SKRIPSI
PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD
TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.)
Oleh :
DYAH AYU UMI ROHMATEN LAMONGAN - JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Yang bertanda tangan di bawah ini :
N a m a : Dyah Ayu Umi Rohmaten N I M : 141011101
Tempat, tanggal lahir : Lamongan, 08 Nopember 1992
Alamat : Dsn Kalipang, RT/RW :002/016, Ds Sumberkepuh, Kec. Tanjunganom, Kab. Nganjuk. Telp./HP : 085736648298 Judul Skripsi : Pengaruh Tiga Jenis Plankton Yang Berbeda Sebagai
Pakan Alami Terhadap Tingkat Kematangan Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)
Pembimbing : 1. Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. 2. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Proyek Dosen. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :
1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;
2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,
termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, 21 Juli 2014 Yang membuat pernyataan
SKRIPSI
PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD
TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.)
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh:
DYAH AYU UMI ROHMATEN NIM : 141011101
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama, Pembimbing Serta,
SKRIPSI
PENGARUH TIGA JENIS PLANKTON YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALAMI TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN GONAD
TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.)
Oleh :
Dyah Ayu Umi Rohmaten NIM : 141011101
Telah diujikan pada Tanggal : 21 Juli 2014
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. Anggota : Sudarno, Ir., M.Kes.
Sapto Andriyono, S.Pi., MT.
Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.
Surabaya, 21 Juli 2014
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Dekan,
RINGKASAN
DYAH AYU UMI ROHMATEN. Pengaruh Tiga Jenis Plankton yang Berbeda sebagai Pakan Alami terhadap Tingkat Kematangan Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.). Dosen Pembimbing Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. dan Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.
Ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan gonad biota laut (Hasan, 2011), dimana diketahui bahwa untuk sintesis dan sekresi hormon reproduksi diperlukan bahan baku yang berasal dari makanan (Rohani, 1998). Teripang biasanya memakan plankton dari jenis diatom bentik, alga hijau, alga biru berfilamen yang hidup maupun mati pada permukaan karang, alga merah, copepoda dan gastropoda (Bakus, 1973). Diatom bentik, alga hijau, alga biru mempunyai komposisi kandungan gizi yang berbeda dan diduga berpengaruh terhadap perkembangan reproduksi dan kematangan gonad teripang (Phyllophorus sp.).
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian 3 jenis plankton (Chaetoceros sp., Chlorella sp. dan Spirulina sp.) terhadap tingkat kematangan gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.). Penelitian dilakukan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Perlakuan yang digunakan adalah pemberian plankton sebagai pakan alami pada induk teripang Phyllophorus sp., dan sebagai pakan kontrol yaitu campuran kotoran sapi dan dedak padi. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Parameter utama dalam penelitian ini adalah tingkat kematangan gonad teripang melalui pengamatan histologi gonad. Parameter pendukung penelitian ini adalah data kualitas air dalam bak pemeliharaan yang meliputi DO, salinitas dan suhu, warna gonad dan berat tubuh Phyllophorus sp.
SUMMARY
DYAH AYU UMI ROHMATEN. Effect of Three Different Kinds of Plankton as Natural Food to Local Sea Cucumber Gonads Maturity Level (Phyllophorus sp.). Supurvisor Lecturer Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. and Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.
The availability of food is one of the factors that affect gonad maturity of marine organism (Hasan, 2011), it is known that for synthesis and secretion of reproductive hormones necessary raw materials derived from food (Rohani, 1998). Usually, sea cucumbers feed plankton from some kinds of diatoms, benthic, green algae, filamentous blue algae that living or dead on the surface of the coral, red algae, copepods and gastropods (Bakus, 1973). Benthic diatoms, green algae, blue algae has the nutritional content of different composition and the alleged effect on reproductive development and maturity of gonads of sea cucumbers (Phyllophorus sp.).
The study was conducted to determine the effect of three kinds of plankton (Chaetoceros sp., Chlorella sp., and Spirulina sp.) The maturity level of the local sea cucumber gonads (Phyllophorus sp.). The study was conducted at the Education Laboratory of Faculty of Fisheries and Marine Airlangga University. Histology of gonad performed at the Laboratory of Histology Faculty of Science and Technology Airlangga University Surabaya. The treatment used is giving plankton as natural feed to sea cucumbers brood Phyllophorus sp ., and a control diet is a mixture of cow dung and rice bran. This research was carried out experimentally using a completely randomized design (CRD). The main parameters in this study is the level of maturity of the gonads of sea cucumbers through histological observation of the gonads. Parameters supporting this research is the data in a tub of water quality maintenance which includes DO, salinity and temperature, the color of the gonad and body weight of Phyllophorus sp.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Pengaruh Tiga Jenis Plankton yang Berbeda sebagai Pakan Alami terhadap Tingkat Kematangan Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya.
Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Program Studi S-1 Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya demi kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan.
Surabaya, 21 Juli 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian kegiatan dan penyusunan Skripsi ini penulis mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti B.S., DEA., drh selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
2. Bapak Abdul Manan, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Wali yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam menempuh studi di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
3. Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. dan Ibu Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dosen Pembimbing Serta yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi dan saran yang membangun dengan penuh kesabaran mulai dari penyusunan proposal sampai terselesaikannya Skripsi ini.
4. Ibu Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. selaku Ketua Penguji, Bapak Sudarno, Ir., M.Kes. selaku Sekretaris Penguji dan Bapak Sapto Andriyono, S.Pi., MT. selaku Anggota Penguji yang telah memberikan saran dan kritik serta Ibu Dr. Dwi Winarni, Dra., M.Si. yang sudah mengajari kami cara histologi gonad teripang dan interpretasi hasilnya hingga terselesaikannya Skripsi ini.
5. Progam Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Universitas Airlangga Tahun 2014 dengan tim yang beranggotakan Bapak Sapto Andriyono, S.Pi., MT., Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. danIbu Dr. Dwi Winarni, Dra., M.Si. 6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan FPK UNAIR, terima kasih atas semua
ilmu yang telah diberikan dan terimasih banyak atas semua bantuannya selama menjadi mahasiswa di FPK tercinta ini.
telah banyak memberikan dukungan moril dan materi serta semangat sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Tim penelitian teripang, Binti Rumiyati, Noviana Masruroh, Gantri Gerta, Bapak Mad serta rekan-rekan di Lab Histologi, Firas, Krisda, Mbak Evi dan Mbak Melli yang sudah membantu selama proses penelitian dan histologi gonad teripang mulai dari awal hingga akhir.
9. Sahabat-sahabat terbaik, Siti Arifah dan Masrul serta sahabat Bala-Bala tersayang (Astrid, Arini dan Oktan), teman-teman Piranha 2010, para sahabat Nanca, Dwi (kakak), Mbah Eka (tante), Artika dan Yuniari (iie), rekan-rekan di PT. DIKA (Pak Nur Kholik, Mbak Nita, Destanto) dan Keluarga Besar PT. Arina terutama Mbak Dian serta saudari-saudari kos tercinta (Mbak Dama, Deka, Winning, Risa dan Tari) dan bu parni yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini.
Surabaya, 21 Juli 2014
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... v
SUMMARY ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan ... 3
1.4. Manfaat ... 3
II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Klasifikasi ... 4
2.2 Morfologi Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)... 4
2.3 Anatomi Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ... 5
2.4 Cara Makan dan Jenis Pakan Teripang ... 7
2.5 Reproduksi ... 7
2.6 Tingkat kematangan Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ... 8
2.7 Hubungan Pakan dengan Kematangan Gonad ... 12
2.8 Diatom ... 14
2.8.1 Klasifikasi Chaetoceros sp. ... 14
2.8.2 Morfologi Chaetoceros sp. ... 14
2.8.3 Kandungan Nutrisi Chaetoceros sp. ... 15
2.9.1 Klasifikasi Chlorella sp. ... 15
4.3.1 Rancangan Penelitian ... 24
4.3.2 Prosedur Kerja ... 25
A. Persiapan Alat ... 25
B. Manajemen Media ... 26
C. Persiapan Stok Plankton untuk Pakan ... 26
D. Pencarian dan Seleksi Induk ... 27
E. Pemeliharaan dan Pemberian Pakan ... 27
F. Pengukuran dan Pembedahan Induk ... 28
G. Pembuatan Sediaan Histologi Gonad Teripang ... 29
H. Pengamatan Sediaan Gonad Teripang ... 31
4.4 Parameter Penelitian ... 33
5.1.1 Morfologi Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ... 36
5.1.2 Histologi Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ... 37
5.1.4 Kualitas Air Pemeliharaan Induk Teripang ... 43
5.1.5 Pembahasan... 44
VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
6.1 Kesimpulan ... 53
6.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Phyllophorus sp. di Pantai Timur Surabaya ... 4
2. Morfologi dan Antomi Teripang ... 6
3. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan Fase Pemulihan (Recovery) .... 9
4. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan pada Fase Pertumbuhan (Growth) ... 10
5. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan (A) dan Betina (B) pada Fase Pertumbuhan Tingkat Lanjut(Advanced Growth) ... 11
6. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan (A) dan Betina (B) pada Fase Pematangan (Mature) ... 12
7. Chaetoceros sp. ... 14
8. Chlorella sp. ... 16
9. Spirulina sp. ... 19
10. Kerangka Konseptual Penelitian ... 22
11. Desain Penelitian ... 33
12. Diagram Alir Penelitian ... 34
13. Morfologi Gonad Teripang Phyllophorus sp. A (Jantan) dan B (Betina) . 35 14. Grafik Rata-Rata Tingkat Kematangan Gonad Teripang Phyllophorus sp. ... 37
15. Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp. Jantan Fase Recovery (Perbesaran 100 x) ... 38
16. Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp. Fase Growth (Perbesaran 100 x) ... 39
17. Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp. Fase Advanced Growth (Perbesaran 100 x) ... 40
DAFTAR TABEL
Gambar Halaman
1. Kandungan Bahan Organik, Mineral dan Vitamin pada Chlorella sp. ... 17
2. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Chlorella sp. ... 17
3. Tingkat Kematangan Gonad Teripang Phyllophorus sp. Sebelum dan Setelah Perlakuan Pakan ... 36
4. Hasil Uji ANOVA Tingkat Kematangan Gonada Teripang ... 39
5. Hasil ANOVA Rata-Rata Konsumsi Pakan Teripang Per Hari (%) ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Cara Menghitung Plankton yang Akan diberikan pada Teripang. ... 57
2. Data Penghitungan ANOVA Tingkat Kematangan Gonad Teripang ... 63
3. Data Konsumsi Pakan Teripang Perhari ... 65
4. Data Penghitungan ANOVA Konsumsi Pakan Teripang ... 78
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teripang atau yang juga disebut dengan mentimun laut (sea cucumber)
(Madang, 2011), merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai
prospek cukup baik dan bernilai ekonomis tinggi, baik di pasaran domestik
maupun internasional (Sukmiwati dkk., 2012). Teripang digunakan sebagai bahan
makanan, baik dikonsumsi mentah dengan pengolahan sederhana maupun
dimasak kembali setelah proses pengeringan. Teripang memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi, yaitu 43,1% protein; 2,2% lemak; 27,1% kadar air dan 27,6%
kadar abu (Rustam, 2006).Teripang juga mengandung riboflavin, mineral, fosfat,
besi, arsen, iodin, kalsium, magnesium dan tembaga (Yulisti, 2000).
Pemanfaatan teripang yang semakin meningkat mengakibatkan laju
penangkapan semakin meningkat dari tahun ke tahun dan stok produksi saat ini
masih tergantung pada penangkapan di alam oleh para nelayan. Upaya-upaya
yang telah dilakukan guna meningkatkan produksi selalu mengalami penurunan,
karena populasi teripang semakin menurun (Madang, 2011). Usaha pelestarian
dan pemenuhan kebutuhan melalui pembudidayaan perlu dilakukan untuk
meningkatkan produksi teripang lokal (Phyllophorus sp.) berkualitas dan tidak
mengurangi stok teripang di alam.
Penyediaan pakan dalam jumlah yang cukup, waktu yang tepat dan
kualitas yang baik merupakan aspek penting dalam efisiensi budidaya.
Ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
sintesis dan sekresi hormon reproduksi diperlukan bahan baku yang berasal dari
makanan (Rohani, 1998).
Hartati dkk., (2005) menyatakan bahwa teripang memanfaatkan tiga
macam sumber makanan, yaitu: kandungan zat organik dalam lumpur, detritus
dan plankton. Teripang dari Ordo Dendrocerotida memiliki tipe tentakel bukal
dendritik. Tentakel bukal ini secara aktif mengumpulkan plankton dan partikel
tersuspensi (seston) langsung dari medium airlaut disekitarnya.Teripang biasanya
memakan plankton dari jenis diatom bentik, alga hijau, alga biru berfilamen yang
hidup maupun mati pada permukaan karang, alga merah, copepoda dan
gastropoda (Bakus, 1973). Hartati dkk. (2006) mengatakan berdasarkan hasil
analisa dan identifikasi terhadap isi saluran pencernaan pada 80 sampel teripang
putih (Holothuria scabra) telah ditemukan beberapa phytobenthik, meliputi
Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Diniphyceae. Tiga jenis plankton yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis diatom (Chaetoceros sp.), alga hijau
yaitu Chlorella sp. dan alga biru yaitu Spirulina sp. yang memiliki kandungan gizi
yang tinggi serta umum dibudidayakan. Perbedaan komposisi kandungan gizi
Chaetoceros sp., Chlorella sp., dan Spirulina sp. diduga berpengaruh terhadap
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pemberian 3 jenis plankton (Chaetoceros sp., Chlorella sp. dan
Spirulina sp.) dapat berpengaruh terhadap tingkat kematangan gonad teripang
lokal (Phyllophorus sp.) ?
2. Jenis plankton apakah yang memberikan pengaruh terbaik terhadap tingkat
kematangan gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.) ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh pemberian 3 jenis plankton (Chaetoceros sp., Chlorella
sp. dan Spirulina sp.) terhadap tingkat kematangan gonad teripang lokal
(Phyllophorus sp.)
2. Mengetahui jenis plankton yang memberikan pengaruh terbaik terhadap
tingkat kematangan gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.)
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai data dasar dalam
menentukan plankton yang sesuai untuk meningkatkan kematangan gonad
Phyllophorus sp. sehingga dapat menjadi salah satu cara efisiensi budidaya
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Klasifikasi teripang lokal (Phyllophorus sp.) menurut Grube (1840) dalam O’Loughlin et al. (2012) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Filum : Echinodermata Kelas : Holothuroidea Ordo : Dendrochirotida Famili : Phyllophoridae Genus : Phyllophorus Spesies : Phyllophorus sp.
Gambar teripang Phyllophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Phyllophorus sp. (Wild Fact sheets, 2010) Keterangan : A : anus
B : mulut C : kaki tabung
2.2 Morfologi Teripang Lokal ( Phyllophorus sp.)
Teripang termasuk anggota hewan berkulit duri (Echinodermata) Grube
(1840) dalam O’Loughlin et al. (2012). Duri pada teripang tersebut sebenarnya
merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari zat kapur dan terletak di dalam
kulitnya. Rangka dari zat kapur tersebut tidak dapat dilihat dengan mata biasa A
B
karena sangat kecil. Rangka teripang dapat dilihat dengan bantuan mikroskop.
Lapisan kapur pada teripang memiliki ketebalan tergantung umur (Madang,
2011).
Ramadany dkk. (2012) menyatakan bahwa teripang lokal ( Phyllophorus
sp.) yang memiliki nama lokal terung seringkali disebut teripang bola atau ball
sea cucumber memiliki bentuk tubuh membulat dengan ukuran tubuh kira-kira 7
cm, berwarna krem kecoklatan. Kulit tubuhnya keras dan tebal, serta kasar karena
terdapat papulae (filamen kecil) di tubuhnya. Mulut berada pada bagian anterior
dan anus berada pada bagian posterior (Gultom, 2004). Storer et al. (1979)
mengatakan mulut teripang dikelilingi oleh tentakel-tentakel berwarna transparan
yang tipis dan gelap yang berfungsi untuk mengambil dan menangkap makanan.
Anus berfungsi untuk mengeluarkan kotoran atau sisa metabolisme dan air.
Tentakel-tentakel pada teripang merupakan modifikasi dari kaki tabung
yang berfungsi sebagai alat respirasi, lokomotor dan syaraf penerima atau
kombinasi ketiganya (Daut, 1992 dalam Sunarno, 1997). Teripang lokal
(Phyllophorus sp.) yang termasuk Ordo Dendrochirotida memiliki tipe tentakel
bukal dendritik (berbentuk pohon) untuk menangkap plankton langsung dari air
laut di sekitarnya (Aziz, 1996).
2.3 Anatomi Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)
Menurut Biworo (1973) dalam Sunarno (1997) alat pencernaan teripang
berupa saluran berbentuk pipa panjang, yang memanjang secara longitudinal dan
berkelok-kelok dalam rongga tubuh menuju ke bagian dubur. Saluran pencernaan
yang tipis yang terdiri dari tentakel, mulut, pharynk, oesophagus, lambung, usus,
kloaka dan anus. Aziz (1996) menyatakan bahwa usus pada teripang merupakan
bagian dari saluran pencernaan yang paling panjang, kurang lebih dua sampai tiga
kali panjang total tubuh. Teripang mempunyai gonad pada bagian anterior rongga
tubuh yang multitubular menyerupai sikat dengan tabung-tabung halus yang
berhubungan dengan saluran tunggal pada bagian dorsal untuk mengeluarkan telur
yang matang keluar tubuh Storer et al. (1979). Morfologi dan anatomi teripang
dapt dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi dan Antomi Teripang (Yulisti, 2000) Keterangan: 1. Tentakel 7. Jaringan air radikal
2. Lingkaran kalkareus 8. Usus kecil 3. Dinding tubuh 9. Usus halus 4. Perut besar 10.Otot kloaka 5. Gonad 11.Kloaka 6. Pernafasan pohon
Gonad Phylloporus sp. terdiri dari beberapa tubulus yang memiliki
panjang berfariasi setiap individu. Gonad betina umumnya berwarna hijau lumut
dengan bentuk tubulus yang lebih menggembung dibandingkan dengan gonad
2.4 Cara Makan dan Jenis Pakan Teripang
Teripang dibagi menjadi dua yaitu pemakan plankton (Ordo
Dendrochirotida) dan pemakan partikel/substrat (selain Ordo Dendrochirotida)
(Darsono 1998). Aziz (1996) menyatakan teripang dari Ordo Dendrochirotida
mempunyai tentakel bukal tipe dendritik yang memiliki percabangan berbentuk
pohon dan berukuran relatif lebih panjang. Teripang pemakan plankton menyaring
dan mengumpulkan plankton dengan bantuan tentakelnnya yang berlendir.
Menurut Bakus (1973) teripang juga bersifat poliphagia yang memakan segala
sesuatu yang terdapat di dasar perairan seperti detritus, partiel-partikel pasir,
hancuran karang, diatomik bentik, alga hijau, alga biru berfilamen yang hidup
maupun yang mati pada permukaan karang, alga merah, copepoda dan gastropoda.
Hartati dkk. (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisa dan
identifikasi terhadap isi saluran pencernaan pada 80 sampel teripang putih
(Holothuria scabra) telah ditemukan beberapa phytobenthik, meliputi
Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Diniphyceae. Secara umum tidak ada
perbedaan frekuensi kejadian pakan pada musim kemarau dan penghujan.
Kebanyakan teripang bersifat nocturnal yaitu aktif mencari makan pada malam
hari dan menyembunyikan diri pada siang hari (Bakus, 1973).
2.5 Reproduksi
Teripang bersifat dioecius, yaitu alat kelamin jantan dan betina terdapat
pada individu yang berbeda. Secara visual jenis kelamin ini sulit dibedakan
(Hyman, 1995 dalam Rohani, 1998). Perbedaannya akan tampak jelas bila dilihat
bening keputihan dan organ kelamin betina berwarna kekuning-kuningan dan
akan berubah menjadi kecoklatan apabila sudah matang (Gultom, 2004).
Winarni dkk. (2012) menyatakan bahwa teripang Phyllophorus sp.
memiliki pola reproduksi asinkron pada tingkat populasi sehingga dapat
melakukan proses pemijahan sepanjang tahun. Waktu reproduksi ditentukan oleh
kemampuan organisme dewasa dalam mendapatkan makanan yang selanjutnya
akan diubah dalam bentuk energi dalam melakukan reproduksi (Saputra, 2001).
Pemijahan pada teripang biasanya terjadi pada malam hari dimana teripang
jantan akan memulai terlebih dahulu dengan mengeluarkan spermanya ke perairan
kemudian teripang betina akan mengeluarkan telur karena rangsangan hormon.
Sperma akan membuahi telur di luar tubuh teripang pada perairan. Telur yang
sudah dibuahi akan tenggelam dan diangkat kembali oleh teripang betina dengan
tentakelnya lalu dimasukkan dalam kantung pengeraman dan setelah terjadi
pembelahan akan dikembalikan ke perairan (Bakus, 1979). Teripang jantan
memijah dalam waktu lebih dari satu jam, dengan substansi pijah seperti benang
putih menjulur dari gonopore. Sebaliknya betina memijah dalam waktu relatif
pendek, dalam sekali atau dua kali semprotan sebstansi pijah (Darsono, 2009).
2.6 Tingkat Kematangan Gonad Teripang Lokal(Phyllophorus sp.)
Effendi (1997) mengatakan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) diperlukan
untuk mengetahui organisme tersebut akan memijah, baru memijah atau sudah
memijah. Menurut Handayani dan Hartati (2001) dalam Hartati (2006) bertambah
pekatnya warna gonad disebabkan oleh bertambah padatnya jumlah sperma dan
Berdasarkan Rasolofonirina et al. (2005), untuk mengidentifikasi indeks
gonad (GI), maka dilakukan pengukuran terhadap berat dinding tubuh dan berat
gonad. Nisa (2012) menjelaskan fase perkembangan gonad teripang
Phyllophorus sp. dibagi menjadi lima fase, yaitu fase pemulihan (recovery), fase
pertumbuhan (growth), fase pertumbuhan tingkat lanjut (advanced growth), fase
pematangan (mature) dan fase setelah pemijahan(post spawning).
Fase pemulihan (recovery) pada gonad jantan memiliki dinding tubulus
yang menebal dengan sisa spermatozoa yang tidak dipijahkan terdapat di bagian
tengah lumen, spermatosit terdapat di sekeliling dinding tubulus. Pada gonad
betina dinding tubulus juga menebal dan ditemukan fagosit serta oosit
previtellogenik di bagian lumen. Gambar gonad Phyllophorus sp. jantan pada fase
pemulihan (recovery) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan Fase Pemulihan (Recovery) (Nisa, 2012)
Fase pertumbuhan (growth) pada gonad jantan ditandai dengan adanya
lapisan spermatogenik yang berlekuk pada dinding tubulus jantan yang masih
cukup tebal, sel-sel spermatogenik tampak berkembang menuju lumen. Pada
betina dapat dijumpai oosit vitellogenik dan postvitellogenik. Oosit
previtellogenik terdapat di dekat dinding tubulus. Gambar gonad Phyllophorus sp.
jantan pada fase pertumbuhan (growth)dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan pada Fase Pertumbuhan (Growth) (Nisa, 2012)
Keterangan : dt: dinding tubulus; sz: spermatozoa; sg: spermatogenik (garis skala 100 μm)
Fase pertumbuhan tingkat lanjut (advanced growth), pada jantan maupun
betina memiliki dinding yang mulai menipis. Tubulus jantan dipenuhi oleh sel-sel
spermatozoa namun masih ditemukan sel spermatosit di sekitar dinding tubulus.
Pada tubulus betina ditemukan oosit vitellogenik dan postvitellogenik serta oosit
previtellogenik di tepi dinding tubulus tambak berlekuk dan berdilatasi. Gambar
gonad Phyllophorus sp. jantan dan betina pada fase pertumbuhan tingkat lanjut
A B
Gambar 5. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan (A) dan Betina (B) pada Fase Pertumbuhan Tingkat Lanjut(advanced growth) (Nisa, 2012)
Keterangan : A: gonad jantan; B: gonad betina; dt: dinding tubulus; sz: spermatozoa; (garis skala 100 μm)
Fase pematangan (mature) ditandai dengan semakin tipisnya dinding pada
tubulus. Dinding tubulus jantan telah berdilatasi secara maksimal dan
spermatozoa memenuhi lumen. Sementara pada betina terdapat dinding tubulus
yang tipis dan diikuti dengan meningkatnya jumlah oosit mature yang siap
dipijahkan. Gambar gonad Phyllophorus sp. jantan dan betina pada fase
pematangan (mature) dapat dilihat pada Gambar 6.
Fase setelah pemijahan (post spawning), tubulus jantan pada fase ini
berdinding tipis dan mengandung sisa spermatozoa di tengah lumen yang tidak
dipijahkan. Sementara pada betina dinding juga tipis dan terdapat fagosit yang
A B
Gambar 6. Histologi Gonad Phyllophorus sp. Jantan (A) dan Betina (B) pada Fase Pematangan (mature) (Nisa, 2012)
Keterangan : A: gonad jantan; B: gonad betina; dt: dinding tubulus; vo: oosit vitellogenik sz: spermatozoa (garis skala 100 μm)
2.7 Hubungan Pakan dengan Kematangan Gonad
Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus reproduksi teripang
diantaranya dalah suhu, siklus bulan dan kelimpahan fitoplankton sebagai
makanannya (Nisa, 2012). Hasil penelitian Martinez et al. (2011) terhadap
teripang Psolus patagonicus membuktikan bahwa ketika fitoplankton semakin
melimpah, maka semakin banyak teripang yang melakukan pemijahan, meski
suhu air laut 36-37 0C. Hal ini menunjukkkan bahwa pemijahan berlangsung
bertepatan dengan peningkatan makanan yang tersedia dibandingkan dengan
peningkatan suhu air laut. Mackey (2001) menyatakan senyawa kimia yang
dilepas fitoplankton akan memicu saraf dan kondisi fisiologis sehingga teripang
melakukan proses pemijahan. Selain itu plankton yang berlimpah merupakan
makanan embrio teripang yang akan menjamin perkembangannya.
Pakan digunakan untuk menyediakan nutrien yang sangat diperlukan bagi
Hartati dkk., 2005), yang biasanya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin
dan mineral (Izquierdo et al., 2001 ). Ketersediaan makanan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kematangan gonad biota laut selain suhu perairan dan
lintang sebaran (berdasarkan letak geografis). Pakan merupakan komponen
penting dalam proses pematangan gonad khususnya ovarium karena pada proses
vitelogenesis (akumulasi nutrisi dalam sel telur) sangat ditentukan oleh
kandungan nutrien yang ada dalam pakan, baik kualitas maupun kuantitasnya
(Basri, 2011).
Ketersediaan makanan penting untuk berlangsungnya proses
gametogenesis pada teripang, dimana diketahui bahwa untuk sintesis dan sekresi
hormon reproduksi diperlukan bahan baku yang berasal dari makanan (Lam, 1983
dalam Rohani, 1998). Komposisi asam lemak dalam pakan induk diidentifikasi
sebagai faktor utama dari nutrien yang menentukan keberhasilan reproduksi
(Izquierdo et al., 2001). Watanabe at al. (1991) dalam Basri (2011) menyatakan
bahwa lemak selain sebagai sumber energi juga digunakan untuk struktur
sel, termasuk sel telur. Karbohidrat berperan dalam proses vitelogenesis dan
spermiogenesis yang disintesis menjadi asam lemak jika mengalami kekurangan.
Suastika dkk., (1998) dalam penelitiannya menyatakan dosis protein yang tepat
dalam pemberian pakan yang dapat mempercepat proses pematangan gonad
2.8 Diatom (Chaetoceros sp.) 2.8.1 Klasifikasi Chaetoceros sp.
Kawaroe dkk. (2010) menyatakan klasifikasi Chaetoceros sp. sebagai
berikut :
Kingdom : Chromista Filum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Chaetocerotaceae Genus : Chaetoceros Spesies : Chaetoceros sp.
2.8.2 Morfologi Chaetoceros sp.
Chaetoceros sp. merupakan fitoplankton yang berukuran 3-30 µm, ada
yang berbentuk bulat dengan diameter 4-6 µm, ada yang berbentuk segiempat
dengan ukuran 8-12 dan 7-18 µm. Chaetoceros sp. memiliki bentuk rantai
memanjang yang merupakan gabungan dari beberapa sel pada tepi luarnya (Idris,
2012). Berat kering satu sel Chaetoceros sp. adalah 0,0000385 µg (Hotos, 2002).
Dinding sel diatom ini dibentuk dari silika. Pigmen yang dominan antara lain
karotenoid dan diatomin sehingga mikroalga tersebut berwarna kuning kecoklatan
(Fajriyani, 2006). Gambar Chaetoceros sp. dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Chaetoceros sp. (Fajriyani, 2006) Keterangan : A :dinding sel
2.8.3 Kandungan Nutrisi Chaetoceros sp.
Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menjelaskan bahwa Chaetoceros sp.
memiliki kandungan kalsium sebesar 0,59 % dan pospor 0,57 %. Kalsium
berperan untuk pembentukan dinding sel sedangkan pospor berperan dalam
pembentukan protein. Chaetoceros sp. mengandung protein 35 %, lemak 6,9 %,
karbohidrat 6,6 % dan kadar abu 28 %. Farhadian et al. (2009) menjelaskan,
Chaetoceros sp. memilki kandungan asam amino tertinggi, antara lain fenilalanin
13,1 % dan alanin 9,8 % dari asam amino total.
2.9 Chlorella sp.
2.9.1 Klasifkasi Chlorella sp.
Vashista (1999) dalam Prabowo (2009) menyatakan klasifikasi Chlorella
adalah :
Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Chlorococcales Famili : Chlorellaceae Genus : Chlorella Spesies: Chlorella sp.
2.9.2 Morfologi Chlorella sp.
Chlorella sp.merupakan ganggang hijau bersel tunggal. Sel Chlorella sp.
berbentuk bulat, hidup soliter tapi kadang-kadang ada yang berkoloni dan tidak
mempunyai flagella sehingga tidak dapat bergerka aktif (Sartika, 2010). Chlorella
dan berat kering setiap selnya adalah 0,0000056 µg (Hotos, 2002). Chlorella sp.
memiliki kandungan air sebanyak 90 % dari berat basah (Williams, 1959)
Chlorella sp.memiliki klorofil, menyimpan tepung cadangan makanannya
dalam kantung makan atau pirenoid dan memiliki dinding sel yang kuat yang
tersusun atas polisakarida selulosa dengan matrik dari hemiselulosa dan pectin.
Chlorella sp. hidup di air tawar, hanya sebagian kecil yang hidup di air payau dan
laut (Sartika, 2010). Bentuk Chlorella sp.menurut Fachrullah (2011) dapat dilihat
pada Gambar 8.
Gambar 8. Chlorella sp. (Fachrullah, 2011) Keterangan : A : nukleus B: klorofil C : dinding sel
2.9.3 Kandungan Chlorella sp.
Secara umum Chlorella sp. mengandung protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, serat dan klorofil. Chlorella sp. kaya akan senyawa-senyawa
bermanfaat, digunakan sebagai pakan untuk ikan, larva teripang dan larva mutiara
dalam budidaya perikanan yang dapat meningkatkan hasil budidaya tersebut
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Kandungan bahan organik, mineral dan
vitamin yang terdapat pada Chlorella sp. dapat dilihat pada Tabel 1. A
Tebel 1. Kandungan bahan organik, mineral dan vitamin pada Chlorella sp.
Sumber : Kendar (1998) dalam Permana (2002)
Kandungan gizi beberapa jenis Chlorella sp. menurut Nakayama (1992)
dalam Saifuddin (2006) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi beberapa jenis Chlorella sp. (Nakayama (1992) dalam Saifuddin (2006)
Jenis Chlorella Protein Lemak Karbohidrat
Chlorella vulgaris 51-58 14-22 12-17
Chlorella pyrenoidosal 57,0 20 26,0
Chlorella sp. 40-60 10-30 10-25
Keterangan : dalam berat kering (%)
2.10 Spirulina sp.
2.10.1 Klasifikasi Spirulina sp.
Klasifikasi Spirulina secara taksonomi menurut Bold dan Wyne (1978)
dalam Saputra (2009) sebagai berikut :
Kingdom : Protista Divisi : Cyanophyta Kelas : Cyanophyceae Ordo : Nostocales Famili : Oscilatoriaceae Genus : Spirulina Spesies : Spirulina sp.
2.10.2 Morfologi Spirulina sp.
Spirulina sp. termasuk cyanobacteria atau yang lebih dikenal dengan alga
hijau biru, ada di bumi sejak 3500 juta tahun lalu dan dapat ditemukan pada
perairan tawar maupun laut. Mikroorganisme ini berukuran 3,5-10 mikron (Sari,
2013), bentuk tubuh Spirulina sp. yang menyerupai benang merupakan rangkaian
sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12
mikrometer (Hariyati, 2008). Spirulina platensis memiliki berat basah 0,042gL-1
dengan jumlah filamen satu liter adalah 11,698x103 L-1 (Hariyati, 2008).
Spirulina platensis memiliki kandungan air sebanyak 90 % dari berat basah setiap
filamennya (Desmorieux dan Decaen, 2004). Gambar Spirulina sp. dapat dilihat
pada Gambar 9.
Spirulina sp. memiliki dinding sel yang lembut tersususun dari kompleks
gula dan protein yang mudah dicerna, tidak seperti alga lain pada umumnya
seperti pada alga hiAjau eukariot, karena itu lebih mudah dicerna. Selnya
mengandung granula sianofisin merupakan polimer dari asam amino dengan
penyusun utama asam aspartat dan arginina (Kurniasih, 2001).
Gambar 9. Spirulina sp. (Hariyati, 2008) Keterangan : A : dinding sel B :sitoplasma C: Nukleus
2.10.3 Kandungan Spirulina sp.
Spirulina sp. dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bahan pakan, makanan
dan pengobatan serta telah lama digunakan sebagai sumber bahan makanan di
Meksiko dan Afrika. Mikroalga ini mengandung semua nutrien makanan dalam
konsentrasi yang tinggi dan telah diterima sebagai makanan yang mempunyai
banyak fungsi, sebagai suplemen atau sebagai makanan pelengkap (Sari, 2013).
Kandungan protein pada Spirulina sp. berkisar antara 63-68 %,
karbohidrat 18-20 % dan lemak 2-3 % (Hariyati, 2008). Kandungan protein yang
tinggi pada Spirulina sp. menjadi sumber protein yang potensial bagi makhluk
hidup. Protein ini merupakan suatu senyawa kompleks yang kaya akan asam
amino esensial, metionin (1,3-2,75 %), sistin (0,5-0,7 %), triptofan (1-1,95 %) dan
lisin (2,6-4,63 %). Spirulina sp. mengandung kolesterol sekitar 32,5 mg/100 gram
(Christwardana dkk., 2013).
A
B
III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Lam (1983) dalam Rohani (1998) menyatakan bahwa perkembangan
gonad pada kebanyakan hewan air dipengaruhi oleh faktor endogenous dan
lingkungan exogenous. Faktor endogenous meliputi kondisi tubuh dan hormon
reproduksi. Faktor exogenous yang mempengaruhi siklus reproduksi teripang
adalah suhu, siklus bulan dan kelimpahan fitoplankton (Nisa, 2012), namun pada
penelitian ini faktor suhu dan siklus bulan sudah terkontrol sehingga tidak
berpengaruh terhadap hasil penelitian. Hasil penelitian Martinez et al. (2011)
terhadap teripang Psolus patagonicus membuktikan bahwa ketika fitoplankton
semakin melimpah, maka semakin banyak teripang yang melakukan pemijahan.
Mackey (2001) menyatakan senyawa kimia yang dilepas fitoplankton akan
memicu saraf dan kondisi fisiologis sehingga teripang melakukan proses
pemijahan.
Teripang biasanya memakan plankton dari jenis diatom bentik, alga hijau,
alga biru berfilamen yang hidup maupun mati pada permukaan karang (Bakus,
1973). Hartati dkk. (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisa dan
identifikasi terhadap isi saluran pencernaan pada 80 sampel teripang putih
(Holothuria scabra) telah ditemukan beberapa phytobenthik, meliputi
Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Diniphyceae. Plankton yang digunakan dalam
penelitian adalah jenis diatom (Chaetoceros sp.), dan alga hijau yaitu Chlorella
sp., dan Spirulina sp., Chaetoceros sp. mengandung protein 35 %, lemak 6,9 %,
Chlorella sp. memiliki kandungan protein pada 50,4 %, lemak 10,3 % dan
karbohidrat 23,2 %. Kandungan protein pada Spirulina sp. berkisar antara 63-68
%, karbohidrat 18-20 %, dan lemak 2-3 % (Hariyati, 2008).
Komposisi asam lemak dalam pakan induk diidentifikasi sebagai faktor
utama dari nutrien yang menentukan keberhasilan reproduksi (Izquierdo et al.,
2001). Watanabe et al. (1991) dalam Basri (2011) menyatakan bahwa lemak
selain sebagai sumber energi juga digunakan untuk struktur sel, termasuk sel
telur. Karbohidrat berperan dalam proses vitelogenesis dan spermiogenesis yang
disintesis menjadi asam lemak jika mengalami kekurangan. Kebutuhan protein
pada teripang untuk mendukung kematangan gonad adalah 30 %, sedangkan
kebutuhan lemak dan karbohidrat belum diketahui. Perbedaan komposisi
kandungan gizi Chaetoceros sp., Chlorella sp., dan Spirulina sp. diduga
berpengaruh terhadap perkembangan reproduksi dan kematangan gonad teripang
lokal (Phyllophorus sp.).
Shullia (2013) menjelaskan fase perkembangan gonad teripang
Phyllophorus sp. dibagi menjadi lima fase, yaitu fase setelah pemijahan (post
spawning), fase pemulihan (recovery), fase pertumbuhan (growth), fase
pertumbuhan tingkat lanjut(advanced growth), dan fase pematangan (mature).
3.2 Hipotesis
1. Pemberian 3 jenis plankton yang berbeda berpengaruh terhadap perkembangan
kematangan gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.).
2. Terdapat jenis plankton yang paling efektif untuk meningkatkan perkembangan
Gambar 10. Kerangka konseptual penelitian
Keterangan :
= yang tidak diteliti = yang diteliti
Kematangan gonad induk Phyllophorus sp.
Faktor Exogenous Faktor endogeneus Budidaya teripang lokal (Phyllophorus sp.)
IV METODOLOGI
4.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga dan histologi gonad dilakukan
Laboratorium Histologi Hewan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Airlangga Surabaya. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April–Juni 2014.
4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah sembilan akuarium berukuran 40x30x20
cm3, refraktometer, kertas pH, DO meter, thermometer, pompa air, aerator, selang
aerasi, batu aerasi, penggaris, timbangan digital, baskom, jaring, pisau, satu set
alat bedah, mikroskop, gelas penutup, gelas obyek, pipet tetes, botol kultur,
erlenmeyer, haemocytometer,hand tally counter, sedgwick rafter, botol vial, sikat,
spon, styrofoam, cutter, camera dan alat-alat tulis.
4.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk teripang
Phyllophorus sp. yang berasal dari pantai timur Surabaya (Desa Sukolilo),
Chaetoceros sp., Chlorella sp., dan Spirulina sp., detergen, larutan neutral
buffered formalin 10%, etanol 70%, etanol 80 %, etanol 96 %, xylol I, xylol II,
larutan eosin, parafin bath, parafin I, parafin II, parafin III, etanol asam, aquades,
mayer’s albumin, pewarna harry’s hematoxylin, tissu, kertas saring, xylol murni,
4.3 Metode Penelitian 4.3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental, menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga terdapat 12
unit percobaan. Setiap unit percobaan akan diisi 3 ekor teripang lokal. Rancangan
Acak Lengkap digunakan apabila media dan bahan percobaan seragam atau dapat
dianggap seragam (Kusriningrum, 2008). Perlakuan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Perlakuan A : kontrol (diberikan pakan buatan)
Perlakuan B : pemberian pakan induk dengan plankton Chaetoceros sp.
Perlakuan C : pemberian pakan induk dengan plankton Chlorella sp.
Perlakuan D : pemberian pakan induk dengan plankton Spirulina sp.
Perlakuan kontrol (A1-A3) mengacu pada perlakuan pemberian pakan
pelatihan budidaya teripang (Rustam, 2006) yaitu diberikan pakan berupa
campuran kotoran sapi dan dedak padi dengan perbandingan 1:1. Campuran bahan
pakan tersebut dimasukkan ke dalam kantong goni, kemudian direndam di dalam
areal budidaya selama 2-4 minggu, campuran pakan tersebut akan menjadi lengket
lalu dibentuk menjadi gumpalan dan disebar ke media budidaya dan diberikan
sebanyak 3 % dari biomassa. Perlakuan B, C, dan D diberikan plankton sebanyak
3 % dihitung dari berat basah selnya. Perhitungan jumlah plankton yang diberikan
dapat dilihat pada lampiran 1.
Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Spirulina sp.)
Variabel tergantung : tingkat kematangan gonad
Variabel terikat : gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.) jantan dan betina,
warna gonad dan kualitas air (suhu, DO, salinitas)
4.3.2 Prosedur Kerja A. Persiapan Alat
Tahap awal dalam melakukan penelitian ini adalah menyiapkan akuarium
dengan volume 40x30x20 cm3 sebanyak 12 buah. Akuarium, botol vial dicuci
sampai bersih dan dibilas dengan air tawar kemudian didesinfeksi menggunakan
alkohol 70 % dan dibilas menggunakan air serta dikeringkan. Akuarium dan
peralatan tersebut direndam air selama 24 jam untuk menetralisir kandungan
alkohol yang telah disemprotkan kemudian air rendaman dibuang (Yudha, 2009).
Akuarium yang telah bersih dan kering kemudian diisi dengan air laut dan
dipasang aerasi.
Sterilisasi alat-alat yang berbahan kaca dengan menggunakan autoclave.
Peralatan dicuci dengan sabun cair terlebih dahulu kemudian dibilas dengan air
tawar, dikeringkan dan ditutup rapat dengan aluminium foil. Peralatan yang sudah
dibungkus dengan aluminium foil dimasukkan dan diatur rapi dalam autoclave,
autoclave ditutup rapat dan dioperasikan dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm
selama 15 menit. Botol kultur yang sudah disterilisasi dengan autoclave kemudian
B. Manajemen Media
Air laut yang digunakan untuk media pemeliharaan teripang berasal dari
Pantai Timur Surabaya yang merupakan habitat asli Phyllophorus sp. Air laut
yang akan digunakan ditampung terlebih dahulu di dalam bak fiber dan
diendapkan selama satu minggu sehingga air laut jernih. Air laut yang sudah
jernih dimasukkan ke dalam akuarium, setiap akuarium diisi sebanyak 33 liter air
laut. Media dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan teripang, oleh
karena itu media dikondisikan sama dengan lingkungan aslinya. Media
pemeliharaan teripang pada bak pemeliharaan adalah 26-30°C, pH 6-9, salinitas
30-34 ppt, serta oksigen terlarut lebih dari 5-6 ppm (Darsono, 2009).
C. Persiapan Stok Plankton untuk Pakan Teripang
Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah Chaetoceros sp., Chlorella
sp. dan Spirulina sp. yang diperoleh dari hasil kultur. Bibit Chaetoceros sp.,
Chlorella sp. dan Spirulina sp. dimasukkan dalam botol-botol kultur yang
berbahan kaca. Media kultur yang digunakan untuk plankton Chlorella sp. dan
Spirulina sp. adalah air laut sebanyak 100 mL dan media Walne sebanyak 1 mL/L
serta diberi aerasi sedangkan untuk plankton Chaetoceros sp. ditambahkan silikat
sebanyak 1 mL/L. Plankton dimasukkan dalam botol dengan kepadatan 1x107
unit/mL kemudian diaklimatisasi ± 3 hari pada suhu kamar. Lingkungan kultur
yang diharapkan dalam penelitian adalah suhu 30-35 oC, salinitas 30-35 ppt, pH
8-9,5 yang merupakan lingkungan kultur terbaik plankton. Penyinaran dengan
menggunakan lampu neon 40 watt dengan periode penyinaran 12 jam dalam
D. Pencarian dan Seleksi Induk
Pencarian induk teripang Phyllophorus sp. dilakukan di Pantai Timur
Surabaya (Desa Sukolilo) kemudian induk diseleksi. Secara morfologi teripang
tidak dapat dibedakan jenis kelaminnya. Induk yang akan diberi perlakuan pakan
dipilih yang sehat, keras dan tidak memiliki luka pada permukaan kulitnya. Induk
teripang kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital.
Teripang dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat pada tubuhnya
lalu mengukur panjang tubuh total (total length) dari bagian anterior tubuh ke
bagian posterior tubuh dan menimbang berat total (total wet weight).
E. Pemeliharaan dan Pemberian Pakan
Induk teripang Phyllophorus sp. dipelihara di akuarium yang telah di
pasang aerasi, masing-masing akuarium diisi 3 ekor induk selama 14 hari.
Penggantian air harian, dilakukan setiap pagi hari sebanyak 30–50 % volume
sedangkan pergantian air total (100 %) dilakukan setiap pekan/minggu (Darsono,
2009). Pergantian air dilakukan dengan cara menyipon media dengan selang yang
biasa digunakan untuk selang aerasi.
Pakan diberikan sebanyak 3 % dari biomas dan diberikan pada pukul 15.00
dan 20.00 karena menurut Perez-Ruzafa and Marcos (1987) dalam Navarro et al.
(2013) teripang aktif bergerak untuk mencari makan mulai pukul 15.00-20.00
kemudian 20.00-01.00 dan terakhir pukul 01.00-06.00. Cara pemberian pakan
yaitu dengan cara di tebar secara merata pada permukaan media. Perlakuan
pemberian pakan induk menggunakan plankton Chaetoceros sp. (B1-B3),
kering 1 sel Chaetoceros sp. adalah 3,85 x 10-4 µg, 1 sel Chlorella sp. adalah 5,6 x
10-5 µg (Hotos, 2002) dan berat basah 1 unit Spirulina sp. adalah 3,59 x 10-2 µg
(Hariyati, 2008). Berdasarkan berat keringnya dapat dihitung jumlah sel yang
akan diberikan. Kepadatan plankton yang akan diberikan dihitung sebelum pakan
diberikan. Penghitungan kepadatan plankton Chaetoceros sp. dan Chorella sp.
menggunakan Haemocytometer, sedangkan Spirulina sp. menggunakan Sedgwick
rafter, kemudian untuk mengetahui volume bibit yang dibutuhkan dihitung
dengan menggunakan rumus :
V1 = N2 xV2 N1
Keterangan : V1 = volume plankton yang ditebar (ml) V2 = volume media pemeliharaan induk (ml) N1 = kepadatan plankton yang ditebar (sel/ml) N2 = jumlah plankton yang diharapkan (sel/ml)
F. Pengukuran dan Pembedahan Induk Teripang
Teripang yang telah diberikan perlakuan selama 14 hari dilakukan
pengukuran panjang tubuh total (total length)dari bagian anterior tubuh ke bagian
posterior tubuh dan menimbang berat total (total wet weight)setelah itu dilakukan
pembedahan dengan peralatan bedah, pengambilan cairan coelom teripang dan
kemudian menimbangnya lagi sehingga diperoleh berat tiris (drained weight).
Selanjutnya mengeluarkan gonad dari tubuh dan mengukur beratnya serta
melakukan pengamatan pada gonad untuk menentukan jenis kelamin teripang,
kemudian yang terakhir adalah mengukur pula berat kulit tubuhnya (body wall
G. Pembuatan Sediaan Histologi Gonad Teripang
Pembuatan sediaan gonad dilakukan dengan metode parafin sesuai dengan
penelitian Damayanti (2012). Pembuatan sediaan diawali dengan memfiksasi
gonad dalam cairan fiksatif larutan neutral buffered formalin selama minimal 24
jam. Setelah itu mengambil lima tubulus dari setiap gonad untuk diproses lebih
lanjut.
1. Tahap processing
Tahap ini diawali dengan memasukan tubulus yang telah difiksasi ke
dalam wadah jaringan (kaset), kemudiam melakukan dehidrasi dengan merendam
tubulus dalam etanol bertingkat, secara berurutan yaitu 3 x 15 menit etanol 70 %,
2 x 15 menit etanol 80 %, etanol 96 % selama 15 menit, etanol absolut selama 10
menit, xylol I selama 15 menit dan xylol II hingga larutan jernih. Perendaman
etanol 70 % yang ketiga ditambahkan 1 tetes larutan eosin 0,5 %.
2. Tahapan infiltrasi dan penanaman (embedding)
Tahapan ini diawali dengan memindahkan kaset yang berisi tubulus dari
tahap processing ke dalam paraffin bath dengan urutan sebagai berikut: parafin :
xylol (1:1) selama 15 menit; parafin I; parafin II; parafin III masing-maing selama
30 menit. Tubulus kemudian dikeluarkan dari paraffin dan menanamnya (proses
embedding) dalam cetakan dari kertas yang diisi dengan parafin dari parafin III,
lalu mendiamkan tubulus yang telah ditanam tersebut sampai memadat menjadi
3. Tahap pemotongan (sectioning) dan penempelan (afixing)
Tahap awal sebelum dilakukan sectioning adalah merekatkan blok parafin
pada blok kayu holder, proses ini dinamakan proses trimming, selanjutnya
memasang blok tersebut pada mikrotom bagian holder dan mengatur tebal irisan
berukuran 4 µm. Blok paraffin dipotong secara teratur hingga terbentuk pita-pita
memanjang yang siap untuk ditempel pada gelas obyek. Metode section yang
digunakan adalah section berseri, yaitu melakukan sectioning dengan memberikan
jarak yang sama untuk antar irisan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kondisi tubulus di beberapa bagian tubulus. Irisan satu dengan irisan berikutnya
diberi jarak 40 µm dan total irisan yang ditempel pada obyek glas adalah
sebanyak lima irisan. Potongan pita parafin tersebut terlebih dahulu dimasukan
dalam water bath sebelum menempelkan pita pada gelas obyek, agar pita parafin
tidak berkerut. Pita parafin dalam water bath diambil dengan gelas obyek yang
telah dioles dengan mayer’s albumin agar pita parafin menempel pada permukaan
gelas obyek. Langkah selanjutnya adalah memasukan sediaan dalam oven selama
1 jam untuk memfiksasi pita parafin pada gelas obyek.
4. Tahap pewarnaan (staining)
Tahap ini pertama dilakukan dengan memasukan sediaan ke dalam xylol I,
selanjutnya ke dalam xylol II masing-masing selama 10 menit untuk
deparafinisasi dan clearing, kemudian mengeringkan sediaan dengan kertas saring
atau tisu lalu melakukan proses rehidrasi dengan etanol bertahap yaitu etanol
absolut, etanol 96 %, etanol 80 % dan etanol 70 % masing-masing selama 5
Harry’s Hematoxylin selama 10 menit, kemudian membilas sediaan dengan
mengalirkan air di atasnya. Sediaan dimasukkan ke dalam etanol asam selama 10
detik, lalu di bilas dengan akuades, selanjutnya memasukan sediaan ke pewarna
eosin selama 10 menit. Proses dehidrasi dilakukan dengan mencelupkan sediaan
ke dalam etanol bertahap dimulai dari etanol 70 %, etanol 80 %, etanol 96 % dan
etanol absolut masing-masing selama 5 menit dan meniriskan sediaan dengan
kertas saring atau tissu. Sediaan selanjutnya dimasukkan ke dalam xylol bekas
(xylol I) dan xylol murni (xylol II) masing-masing selama 10 menit. Langkah
terakhir adalah memberi entellan, menutupnya dengan gelas penutup dan
menunggu hingga entellan benar-benar kering.
H. Pengamatan Sediaan Gonad dan Konsumsi Pakan Teripang
Pengamatan sediaan histologi gonad dilakukan secara mikroskopis
menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x. Pengamatan ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan gonad dalam tubulus
masing-masing dan untuk membedakan antara tubulus jantan dan betina. Hasil
pengamatan selanjutnya dianalisis lebih lanjut.
Pengamatan tingkat kematangan gonad mengacu pada penelitian yang
dilakukan Nisa (2012), yaitu fase pemulihan (recovery) pada gonad jantan
memiliki dinding tubulus yang menebal dengan sisa spermatozoa yang tidak
dipijahkan terdapat di bagian tengah lumen, spermatosit terdapat di sekeliling
dinding tubulus. Pada gonad betina dinding tubulus juga menebal dan ditemukan
Fase pertumbuhan (growth) pada gonad jantan ditandai dengan adanya
lapisan spermatogenik yang berlekuk pada dinding tubulus jantan yang masih
cukup tebal, sel-sel spermatogenik tampak berkembang menuju lumen. Oosit
vitellogenik dan postvitellogenik dapat dijumpai pada tubulus betina, sedangkan
oosit previtellogenik terdapat di dekat dinding tubulus.
Fase pertumbuhan tingkat lanjut (advanced growth), pada jantan maupun
betina memiliki dinding yang mulai menipis. Tubulus jantan dipenuhi oleh sel-sel
spermatozoa namun masih ditemukan sel spermatosit di sekitar dinding tubulus,
sedangkan pada tubulus betina ditemukan oosit vitellogenik dan postvitellogenik
serta oosit previtellogenik di tepi dinding tubulus tambak berlekuk dan berdilatasi.
Fase pematangan (mature) ditandai dengan semakin tipisnya dinding pada
tubulus. Dinding tubulus jantan telah berdilatasi secara maksimal dan
spermatozoa memenuhi lumen. Gonad betina memiliki dinding tubulus yang tipis
dan diikuti dengan meningkatnya jumlah oosit mature yang siap dipijahkan.
Fase setelah pemijahan (post spawning), tubulus jantan pada fase ini
berdinding tipis dan mengandung sisa spermatozoa di tengah lumen yang tidak
dipijahkan sementara pada betina dinding juga tipis dan terdapat fagosit yang
mendegradasi sel oosit sisa.
Pengamatan konsumsi pakan teripang dilakukan dengan cara menghitung
jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan, sehingga diperoleh jumlah
4.4 Parameter Penelitian 4.4.1 Parameter Utama
Parameter utama yang diamati adalah tingkat kematangan gonad teripang
melalui pengamatan histologi gonad yang diberi perlakuan 3 jenis plankton yang
berbeda.
4.4.2 Parameter Pendukung
Parameter pendukung penelitian ini adalah data kualitas air dalam bak
pemeliharaan yang meliputi pH, DO, salinitas dan suhu, warna gonad dan berat
tubuh Phyllophorus sp.
4.5 Analisis Data
Data tingkat kematangan gonad dan konsumsi pakan teripang yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif dan diuji menggunakan uji ANOVA serta uji
jarak berganda Duncan. Analisis secara deskriptif digunakan untuk mengetahui
histologi gonad, persentase tingkat kematangan gonad dan skoring TKG.
Histologi gonad yang diperoleh selama penelitian dideskripsikan secara terpadu
dibandingkan dengan literatur yang ada. Persentase tingkat kematangan gonad
teripang diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah teripang pada TKG
tertentu dengan jumlah teripang yang hidup pada perlakuan tertentu dan dikalikan
100%. Skoring TKG dilakukan dengan cara memberi nilai 1 apabila TKG berada
pada fase post spawning, nilai 2 untuk fase recovery, nilai 3 untuk fase growth,
nilai 4 untuk fase advanced growth dan nilai 4 untuk fase mature. Uji ANOVA
Data konsumsi pakan teripang secara deskriptif dihitung dari jumlah pakan
yang diberikan dikurangi jumlah sisa pakan setiap harin. Data konsumsi pakan
teripang selanjutnya dianalisis menggunakan uji ANOVA dan uji jarak berganda
Duncan. Gambar desain penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar
diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 11. Desain penelitian Keterangan :
1.Aerator 2. Akuarium 3. Selang aerasi
1 2 3
B2 D1 B3 C2
C3
D3
D2
C1 A3
B1
Gambar 12. Diagram alir penelitian Pemberian jenis pakan
(3% dari biomassa)
Pengukuran kualitas air (suhu, salinitas, DO)
Pengamatan Tingkat Kematangan Gonad
Analisa data
Kesimpulan
Chaetoceros sp. Chlorella sp. Spirulina sp.
Seleksi induk teripang (Phyllophorus sp.)
Persiapan alat dan bahan Sterilisasi alat
Manajemen media
(salinitas 29-30 ppt, suhu 28-290C dan DO 6,5-8 ppm)
Kultur plankton
Pemeliharaan induk (Phyllophorus sp.)
kontrol
Pembedahan Gonad
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1 Hasil
Hasil penelitian berupa morfologi gonad teripang lokal (Phyllophorus sp.),
histologi gonad, data konsumsi pakan teripang dan data parameter kualitas air
meliputi suhu, salinitas dan oksigen terlarut.
5.1.1 Morfologi Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)
Berdasarkan hasil pengamatan, gonad teripang Phyllophorus sp. terdiri
dari tubulus-tubulus (tubuli) yang memanjang sekitar 1-2 cm dan ukuran tubulus
homogen pada satu individu. Gonad jantan berwarna putih, dan putih kekuningan,
sedangkan gonad betina berwarna hijau lumut. Gonad jantan bentuknya lebih
ramping dan panjang dibandingkan gonad betina. Gambar morfologi gonad jantan
dan betina pada teripang Phyllophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Morfologi gonad teripang Phyllophorus sp. A (jantan) dan B (betina)
Keterangan : a : tubulus b : oosit
A B
b a
5.1.2 Histologi Gonad Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)
Histologi gonad teripang dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan
gonad masing-masing individu. Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad
induk Phyllophorus sp. sebelum diberikan perlakuan menunjukkan bahwa gonad
induk berada pada fase growth dan advanced growth. Gonad teripang
Phyllophorus sp. yang diberikan perlakuan pakan plankton, beberapa ekor
teripang menunjukkan perubahan tingkat kematangan gonad menuju fase mature,
dan recovery. Pengamatan tingkat kematangan gonad berdasarkan hasil histologi
gonad teripang Phyllophorus sp. disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Kematangan Gonad Teripang Phyllophorus sp. Sebelum dan Setelah Perlakuan Pakan
Perlakuan Tahap Kematangan Gonad (%) Teripang yang hidup (ekor)
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa tingkat kematangan gonad teripang
Phyllophorus sp. yang terlihat adalah fase recovery (pemulihan), growth
(pertumbuhan), advanced growth (pertumbuhan tingkat lanjut), dan mature
(pematangan). Teripang sebelum diberikan perlakuan, dilakukan pengamatan
fase advanced growth. Perlakuan pakan A (kontrol) menunjukkan fase growth
dengan persentase 60% dan fase advanced growth dengan persentase 40%.
Perlakuan pakan B (Chaetoceros sp.) menunjukan fase mature dengan persentase
67% dan fase advanced growth dengan persentase 33%. Perlakuan pakan C
(Chlorella sp.) menunjukkan fase recovery (12,5%), fase growth (25%), fase
advanced growth (37%), dan fase mature (25%). Sedangkan perlakuan pakan D
(Spirulina sp.) menunjukkn fase advanced growth (67%) dan fase growth (33%).
Grafik tingkat kematangan gonad teripang Phyllophorus sp. yang sudah diberikan
perlakuan pakan dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil uji ANOVA tingkat
kematangan gonad teripang Phyllophorus sp. yang sudah diberikan perlakuan
pakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 14. Grafik Tingkat Kematangan Gonad Teripang Phyllophorus sp. Keterangan: 1. fase recovery 3. fase advanced growth
Tabel 4. Hasil Uji ANOVA Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp.
Keterangan : Superskrip berbeda dalam satu baris menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa perlakuan pakan plankton B (Chaetoceros sp.) berbeda nyata dengan perlakuan pakan A (kontrol), C (Chaetoceros sp.) dan D (Spirulina sp.). Perlakuan pakan tertinggi terdapat pada perlakuan pakan plankton B (Chaetoceros sp.). Data penghitungan ANOVA tingkat kematangan gonad teripang Phyllophorus sp. dapat dilihat pada lampiran 2.
Histologi gonad teripang Phyllophorus sp. jantan pada fase recovery dapat
Berdasarkan Gambar 15, fase recorvery pada gonad teripang Phyllophorus
sp. jantan memiliki dinding tubulus yang tebal dengan sisa spermatozoa (relict
spermatozoa) yang tidak dipijahkan terdapat di bagian tengah lumen.
Histologi gonad teripang Phyllophorus sp. jantan dan betina pada fase
growth dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Tingkat Kematangan Gonad Phyllophorus sp. Fase Growth
(perbesaran 100 x) Keterangan :
A : jantan dt : dinding tubulus B : betina sz : spermatozoa
vo : oosit vitellogenik po : oosit post vitellogenik l : lumen
Berdasarkan Gambar 16, fase growth pada jantan memiliki dinding
tubulus yang masih cukup tebal, sel-sel spermatogenik tampak berkembang
menuju lumen. Fase growth pada betina memiliki dinding tubulus yang sangat
tebal, terdapat oosit previtellogenik di dekat dinding tubulus yang jumlahnya
sedikit. Lumen dipenuhi oleh oosit vitellogenik dan oosit post vitellogenik.
Histologi gonad teripang Phyllophorus sp. jantan dan betina pada fase
advanced growth dapat dilihat pada Gambar 17. sz
100 µm A
dt
B