangga Tahun 2014 dengan tim yang beranggotakan Bapak Sapto Andriyono, S.Pi., MT., Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. danIbu Dr. Dwi Winarni, Dra., M.Si. 6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan FPK UNAIR, terima kasih atas semua

ilmu yang telah diberikan dan terimasih banyak atas semua bantuannya selama menjadi mahasiswa di FPK tercinta ini.

(9)

telah banyak memberikan dukungan moril dan materi serta semangat sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Tim penelitian teripang, Binti Rumiyati, Noviana Masruroh, Gantri Gerta, Bapak Mad serta rekan-rekan di Lab Histologi, Firas, Krisda, Mbak Evi dan Mbak Melli yang sudah membantu selama proses penelitian dan histologi gonad teripang mulai dari awal hingga akhir.

9. Sahabat-sahabat terbaik, Siti Arifah dan Masrul serta sahabat Bala-Bala tersayang (Astrid, Arini dan Oktan), teman-teman Piranha 2010, para sahabat Nanca, Dwi (kakak), Mbah Eka (tante), Artika dan Yuniari (iie), rekan-rekan di PT. DIKA (Pak Nur Kholik, Mbak Nita, Destanto) dan Keluarga Besar PT. Arina terutama Mbak Dian serta saudari-saudari kos tercinta (Mbak Dama, Deka, Winning, Risa dan Tari) dan bu parni yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Surabaya, 21 Juli 2014

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... v

SUMMARY ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4. Manfaat ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Klasifikasi ... 4

2.2 Morfologi Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)... 4

2.3 Anatomi Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ... 5

2.4 Cara Makan dan Jenis Pakan Teripang ... 7

2.5 Reproduksi ... 7

2.6 Tingkat kematangan Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ... 8

2.7 Hubungan Pakan dengan Kematangan Gonad ... 12

2.8 Diatom ... 14

2.8.1 Klasifikasi Chaetoceros sp. ... 14

2.8.2 Morfologi Chaetoceros sp. ... 14

2.8.3 Kandungan Nutrisi Chaetoceros sp. ... 15

(11)

2.9.1 Klasifikasi Chlorella sp. ... 15

4.3.1 Rancangan Penelitian ... 24

4.3.2 Prosedur Kerja ... 25

A. Persiapan Alat ... 25

B. Manajemen Media ... 26

C. Persiapan Stok Plankton untuk Pakan ... 26

D. Pencarian dan Seleksi Induk ... 27

E. Pemeliharaan dan Pemberian Pakan ... 27

F. Pengukuran dan Pembedahan Induk ... 28

G. Pembuatan Sediaan Histologi Gonad Teripang ... 29

H. Pengamatan Sediaan Gonad Teripang ... 31

4.4 Parameter Penelitian ... 33

5.1.1 Morfologi Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ... 36

5.1.2 Histologi Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ... 37

(12)

5.1.4 Kualitas Air Pemeliharaan Induk Teripang ... 43

5.1.5 Pembahasan... 44

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Phyllophorus sp. di Pantai Timur Surabaya ... 4

2. Morfologi dan Antomi Teripang ... 6

3. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan Fase Pemulihan (Recovery) .... 9

4. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan pada Fase Pertumbuhan (Growth) ... 10

5. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan (A) dan Betina (B) pada Fase Pertumbuhan Tingkat Lanjut(Advanced Growth) ... 11

6. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan (A) dan Betina (B) pada Fase Pematangan (Mature) ... 12

7. Chaetoceros sp. ... 14

8. Chlorella sp. ... 16

9. Spirulina sp. ... 19

10. Kerangka Konseptual Penelitian ... 22

11. Desain Penelitian ... 33

12. Diagram Alir Penelitian ... 34

13. Morfologi Gonad Teripang Phyllophorus sp. A (Jantan) dan B (Betina) . 35 14. Grafik Rata-Rata Tingkat Kematangan Gonad Teripang Phyllophorus sp. ... 37

15. Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp. Jantan Fase Recovery (Perbesaran 100 x) ... 38

16. Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp. Fase Growth (Perbesaran 100 x) ... 39

17. Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp. Fase Advanced Growth (Perbesaran 100 x) ... 40

(14)

DAFTAR TABEL

Gambar Halaman

1. Kandungan Bahan Organik, Mineral dan Vitamin pada Chlorella sp. ... 17

2. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Chlorella sp. ... 17

3. Tingkat Kematangan Gonad Teripang Phyllophorus sp. Sebelum dan Setelah Perlakuan Pakan ... 36

4. Hasil Uji ANOVA Tingkat Kematangan Gonada Teripang ... 39

5. Hasil ANOVA Rata-Rata Konsumsi Pakan Teripang Per Hari (%) ... 43

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Cara Menghitung Plankton yang Akan diberikan pada Teripang. ... 57

2. Data Penghitungan ANOVA Tingkat Kematangan Gonad Teripang ... 63

3. Data Konsumsi Pakan Teripang Perhari ... 65

4. Data Penghitungan ANOVA Konsumsi Pakan Teripang ... 78

(16)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teripang atau yang juga disebut dengan mentimun laut (sea cucumber)

(Madang, 2011), merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai

prospek cukup baik dan bernilai ekonomis tinggi, baik di pasaran domestik

maupun internasional (Sukmiwati dkk., 2012). Teripang digunakan sebagai bahan

makanan, baik dikonsumsi mentah dengan pengolahan sederhana maupun

dimasak kembali setelah proses pengeringan. Teripang memiliki kandungan

nutrisi yang tinggi, yaitu 43,1% protein; 2,2% lemak; 27,1% kadar air dan 27,6%

kadar abu (Rustam, 2006).Teripang juga mengandung riboflavin, mineral, fosfat,

besi, arsen, iodin, kalsium, magnesium dan tembaga (Yulisti, 2000).

Pemanfaatan teripang yang semakin meningkat mengakibatkan laju

penangkapan semakin meningkat dari tahun ke tahun dan stok produksi saat ini

masih tergantung pada penangkapan di alam oleh para nelayan. Upaya-upaya

yang telah dilakukan guna meningkatkan produksi selalu mengalami penurunan,

karena populasi teripang semakin menurun (Madang, 2011). Usaha pelestarian

dan pemenuhan kebutuhan melalui pembudidayaan perlu dilakukan untuk

meningkatkan produksi teripang lokal (Phyllophorus sp.) berkualitas dan tidak

mengurangi stok teripang di alam.

Penyediaan pakan dalam jumlah yang cukup, waktu yang tepat dan

kualitas yang baik merupakan aspek penting dalam efisiensi budidaya.

Ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

(17)

sintesis dan sekresi hormon reproduksi diperlukan bahan baku yang berasal dari

makanan (Rohani, 1998).

Hartati dkk., (2005) menyatakan bahwa teripang memanfaatkan tiga

macam sumber makanan, yaitu: kandungan zat organik dalam lumpur, detritus

dan plankton. Teripang dari Ordo Dendrocerotida memiliki tipe tentakel bukal

dendritik. Tentakel bukal ini secara aktif mengumpulkan plankton dan partikel

tersuspensi (seston) langsung dari medium airlaut disekitarnya.Teripang biasanya

memakan plankton dari jenis diatom bentik, alga hijau, alga biru berfilamen yang

hidup maupun mati pada permukaan karang, alga merah, copepoda dan

gastropoda (Bakus, 1973). Hartati dkk. (2006) mengatakan berdasarkan hasil

analisa dan identifikasi terhadap isi saluran pencernaan pada 80 sampel teripang

putih (Holothuria scabra) telah ditemukan beberapa phytobenthik, meliputi

Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Diniphyceae. Tiga jenis plankton yang

digunakan dalam penelitian ini adalah jenis diatom (Chaetoceros sp.), alga hijau

yaitu Chlorella sp. dan alga biru yaitu Spirulina sp. yang memiliki kandungan gizi

yang tinggi serta umum dibudidayakan. Perbedaan komposisi kandungan gizi

Chaetoceros sp., Chlorella sp., dan Spirulina sp. diduga berpengaruh terhadap

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah pemberian 3 jenis plankton (Chaetoceros sp., Chlorella sp. dan

Spirulina sp.) dapat berpengaruh terhadap tingkat kematangan gonad teripang

lokal (Phyllophorus sp.) ?

2. Jenis plankton apakah yang memberikan pengaruh terbaik terhadap tingkat

kematangan gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.) ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh pemberian 3 jenis plankton (Chaetoceros sp., Chlorella

sp. dan Spirulina sp.) terhadap tingkat kematangan gonad teripang lokal

(Phyllophorus sp.)

2. Mengetahui jenis plankton yang memberikan pengaruh terbaik terhadap

tingkat kematangan gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.)

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai data dasar dalam

menentukan plankton yang sesuai untuk meningkatkan kematangan gonad

Phyllophorus sp. sehingga dapat menjadi salah satu cara efisiensi budidaya

(19)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

Klasifikasi teripang lokal (Phyllophorus sp.) menurut Grube (1840) dalam O’Loughlin et al. (2012) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Echinodermata Kelas : Holothuroidea Ordo : Dendrochirotida Famili : Phyllophoridae Genus : Phyllophorus Spesies : Phyllophorus sp.

Gambar teripang Phyllophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Phyllophorus sp. (Wild Fact sheets, 2010) Keterangan : A : anus

B : mulut C : kaki tabung

2.2 Morfologi Teripang Lokal ( Phyllophorus sp.)

Teripang termasuk anggota hewan berkulit duri (Echinodermata) Grube

(1840) dalam O’Loughlin et al. (2012). Duri pada teripang tersebut sebenarnya

merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari zat kapur dan terletak di dalam

kulitnya. Rangka dari zat kapur tersebut tidak dapat dilihat dengan mata biasa A

B

(20)

karena sangat kecil. Rangka teripang dapat dilihat dengan bantuan mikroskop.

Lapisan kapur pada teripang memiliki ketebalan tergantung umur (Madang,

2011).

Ramadany dkk. (2012) menyatakan bahwa teripang lokal ( Phyllophorus

sp.) yang memiliki nama lokal terung seringkali disebut teripang bola atau ball

sea cucumber memiliki bentuk tubuh membulat dengan ukuran tubuh kira-kira 7

cm, berwarna krem kecoklatan. Kulit tubuhnya keras dan tebal, serta kasar karena

terdapat papulae (filamen kecil) di tubuhnya. Mulut berada pada bagian anterior

dan anus berada pada bagian posterior (Gultom, 2004). Storer et al. (1979)

mengatakan mulut teripang dikelilingi oleh tentakel-tentakel berwarna transparan

yang tipis dan gelap yang berfungsi untuk mengambil dan menangkap makanan.

Anus berfungsi untuk mengeluarkan kotoran atau sisa metabolisme dan air.

Tentakel-tentakel pada teripang merupakan modifikasi dari kaki tabung

yang berfungsi sebagai alat respirasi, lokomotor dan syaraf penerima atau

kombinasi ketiganya (Daut, 1992 dalam Sunarno, 1997). Teripang lokal

(Phyllophorus sp.) yang termasuk Ordo Dendrochirotida memiliki tipe tentakel

bukal dendritik (berbentuk pohon) untuk menangkap plankton langsung dari air

laut di sekitarnya (Aziz, 1996).

2.3 Anatomi Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)

Menurut Biworo (1973) dalam Sunarno (1997) alat pencernaan teripang

berupa saluran berbentuk pipa panjang, yang memanjang secara longitudinal dan

berkelok-kelok dalam rongga tubuh menuju ke bagian dubur. Saluran pencernaan

(21)

yang tipis yang terdiri dari tentakel, mulut, pharynk, oesophagus, lambung, usus,

kloaka dan anus. Aziz (1996) menyatakan bahwa usus pada teripang merupakan

bagian dari saluran pencernaan yang paling panjang, kurang lebih dua sampai tiga

kali panjang total tubuh. Teripang mempunyai gonad pada bagian anterior rongga

tubuh yang multitubular menyerupai sikat dengan tabung-tabung halus yang

berhubungan dengan saluran tunggal pada bagian dorsal untuk mengeluarkan telur

yang matang keluar tubuh Storer et al. (1979). Morfologi dan anatomi teripang

dapt dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi dan Antomi Teripang (Yulisti, 2000) Keterangan: 1. Tentakel 7. Jaringan air radikal

2. Lingkaran kalkareus 8. Usus kecil 3. Dinding tubuh 9. Usus halus 4. Perut besar 10.Otot kloaka 5. Gonad 11.Kloaka 6. Pernafasan pohon

Gonad Phylloporus sp. terdiri dari beberapa tubulus yang memiliki

panjang berfariasi setiap individu. Gonad betina umumnya berwarna hijau lumut

dengan bentuk tubulus yang lebih menggembung dibandingkan dengan gonad

(22)

2.4 Cara Makan dan Jenis Pakan Teripang

Teripang dibagi menjadi dua yaitu pemakan plankton (Ordo

Dendrochirotida) dan pemakan partikel/substrat (selain Ordo Dendrochirotida)

(Darsono 1998). Aziz (1996) menyatakan teripang dari Ordo Dendrochirotida

mempunyai tentakel bukal tipe dendritik yang memiliki percabangan berbentuk

pohon dan berukuran relatif lebih panjang. Teripang pemakan plankton menyaring

dan mengumpulkan plankton dengan bantuan tentakelnnya yang berlendir.

Menurut Bakus (1973) teripang juga bersifat poliphagia yang memakan segala

sesuatu yang terdapat di dasar perairan seperti detritus, partiel-partikel pasir,

hancuran karang, diatomik bentik, alga hijau, alga biru berfilamen yang hidup

maupun yang mati pada permukaan karang, alga merah, copepoda dan gastropoda.

Hartati dkk. (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisa dan

identifikasi terhadap isi saluran pencernaan pada 80 sampel teripang putih

(Holothuria scabra) telah ditemukan beberapa phytobenthik, meliputi

Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Diniphyceae. Secara umum tidak ada

perbedaan frekuensi kejadian pakan pada musim kemarau dan penghujan.

Kebanyakan teripang bersifat nocturnal yaitu aktif mencari makan pada malam

hari dan menyembunyikan diri pada siang hari (Bakus, 1973).

2.5 Reproduksi

Teripang bersifat dioecius, yaitu alat kelamin jantan dan betina terdapat

pada individu yang berbeda. Secara visual jenis kelamin ini sulit dibedakan

(Hyman, 1995 dalam Rohani, 1998). Perbedaannya akan tampak jelas bila dilihat

(23)

bening keputihan dan organ kelamin betina berwarna kekuning-kuningan dan

akan berubah menjadi kecoklatan apabila sudah matang (Gultom, 2004).

Winarni dkk. (2012) menyatakan bahwa teripang Phyllophorus sp.

memiliki pola reproduksi asinkron pada tingkat populasi sehingga dapat

melakukan proses pemijahan sepanjang tahun. Waktu reproduksi ditentukan oleh

kemampuan organisme dewasa dalam mendapatkan makanan yang selanjutnya

akan diubah dalam bentuk energi dalam melakukan reproduksi (Saputra, 2001).

Pemijahan pada teripang biasanya terjadi pada malam hari dimana teripang

jantan akan memulai terlebih dahulu dengan mengeluarkan spermanya ke perairan

kemudian teripang betina akan mengeluarkan telur karena rangsangan hormon.

Sperma akan membuahi telur di luar tubuh teripang pada perairan. Telur yang

sudah dibuahi akan tenggelam dan diangkat kembali oleh teripang betina dengan

tentakelnya lalu dimasukkan dalam kantung pengeraman dan setelah terjadi

pembelahan akan dikembalikan ke perairan (Bakus, 1979). Teripang jantan

memijah dalam waktu lebih dari satu jam, dengan substansi pijah seperti benang

putih menjulur dari gonopore. Sebaliknya betina memijah dalam waktu relatif

pendek, dalam sekali atau dua kali semprotan sebstansi pijah (Darsono, 2009).

2.6 Tingkat Kematangan Gonad Teripang Lokal(Phyllophorus sp.)

Effendi (1997) mengatakan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) diperlukan

untuk mengetahui organisme tersebut akan memijah, baru memijah atau sudah

memijah. Menurut Handayani dan Hartati (2001) dalam Hartati (2006) bertambah

pekatnya warna gonad disebabkan oleh bertambah padatnya jumlah sperma dan

(24)

Berdasarkan Rasolofonirina et al. (2005), untuk mengidentifikasi indeks

gonad (GI), maka dilakukan pengukuran terhadap berat dinding tubuh dan berat

gonad. Nisa (2012) menjelaskan fase perkembangan gonad teripang

Phyllophorus sp. dibagi menjadi lima fase, yaitu fase pemulihan (recovery), fase

pertumbuhan (growth), fase pertumbuhan tingkat lanjut (advanced growth), fase

pematangan (mature) dan fase setelah pemijahan(post spawning).

Fase pemulihan (recovery) pada gonad jantan memiliki dinding tubulus

yang menebal dengan sisa spermatozoa yang tidak dipijahkan terdapat di bagian

tengah lumen, spermatosit terdapat di sekeliling dinding tubulus. Pada gonad

betina dinding tubulus juga menebal dan ditemukan fagosit serta oosit

previtellogenik di bagian lumen. Gambar gonad Phyllophorus sp. jantan pada fase

pemulihan (recovery) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan Fase Pemulihan (Recovery) (Nisa, 2012)

(25)

Fase pertumbuhan (growth) pada gonad jantan ditandai dengan adanya

lapisan spermatogenik yang berlekuk pada dinding tubulus jantan yang masih

cukup tebal, sel-sel spermatogenik tampak berkembang menuju lumen. Pada

betina dapat dijumpai oosit vitellogenik dan postvitellogenik. Oosit

previtellogenik terdapat di dekat dinding tubulus. Gambar gonad Phyllophorus sp.

jantan pada fase pertumbuhan (growth)dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan pada Fase Pertumbuhan (Growth) (Nisa, 2012)

Keterangan : dt: dinding tubulus; sz: spermatozoa; sg: spermatogenik (garis skala 100 μm)

Fase pertumbuhan tingkat lanjut (advanced growth), pada jantan maupun

betina memiliki dinding yang mulai menipis. Tubulus jantan dipenuhi oleh sel-sel

spermatozoa namun masih ditemukan sel spermatosit di sekitar dinding tubulus.

Pada tubulus betina ditemukan oosit vitellogenik dan postvitellogenik serta oosit

previtellogenik di tepi dinding tubulus tambak berlekuk dan berdilatasi. Gambar

gonad Phyllophorus sp. jantan dan betina pada fase pertumbuhan tingkat lanjut

(26)

A B

Gambar 5. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan (A) dan Betina (B) pada Fase Pertumbuhan Tingkat Lanjut(advanced growth) (Nisa, 2012)

Keterangan : A: gonad jantan; B: gonad betina; dt: dinding tubulus; sz: spermatozoa; (garis skala 100 μm)

Fase pematangan (mature) ditandai dengan semakin tipisnya dinding pada

tubulus. Dinding tubulus jantan telah berdilatasi secara maksimal dan

spermatozoa memenuhi lumen. Sementara pada betina terdapat dinding tubulus

yang tipis dan diikuti dengan meningkatnya jumlah oosit mature yang siap

dipijahkan. Gambar gonad Phyllophorus sp. jantan dan betina pada fase

pematangan (mature) dapat dilihat pada Gambar 6.

Fase setelah pemijahan (post spawning), tubulus jantan pada fase ini

berdinding tipis dan mengandung sisa spermatozoa di tengah lumen yang tidak

dipijahkan. Sementara pada betina dinding juga tipis dan terdapat fagosit yang

(27)

A B

Gambar 6. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan (A) dan Betina (B) pada Fase Pematangan (mature) (Nisa, 2012)

Keterangan : A: gonad jantan; B: gonad betina; dt: dinding tubulus; vo: oosit vitellogenik sz: spermatozoa (garis skala 100 μm)

2.7 Hubungan Pakan dengan Kematangan Gonad

Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus reproduksi teripang

diantaranya dalah suhu, siklus bulan dan kelimpahan fitoplankton sebagai

makanannya (Nisa, 2012). Hasil penelitian Martinez et al. (2011) terhadap

teripang Psolus patagonicus membuktikan bahwa ketika fitoplankton semakin

melimpah, maka semakin banyak teripang yang melakukan pemijahan, meski

suhu air laut 36-37 0C. Hal ini menunjukkkan bahwa pemijahan berlangsung

bertepatan dengan peningkatan makanan yang tersedia dibandingkan dengan

peningkatan suhu air laut. Mackey (2001) menyatakan senyawa kimia yang

dilepas fitoplankton akan memicu saraf dan kondisi fisiologis sehingga teripang

melakukan proses pemijahan. Selain itu plankton yang berlimpah merupakan

makanan embrio teripang yang akan menjamin perkembangannya.

Pakan digunakan untuk menyediakan nutrien yang sangat diperlukan bagi

(28)

Hartati dkk., 2005), yang biasanya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin

dan mineral (Izquierdo et al., 2001 ). Ketersediaan makanan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi kematangan gonad biota laut selain suhu perairan dan

lintang sebaran (berdasarkan letak geografis). Pakan merupakan komponen

penting dalam proses pematangan gonad khususnya ovarium karena pada proses

vitelogenesis (akumulasi nutrisi dalam sel telur) sangat ditentukan oleh

kandungan nutrien yang ada dalam pakan, baik kualitas maupun kuantitasnya

(Basri, 2011).

Ketersediaan makanan penting untuk berlangsungnya proses

gametogenesis pada teripang, dimana diketahui bahwa untuk sintesis dan sekresi

hormon reproduksi diperlukan bahan baku yang berasal dari makanan (Lam, 1983

dalam Rohani, 1998). Komposisi asam lemak dalam pakan induk diidentifikasi

sebagai faktor utama dari nutrien yang menentukan keberhasilan reproduksi

(Izquierdo et al., 2001). Watanabe at al. (1991) dalam Basri (2011) menyatakan

bahwa lemak selain sebagai sumber energi juga digunakan untuk struktur

sel, termasuk sel telur. Karbohidrat berperan dalam proses vitelogenesis dan

spermiogenesis yang disintesis menjadi asam lemak jika mengalami kekurangan.

Suastika dkk., (1998) dalam penelitiannya menyatakan dosis protein yang tepat

dalam pemberian pakan yang dapat mempercepat proses pematangan gonad

(29)

2.8 Diatom (Chaetoceros sp.) 2.8.1 Klasifikasi Chaetoceros sp.

Kawaroe dkk. (2010) menyatakan klasifikasi Chaetoceros sp. sebagai

berikut :

Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Chaetocerotaceae Genus : Chaetoceros Spesies : Chaetoceros sp.

2.8.2 Morfologi Chaetoceros sp.

Chaetoceros sp. merupakan fitoplankton yang berukuran 3-30 µm, ada

yang berbentuk bulat dengan diameter 4-6 µm, ada yang berbentuk segiempat

dengan ukuran 8-12 dan 7-18 µm. Chaetoceros sp. memiliki bentuk rantai

memanjang yang merupakan gabungan dari beberapa sel pada tepi luarnya (Idris,

2012). Berat kering satu sel Chaetoceros sp. adalah 0,0000385 µg (Hotos, 2002).

Dinding sel diatom ini dibentuk dari silika. Pigmen yang dominan antara lain

karotenoid dan diatomin sehingga mikroalga tersebut berwarna kuning kecoklatan

(Fajriyani, 2006). Gambar Chaetoceros sp. dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Chaetoceros sp. (Fajriyani, 2006) Keterangan : A :dinding sel

(30)

2.8.3 Kandungan Nutrisi Chaetoceros sp.

Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menjelaskan bahwa Chaetoceros sp.

memiliki kandungan kalsium sebesar 0,59 % dan pospor 0,57 %. Kalsium

berperan untuk pembentukan dinding sel sedangkan pospor berperan dalam

pembentukan protein. Chaetoceros sp. mengandung protein 35 %, lemak 6,9 %,

karbohidrat 6,6 % dan kadar abu 28 %. Farhadian et al. (2009) menjelaskan,

Chaetoceros sp. memilki kandungan asam amino tertinggi, antara lain fenilalanin

13,1 % dan alanin 9,8 % dari asam amino total.

2.9 Chlorella sp.

2.9.1 Klasifkasi Chlorella sp.

Vashista (1999) dalam Prabowo (2009) menyatakan klasifikasi Chlorella

adalah :

Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Chlorococcales Famili : Chlorellaceae Genus : Chlorella Spesies: Chlorella sp.

2.9.2 Morfologi Chlorella sp.

Chlorella sp.merupakan ganggang hijau bersel tunggal. Sel Chlorella sp.

berbentuk bulat, hidup soliter tapi kadang-kadang ada yang berkoloni dan tidak

mempunyai flagella sehingga tidak dapat bergerka aktif (Sartika, 2010). Chlorella

(31)

dan berat kering setiap selnya adalah 0,0000056 µg (Hotos, 2002). Chlorella sp.

memiliki kandungan air sebanyak 90 % dari berat basah (Williams, 1959)

Chlorella sp.memiliki klorofil, menyimpan tepung cadangan makanannya

dalam kantung makan atau pirenoid dan memiliki dinding sel yang kuat yang

tersusun atas polisakarida selulosa dengan matrik dari hemiselulosa dan pectin.

Chlorella sp. hidup di air tawar, hanya sebagian kecil yang hidup di air payau dan

laut (Sartika, 2010). Bentuk Chlorella sp.menurut Fachrullah (2011) dapat dilihat

pada Gambar 8.

Gambar 8. Chlorella sp. (Fachrullah, 2011) Keterangan : A : nukleus B: klorofil C : dinding sel

2.9.3 Kandungan Chlorella sp.

Secara umum Chlorella sp. mengandung protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, mineral, serat dan klorofil. Chlorella sp. kaya akan senyawa-senyawa

bermanfaat, digunakan sebagai pakan untuk ikan, larva teripang dan larva mutiara

dalam budidaya perikanan yang dapat meningkatkan hasil budidaya tersebut

(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Kandungan bahan organik, mineral dan

vitamin yang terdapat pada Chlorella sp. dapat dilihat pada Tabel 1. A

(32)

Tebel 1. Kandungan bahan organik, mineral dan vitamin pada Chlorella sp.

Sumber : Kendar (1998) dalam Permana (2002)

Kandungan gizi beberapa jenis Chlorella sp. menurut Nakayama (1992)

dalam Saifuddin (2006) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi beberapa jenis Chlorella sp. (Nakayama (1992) dalam Saifuddin (2006)

Jenis Chlorella Protein Lemak Karbohidrat

Chlorella vulgaris 51-58 14-22 12-17

Chlorella pyrenoidosal 57,0 20 26,0

Chlorella sp. 40-60 10-30 10-25

Keterangan : dalam berat kering (%)

(33)

2.10 Spirulina sp.

2.10.1 Klasifikasi Spirulina sp.

Klasifikasi Spirulina secara taksonomi menurut Bold dan Wyne (1978)

dalam Saputra (2009) sebagai berikut :

Kingdom : Protista Divisi : Cyanophyta Kelas : Cyanophyceae Ordo : Nostocales Famili : Oscilatoriaceae Genus : Spirulina Spesies : Spirulina sp.

2.10.2 Morfologi Spirulina sp.

Spirulina sp. termasuk cyanobacteria atau yang lebih dikenal dengan alga

hijau biru, ada di bumi sejak 3500 juta tahun lalu dan dapat ditemukan pada

perairan tawar maupun laut. Mikroorganisme ini berukuran 3,5-10 mikron (Sari,

2013), bentuk tubuh Spirulina sp. yang menyerupai benang merupakan rangkaian

sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12

mikrometer (Hariyati, 2008). Spirulina platensis memiliki berat basah 0,042gL-1

dengan jumlah filamen satu liter adalah 11,698x103 L-1 (Hariyati, 2008).

Spirulina platensis memiliki kandungan air sebanyak 90 % dari berat basah setiap

filamennya (Desmorieux dan Decaen, 2004). Gambar Spirulina sp. dapat dilihat

pada Gambar 9.

Spirulina sp. memiliki dinding sel yang lembut tersususun dari kompleks

gula dan protein yang mudah dicerna, tidak seperti alga lain pada umumnya

(34)

seperti pada alga hiAjau eukariot, karena itu lebih mudah dicerna. Selnya

mengandung granula sianofisin merupakan polimer dari asam amino dengan

penyusun utama asam aspartat dan arginina (Kurniasih, 2001).

Gambar 9. Spirulina sp. (Hariyati, 2008) Keterangan : A : dinding sel B :sitoplasma C: Nukleus

2.10.3 Kandungan Spirulina sp.

Spirulina sp. dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bahan pakan, makanan

dan pengobatan serta telah lama digunakan sebagai sumber bahan makanan di

Meksiko dan Afrika. Mikroalga ini mengandung semua nutrien makanan dalam

konsentrasi yang tinggi dan telah diterima sebagai makanan yang mempunyai

banyak fungsi, sebagai suplemen atau sebagai makanan pelengkap (Sari, 2013).

Kandungan protein pada Spirulina sp. berkisar antara 63-68 %,

karbohidrat 18-20 % dan lemak 2-3 % (Hariyati, 2008). Kandungan protein yang

tinggi pada Spirulina sp. menjadi sumber protein yang potensial bagi makhluk

hidup. Protein ini merupakan suatu senyawa kompleks yang kaya akan asam

amino esensial, metionin (1,3-2,75 %), sistin (0,5-0,7 %), triptofan (1-1,95 %) dan

lisin (2,6-4,63 %). Spirulina sp. mengandung kolesterol sekitar 32,5 mg/100 gram

(Christwardana dkk., 2013).

A

B

(35)

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Lam (1983) dalam Rohani (1998) menyatakan bahwa perkembangan

gonad pada kebanyakan hewan air dipengaruhi oleh faktor endogenous dan

lingkungan exogenous. Faktor endogenous meliputi kondisi tubuh dan hormon

reproduksi. Faktor exogenous yang mempengaruhi siklus reproduksi teripang

adalah suhu, siklus bulan dan kelimpahan fitoplankton (Nisa, 2012), namun pada

penelitian ini faktor suhu dan siklus bulan sudah terkontrol sehingga tidak

berpengaruh terhadap hasil penelitian. Hasil penelitian Martinez et al. (2011)

terhadap teripang Psolus patagonicus membuktikan bahwa ketika fitoplankton

semakin melimpah, maka semakin banyak teripang yang melakukan pemijahan.

Mackey (2001) menyatakan senyawa kimia yang dilepas fitoplankton akan

memicu saraf dan kondisi fisiologis sehingga teripang melakukan proses

pemijahan.

Teripang biasanya memakan plankton dari jenis diatom bentik, alga hijau,

alga biru berfilamen yang hidup maupun mati pada permukaan karang (Bakus,

1973). Hartati dkk. (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisa dan

identifikasi terhadap isi saluran pencernaan pada 80 sampel teripang putih

(Holothuria scabra) telah ditemukan beberapa phytobenthik, meliputi

Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Diniphyceae. Plankton yang digunakan dalam

penelitian adalah jenis diatom (Chaetoceros sp.), dan alga hijau yaitu Chlorella

sp., dan Spirulina sp., Chaetoceros sp. mengandung protein 35 %, lemak 6,9 %,

(36)

Chlorella sp. memiliki kandungan protein pada 50,4 %, lemak 10,3 % dan

karbohidrat 23,2 %. Kandungan protein pada Spirulina sp. berkisar antara 63-68

%, karbohidrat 18-20 %, dan lemak 2-3 % (Hariyati, 2008).

Komposisi asam lemak dalam pakan induk diidentifikasi sebagai faktor

utama dari nutrien yang menentukan keberhasilan reproduksi (Izquierdo et al.,

2001). Watanabe et al. (1991) dalam Basri (2011) menyatakan bahwa lemak

selain sebagai sumber energi juga digunakan untuk struktur sel, termasuk sel

telur. Karbohidrat berperan dalam proses vitelogenesis dan spermiogenesis yang

disintesis menjadi asam lemak jika mengalami kekurangan. Kebutuhan protein

pada teripang untuk mendukung kematangan gonad adalah 30 %, sedangkan

kebutuhan lemak dan karbohidrat belum diketahui. Perbedaan komposisi

kandungan gizi Chaetoceros sp., Chlorella sp., dan Spirulina sp. diduga

berpengaruh terhadap perkembangan reproduksi dan kematangan gonad teripang

lokal (Phyllophorus sp.).

Shullia (2013) menjelaskan fase perkembangan gonad teripang

Phyllophorus sp. dibagi menjadi lima fase, yaitu fase setelah pemijahan (post

spawning), fase pemulihan (recovery), fase pertumbuhan (growth), fase

pertumbuhan tingkat lanjut(advanced growth), dan fase pematangan (mature).

3.2 Hipotesis

1. Pemberian 3 jenis plankton yang berbeda berpengaruh terhadap perkembangan

kematangan gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.).

2. Terdapat jenis plankton yang paling efektif untuk meningkatkan perkembangan

(37)

Gambar 10. Kerangka konseptual penelitian

Keterangan :

= yang tidak diteliti = yang diteliti

Kematangan gonad induk Phyllophorus sp.

Faktor Exogenous Faktor endogeneus Budidaya teripang lokal (Phyllophorus sp.)

(38)

IV METODOLOGI

4.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas

Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga dan histologi gonad dilakukan

Laboratorium Histologi Hewan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Airlangga Surabaya. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April–Juni 2014.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Peralatan Penelitian

Alat-alat yang digunakan adalah sembilan akuarium berukuran 40x30x20

cm3, refraktometer, kertas pH, DO meter, thermometer, pompa air, aerator, selang

aerasi, batu aerasi, penggaris, timbangan digital, baskom, jaring, pisau, satu set

alat bedah, mikroskop, gelas penutup, gelas obyek, pipet tetes, botol kultur,

erlenmeyer, haemocytometer,hand tally counter, sedgwick rafter, botol vial, sikat,

spon, styrofoam, cutter, camera dan alat-alat tulis.

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk teripang

Phyllophorus sp. yang berasal dari pantai timur Surabaya (Desa Sukolilo),

Chaetoceros sp., Chlorella sp., dan Spirulina sp., detergen, larutan neutral

buffered formalin 10%, etanol 70%, etanol 80 %, etanol 96 %, xylol I, xylol II,

larutan eosin, parafin bath, parafin I, parafin II, parafin III, etanol asam, aquades,

mayer’s albumin, pewarna harry’s hematoxylin, tissu, kertas saring, xylol murni,

(39)

4.3 Metode Penelitian 4.3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental, menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga terdapat 12

unit percobaan. Setiap unit percobaan akan diisi 3 ekor teripang lokal. Rancangan

Acak Lengkap digunakan apabila media dan bahan percobaan seragam atau dapat

dianggap seragam (Kusriningrum, 2008). Perlakuan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Perlakuan A : kontrol (diberikan pakan buatan)

Perlakuan B : pemberian pakan induk dengan plankton Chaetoceros sp.

Perlakuan C : pemberian pakan induk dengan plankton Chlorella sp.

Perlakuan D : pemberian pakan induk dengan plankton Spirulina sp.

Perlakuan kontrol (A1-A3) mengacu pada perlakuan pemberian pakan

pelatihan budidaya teripang (Rustam, 2006) yaitu diberikan pakan berupa

campuran kotoran sapi dan dedak padi dengan perbandingan 1:1. Campuran bahan

pakan tersebut dimasukkan ke dalam kantong goni, kemudian direndam di dalam

areal budidaya selama 2-4 minggu, campuran pakan tersebut akan menjadi lengket

lalu dibentuk menjadi gumpalan dan disebar ke media budidaya dan diberikan

sebanyak 3 % dari biomassa. Perlakuan B, C, dan D diberikan plankton sebanyak

3 % dihitung dari berat basah selnya. Perhitungan jumlah plankton yang diberikan

dapat dilihat pada lampiran 1.

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(40)

Spirulina sp.)

Variabel tergantung : tingkat kematangan gonad

Variabel terikat : gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.) jantan dan betina,

warna gonad dan kualitas air (suhu, DO, salinitas)

4.3.2 Prosedur Kerja A. Persiapan Alat

Tahap awal dalam melakukan penelitian ini adalah menyiapkan akuarium

dengan volume 40x30x20 cm3 sebanyak 12 buah. Akuarium, botol vial dicuci

sampai bersih dan dibilas dengan air tawar kemudian didesinfeksi menggunakan

alkohol 70 % dan dibilas menggunakan air serta dikeringkan. Akuarium dan

peralatan tersebut direndam air selama 24 jam untuk menetralisir kandungan

alkohol yang telah disemprotkan kemudian air rendaman dibuang (Yudha, 2009).

Akuarium yang telah bersih dan kering kemudian diisi dengan air laut dan

dipasang aerasi.

Sterilisasi alat-alat yang berbahan kaca dengan menggunakan autoclave.

Peralatan dicuci dengan sabun cair terlebih dahulu kemudian dibilas dengan air

tawar, dikeringkan dan ditutup rapat dengan aluminium foil. Peralatan yang sudah

dibungkus dengan aluminium foil dimasukkan dan diatur rapi dalam autoclave,

autoclave ditutup rapat dan dioperasikan dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm

selama 15 menit. Botol kultur yang sudah disterilisasi dengan autoclave kemudian

(41)

B. Manajemen Media

Air laut yang digunakan untuk media pemeliharaan teripang berasal dari

Pantai Timur Surabaya yang merupakan habitat asli Phyllophorus sp. Air laut

yang akan digunakan ditampung terlebih dahulu di dalam bak fiber dan

diendapkan selama satu minggu sehingga air laut jernih. Air laut yang sudah

jernih dimasukkan ke dalam akuarium, setiap akuarium diisi sebanyak 33 liter air

laut. Media dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan teripang, oleh

karena itu media dikondisikan sama dengan lingkungan aslinya. Media

pemeliharaan teripang pada bak pemeliharaan adalah 26-30°C, pH 6-9, salinitas

30-34 ppt, serta oksigen terlarut lebih dari 5-6 ppm (Darsono, 2009).

C. Persiapan Stok Plankton untuk Pakan Teripang

Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah Chaetoceros sp., Chlorella

sp. dan Spirulina sp. yang diperoleh dari hasil kultur. Bibit Chaetoceros sp.,

Chlorella sp. dan Spirulina sp. dimasukkan dalam botol-botol kultur yang

berbahan kaca. Media kultur yang digunakan untuk plankton Chlorella sp. dan

Spirulina sp. adalah air laut sebanyak 100 mL dan media Walne sebanyak 1 mL/L

serta diberi aerasi sedangkan untuk plankton Chaetoceros sp. ditambahkan silikat

sebanyak 1 mL/L. Plankton dimasukkan dalam botol dengan kepadatan 1x107

unit/mL kemudian diaklimatisasi ± 3 hari pada suhu kamar. Lingkungan kultur

yang diharapkan dalam penelitian adalah suhu 30-35 oC, salinitas 30-35 ppt, pH

8-9,5 yang merupakan lingkungan kultur terbaik plankton. Penyinaran dengan

menggunakan lampu neon 40 watt dengan periode penyinaran 12 jam dalam

(42)

D. Pencarian dan Seleksi Induk

Pencarian induk teripang Phyllophorus sp. dilakukan di Pantai Timur

Surabaya (Desa Sukolilo) kemudian induk diseleksi. Secara morfologi teripang

tidak dapat dibedakan jenis kelaminnya. Induk yang akan diberi perlakuan pakan

dipilih yang sehat, keras dan tidak memiliki luka pada permukaan kulitnya. Induk

teripang kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital.

Teripang dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat pada tubuhnya

lalu mengukur panjang tubuh total (total length) dari bagian anterior tubuh ke

bagian posterior tubuh dan menimbang berat total (total wet weight).

E. Pemeliharaan dan Pemberian Pakan

Induk teripang Phyllophorus sp. dipelihara di akuarium yang telah di

pasang aerasi, masing-masing akuarium diisi 3 ekor induk selama 14 hari.

Penggantian air harian, dilakukan setiap pagi hari sebanyak 30–50 % volume

sedangkan pergantian air total (100 %) dilakukan setiap pekan/minggu (Darsono,

2009). Pergantian air dilakukan dengan cara menyipon media dengan selang yang

biasa digunakan untuk selang aerasi.

Pakan diberikan sebanyak 3 % dari biomas dan diberikan pada pukul 15.00

dan 20.00 karena menurut Perez-Ruzafa and Marcos (1987) dalam Navarro et al.

(2013) teripang aktif bergerak untuk mencari makan mulai pukul 15.00-20.00

kemudian 20.00-01.00 dan terakhir pukul 01.00-06.00. Cara pemberian pakan

yaitu dengan cara di tebar secara merata pada permukaan media. Perlakuan

pemberian pakan induk menggunakan plankton Chaetoceros sp. (B1-B3),

(43)

kering 1 sel Chaetoceros sp. adalah 3,85 x 10-4 µg, 1 sel Chlorella sp. adalah 5,6 x

10-5 µg (Hotos, 2002) dan berat basah 1 unit Spirulina sp. adalah 3,59 x 10-2 µg

(Hariyati, 2008). Berdasarkan berat keringnya dapat dihitung jumlah sel yang

akan diberikan. Kepadatan plankton yang akan diberikan dihitung sebelum pakan

diberikan. Penghitungan kepadatan plankton Chaetoceros sp. dan Chorella sp.

menggunakan Haemocytometer, sedangkan Spirulina sp. menggunakan Sedgwick

rafter, kemudian untuk mengetahui volume bibit yang dibutuhkan dihitung

dengan menggunakan rumus :

V1 = N2 xV2 N1

Keterangan : V1 = volume plankton yang ditebar (ml) V2 = volume media pemeliharaan induk (ml) N1 = kepadatan plankton yang ditebar (sel/ml) N2 = jumlah plankton yang diharapkan (sel/ml)

F. Pengukuran dan Pembedahan Induk Teripang

Teripang yang telah diberikan perlakuan selama 14 hari dilakukan

pengukuran panjang tubuh total (total length)dari bagian anterior tubuh ke bagian

posterior tubuh dan menimbang berat total (total wet weight)setelah itu dilakukan

pembedahan dengan peralatan bedah, pengambilan cairan coelom teripang dan

kemudian menimbangnya lagi sehingga diperoleh berat tiris (drained weight).

Selanjutnya mengeluarkan gonad dari tubuh dan mengukur beratnya serta

melakukan pengamatan pada gonad untuk menentukan jenis kelamin teripang,

kemudian yang terakhir adalah mengukur pula berat kulit tubuhnya (body wall

(44)

G. Pembuatan Sediaan Histologi Gonad Teripang

Pembuatan sediaan gonad dilakukan dengan metode parafin sesuai dengan

penelitian Damayanti (2012). Pembuatan sediaan diawali dengan memfiksasi

gonad dalam cairan fiksatif larutan neutral buffered formalin selama minimal 24

jam. Setelah itu mengambil lima tubulus dari setiap gonad untuk diproses lebih

lanjut.

1. Tahap processing

Tahap ini diawali dengan memasukan tubulus yang telah difiksasi ke

dalam wadah jaringan (kaset), kemudiam melakukan dehidrasi dengan merendam

tubulus dalam etanol bertingkat, secara berurutan yaitu 3 x 15 menit etanol 70 %,

2 x 15 menit etanol 80 %, etanol 96 % selama 15 menit, etanol absolut selama 10

menit, xylol I selama 15 menit dan xylol II hingga larutan jernih. Perendaman

etanol 70 % yang ketiga ditambahkan 1 tetes larutan eosin 0,5 %.

2. Tahapan infiltrasi dan penanaman (embedding)

Tahapan ini diawali dengan memindahkan kaset yang berisi tubulus dari

tahap processing ke dalam paraffin bath dengan urutan sebagai berikut: parafin :

xylol (1:1) selama 15 menit; parafin I; parafin II; parafin III masing-maing selama

30 menit. Tubulus kemudian dikeluarkan dari paraffin dan menanamnya (proses

embedding) dalam cetakan dari kertas yang diisi dengan parafin dari parafin III,

lalu mendiamkan tubulus yang telah ditanam tersebut sampai memadat menjadi

(45)

3. Tahap pemotongan (sectioning) dan penempelan (afixing)

Tahap awal sebelum dilakukan sectioning adalah merekatkan blok parafin

pada blok kayu holder, proses ini dinamakan proses trimming, selanjutnya

memasang blok tersebut pada mikrotom bagian holder dan mengatur tebal irisan

berukuran 4 µm. Blok paraffin dipotong secara teratur hingga terbentuk pita-pita

memanjang yang siap untuk ditempel pada gelas obyek. Metode section yang

digunakan adalah section berseri, yaitu melakukan sectioning dengan memberikan

jarak yang sama untuk antar irisan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

kondisi tubulus di beberapa bagian tubulus. Irisan satu dengan irisan berikutnya

diberi jarak 40 µm dan total irisan yang ditempel pada obyek glas adalah

sebanyak lima irisan. Potongan pita parafin tersebut terlebih dahulu dimasukan

dalam water bath sebelum menempelkan pita pada gelas obyek, agar pita parafin

tidak berkerut. Pita parafin dalam water bath diambil dengan gelas obyek yang

telah dioles dengan mayer’s albumin agar pita parafin menempel pada permukaan

gelas obyek. Langkah selanjutnya adalah memasukan sediaan dalam oven selama

1 jam untuk memfiksasi pita parafin pada gelas obyek.

4. Tahap pewarnaan (staining)

Tahap ini pertama dilakukan dengan memasukan sediaan ke dalam xylol I,

selanjutnya ke dalam xylol II masing-masing selama 10 menit untuk

deparafinisasi dan clearing, kemudian mengeringkan sediaan dengan kertas saring

atau tisu lalu melakukan proses rehidrasi dengan etanol bertahap yaitu etanol

absolut, etanol 96 %, etanol 80 % dan etanol 70 % masing-masing selama 5

(46)

Harry’s Hematoxylin selama 10 menit, kemudian membilas sediaan dengan

mengalirkan air di atasnya. Sediaan dimasukkan ke dalam etanol asam selama 10

detik, lalu di bilas dengan akuades, selanjutnya memasukan sediaan ke pewarna

eosin selama 10 menit. Proses dehidrasi dilakukan dengan mencelupkan sediaan

ke dalam etanol bertahap dimulai dari etanol 70 %, etanol 80 %, etanol 96 % dan

etanol absolut masing-masing selama 5 menit dan meniriskan sediaan dengan

kertas saring atau tissu. Sediaan selanjutnya dimasukkan ke dalam xylol bekas

(xylol I) dan xylol murni (xylol II) masing-masing selama 10 menit. Langkah

terakhir adalah memberi entellan, menutupnya dengan gelas penutup dan

menunggu hingga entellan benar-benar kering.

H. Pengamatan Sediaan Gonad dan Konsumsi Pakan Teripang

Pengamatan sediaan histologi gonad dilakukan secara mikroskopis

menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x. Pengamatan ini

dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan gonad dalam tubulus

masing-masing dan untuk membedakan antara tubulus jantan dan betina. Hasil

pengamatan selanjutnya dianalisis lebih lanjut.

Pengamatan tingkat kematangan gonad mengacu pada penelitian yang

dilakukan Nisa (2012), yaitu fase pemulihan (recovery) pada gonad jantan

memiliki dinding tubulus yang menebal dengan sisa spermatozoa yang tidak

dipijahkan terdapat di bagian tengah lumen, spermatosit terdapat di sekeliling

dinding tubulus. Pada gonad betina dinding tubulus juga menebal dan ditemukan

(47)

Fase pertumbuhan (growth) pada gonad jantan ditandai dengan adanya

lapisan spermatogenik yang berlekuk pada dinding tubulus jantan yang masih

cukup tebal, sel-sel spermatogenik tampak berkembang menuju lumen. Oosit

vitellogenik dan postvitellogenik dapat dijumpai pada tubulus betina, sedangkan

oosit previtellogenik terdapat di dekat dinding tubulus.

Fase pertumbuhan tingkat lanjut (advanced growth), pada jantan maupun

betina memiliki dinding yang mulai menipis. Tubulus jantan dipenuhi oleh sel-sel

spermatozoa namun masih ditemukan sel spermatosit di sekitar dinding tubulus,

sedangkan pada tubulus betina ditemukan oosit vitellogenik dan postvitellogenik

serta oosit previtellogenik di tepi dinding tubulus tambak berlekuk dan berdilatasi.

Fase pematangan (mature) ditandai dengan semakin tipisnya dinding pada

tubulus. Dinding tubulus jantan telah berdilatasi secara maksimal dan

spermatozoa memenuhi lumen. Gonad betina memiliki dinding tubulus yang tipis

dan diikuti dengan meningkatnya jumlah oosit mature yang siap dipijahkan.

Fase setelah pemijahan (post spawning), tubulus jantan pada fase ini

berdinding tipis dan mengandung sisa spermatozoa di tengah lumen yang tidak

dipijahkan sementara pada betina dinding juga tipis dan terdapat fagosit yang

mendegradasi sel oosit sisa.

Pengamatan konsumsi pakan teripang dilakukan dengan cara menghitung

jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan, sehingga diperoleh jumlah

(48)

4.4 Parameter Penelitian 4.4.1 Parameter Utama

Parameter utama yang diamati adalah tingkat kematangan gonad teripang

melalui pengamatan histologi gonad yang diberi perlakuan 3 jenis plankton yang

berbeda.

4.4.2 Parameter Pendukung

Parameter pendukung penelitian ini adalah data kualitas air dalam bak

pemeliharaan yang meliputi pH, DO, salinitas dan suhu, warna gonad dan berat

tubuh Phyllophorus sp.

4.5 Analisis Data

Data tingkat kematangan gonad dan konsumsi pakan teripang yang

diperoleh dianalisis secara deskriptif dan diuji menggunakan uji ANOVA serta uji

jarak berganda Duncan. Analisis secara deskriptif digunakan untuk mengetahui

histologi gonad, persentase tingkat kematangan gonad dan skoring TKG.

Histologi gonad yang diperoleh selama penelitian dideskripsikan secara terpadu

dibandingkan dengan literatur yang ada. Persentase tingkat kematangan gonad

teripang diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah teripang pada TKG

tertentu dengan jumlah teripang yang hidup pada perlakuan tertentu dan dikalikan

100%. Skoring TKG dilakukan dengan cara memberi nilai 1 apabila TKG berada

pada fase post spawning, nilai 2 untuk fase recovery, nilai 3 untuk fase growth,

nilai 4 untuk fase advanced growth dan nilai 4 untuk fase mature. Uji ANOVA

(49)

Data konsumsi pakan teripang secara deskriptif dihitung dari jumlah pakan

yang diberikan dikurangi jumlah sisa pakan setiap harin. Data konsumsi pakan

teripang selanjutnya dianalisis menggunakan uji ANOVA dan uji jarak berganda

Duncan. Gambar desain penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar

diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 11. Desain penelitian Keterangan :

1.Aerator 2. Akuarium 3. Selang aerasi

1 2 3

B2 D1 B3 C2

C3

D3

D2

C1 A3

B1

(50)

Gambar 12. Diagram alir penelitian Pemberian jenis pakan

(3% dari biomassa)

Pengukuran kualitas air (suhu, salinitas, DO)

Pengamatan Tingkat Kematangan Gonad

Analisa data

Kesimpulan

Chaetoceros sp. Chlorella sp. Spirulina sp.

Seleksi induk teripang (Phyllophorus sp.)

Persiapan alat dan bahan Sterilisasi alat

Manajemen media

(salinitas 29-30 ppt, suhu 28-290C dan DO 6,5-8 ppm)

Kultur plankton

Pemeliharaan induk (Phyllophorus sp.)

kontrol

Pembedahan Gonad

(51)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5. 1 Hasil

Hasil penelitian berupa morfologi gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.),

histologi gonad, data konsumsi pakan teripang dan data parameter kualitas air

meliputi suhu, salinitas dan oksigen terlarut.

5.1.1 Morfologi Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)

Berdasarkan hasil pengamatan, gonad teripang Phyllophorus sp. terdiri

dari tubulus-tubulus (tubuli) yang memanjang sekitar 1-2 cm dan ukuran tubulus

homogen pada satu individu. Gonad jantan berwarna putih, dan putih kekuningan,

sedangkan gonad betina berwarna hijau lumut. Gonad jantan bentuknya lebih

ramping dan panjang dibandingkan gonad betina. Gambar morfologi gonad jantan

dan betina pada teripang Phyllophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Morfologi gonad teripang Phyllophorus sp. A (jantan) dan B (betina)

Keterangan : a : tubulus b : oosit

A B

b a

(52)

5.1.2 Histologi Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)

Histologi gonad teripang dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan

gonad masing-masing individu. Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad

induk Phyllophorus sp. sebelum diberikan perlakuan menunjukkan bahwa gonad

induk berada pada fase growth dan advanced growth. Gonad teripang

Phyllophorus sp. yang diberikan perlakuan pakan plankton, beberapa ekor

teripang menunjukkan perubahan tingkat kematangan gonad menuju fase mature,

dan recovery. Pengamatan tingkat kematangan gonad berdasarkan hasil histologi

gonad teripang Phyllophorus sp. disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Kematangan Gonad Teripang Phyllophorus sp. Sebelum dan Setelah Perlakuan Pakan

Perlakuan Tahap Kematangan Gonad (%) Teripang yang hidup (ekor)

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa tingkat kematangan gonad teripang

Phyllophorus sp. yang terlihat adalah fase recovery (pemulihan), growth

(pertumbuhan), advanced growth (pertumbuhan tingkat lanjut), dan mature

(pematangan). Teripang sebelum diberikan perlakuan, dilakukan pengamatan

(53)

fase advanced growth. Perlakuan pakan A (kontrol) menunjukkan fase growth

dengan persentase 60% dan fase advanced growth dengan persentase 40%.

Perlakuan pakan B (Chaetoceros sp.) menunjukan fase mature dengan persentase

67% dan fase advanced growth dengan persentase 33%. Perlakuan pakan C

(Chlorella sp.) menunjukkan fase recovery (12,5%), fase growth (25%), fase

advanced growth (37%), dan fase mature (25%). Sedangkan perlakuan pakan D

(Spirulina sp.) menunjukkn fase advanced growth (67%) dan fase growth (33%).

Grafik tingkat kematangan gonad teripang Phyllophorus sp. yang sudah diberikan

perlakuan pakan dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil uji ANOVA tingkat

kematangan gonad teripang Phyllophorus sp. yang sudah diberikan perlakuan

pakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 14. Grafik Tingkat Kematangan Gonad Teripang Phyllophorus sp. Keterangan: 1. fase recovery 3. fase advanced growth

(54)

Tabel 4. Hasil Uji ANOVA Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp.

Keterangan : Superskrip berbeda dalam satu baris menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa perlakuan pakan plankton B (Chaetoceros sp.) berbeda nyata dengan perlakuan pakan A (kontrol), C (Chaetoceros sp.) dan D (Spirulina sp.). Perlakuan pakan tertinggi terdapat pada perlakuan pakan plankton B (Chaetoceros sp.). Data penghitungan ANOVA tingkat kematangan gonad teripang Phyllophorus sp. dapat dilihat pada lampiran 2.

Histologi gonad teripang Phyllophorus sp. jantan pada fase recovery dapat

(55)

Berdasarkan Gambar 15, fase recorvery pada gonad teripang Phyllophorus

sp. jantan memiliki dinding tubulus yang tebal dengan sisa spermatozoa (relict

spermatozoa) yang tidak dipijahkan terdapat di bagian tengah lumen.

Histologi gonad teripang Phyllophorus sp. jantan dan betina pada fase

growth dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp. Fase Growth

(perbesaran 100 x) Keterangan :

A : jantan dt : dinding tubulus B : betina sz : spermatozoa

vo : oosit vitellogenik po : oosit post vitellogenik l : lumen

Berdasarkan Gambar 16, fase growth pada jantan memiliki dinding

tubulus yang masih cukup tebal, sel-sel spermatogenik tampak berkembang

menuju lumen. Fase growth pada betina memiliki dinding tubulus yang sangat

tebal, terdapat oosit previtellogenik di dekat dinding tubulus yang jumlahnya

sedikit. Lumen dipenuhi oleh oosit vitellogenik dan oosit post vitellogenik.

Histologi gonad teripang Phyllophorus sp. jantan dan betina pada fase

advanced growth dapat dilihat pada Gambar 17. sz

100 µm A

dt

B

Gambar

Gambar Halaman
Gambar
Gambar teripang Phyllophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 2. Morfologi dan Antomi Teripang (Yulisti, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil temuan penelitian ini mengungkapkan tiga temuan yaitu: (1) Bentuk perilaku tindak kekerasan terhadap teman sebaya di Madrasah Tsanawiyah Nurul Amaliyah Tanjung Morawa yaitu

self of self atau pemahaman diri dalam berhubungan dengan orang lain, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri yang meliputi kemampuan untuk1. mengikuti aturan dan

Prestasi belajar dapat memberikan banyak manfaat bagi siswa serta menjadikannya termotivasi untuk selalu menjadi lebih baik lagi.. 1) Prestasi belajar sebagai indikator

Jadi dapat dilihat bahwa yang mendorong terjadinya campur kode dalam tuturan guru dalam mengajar di MTsS Al- Muhtadin Muara Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten

Demikian pula di kantor Pegadaian kabupaten Sragen dengan adanya pemberian kompensasi dapat mempengaruhi kinerja Pegawai agar tercapai hasil kerja yang maksimal,

Serta kondisi lereng akan lebih berbahaya apabila hujan lebat karena menyebabkan tinggi awal pusat massa berubah menjadi lebih tinggi dengan run-out longsor

Hasil perhitungan Z-Score pada tahun 2012 adalah sebesar 1,237722724 dan berada diantara angka standar yang telah ditetapkan oleh Altman, yaitu diantara 1,23 sampai dengan

Kesimpulan penelitian ini bahwa umur, paritas, riwayat kehamilan sebelumnya, trauma, jarak kehamilan berhubungan signifikan dengan kejadian ketuban pecah