• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MASASE EKSTREMITAS BAWAH DENGAN MINYAK ESENSIAL LAVENDER TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI UPTD GRIYA WERDHA SURABAYA PENELITIAN PRE EKSPERIMENTAL Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH MASASE EKSTREMITAS BAWAH DENGAN MINYAK ESENSIAL LAVENDER TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI UPTD GRIYA WERDHA SURABAYA PENELITIAN PRE EKSPERIMENTAL Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH MASASE EKSTREMITAS BAWAH DENGAN MINYAK

ESENSIAL LAVENDER TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI UPTD GRIYA WERDHA

SURABAYA

PENELITIAN PRE EKSPERIMENTAL

OLEH :

NAMA : FATIH HARIS MAULANA

NIM : 131411123079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

SKRIPSI

PENGARUH MASASE EKSTREMITAS BAWAH DENGAN MINYAK

ESENSIAL LAVENDER TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI UPTD GRIYA WERDHA

SURABAYA

PENELITIAN PRE EKSPERIMENTAL

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) dalam Program Studi Pendidikan Ners

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

OLEH :

NAMA : FATIH HARIS MAULANA

NIM : 131411123079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Sembah syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “PENGARUH MASASE EKSTREMITAS BAWAH DENGAN MINYAK ESENSIAL LAVENDER TERHADAP

PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN

HIPERTENSI DI UPTD GRIYA WERDHA SURABAYA” dapat diselesaikan penulis tepat waktu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan(S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Bersama ini, perkenankan saya mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya dengan hati yang tulus kepada :

1. Prof Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan ilmu kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan.

2. Dr. Joni Haryanto, S.Kp.,M.Si.selaku pembimbing pertama, terimakasih atas bimbingan, nasihat, saran, informasi dan waktu yang telah diluangkan untuk saya, serta semua perhatian yang telah diberikan dalam kemajuan penyelesaian skripsi saya.

3. Elida Ulfiana, S.Kep.Ns., M.Kep selaku pembimbing kedua, terimakasih telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan pemikiran, perhatian, saran, nasihat serta dukungan yang sangat berharga selama proses penyusunan skripsi berlangsung.

4. Dr. Kusnanto, S.Kp, M.Kes selaku penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyusunan skripsi yang lebih baik.

5. Sriyono, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.Kep.MB selaku penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyusunan skripsi yang lebih baik. 6. Retno Indarwati S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku penguji yang telah memberikan

saran dan arahan dalam penyusunan skripsi yang lebih baik.

7. Kedua orang tuaku (Bapak H. Suhari dan Ibu Hj. Istifaizah), adekku Ernia Haris Himawati, serta keluarga besar di Kudus, Pati, Jepara dan Semarang terimakasih atas semua curahan cinta, doa, kasih sayang, perhatian, dan dukungan yang tidak terbatas hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Seluruh responden yang bersedia memberikan partisipasi yang sangat berharga dalam penelitian ini.

9. Bapak Sugianto selaku kepala UPTD Griya Werdha Surabaya yang telah memberikan bantuan, ijin, dan kerjasamanya dalam melaksanakan penelitian ini.

(8)

11.Tim fisioterapis dari Rumah Sakit Universitas Airlangga yang telah yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu saat penelitian berlangsung

12.Sahabat-sahabat the bronggals (Ipank, Aga, Didin, Mas Rama, Mas Hendra, Siska, Oza, Nabela, Fatma, Astrid, Wahyu) yang telah memberikan semangat, bantuan, masukan, dan motivasi.

13.Sahabat-sahabat mansab team (Hendra, Memed, Mas Hayat, Mas, Zen, Dimas, Zaky, Grandis, Fauzi) yang telah memberikan semangat, bantuan, masukan, dan motivasi.

14.Teman-Teman KertajayaBoys (Mas Yoga, Mas Ibnu, Mas Buyung, Mas Rachmad) yang telah memberikan fasilitas internet dalam menyelesaikan penelitian ini.

15.Teman-teman team Closing Concert 2015 Paduan Suara Universitas Airlangga yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

16.Keluarga angkatan B17 FKP UNAIR atas semua doa, semangat, bantuan, motivasi dan semua yang telah kita lalui bersama.

17.Dosen dan seluruh staf kepegawaian Fakultas Keperawatan yang telah membimbing dan membantu saya selama kuliah di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

18.Terimakasih untuk seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.

Surabaya, Februari 2016

(9)

MOTTO

(10)

ABSTRACT

Effect of Lower Extremity Massage with Lavender Essential Oil for Decreasing Blood Pressure in Elderly with Hypertension in UPTD Griya

Werdha Surabaya

A Pre-Experimental Study

Fatih Haris Maulana

An aging process occurs naturally with many problems which is physical problems, mental, and social. One of that physical problems is the increasing of blood pressure. The name is hypertension. At UPTD Griya Werdha Surabaya, the was many elderly had hypertension, where 17 out of 54 elderly had high blood pressure. The Data indicated to need a modify nursing interventions to decrease their blood presssure.

The purpose of this study was to prove the effect of lower extremity massage with lavender essential oil for decreasing blood pressure of elderly with hypertension in UPTD Griya Werdha Surabaya. This Study used pre-eksperimental design with one group pre test and test post design. Population comprised elderly who had hypertension, and the total population are 17 individuals. Samples were taken using purposive sampling who meet the criteria. And total sampling who available are 13 individuals The independent variable was lower extremity massage with lavender essential oil. The dependent variable was bood pressure. This research was carried out for 1 weeks (Januari 31th - Februari 6th, 2016). Data analysis used paired t Test with significance level p ≤ 0.05. An instrument to used aneroid spigmomanometer.

Result Showed that lower ekstremity massage with lavender essential oil had significant effect to decrease blood pressure with p value = 0,000 for systolic pressure and p value = 0.01 for diastolyc pressure. It can be concluded that there is the influence of massage lower ekstremitas with lavender essential oil to decrease blood pressure for the elderly hypertension in UPTD Griya Werdha Surabaya

(11)

DAFTAR ISI

Lembar Penetapan Panitia Penguji... v

Kata Pengantar... ... vi

1.2Identifikasi Masalah ... 6

1.3Rumusan Masalah ... 6

1.4Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan umum ... 6

1.4.2 Tujuan khusus ... 6

1.5Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Teoritis ... 7

1.5.2 Praktis ... 7

1.6Resiko Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep Lansia ... 9

2.1.1 Definisi lanjut usia/lansia... 9

2.1.2 Batasan lanjut usia ... 10

2.1.3 Perubahan-perubahan pada lansia………..…..11

2.2Konsep Tekanan Darah ... 14

2.2.1 Definisi tekanan darah ... 14

2.2.2 Pengukuran tekanan darah ... 14

2.3Konsep Hipertensi Lansia ... 16

2.3.1 Definisi hipertensi lansia ... 16

2.3.2 Klasifikasi hipertensi lansia ... 17

(12)

2.3.4 Etiologi ... 25

2.3.5 Manifestasi klinis ... 26

2.3.6 Komplikasi ... 27

2.3.7 Penatalaksanaan ... 28

2.4Konsep Masase Ekstremitas Bawah ... 32

2.4.1 Definisi ... 32

2.5Konsep Minyak Esensial Lavender ... 42

2.5.1 Definisi minyak esensial lavender ... 42

2.5.2 Manfaat minyak esensial lavender ... 43

2.5.3 Cara kerja minyak esensial lavender ... 44

2.6Pengaruh masase ekstremitas bawah dengan minyak esensial lavender terhadap hipertensi ... 46

2.7Teori kenyamanan Kolcaba ... 48

2.8Keaslian penelitian ... 54

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 3.1Kerangka Konseptual ... 57

3.2Hipotesis Penelitian ... 59

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1Desain penelitian ... 60

4.2Populasi, sampel dan sampling ... 61

4.2.1 Populasi ... 61

4.2.2 Sampel ... 62

4.2.3 Sampling ... 62

4.3Variabel Penelitian ... 63

4.3.1 Variabel independen ... 63

4.3.2 Variabel dependen ... 63

4.4Definisi operasional ... 64

4.5Lokasi dan waktu penelitian ... 65

4.6Instrumen penelitian ... 65

4.7Prosedur pengumpulan data ... 65

4.8Analisis data ... 67

4.9Masalah etik (Ethical clearance) ... 69

(13)

4.9.2 Tanpa nama (Anonymity) ... 70 4.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality) ... 70 4.10 Keterbatasan Penelitian ... 70

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil penelitian ... 72 5.2Pembahasan ... 79

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1Simpulan ... 87 6.2Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ...

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Lansia Menurut JNC VII……..……….18 Tabel 2.2 Keaslian Penelitian………...…………...55 Tabel 4.1 Definisi operasional……….64 Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan usia di UPTD Griya Werdha

Surabaya bulan Januari 2016(n=13)……….…75 Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di UPTD Griya

Werdha Surabaya bulan Januari 2016(n=13)………….………….… .75 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan riwayat merokok di UPTD Griya Werdha Surabaya bulan Januari(n=13)………. .. ..76 Tabel 5.4Distribusi frekuensi responden berdasarkan konsumsi obat anti hipertensi di UPTD Griya Werdha Surabaya bulan Januari 2016(n=13).. ... ……… ..76 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan menyukai rasa asin di UPTD Griya Werdha Surabaya bulan Januari 2016 (n=13)…...………… ... . ..77 Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan olahraga yang masih di

lakukan di UPTD Griya Werdha Surabaya bulan Januari 2016(n=13)……… ... ..77 Tabel 5.7 Gambaran tekanan darah responden sebelum diberikan intervensi di UPTD Griya Werdha Surabaya bulan Januari 2016(n=13)……… .. ..78 Tabel 5.8 Gambaran tekanan darah responden setelah diberikan intervensi di

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Identifikasi masalah ... 6

Gambar 2.1 Metode Efflurage ... 36

Gambar 2.2 Metode Petrisage ... 37

Gambar 2.3 Metode Friction ... 38

Gambar 2.4 Metode Vibration ... 38

Gambar 2.5 Metode tapotement beating ... 39

Gambar 2.6 Metode tapotement claping ... 40

Gambar 2.7 Metode tapotement hacking ... 41

Gambar 2.9 Model Middle Range Theory Comfort ... 52

(16)

DAFTAR SINGKATAN

JNC : Joint National Committe

Kemenkes RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia TDS : Tekanan Darah Sistol

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seiring dengan pertambahan usia terjadinya perubahan-perubahan fisiologis pada lansia yang disertai dengan berbagai masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif membawa konsekuensi terhadap perubahan dangan gangguan pada sistem kardiovaskuler, antara lain terjadi penyakit hipertensi.(Darmojo, 2009).

(18)

Republik Indonesia (2013) memperkirakan jumlah kasus ini akan meningkat setiap tahun. Secara khusus, Kementerin Kesehatan RI (2013) menyebutkan hipertensi telah menjadi penyakit utama penyebab rawat jalan pada kelompok usia 45-64 dan lebih dari usia 65 tahun. Sampai usia 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dari pada wanita. Namun,diatas usia 55 tahun, wanita lebih berpeluang menderita hipertensi (Suyatmo, 2009).

Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2007).

(19)

setiap golongannya. Salah satu contoh terapi farmakologis golongan diuretik memiliki efek samping keletihan, kram kaki, peningkatan gula darah, terutama pada penderita diabetes, seringnya urinasi menjadikan obat ini mengganggu kualitas hidup (Kowalski,2010). Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa menggunakan obat-obatan sehingga tidak menimbulkan efek samping seperti dengan menjalankan diet, menurunkan kegemukan, rajin olah raga, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak merokok, hindari stress dan kontrol obat-obatan secara teratur. Selain upaya tersebut, penting untuk mempertimbangkan terapi komplementer atau terapi pelengkap sebagai terapi nonfarmakologis (Sudoyo, dkk,2006; Vitahealth,2006). Terapi komplementer bersifat pengobatan alami untuk menangani penyebab penyakit dan memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan penyakitnya, sedangkan pengobatan medis diutamakan untuk menangani gejala penyakit. Terapi komplementer ini antara lain adalah terapi herbal, latihan nafas, meditasi, terapi musik, dan relaksasi (Vitahealth,2006).

(20)

Masase pada kaki diakhiri dengan masase pada telapak kaki yang akan merangsang dan menyegarkan kembali bagian kaki sehingga memulihkan sistem keseimbangan dan membantu relaksasi (Aslani, 2003)

(21)

Di Jawa Timur sendiri jumlah lansia dengan hipertensi pada tahun 2011 sebanyak 174.041 jiwa (Dinkes Jatim, 2011). Berdasarkan hasil survei pendahuluan di UPTD Griya Werdha Surabaya diketahui bahwa persentase lansia yang menderita hipertensi sebanyak 32% atau terdapat 17 lansia dari 54 lansia yang menderita hipertensi. Lansia biasanya mengeluh pusing dan setelah diperiksa tekanan darahnya meningkat atau hipertensi. Tingginya keluhan hipertensi yang terjadi pada lansia di UPTD Griya Werdha Surabaya membuat peneliti tertarik mengadakan penelitian yang bertempat di kelurahan tersebut, selain itu lansia yang mengalami hipertensi di UPTD Griya Werdha Surabaya belum mengenal masasse sebagai upaya untuk menurunkan tingkat hipertensi, karena itulah penulis mengangkat masalah tentang pengaruh masasse ekstrimitas bawah dengan minyak esensial lavender terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi.

(22)

1.2Identifikasi Masalah

Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Penelitian

1.3 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh masase ekstremitas bawah dengan minyak esensial lavender terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Menjelaskan pengaruh masase ekstremitas bawah dengan minyak esensial lavender terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi

1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia dengan hipertensi sebelum diberikan masase ekstremitas bawah dengan minyak esensial lavender di UPTD Griya Werdha Surabaya.

(23)

2. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia dengan hipertensi setelah diberikan masase ekstremitas bawah dengan minyak esensial lavender di UPTD Griya Werdha Surabaya.

3. Menganalisis perubahan tekanan darah lansia dengan hipertensi setelah mendapatkan masase ekstremitas bawah dengan minyak esensial lavender.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang pengaruh masase ekstremitas bawah dengan minyak esensial lavender terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi, sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang ilmu keperawatan medikal bedah dan gerontik.

1.5.2 Praktis

1. Bagi tempat penelitian

Dapat digunakan sebagai masukan untuk membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam mengelola pasien yang mengalami hipertensi.

2. Bagi perawat

(24)

3. Bagi responden

Dapat memberikan pengetahuan dan digunakan sebagai pilihan alternatif baru dalam menurunkan tekanan darah yang lebih efektif dan efisien secara nonfarmakologi.

1.6Resiko Penelitian

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Definisi lanjut usia / lansia

Usia lanjut (lansia) adalah proses yang tidak dapat dihindari. Memasuki masa lansia sangat diperlukan peran dari keperawatan untuk mempertahankan derajat kesehatan pada lansia dengan taraf yang setinggi tingginya supaya terhindar dari penyakit atau gangguan supaya lansia tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan dengan mandiri (Mubarak, 2005). Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan ( Pudjiastuti, dkk, 2009).

(26)

2.1.2 Batasan Lanjut usia

Batasan lanjut usia yaitu umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda – beda, umumnya berkisar antara 60 – 65 tahun. Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai batasan umur :

Menurut organisasi kesehatan dunia WHO ada 4 tahap yakni : a) Usia pertengahan (Middle ag ) ( 45 59 tahun)

b) Lanjut usia (elderly) (60 74 tahun) c) Lanjut usia tua (old) (75 90 tahun )

d) Usia sangat tua (Very old ) (diatas 90 tahun)

Sedangkan Nugroho (2008) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.

Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old), lebih dari 80 (very old).

(27)

2.1.3 Perubahan-Perubahan Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah, 2011).

1. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra : Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Intergumen : Kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.

3) Sistem Muskuloskeletal : Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut : Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

(28)

terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.

5) Tulang : Berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah bagian dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.

6) Otot : Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.

7) Sendi : Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.

8)Sistem Kardiovaskuler : Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

9) Sistem respirasi : Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.

(29)

menurun (sensitifitas lapar menurun), (4). Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.

11)Sistem perkemihan : Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

12)Sistem saraf : Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

13)Sistem reproduksi : Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2) Perubahan mental

Di dalam perubahan mental pada usia lanjut, perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentris, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak akan sesuatu. Faktor yang mempengaruhi perubahan mental antara lain perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, dan lingkungan (Nugroho, 2008). 3) Perubahan psikososial

(30)

2.2 Konsep Tekanan Darah

2.2.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).

Gunawan (2001) menyebutkan tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia. Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik (tekanan ketika jantung menguncup) dan tekanan darah diastolik (tekanan darah ketika jantung kembali meregang). Tekanan darah sistolik selalu lebih tinggi daripada tekanan darah diastolik.

2.2.2 Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung (Smeltzer & Bare, 2001).

1) Metode langsung

(31)

2) Metode tidak langsung

Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan rongga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer sesuai dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare, 2001).

Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).

(32)

sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).

2.3 Konsep Hipertensi Lansia

2.3.1 Definisi Hipertensi Lansia

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price & Wilson, 2006). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) tekanan darah normal bagi setiap orang adalah 120/80 mmHg. Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC) sebagai tekanan yang lebih dari 140/90 mmHg.

Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan 55-65 tahun. Pada tekanan sistolik sering meningkat pada usia diatas 65 tahun dan meningkat dengan bertambahnya usia Sedangkan pada tekanan diastolik meningkat pada usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun. (Temu Ilmiah Geriatri Semarang, 2008).

(33)

darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2001).

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi Lansia

Berdasar klasifikasi dari JNC-VI dalam Darmojo (2004) maka hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan :

1. Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6 – 12% penderita di atas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insiden meningkat dengan bertambahnya umur.

2. Hipertensi diastolik (Diastolic hypertension), terdapat antara 12 - 14% penderita di atas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insiden menurun dengan bertambahnya umur.

3. Hipertensi sistolik-diastolik : Terdapat pada 6 – 8% penderita usia > 60 tahun, lebih banyak pada wanita dan meningkat dengan bertambahnya umur.

(34)

Kategori Sistolik ( mmHg ) Diastolic

(mmHg )

Normal <120 <80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi

Stage 1 140-159 90-99

Stage 2 ≥160 ≥100

Tabel 2 1. Klasifikasi hipertensi lansia menurut JNC VII Darmojo (1999) membedakan hipertensi pada usia lanjut sebagai berikut :

1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. 2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160

mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. 2.3.3 Faktor Resiko Hipertensi Lansia

Faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi pada lansia yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:

1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dikontrol: 1) Jenis kelamin

(35)

faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa estrogen berperan penting mampu menurunkan tekanan darah pada wanita muda. Saat siklus menstruasi terjadi, tekanan darah akan menurun, ini terjadi ketika fase luteal akan berubah menjadi fase folikular. Setelah wanita tidak menstruasi lagi atau postmenoupause maka tidak akan terjadi perubahan fase menstruasi di atas, dari fase luteal berubah menjadi fase folikular sehingga tekanan darah tidak menurun dan justru cenderung naik (Staessen, 2003).

Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Aisyah, 2009).

2) Umur

(36)

dari orang yang berusia lebih muda (Harison, Wilson & Kasper, 2005). Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia di atas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi (Smeltzer & Bare, 2001).

3) Keturunan (Genetik)

(37)

didapatkan 70-80% kasus hipertensi Esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk dalam Sumarna, 2012). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. Menurut Santoso (2010), mengatakan bahwa tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua anda ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka anda akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka peluang anda untuk terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.

1. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol: a) Obesitas

Pada usia pertengahan (+50 tahun) dan dewasa lanjut asupan kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Obesitas berisiko terhadap munculnya berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah. (Aisyah, 2009).

b) Kurang olahraga

(38)

pemompaan ke jantung menjadi lebih kurang. Kurangnya latihan aktvitas fisik dapat menyebabkan terjadinya kekakuan pembuluh darah, sehingga aliran darah tersumbat dan dapat menyebabkan hipertensi. Kurangnya aktivitas fisik menaikkan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekakuan yang mendesak arteri. Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan (Aisyah, 2009).

c) Kebiasaan Merokok

(39)

Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun (Aisyah, 2009).

d) Mengkonsumsi garam berlebih

Badan Kesehatan Dunia WHO merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar yodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram yodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. (Basha, 2004).

e) Minum alkohol

(40)

f) Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg (Dalyoko, 2010). g) Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Syahrini, Susanto, & Udiyono, 2012). Menurut Anggraini dkk dalam Sumarna, (2012) mengatakan stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

h) Penyakit jasmani

(41)

bekerja lebih keras dalam memompa jantung. Dengan demikian tekanan darah akan meningkat (Brunner & Suddarth, 2001).

2.3.4 Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Selain itu, kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi dan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Syahrini, Susanto, & Udiyono, 2012).

Menurut Darmojo (2006), penyebab hipertensi pada lanjut usia adalah :

1. Renin : Tingginya kadar renin menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan volume darah (akibat meningkatnya retensi garam dan cairan pada ginjal), mengakibatkan tingginya kadar tekanan darah.

2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan garam : Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.

(42)

4. Perubahan ateromatous : Akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.

2.3.5 Manifestasi Klinis

Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan bahwa terdapat tanda dan gejala yang dapat timbul pada pasien hipertensi yaitu:

1) Mulai dari tidak ada gejala sampai gejala ringan, misalnya: pusing, melayang, berputar, vertigo, sakit kepala, baik sebagian maupun seluruh bagian

2) Pandangan mata kabur/tidak jelas bahkan dapat langsung buta 3) Mual muntah

4) Pada pemeriksaan diperoleh nilai takanan darah tinggi (≥140/90 mmHg), dapat

pula ditemukan perubahan pada retina, seperti penyempitan pembuluh darah, perdarahan, edema pupil

5) Hipertrofi ventrikel kiri sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel untuk berkontraksi

6) Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke

(43)

2.3.6 Komplikasi

Penderita hipertensi berisiko untuk menderita penyakit lain. Dalimartha, at al. (2008) menyebutkan beberapa penyakit yang dapat timbul akibat dari hipertensi, diantaranya sebagai berikut:

1) Penyakit jantung koroner

Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan pada otot jantung. Bahkan dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung.

2) Gagal jantung

Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah. Kondisi itu berakibat otot jantung akan menebal dan meregang sehingga daya pompa otot menurun. Pada akhirnya, dapat terjadi kegagalan kerja jantung secara umum. Tanda- tandanya adanya komplikasi yaitu sesak napas, napas putus-putus (pendek) dan terjadi pembengkakan pada tungkai bawah serta kaki. 3) Kerusakan pembuluh darah otak

(44)

4) Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan peristiwa di mana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ada dua jenis kelainan ginjal akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses menua. Hal itu menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang. Adapun nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan diastole di atas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal.

2.3.7 Penatalaksanaan

Intervensi atau penatalaksanaan untuk pasien hipertensi ada dua macam, yaitu intervensi farmakologis dan intervensi nonfarmakologis (Corwin, 2009).

1. Intervensi farmakologis, yaitu intervensi dengan menggunakan obatobatan antihipertensi. Obat-obatan antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur dengan obat lainnya. Obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi 5 kategori, antara lain:

1) Diuretik

(45)

2) Penghambat adrenergik

Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol. Beta blocker bekerja dengan menurunkan denyut jantung dengan menurunkan curah jantung dan kontraktilitas otot jantung, menghambat pelepasan rennin ginjal, dan meningkatkan sensitivitas barorefleks.

Alfa-blocker bekerja menurunkan aliran balik vena tetapi tidak menyebabkan takikardia. Curah jantung tetap atau meningkat dan volume plasma biasanya tidak berubah. Karena efek antihipertensi alfa-blocker didasarkan pada vasodilatasi arteriol perifer, maka lebih efektif pada pasien dengan aktivitas simpatis kuat. Penggunaan alfablocker dengan masa kerja lama seperti doxazosin sebelum tidur efektif untuk mencegah peningkatan tekanan darah di pagi hari.

3) ACE Inhibitor

Obat ini menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga mengganggu sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA). Aktivitas rennin plasma meningkat, kadar angiotensin II dan aldosteron menurun, volume cairan menurun dan terjadi vasodilatasi.

4) Calcium Channel Blocker (CCB)

(46)

5) Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

ARB bekerja seperti ACE-I, yaitu mengganggu sistem RAA. Golongan ini menghambat ikatan angiotensin II pada salah satu reseptornya. ARB lebih aman dan tolerable dibandingkan ACE-I (Aziza, 2007).

2. Intervensi nonfarmakologis, yaitu dengan modifikasi pola hidup. Mengikuti pola hidup yang sehat penting untuk pencegahan hipertensi dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tatalaksana hipertensi. Kombinasi dua atau lebih pola hidup akan memberikan hasil yang lebih baik. Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan beberapa modifikasi pola hidup, diantaranya adalah:

1) Penurunan berat badan

Hipertensi dan obesitas memiliki hubungan yang dekat. Tekanan darah yang meningkat seiring dengan peningkatan berat badan menghasilkan hipertensi pada sekitar 50% individu obes. Penurunan berat badan sebanyak 10 kg yang dipertahankan selama dua tahun menurunkan tekanan darah kurang lebih 6,0/4,6 mmHg (Aziza, 2007).

Guideline WHO-ISH (1999) menyebutkan bahwa pengurangan berat badan sebanyak 5 kg dapat menurunkan tekanan darah pada sebagian besar pasien hipertensi dan memiliki efek menguntungkan terhadap faktor risiko DM, hiperlipidemia, dan LVH.

2) Pembatasan alkohol

(47)

efek tersebut reversible dalam 1-2 mingggu dengan moderation of drinking sekitar 80%. Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 3 mmHg dan tekanan darah diastolik 2 mmHg. Pasien hipertensi yang minum alkohol harus disarankan untuk membatasi konsumsi; tidak lebih dari 20-30 gram alkohol setiap hari untuk laki-laki dan tidak lebih dari 10- 20 gram untuk perempuan (Aziza, 2007).

3) Pengurangan asupan natrium

Canadian Hypertension Education Program (CHEP) dalam Aziza (2007) merekomendasikan asupan natrium kurang dari 100 mmol/hari. Pasien yang sensitif terhadap pengurangan garam hanya 30% dari total seluruh pasien hipertensi. Jadi untuk kepentingan jangka panjang diberikan diet rendah garam yang tidak terlalu ketat (masih ada cita rasa/tidak hambar) kecuali pasien yang sedang mengalami komplikasi akut, misalnya gagal jantung berat yang sedang dirawat di rumah sakit dan memerlukan asupan garam lebih ketat (Aziza, 2007).

4) Penghentian rokok

(48)

5) Olahraga/Aktivitas fisik teratur

Olahraga dinamis sedang (30-45 menit, 3-4 kali/minggu) efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dan orang normotensi pada umumnya. Olahraga aerobik teratur seperti jalan cepat atau berenang dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi rata-rata 4,9/3,9 mmHg. Olahraga ringan lebih efektif dalam menurunkan tekanan darah daripada olahraga yang memerlukan banyak tenaga, misalnya lari atau jogging dapat menurunkan tekanan darah sistolik kira-kira 4-8 mmHg. Olahraga isometrik seperti angkat berat dapat mempunyai efek stresor dan harus dihindari (Aziza, 2007).

6) Relaksasi

Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Relaksasi ini mampu menghambat stres atau ketegangan jiwa yang dialami seseorang sehingga tekanan darah tidak meninggi atau turun. Dengan demikian, relaksasi akan membuat kondisi seseorang dalam keadaan rileks atau tenang. Dalam mekanisme autoregulasi, relaksasi dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan denyut jantung dan TPR (Corwin, 2009).

2.4 Konsep Masase Ekstremitas Bawah

2.4.1 Definisi Masase Ekstremitas Bawah

(49)

ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-gerakan mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik (Trisnowiyanto, 2012).

Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi dan atau memperbaiki sirkulasi (Mander, 2004 dalam Andarmoyo 2013).

Masase adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar meliputi : gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga, menepuk- nepuk, memotong-motong, meremas-remas, dan gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan gerakan menghasilkan tekanan, arah, kecepatan, posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk menghasilkan efek yang di inginkan pada jaringan yang dibawahnya (Henderson 2005).

Menurut Toru Namikoshi (2006) masase adalah suatu metode preventif dalam perawatan kesehatan untuk meningkatkan gairah hidup, menghilangkan rasa letih, dan merangsang daya penyembuhan tubuh secara alamiah dengan jalan memijat titik-titik tertentu pada tubuh.

(50)

tingkatkan tekanan ke otot ini secara bertahap untuk mengendurkan ketegangan sehingga membantu memperlancar aliran darah ke jantung. Masase pada kaki diakhiri dengan masase pada telapak kaki yang akan merangsang dan menyegarkan kembali bagian kaki sehingga memulihkan sistem keseimbangan dan membantu relaksasi. Prosedur masase ini dilakukan dengan posisi berbaring dengan menutup bagian klien dengan handuk besar mulai dari pinggang sampai kaki.

2.4.2 Manfaat Masase

Dalam beberapa kondisi, masase bisa menjadi cara yang ampuh untuk mengembalikan tubuh yang sehat dan bugar. Salah satunya untuk mengusir pegalpegal. Masase juga memiliki beberapa macam manfaat bagi kesehatan, di antaranya :

1) Masase mempengaruhi jaringan tubuh untuk memperluas kapiler dan kapiler cadangan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan aliran darah ke jaringan dan organ, meningkatkan proses reduksi oksidasi, memfasilitasi jantung dan berkontribusi terhadap redistribusi darah dalam tubuh.

2) Masase juga memberikan sedikit peningkatan jumlah trombosit, leukosit, eritrosit dan hemoglobin tanpa mengganggu keseimbangan asam-basa.

(51)

4) Masase mempercepat aliran getah bening yang meningkatkan transpotasi nutrisi ke jaringan, mengurangi stasis pada sendi serta organ dan jaringan lain.

5) Masase memiliki efek fisiologis yang beragam terhadap kulit dan fungsinya, seperti membersihkan saluran keringat, kelenjar sebaceous, meningkatkan fungsi sekresi, ekskresi dan pernapasan kulit.

6) Masase bisa membuat otot menjadi fleksibel, meningkatkan fungsi kontraktil yang mempercepat keluarnya metabolit yang merupakan hasil dari metabolisme.

7) Masase membantu mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam otot-otot dan memulihkan keadaan normalnya.

(52)

2.4.3Metode masase

Menururt Bambang Priyonoadi (2008) metode masase adalah sebagai berikut 1. Mengusap (Efflurage/strocking)

Gerakan mengusap dengan menggunakan telapak tangan atau bantalan jari tangan. Gerakan ini dilakukan sesuai dengan peredaran darah menuju jantung maupun kelenjar-kelenjar getah bening. Manfaat gerakan ini adalah merelaksasi otot dan ujung-ujung syaraf (Snyder, 2002). Cara mengusap dengan menggunakan seluruh permukaan tapak tangan dan jari-jari untuk menggosok daerah-daerah tubuh yang lebar dan tebal, misalnya: daerah paha, pinggang, dan punggung. Gosokan untuk daerah tubuh yang sempit biasanya menggunakan bagian tapak tangan atau bahkan hanya ujung jari tangan, misalnya menggosok pada daerah antara tulang rusuk (intercostalis) dan daerah jari-jari. Tehnik ini dilakukan di awal pemijatan untuk melemaskan otot-otot. (Rosser, 2004; Ekowati et al, 2009). Berikut contoh gambar Metode efflurage:

Gambar 2.1 Metode efflurage

(53)

2. Meremas (Petrisage)

Gerakan memijit atau meremas dengan menggunakan telapak tangan atau jari-jari tangan. Teknik ini digunakan pada area tubuh yang berlemak dan jaringan otot yang tebal. Petrissage ini mempunyai manfaat sebagai pendorong keluarnya sisa-sisa pembakaran dan mempercepat aliran darah ke seluruh tubuh. Berikut contoh gambar Metode petrissage:

Gambar 2.2 Metode Petrisage

(Sumber: Bambang Priyonoadi, 2008) 3. Friction

Gerakan melingkar kecil-kecil dengan penekanan yang lebih dalam menggunakan jari atau ibu jari. Gerakan ini hanya digunakan pada area tubuh tertentu yang bertujuan untuk penyembuhan ketegangan otot akibat asam laktat yang berlebih. friction biasanya dilakukan dengan gerakan melingkar seperti spiral yang mempunyai manfaat, diantaranya: (1) dapat merangsang serabut saraf dan otot-otot yang terletak di dalam permukaan tubuh, (2) gerakannya yang spiral akan membantu menghancurkan miogelosis, yaitu timbunan dari sisa sisa pembakaran yang menyebabkan pengerutan pada otot

(54)

Gambar 2.3 Metode Friction (Sumber: Bambang Priyonoadi, 2008)

4. Menggetar (vibration)

Gerakan menggetar untuk merangsang atau menenangkan urat saraf dan dapat menghilangkan kerut pada wajah. Gerakan pijat dilakukan dengan ujung-ujung jari tangan, getarannya ringan dan lembut dengan gerakan yang lebih berat. Penerapan di kepala bagian samping dengan arah ke atas, bagian depan dan belakang/tengkuk (batas pertumbuhan rambut dan belakang) juga ke atas. Gerakan ini berguna untuk meningkatkan absorbsi dari cairan di jaringan lunak, menenangkan saraf-saraf superfisialis yang dapat mengurangi ketegangan dan menghasilkan relaksasi, dan bila dilakukan disepanjang usus besar dapat menyebabkan (Rosser, 2004).

Gambar 2.4 Metode Vibration

(55)

5. Memukul (tapotement/ tapotage)

Gerakan menepuk atau memukul dan bersifat merangsang jaringan otot, dilakukan dengan kedua tangan bergantian. Untuk memperoleh hentakan tangan yang ringan, tidak sakit pada klien tapi merangsang sesuai dengan tujuannya, maka diperlukan fleksibilitas pergelangan tangan. Tapotement di bagi menjadi 3 macam, yaitu:

1) Tapotement beating

Tapotement ini dilakukan dengan menggunakan dua tangan dalam posisi menggenggam. Pukulan dilakukan pada bagian yang lunak atau tebal dari sisi bawah tapak tangan. Pukulan dilaksanakan dengan cukup kuat di daerah sepanjang ruas-ruas tulang belakang (columa vertebralis). Manfaat dari Metode ini adalah: (1) memberikan rangsang yang kuat terhadap pusat saraf spinal beserta serabut-serabut saraf, (2) dapat membantu mendorong keluar sisa-sisa pembakaran yang masih tertinggal di sepanjang sendi ruas-ruas tulang belakang beserta otot-otot disekitarnya, terutama di daerah pinggang (vertebrae lumbalis) dan punggung (vertebrae thoracalis) (Tjipto Soeroso,1983). Berikut contoh gambar Metode tapotement beating:

(56)

2) Tapotement Clapping

Tapotement clapping dilakukan menggunakan seluruh permukaan tapak tangan dan jari-jari dengan membentuk cekungan. Tapotement ini akan merangsang serabut-serabut syaraf tepi (perifeer), terutama diseluruh daerah pinggang dan punggung. Bantalan udara yang ditimbulkan oleh adanya cekungan tapak tangan akan menimbulkan rasa hangat dan mengurangi rasa sakit. Warna merah yang kemudian timbul pada kulit menunjukkan terjadinya pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi pada pembuluh darah), berarti meningkatnya kelancaran peredaran darah dan penyebaran sari makanan di daerah tersebut (Bambang Priyonoadi, 2008). Berikut contoh gambar tapotement clapping:

Gambar 2.6 Metode tapotement claping (Sumber: Bambang Priyonoadi, 2008)

3) Tapotement Hacking

(57)

dengan cukup kuat tetapi luwes ini akan merangsang serabut saraf tepi, melancarkan peredaran darah dan juga merangsang organ-organ tubuh dibagian dalam. Tapotement yang dilakukan dengan lembut dan halus memberikan pengaruh penenangan dan penyegaran, hingga dapat menidurkan seseorang. Tapotement yang dilakukan dengan cukup kuat dan lunak akan merangsang saraf dan serabut otot untuk meningkatkan kemampaun kontraksinya untuk menghadapi kerja yang lebih berat. Berikut contoh gambar metode tapotement hacking:

Gambar 2.7 Metode tapotement hacking (Sumber: Bambang Priyonoadi, 2008)

2.4.4 Tekanan

(58)

2.4.5 Kecepatan

Sampai taraf tertentu kecepatan gerakan masase bergantung pada efek yang ingin dicapai. Umumnya, masase dilakukan untuk menghasilkan relaksasi pada orang yang dipijat dan frekuensi gerakan masase kurang lebih 15 kali dalam semenit (Price, 1997).

2.4.6 Durasi

Durasi atau lamanya suatu terapi masase bergantung pada luasnya tubuh yang akan dipijat. Rangkaian masase yang dianjurkan berlangsung antara 5 sampai 15 menit dengan mempertimbangkan luas daerah yang dipijat (Price, 1997).

2.4.7 Frekuensi

Price (1997) mengemukakan, umumnya diyakini bahwa masase paling efektif jika dilakukan tiap hari, beberapa peneliti mengemukakan bahwa terapi masase akan lebih bermanfaat bila dilakukan lebih sering dengan durasi yang lebih singkat. Menurut Breakey (1982) yang dikutip oleh Price (1997), masase selama 10 menit harus sudah menghasilkan relaksasi.

2.5 Konsep Minyak Esensial Lavender

2.5.1Definisi

(59)

Minyak Esensial dapat digunakan pada jaringan hidup tanpa menimbulkan banyak efek samping yang berbeda dengan obat-obatan sintetik yang membuat tubuh manusia harus beradaptasi terhadap efek yang ditimbulkan sehingga harus terus menerus menambah takaran dosisnya, hal seperti ini tidak pernah terjadi pada pemakaian minyak Esensial (Price,1997).

Minyak Esensial lavender merupakan minyak yang merupakan hasil ekstraksi dengan destilasi uap bunga dari tanaman Lavandula agustifolia (suku Lamiaceae). Memang ada satu spesies lain yang masih dalam satu famili yang bisa menghasilkan minyak lavender yaitu Lavandula latifolia Medicus, tetapi yang paling sering dipakai dan sudah banyak dipakai sebagai aromaterapi adalah dari tanaman Lavandula agustifolia

2.5.2 Manfaat minyak esensial lavender

Sifat farmakologi dari minyak lavender dalam menimbulkan efek relaksasi dipengaruhi oleh kandungan terbesarnya yaitu linalool dan linalil asetat serta sedikit dipengaruhi oleh kandungan geraniolnya. Efek farmakologi dalam menimbulkan relaksasi secara fisik dan psikologis dari minyak lavender ini cukup lengkap.

Berikut ini efek farmakologi untuk relaksasi yang bisa ditimbulkan oleh minyak lavender :

(60)

2) Memiliki sifat analgesik (Price, 2007; Bowels, 2003; McGuinness, 2007; Jane, 2003; de Sousa, 2011; Chu et al, 2001; Dobetsberger, 2010)

3) Memiliki sifat antispasmodik (menurunkan kontraktilitas otot lurik) (Price, 2007; Bowels, 2003; McGuinness, 2007; Balchin et al, 1999)

4) Menyeimbangkan sistem saraf tepi (Price, 2007)

5) Memiliki sifat menenangkan (Price, 2007; Bowels, 2003, Cook, 2008; Jane, 2003)

6) Memiliki efek sedatif (PRice, 2000; Bowels, 2003; Cook, 2008; McGuinness, 2007; Jane, 2003; Chu et al, 2001)

7) Hipotensif (PRice, 2000; McGuinness, 2007) 8) Menurunkan frekuensi jantung (Price, 2007)

9) Antidepresan (Rich, 1994; Cook, 2008; Jane, 2003; Conrad et al, 2012)

10) Antiansietas (Cooke, 2000; Kristanti, 2010; Chu et al, 2001; Dobetsberger, 2010; Conrad et al, 2012)

11) Antiinsomnia (Chien et al, 2012)

12) Meningkatkan daya konsentrasi (Price, 2007) 2.5.3 Cara kerja minyak esensial laveender

1) Absorpsi melalui kulit

Berdasarkan sifat kulit, senyawa yang lipofilik (larut dalam lemak, misal minyak

atsiri) mudah terabsorbsi. Kebanyakan minyak atsiri yang digunakan dalam

aromaterapi dapat menembus kulit. Begitu menembus lapisan epidermis, molekul

minyak atsiri dapat dengan mudah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya

(61)

Molekul-molekul itu akan ikut bersirkulasi dan dibawa oleh sistem sirkulasi baik

sirkulasi darah maupun sirkulasi limfatik melalui pembuluh-pembuluh kapiler.

Selanjutnya, pembuluh-pembuluh kapiler mengantarnya ke susunan saraf pusat dan

oleh otak akan dikirim berupa pesan ke organ tubuh yang mengalami gangguan atau

ketidakseimbangan. Molekul yang mencapai setiap sel otak dikonversikan menjadi

suatu aksi dengan pelepasan substansi neurokimia berupa perasaan senang, rileks,

dan tenang. Minyak esensial yang dioleskan disertai pemijatan akan lebih

merangsang sistem sirkulasi untuk bekerja lebih aktif (Annisa, 2011).

Pada proses ini essential oil dicampur dengan carrier oil terlebih sebelum digunakan sebagai Aromatherapy Massage Oil (sebagai minyak pijat beraromaterapi). Massage oil (Aromatherapy oil) ini selanjutnya dibubuhi ke tubuh pengguna sambil dilakukan pemijatan untuk memberikan efek relaksasi. Pada saat ini senyawa kimiawi alami yang terkandung dalam essential oil masuk ketubuh melalui pembuluh-pembuluh yang terdapat disepanjang epidermis dan dermis kulit sehingga memberikan efek positif pada kulit dan tubuh pengguna. (Price, 1997).

2) Pemberian melalui nasal

(62)

bekerja sebaagi pemacar serta regulator menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian otak yang lain dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat euforik, relaksan, sedatif, atau stimulan menurut keperluan tubuh (Price, 1997).

3) Pemakaian topikal

Pemakaian topikal berarti „pengolesan minyak esensial yang bisa dilakukan

sendiri atau dengan bantuan orang lain. Terapi dengan masase menggunakan gerakan rutin yang teratur untuk mencapai tujuan yang spesifik, misalnya relaksasi. Para terapis aroma yang profesional kebanyakan menggunakan minyak Esensial dengan masase (Price, 1997).

2.6 Pengaruh masase ekstremitas bawah dengan minyak esensial lavender

dalam menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi

Masase dapat menghasilkan relaksasi oleh stimulasi taktil di jaringan tubuh menyebabkan respon neurohumoral yang kompleks dalam The HypothalamicPituitary Axis (HPA) ke sirkuit melalui pusat jalur sistem saraf. Stimulus tersebut didistribusikan otak tengah melalui korteks di otak dan diinterpretasikan sebagai respon relaksasi (Lawton, 2003).

(63)

menghambat aktivitas saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi sistemik dan penurunan kontraktilitas otot jantung yang bermanifestasi pada penurunan kecepatan denyut jantung, curah jantung serta volume sekuncup yang pada akhirnya menyebabkan penurunan tekanan darah (Retno, 2012). Efek penurunan tekanan darah dari masase didapatkan melalui peningkatan vasodilatasi pembuluh darah dan getah bening, meningkatkan level serotonin, mengurangi sekresi hormon katekolamin dan dapat mengurangi rasa nyeri kepala akibat hipertensi, sehingga komplikasi lebih lanjut dapat dicegah.

Masase menjadi proses mediasi untuk pengurangan stres fisiologis dan psikologis pada lansia. Masase mempunyai efek relaksasi yang dapat menurunkan skresi noreepinefrin dan ADH, serta meningkatkan sekresi endorphin. Kesemua efek ini akan memiliki manfaat dalam penurunan tekanan darah pada lansia. Komposisi utama dalam lavender adalah linalool asetat. Karena komposisi utama dalam minyak lavender adalah linalool asetat yang mampu memberi esek antispasmodik untuk mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat syaraf dan otot-otot yang tegang. Aroma lavender bekerja mempengaruhi kerja sistem limbik dengan meningkatkan perasaan positif dan rileks (Smeltzer and Bare, 2001).

(64)

pituitari juga melepaskan agen kimia ke dalam sirkulasi darah untuk mengatur fungsi kelenjar lain seperti tiroid dan adrenal. Bau yang menimbulkan rasa tenang akan merangsang daerah di otak yang disebut raphe nucleus untuk mengeluarkan sekresi serotonin (Sholikha, 2011). Serotonin memiliki efek dalam menurunkan tekanan darah dengan menekan aktivitas saraf simpatis. Serotonin memiliki peran penting pada regulasi pembuluh darah, dimana serotonin memiliki efek vasodilatasi melalui aktivitas reseptor S1. Serotonin juga berfungsi menekan aktivitas ACTH dan menurunkan kadar kotisol, dimana kortisol berefek dalam vasokontriksi pembuluh darah (Psychother, 2005 dalam Arthini, 2012).

Beta endorphin memiliki efek positif pada tubuh dan pikiran, dimana saat beta endorphin dilepaskan, tekanan darah akan menurun (Sholikha, 2011). Beta endorphin merupakan hormone anti stress yang dapat menimbulkan efek relaksasi. Aktivitas beta endorphin menekan aktivitas saraf simpatis yang dapat menurunkan kadar kortisol dan hormone adrenalin sehingga tekanan darah menurun (Psychother, 2005 dalam Arthini, 2012).

2.7 Konsep Teori Kenyamanan Kolcaba

(65)

keperawatan Amerika yang memperoleh PhD dalam dunia keperawatan dan sertifikasi otoritas sebagai perawat klinik spesialis.

2.7.1 Bentuk Kenyamanan

Kolcaba menggambarkan kenyamanan dalam 3 bentuk (Kolcaba, 1991 dalam Tomey & Alligood, 2006) yaitu :

1. Merasa tertolong (relief )

Merupakan keadaan dimana rasa tidak nyaman berkurang dengan latar belakang teoritikal teori Orlando (1961) yang menggambarkan filosofi keperawatan berdasarkan kebutuhan.

2. Merasa lebih ringan (ease)

Merupakan kondisi hilangnya rasa tidak nyaman yang spesifik dengan latar belakang teoritikal Henderson (1966) tentang 13 kebutuhan dasar manusia. Untuk berada dalam tingkat ease, pasien atau keluarga tidak harus mempunyai pengalaman ketidaknyaman spesifik sebelumnya (misalnya kecenderungan nafas pendek pada anak dengan asthma atau kecemasan akut pada anggota keluarga).

3. Transendensi (transcendence)

(66)

2.7.2 Konteks Kenyamanan 1. Kebutuhan kenyamanan fisik

Kebutuhan kenyamanan fisik meliputi penurunan mekanisme fisiologis beresiko karena suatu penyakit atau prosedur invasif. Terdapat dua kebutuhan fisik yaitu kebutuhan fisik yang tak terlihat dimana pasien atau keluarga tidak waspada (keseimbangan cairan dan elektrolit, oksigenasi dan termoregulasi) dan kebutuhan fisik yang terlihat (nyeri, mual, muntah, menggigil, gatal).

2. Kebutuhan rasa nyaman psikospiritual

Kebutuhan kenyamanan psikospiritual meliputi kebutuhan terhadap kepercayaan diri, motivasi. Kebutuhan ini seringkali dipenuhi dengan ketenangan jiwa yang berfokus pada transcendence seperti pijatan, kebersihan mulut, pengunjung, sentuhan dan memfasilitasi kenyamanan personal.

3. Kebutuhan kenyamanan sosiokultural

(67)

planning dapat membantu memenuhi kebutuhan sosial transisi sebelum di rumah.

2.7.3 Pernyataan dari Teori Kolcaba

(68)

kebijakan terbaik sekunder terhadap hasil positif yang dialami oleh pasien (Kolcaba, 2002 dalam Sandra & Timothy, 2013).

2.7.4 Adaptasi Kerangka Teori Kolcaba

Konsep kenyamanan muncul secara universal dalam semua budaya. Sifat

universal dari konsep kenyamanan dapat diperkirakan bahwa pencapaian

kenyamanan yang optimal adalah sebuah tujuan yang tepat untuk pelayanan

kesehatan. Kolcaba menempatkan teori kenyamanan dalam domain keperawatan,

namun ia berpendapat bahwa sebuah institusi yang berkomitmen menemukan

kebutuhan pelayanan kesehatan bagi pasien, teori kenyamanan dapat berpotensi

sebagai sebuah pendekatan institusi yang luas (March & McCormak, 2009 dalam

Quyumi, et al., 2013).

Gambar 2.9 Model Middle Range Theory Comfort (model konseptual yang dikembangkan oleh Kolcaba dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks kenyamanan)

Keterangan gambar :

(69)

2. Intervening variabel adalah faktor-faktor yang sulit untuk diubah dan provider hanya punya sedikit kontrol (seperti prognosis, kondisi keuangan, dukungan sosial, pengalaman masa lalu, usia, sikap, status emosional, finansial atau ekonomi)

3. Comfort atau kenyamanan adalah sebuah konsep yang memiliki hubungan kuat dengan keperawatan. Perawat secara tradisional menyediakan kenyamanan untuk pasien dan keluarga melalui intervensi yang dapat disebut ukuran kenyamanan. Tindakan pemenuhan kenyamanan oleh perawat akan memperkuat pasien dan keluarga (bisa ditemukan di rumah mereka sendiri, rumah sakit, komunitas dan negara). Ketika pasien dan keluarganya dikuatkan oleh tindakan personil pelaan kesehatan (perawat), mereka dapat memiliki perilaku mencari sehat (health seeking behaviours) yang lebih baik. Hubungan positif antara tindakan-tindakan keperawtan yang penuh pertimbangan dan kenyamanan termuat dalam bagian pertama dari Teori kenyamanan Kolcaba.

4. Enhanced comfort atau kenyamanan yang meningkat, adalah sebuah hasil yang diinginkan secara cepat dalam asuhan keperawatan. Selain itu, ketika intervensi kenyamanan diberikan secara konsiste dari waktu ke waktu, mereka secara teoritis, dikorelasikan dengan kecenderungan peningkatan tingkat kenyamanan dari waktu ke waktu dengan keinginan perilaku mencari sehat (health seeking behaviour).

(70)

(penyembuhan, fungsi imun, jumlah sel T), eksternal (aktivitas yang berhubungan dengan kesehatan, hasil fungsional) atau kematian yang damai. Hubungan antara kenyamanan dan perilaku mencari sehat dikemukakan dalam bagian kedua dari teori kenyamanan Kolcaba.

6. Integritas institusional merupakan hasil pembaharuan Kolcaba pada tahun 2007, yang didefinisikan sebagai nilai-nilai, stabilitas keuangan dan keseluruhan dari organisasi pelayanan kesehatan pada tingkat lokal, regional ataupun nasional. Selain sistem rumah sakit, definisi dari institusi termasuk agen-agen kesehatan masyarakat, agen homecare, nursing home, program medicare.

7. Best policies atau kebijakan terbaik adalah protokol dan prosedur yang dikembangkan oleh sebuah institusi untuk digunakan secara keseluruhan setelah pengumpulan bukti.

8. Best practice atau praktik adalah protocol dan prosedur yang dikembangkan oleh sebuah institusi untuk pasien spesifik atau aplikasi keluarga setelah pengumpulan bukti.

2.8 Keaslian Penelitian

(71)

Tabel 2.2. Keaslian Penelitian

No Judul Artikel; Penulis; Tahun

D : eksperimental semu ( quasy experimental two group pre test-post test Di bps utami dan ruang ponek

Rsud karanganyar

(72)

dan massage effleurage 5. Pengaruh terapi back

massage terhadap intensitas nyeri

reumatik pada lansia di wilayah Puskemas pembantu karang asem

D : Pre eksperimental dengan pendekatan one group pretest posttest S : 13.

I : Kuesioner NRS A : uji statistik non parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test

(73)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Masase Ekstremitas Bawah dengan Minyak Esensial Lavender Terhadap Penurunan Tekanan Darah

(74)
(75)

3.2Hipotesis

Gambar

Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Penelitian
Tabel  2 1.   Klasifikasi hipertensi lansia menurut JNC VII
Gambar 2.1 Metode efflurage
Gambar 2.2 Metode Petrisage
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan (52) sangat penting dalam teori dan praktek, karena banyak persamaan diferensial linear orde-dua dapat direduksi ke persamaan ini dan karena banyak fungsi khusus

Tabel untuk hasil pengujian sistem yang telah dilakukan pada sistem alarm keamanan rumah dengan menggunakan motion detection melalui MMS dapat dilihat pada tabel 5.1...

Pertama model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Model pembelajaran ini merupakan pembelajaran kooperatif di mana guru harus membentuk peserta didik menjadi beberapa kelompok kecil.

Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Hubungan Tingkat Sadar Gizi Keluarga dan Status Gizi Balita di Puskesmas Padang Bulan Medan”, maka saya

 Berlaku untuk pembelian hanya melalui agoda.com/bankmandiri 17 November 2017-31 Desember 2017 Semua Mandiri Kartu Kredit termasuk Kartu Hypermart dan Kartu Co-Brand

Peranan guru secara profesional harus terus dilatih. Lima hal pokok yang telah disebutkan di atas merupakan suatu keharusan yang dipunyai oleh seorang guru terutama adalah komitmen

Karakteristik dioda sendiri merupakan komponen elektro yang memiliki dua saluran aktif, anoda dan katoda, tapi terkadang memiliki tiga saluran dimana saluran yang satunya

Kita dapat menyimpulkan bahwa jumlah mahasiswa Pendidikan Dokter yang memiliki sikap positif terhadap Matematika lebih banyak daripada sikap negatif... 62 sebanyak