• Tidak ada hasil yang ditemukan

Critical Review Pengukuran Peringkat Day

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Critical Review Pengukuran Peringkat Day"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan critical review dengan judul “Pengukuran Peringkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara”dengan lancar. Selama proses penulisan penulis banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain sehingga paper ini dapat terselesaikan dengan optimal. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian paper ini yaitu:

1. Dosen Mata Kuliah Ekonomi Wilayah, Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg., dan Ibu Vely Kukinul Siswanto, ST. MT. M.Sc.

2. Orangtua yang selalu memberikan motivasi.

3. Teman-teman yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan paper ini.

Sekian, semoga paper ini dapat bermanfaat secara luas dan menginspirasi gagasan-gagasanbarusebagai solusi permasalahan pembangunan wilayah dan kota. Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Surabaya, 17 Maret 2015

(2)

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Perubahan paradigma pembangunan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi pembangunan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sebagai konsekuensinya, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dituntut untuk mampu memahami dan mengelola serta mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki sesuai dengan wewenang yang dimiliki untuk dapat mendukung tercapainya tujuan pembangunan daerah.

Pengembangan wilayah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat harus dilakukan dengan suatu pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam konsep kota berkelanjutan (World Bank Institute, 2002). Semakin tinggi tingkat daya saing suatu kota, maka tingkat kesejahteraan masyarakatnya pun semakin tinggi. Oleh karena itu, daya saing wilayah merupakan perihal vital untuk diperhatikan dalam perencanaan pengembangan dan pembangunan wilayah.

Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu propinsi di Pulau Sulawesi. Dengan menduduki peringkat ke-18 dari 26 provinsi, tingkat daya saing nasional provinsi ini tergolong cukup rendah, di mana sangat terkait antara daya saing provinsi dalam skala nasional dengan daya saing wilayah pada masing-masing kabupaten/kota di provinsi itu sendiri.

Hal inilah yang mendasari perlunya pengukuran peringkat daya saing wilayah pada tiap-tiap kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penulisan ini adalah untuk mengeksplorasi faktor-faktor penentu daya saing wilayah serta tahapan analisanya. Dalam hal ini, penulis menggunakan studi kasus penelitian di Provinsi Sulawesi Tenggara.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Review Penelitian

Daya saing wilayah, menurut World Bank Institute merupakan salah satu kriteria konsep kota berkelanjutan (sustainable city). Daya saing wilayah dalam penelitian diukur melalui variabel yang meliputi perekonomian daerah, infrasruktur dan sumber daya alam, serta sumber daya manusia. Ketiga variabel ini kemudian dikaitkan dengan kebijakan sektoral.

(3)

Variabel-variabel penelitian ini dikembangkan menjadi sub-sub dan spesifikasi sebagai indikator, antara lain sebagai berikut:

Tabel 1. Variabel Penelitian

Variabel Sub Variabel Spesifikasi

Perekonomian Daerah

Nilai Tambah PDRB

Laju pertumbuhan PDRB PDRB per kapita

Tabungan Tabungan

Laju pertumbuhan tabungan

Kinerja sektoral Laju pertumbuhan produktivitas sektor industri

Laju pertumbuhan produktivitas sektor jasa Laju pertumbuhan produktivitas sektor pertanian

Infrastruktur dan SDA

Modal Alamiah Ketersediaan dan kualitas sumber daya lahan Ketersediaan dan kualitas sumber daya air Ketersediaan dan kualitas sumber daya hutan Modal Fisik Luas wilayah perkotaan

Panjang jalan per luas wilayah perkotaan Kualitas jalan raya

Produksi listrik

Fasilitas telepon per kapita

Sumber daya manusia

Ketenagakerjaan Angka ketregantungan Angkatan kerja

Presentase angkatan kerja

Presentase penduduk usia produktif/total penduduk

Jumlah penduduk bekerja Pengangguran

Pendidikan Tingkat partisipasi siswa

Rasio jumlah pengajar terhadap siswa Sumber: Irawati, 2012

Penentuan bobot atas perbandingan relatif dilakukan dengan menghimpun pendapat dari stakeholder yang sebagai responden penelitian, yang terdiri dari ahli ekonomi, PKW, pendidikan, ketenagakerjaan, pertanahan, infrastruktur, industri dan perdagangan, serta tokoh masyarakat di masing-masing wilayah.

Variabel-variabel ini kemudian dilakukan proses analisis dengan menggunakan analisis deksriptif kualitatif dengan teknik analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk membandingkan tingkat kepentingan realtif masing-masing kriteria yang diteliti.

(4)

Adapun proses analisa yang dilakukan dapat diperjelas oleh bagan berikut: Diagram 1. Tahapan Proses Analisa Penelitian

Sumber: Analisis, 2015

Tahapan tersebut kemudian dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian. Adapun rangkuman hasil penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Penelitian

Kabupaten/Kota Fungsi Variabel Peringkat daya saing

(5)

Kab. Konawe Selatan

PKL 6 9 7 7

Kab. Bombana PKL 2 6 9 8

Kab. Kolaka Utara

PKL 7 7 8 9

Sumber: Irawati, 2015

Secara umum, jika ditinjau dari 3 variabel berbeda, maka peringkat masing-masing wilayah cenderung berbeda pula. Adapun dari variabel perekonomian daerah, Kabupaten Buton, Bombana, dan Konawe menempati peringkat teratas. Sementara jika ditinjau dari variabel infrastruktur dan sumber daya alam, Kabupaten Konawa, Kolaka, dan Kota Kendari mnempati peringkat teratas. Bila ditinjau dari variabel sumber daya manusia, Kabupaten Konawe, Muna, dan Kota Kendari merupakan wilayah dengan peringkat teratas. Di sisi lain, Kabupaten Wakatobi dan Kolaka Utara memiliki peringkat terendah bila ditinjau dari ketiga variabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing di kedua wilayah tersebut juga sangat rendah.

Secara umum, dapat disimpulkan wilayah dengan daya saing tertinggi adalah Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Kolaka. Bila dilihat melalui peringkat daya saingnya yang tinggi, maka penentuan pusat pengembangan di masing-masing wilayah pengembangan (WP) dirasa sudah sesuai.

2.2. Implikasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Wilayah

Melalui hasil penelitian, diketahui bahwa pada masing-masing variabel, terdapat wilayah dengan tingkat daya saing yang rendah. Oleh karena itu, mengacu pada indikator daya saing wilayah, maka implikasi kebijakan yang dapat diterapkan antara lain:

1. Peningkatan perekonomian daerah melalui pengelolaan dan penggalian sumber dana potensial. Selain itu, perlu dilakukannya analisis ekonomi basis dan upaya peningkatan sektor-sektor strategis sebagai basis perekonomian utama (industri, perdagangan dan jasa, atau pertanian). Adapun wilayah yang diprioritaskan pengembangan perekonomian daerah adalah Kabupaten Muna, Wakatobi, dan Kolaka Utara.

2. Pembangunan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Infrastruktur memiliki peranan penting dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Infrastruktur yang memadai akan memberikan daya saing wilayah yang lebih baik. Infrastruktur yang harus ditingkatkan antara lain kualitas jalan raya, listrik, dan jaringan telepon. Di sisi lain, sumber daya alam sebagai komoditas primer untuk meningktakan daya saing wilayah juga harus dikelola dengan baik dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip sustainable development. Hal ini dikarenakan ketersediaan sumber daya alam (dalam hal ini, air, lahan, dan hutan) yang terbatas, sehingga diperlukan manajemen pengelolaan yang tepat. Adapun wilayah yang diprioritaskan dalam pengembangan infrastruktur dan SDA adalah Kabupaten Konawe Selatan, Buton, dan Wakatobi.

(6)

menerapkan kebijaka pemberian subsidi pendidikan terhadap masyarakat miskin untuk menekan kesenjangan antar wilayah. Wilayah yang harus diprioritaskan dalam peningkatan mutu sumber daya manusia adalah Kabupaten Kolaka Utara, Bombana, dan Wakatobi.

2.3 Tinjauan Analisa Penelitian 2.3.1 Variabel Penelitian

Penelitian pengukuran tingkat daya saing wilayah di Provinsi Sulawesi Tenggara ini menggunakan 3 indikator, yaitu variabel perekonomian daerah, infrastruktur dan SDA, serta SDM. Menurut Frost and Monner (2005), faktor yang mempengaruhi competitiveness adalah infrastruktur, komunikasi, dan pelayanan publik; persaingan bisnis dan kerjasama; akses ke sumber daya alam dan keterampilan; lokasi relatif terhadap pasarmanajemen resiko; serta modal sosial dan standar hidup wilayah. Sementara menurut Armida (2002), terdapat 9 indikator utama dalam menentukan daya saing wilayah, antara lain perekonomian daerah, keterbukaan, SDM, sistem keuangan, kelembagaan, infrastruktur dan SDA, pemerintah dan kebijakan, IPTEK, serta manajemen mikro-makro ekonomi.

Ditinjau dari perbandingan antara indikator-indikator daya saing wilayah yang dikemukakan pada teori di atas, indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan kurang spesifik, sehingga hasil penelitian dirasa kurang representatif terhadap daya saing Provinsi Sulawesi Tenggara. Terlebih lagi, indikator kepemerintahan yang merupakan salah satu indikator utama, juga tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Menurut Ghozali (2012), kebijakan ekonomi pemerintah dapat meningkatkan atau bahkan menurunkan daya saing wilayah. Hal ini dikarenakan pemerintah merupakan pihak berwenang dalam merumuskan kebijakan dan menentukan keputusan. Oleh karena itu, penelitian ini sebaiknya juga memasukkan pemerintah sebagai salah satu variabel pengukur tingkat daya saing wilayah.

2.3.2 Alat Analisis

Dalam penelitian ini, digunakan alat analisis Analytical Hierarchy Process (AHP). Menurut Saaty (1994), Analytic Hierarchy Process adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.Alat ini membantu memecahkan persoalan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan untuk menentukan bobot atau prioritas.

Dalam penelitian ini, AHP memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain:

Tabel 3. Perbandingan kekurangan dan kelebihan teknik analisa yang digunakan

Kelebihan Kekurangan

Menggunakan input kualitatif, yakni persepsi stakeholder yang dianggap expert atau ahli, sehingga alat ini

(7)

dianggap sebagai alat pengambil keputusan yang komperhensif karena mengacu pada pendapat para ahli yang tepat sasaran.

yang diperoleh bersifat kualitatif dan sangat bergantung pada stakeholder yang dipilih, sehingga seharusnya sebelum melakukan pengumpulan data (wawancara/kuesioner), peneliti harus sudah menguji apakah stakeholder yang dipilih memenuhi kriteria sebagai responden.

Ketepatan dalam memilih responden akan berpengaruh terhadap invaliditas hasil penelitian, dan dampak jangka panjangnya adalah terjadi kesalahan penerapan kebijakan pada wilayah penelitian.

Mampu menampung objektivitas seluruh responden (multi-objectives dan multi-criterias).

Data sangat mungkin bersifat terlalu subjektif, bergantung pada pandangan responden yang dipilih.

Melibatkan stakeholder terkait dalam proses penelitian untuk memperkaya pandangan atau pendapat terhadap masalah penelitan. Dalam penelitian ini, responden yang dilibatkan adalah ahli ekonomi, PKW, pendidikan, ketenagakerjaan, pertanahan, infrastruktur, industri dan perdagangan, serta tokoh masyarakat di masing-masing wilayah.

Salah satu syarat agar penelitian kualitatif menggunakan alat AHP dianggap valid, adalah dengan memperhatikan seluruh elemen terkait, yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. Namun, pada penelitian ini, tidak ditemukan responden dari instrumen pemerintah.

Urgensi menggunakan pemerintah sebagai salah satu responden adalah pemerintah sebagai policy and decision maker terhadap seluruh kebijakan, baik kebijakan di masing-masing wilayah maupun kebijakan sektoral.

Ketidaklengkapan peneliti dalam memilih responden dapat berdampak pada tidak sinkronnya hasil penelitian terhadap kebijakan atau arahan yang sudah ditetapkan di wilayah tersebut. Sumber: Analisa, 2015

(8)

2.4 Studi Komparasi Penelitian Identifikasi Daya Saing Wilayah di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Riau

Penelitian serupa dilakukan di Provinsi Riau pada 2013 yang juga menggunakan metode analisa deskriptif, namun dengan teknik analisis faktor dan korelasi. Analisis faktor merupakan sebuah teknik analisis untuk mencari faktor-faktor yang mampu menjelaskan hubungan antara berbagai indikator independen yang diteliti. Melalui analisis faktor, akan diperoleh suatu faktor yang merupakan kumpulan beberapa peubah atau kasus sebagai suatu perinci tipologi daerah. Selanjutnya, dilakukan analisa korelasi untuk mengetahui keterkaitan antar indikator daya saing daerah yang digunakan dalam penelitian secara keseluruhan.

Adapun data yang digunakan adalah data potensi daerah di tiap kabupaten/kota di Provinsi Riau yang terdiri dari PDRB, Susenas, Podes, Statistik Keuangan, Riau dalam Angka, Indikator Sosial Ekonomi Daerah Provinsi Riau. Data-data tersebut dikumpulkan dalam periode waktu tertentu atau yang biasa disebut cross section data pada tahun 2010.

Penelitian identifikasi daya saing wilayah di Provinsi Riau ini menggunakan indikator daya saing menurut Simanungkalit (2003), yaitu: (1) perekonomian dan keuangan daerah, (2) aktivitas perekonomian penduduk, (3) ketenagakerjaan, (4) kependudukan, (5) transportasi dan komunikasi, (6) kesenjangan daerah, (7) perumahan dan lingkungan, (8) potensi sumberdaya, serta (9) pemerintahan dan rentang kendali.

Melalui analisis faktor, maka diketahui pengelompokan/kluster wilayah pada masing-masing indikator dengan klasifikasi kriteria tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan ini akan digunakan untuk penentuan tipologi wilayah berdasarkan masing-masing aspek. Penentuan tipologi ini berguna untuk arahan kebijakan pengembangan sektoral.

Selanjutnya, dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui apakah suatu indikator berkaitan dengan indikator lainnya. Identifkasi keterkaitan ini berguna untuk mengetahui arahan kebijakan mengenai pengembangan dan peningkatan suatu sektor harus didukung dengan perkembangan dan peningkatan di sektor-sektor yang berhubungan. Sebagai contoh, indikator transportasi dan komunikasi, perekonomian dan keuangan daerah, serta kesenjangan daerah berkorelasi dengan seluruh indikator daya saing daerah yang dianalisis, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut merupakan prioritas dalam mempercepat peningkatan daya saing kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Dalam summary singkat mengenai penelitian daya saing wilayah di 2 wilayah berbeda tersebut, maka diperoleh perbandingan sebagai berikut:

Tabel 4. Perbandingan penelitian daya saing wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Provinsi Riau

Penelitian Daya Saing Wilayah

Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Riau Kelebihan  Menggunakan teknik analisis

AHP sehingga dapat diketahui prioritas dari variabel-variabel yang ditentukan berdasar pendapat stakeholder yang dianggap ahli dalam daya saing wilayah di Provinsi Sulawesi Tenggara..

(9)

 Indikator yang ditetapkan menggunakan data kuantitatif (misal: PDRB) namun kemudian dikonfirmasikan kepada stakeholder untuk mengetahui apakah indikator tersebut signifikan terhadap daya saing wilayah di Provinsi Sulawesi Tenggara.

 Mengetahui urutan peringkat daya saing pada tiap kabupaten/kota

sektoral dan skala prioritas/urgensi tiap wilayah (diprioritaskan pada wilayah dengan pelayanan rendah, sedang, atau tinggi).

 Data yang digunakan kuantitatif dan terukur, sehingga tingkat subjektivitasnya lebih tinggi dan relatif lebih valid.

 Terdapat usulan-usulan program sebagai solusi untuk pengembangan daya saing pada masing-masing sektor dan wilayah yang diprioritaskan. Kekurangan  Kriteria/indikator yang

ditetapkan terlalu makro, meskipun didasarkan pada standar-standar yang cukup rinci, sehingga arahan kebijakan untuk meningkatkan daya saing wilayah juga relatif tidak spesifik.

 Hanya dilakukan pemeringkatan pada tiap wilayah menyebabkan tidak dapat diperoleh pengelompokan pada tiap sektor, Hal ini menyebabkan pengembangan daya saing wilayah melalui sektor strategis dilakukan per wilayah dan tidak menyeluruh.

 Sifat data yang dikumpulkan adalah murni kuantitatif menyebabkan maka tidak terdapat “kewajiban” untuk melakukan konfirmasi terhadap stakeholder terkait, sehingga hasil penelitian cenderung satu arah dan tidak memperhatikan kontribusi faktor-faktor lain yang tidak terukur.

 Variabel yang dikumpulkan tidak disertai dengan informasi spesifikasi indikator dan sumber data, sehingga sulit dilakukan klasifikasi data yang telah dihimpun oleh peneliti.

Output  Peringkat kabupaten/kota pada tiap-tiap variabel yang diteliti (variabel perekonomian daerah, infrastruktur dan SDA, serta SDM) serta peringkat daya saing antar kabupaten/kota.

 Pengelompokan wilayah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini mempermudah perlakuan/kebijakan sesuai dengan cluster-cluster wilayah penelitian.

Sumber: Analisa, 2015

2.5 Lesson Learned

Pelajaran yang diperoleh dalam mereview penelitian ini adalah:

(10)

 Dalam pengukuran daya saing wilayah terdapat beragam indikator yang bisa digunakan, dengan data kualitatif maupun kuantitatif. Adapun apabila meninjau dengan data kualitatif, maka harus dilakukan ditentukan expert stakeholder dalam bidang-bidang yang bersinggungan dengan daya saing wilayah.

 Dengan alat analisa AHP, output penelitian berupa peringkat daya saing wilayah yang didasarkan pada penyusunan tingkat kepentingan 3 variabel yang telah ditetapkan menurut persepsi stakeholder.

 Penggunaan AHP sebagai alat analisa daya saing wilayah seharusnya diperkuat dengan melakukan proses analisis data-data kuantitatif, sehingga keluaran penelitian dapat dikatakan valid. Oleh karena itu, diusulkan penelitian sejenis seharusnya menggunakan perpaduan antara teknik analisa kuantitatif dan kualitatif.

 Sistem pemeringkatan hanya mampu mengetahui tingkatan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Alangkah lebih bila dilakukan pengelompokan wilayah sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu pada tiap variabel. Hal ini tentu akan mempermudah pemerintah dalam merumuskan strategi pemerataan pembangunan daya saing wilayah.

 Komparasi antara hasil penelitian dengan arahan pusat pengembangan dilakukan sebagai bentuk konfirmasi ulang terhadap kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Daya saing wilayah merupakan salah satu ukuran suatu daerah dapat disebut sebagai kota berkelanjutan. Menurut Porter (2000), konsep daya saing wilayah umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu wilayah dalam mempertahankan atau meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan. Daya saing juga diartikan sebagai kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan disamping kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan (Santoso, 2009). Oleh karena itu, daya saing wilayah perlu diperhatikan dalam menciptakan wilayah yang berkelanjutan. Wilayah yang memiliki daya saing wilayah akan mampu mengikuti perubahan global, karena terus berkembang dengan keunggulannya masing-masing.

(11)

Secara umum, hasil penelitian ini dapat digunakan bagi pemerintah setempat untuk merumuskan strategi pengembangan wilayah pada tiap kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

3.2 Daftar Pustaka

Irawati, Ira. 2012. Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Bandung: Undip.

Bakce, Djaimi dkk. 2013. Analisis Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Riau: Unri.

Ghozali, Achmad. 2013. Faktor Utama dalam Peningkatan Daya Saing Perkotaan, Surabaya: ITS.

Imawan, Riswandha. 2002. Peningkatan Daya Saing: Oendekatan Paradigmatik-Politiss. Jogjakarta: UGM.

Gambar

Tabel 1. Variabel Penelitian
Tabel 2. Hasil Penelitian
Tabel 4. Perbandingan penelitian daya saing wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Provinsi Riau

Referensi

Dokumen terkait

Perguruan tinggi tidak memiliki unit atau lembaga yang khusus berfungsi untuk mengkaji dan mengembangkan sistem serta mutu pembelajaran, tetapi fungsinya dilaksanakan

Kesimpulan penelitian ini bahwa umur, paritas, riwayat kehamilan sebelumnya, trauma, jarak kehamilan berhubungan signifikan dengan kejadian ketuban pecah

Semoga penghasilan Buku Prosedur Operasi Standard (SOP) Menangani Penularan COVID-19 ini dapat membantu semua pihak yang terlibat dalam pengurusan akademik, pengajaran

Dihubungkan dengan perilaku disiplin maka tujuan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan pengertian disiplin seperti yang telah dijelaskan oleh Rachman, disiplin adalah

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan disebutkan bahwa Standar Penilaian Pendidikan bertujuan

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah seorang peserta didik yang belajar di bangku perkuliahan dengan mengambil jurusan yang

Uji statistik t berguna untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dan