TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Manajemen Pondok Pesantren a. Konsep Manajemen
6) Metode Demontrasi (Praktek Ibadah)
Metode demontrasi adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Dengan mengikuti petunjuk dari para kyai atau ustadz.
B. Tinjauan Tentang Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut kamus besar bahasa Indonesia Poerwodarminto, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter juga bisa diartikan sebagai tabi’at yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau disebut kebiasaan. Karakter juga diartikan sebagai watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkahlaku atau kepribadian.
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkahlaku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Sedangkan menurut Elkind dan Sweet (2004) pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila.
Menurut T. Ramli (2003) dalam http://www.mtsnslawi. sch.id/2011/01/konsep-pendidikan-karakter.html, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai-nilai karakter dasar tersebut adalah cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya integritas. Pendidikan karakter di pondok pesantren harus berpijak kepada nilai-nilai dasar karakter dan nilai-nilai dasar agama Islam, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi ( yang bersifat absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan pondok pesantren itu sendiri).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup ketedanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Berkowitz (1998) menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar
(cogntion) menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya saja ketika seseorang berbuat jujur, hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh sebab itu pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain affection atau emosi).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman niali-nilai karakter kepada warga sekolah/pondok pesantren yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di pondok pesantren, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan pondok pesantren itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelalolaan mata pelajaran, manajemen pondok pesantren, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan pondok pesantren, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga pondok pesantren.
Menurut Bannet (1991) sekolah/pondok pesantren mempunyai peran yang amat penting dalam pendidikan karakter anak, karena anak-anak menghabiskan waktu cukup banyak bahkan semua waktunya berada di pondok pesantren, dan apa yang terekam dalam memori anak-anak di pesantren akan mempengaruhi kepribadian anak-anak ketika dewasa kelak. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitif), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Menurut Lickona, tanpa ketiga aspek tersebut, maka pendidikan karakater tidak akan efektif, sejalan apa yang disampaiakan oleh Suyanto (2010) pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional pasal I UU RI, Sisdiknas Tahun 2003 menyatakan bahwa diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amana UU Sisdiknas tersebut dimaksudkan agar pendidikan tidak hanya membentuk manusia Indonesia yang cerdas saja, namun juga berkepribadian atau berkarakter yang baik, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafaskan nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter
Pendidikan saat ini merupakan topik yang banyak dibicarakan di kalangan pendidik. Pendidikan karakter diyakini sebagai aspek penting dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter masyarakat yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa “emas” namun “kritis” bagi pembentukan karakter seseorang. Untuk itu tepat sekali jika pendidikan karakter menjadi program prioritas Kemindiknas tahun 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Selanjutnya pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Adapun fungsi dari pendidikan karakter adalah (1) menegembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik, (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa
yang multikultural, (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
c. Langkah-Langkah Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter santri, dapat dilakukan melalui memasukkan konsep karakter pada setiap kegiatan proses pembelajaran.Selain itu juga dilakukan melalui pembuatan slogan-slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam segala tingkahlaku masyarakat di pondok pesantren. Dan juga dapat dilakukan melalui pemantauan perilaku santri secara kontinu, dan pemantauan ini akan lebih mudah dilakukan apabila santri berada di pondok pesantren.
Memasukkan konsep karakter pada setiap kegiatan proses pembelajaran, biasa dilakukan dengan cara antara lain:
a) Menanamkan nilai kebaikan kepada anak atau santri (knowing the good). Menanamkan konsep diri pada santri setiap akan memasuki pelajaran. Baik itu dalam bentuk janji tentang karakter, maupun pemahaman tentang makna pada karakter yang akan disampaikan. b) Menggunakan cara yang membuat anak memiliki alasan atau
keinginan untuk berbuat baik (desiring the good). Memberikan beberapa contoh i dalam perilaku melalui cerita dengan tokoh-tokoh yang mudah difahami oleh santri.
c) Mengembangkan sikap mencintai perbuatan baik (loving the good).
Agar santri mengembangkan karakter yang baik, maka ada penghargaan bagi santri yang membiasakan melakukan kebaikan. Demikian pula bagi santri yang melakukan pelanggaran, supaya diberi hukuman yang mendidik.
d) Melakukan perbuatan baik (acting the good). Karakter yang sudah mulai dibangun melalui konsep diaplikasikan dalam proses pembelajaran selama di pondok pesantren. Selama itu, juga memantau perkembangan santri dalam praktek pembangunan karakter di rumah. Dalam hal ini pengasuh (Kyai) dan para ustadz
sebagai model. Kyai dan para ustadz akan banyak dilihat oleh santri. Apa yang dilakukan oleh Kyai dan para ustadz akan di anggap benar oleh santri. Untuk itulah, Kyai dan para ustadz harus mampu memberikan contoh yang baik dan positif.
Penanaman nilai-nilai ini, baik nilai relegi, nilai moral, nilai sosial, dan lain-lain ini dilakukan dengan cara pendampingan ustadz. Selain sebagai model perilaku sehari-hari dalam bentuk perilaku yang bisa diteladani, Kyai dan ustadz juga melakukan pemantauan secara berkelanjutan terhadap perkembangan moral santri. Kyai dan ustadz juga bisa membangun komunikasi yang efektif dengan orang tua santri tentang perilaku santri di rumah. Semua itu untuk menyiapkan santri-santri dalam rangka mengokohkan konsep moral pada diri mereka. d. Macam-Macam Nilai Dalam Pendidikan karakter
Menurut Doni Koesoema (2010:208) ada beberapa kriteria nilai yang bisa menjadi bagian dalam kerangka pendidikan karakter yang dilaksanakan di pondok pesantren. Nilai-nilai ini diambil sebagai garis besarnya saja, sifatnya terbuka, masih bisa ditambahkan dengan nilai-nilai yang relevan dengan situasi kelembagaan pendidikan tempat setiap individu bekerja. Nilai-nilai tersebut antara lain:
a) Nilai Keutamaan. Manusia memiliki keutamaan kalau ia menghayati dan melaksanakan tindakan-tindakan yang utama, yang membawa kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain dalam konteks Yunani kuno, misalnya nilai keutamaan ini tampil dalam kekuatan fisik dan moral. Kekuatan fisik di sini berarti ekselensi, kekuatan, keuletan, dan kemurahan hati. Kekuatan moral berarti berani mengambil resiko atas pilihan hidup, konsisten, dan setia.
b) Nilai Keindahan. Pada masa lalu nilai keindahan ini ditafsirkan terutama pada keindahan fisik, berupa hasil karya seni, patung, bangunan, sastra, dan lain-lain. Nilai keindahan dalam tataran yang
lebih tinggi menyentuh dimensi interioritas manusia itu sendiri yang menjadi penentu kualitas dirinya sebagai manusia.
c) Nilai Kerja. Jika ingin berbuat adil, manusia harus bekerja. Inilah prinsip dasar keutamaan Hesiodian. Penghargaan atas nilai kerja inilah yang menentukan kualitas diri seseorang individu. Menjadi manusia utama adalah menjadi manusia yang bekerja. Untuk itu butuh kesabaran, ketekunan, dan jerih payah. Jika lembaga pendidikan kia tidak menanamkan nilai kerja ini, individu yang terlibat di dalamnya tidak akan dpat mengembangkan karakter dengan baik.
d) Nilai Cinta Tanah Air (patriotisme). Pemahaman dan penghayatan nilai ini banyak bersumber dari gagasan keutamaan yang diungkapkan oleh Tirteo (1995: 180) “Ideal kepahlawanan homerian tentang arete telah berubah menjadi cita-cita cinta tanah air, dan sang penyair menyerambahi semangat ini dalam diri seluruh warga negara. Apa yang ingin ia ciptakan adalah sebuah rakyat, sebuah negara yang setiap warganya adalah pahlawan yang setia untuk membela negaranya sampai titik darah yang terakhir.
e) Nilai Demokrasi. Nilai demokrasi ini mewarisi pendidikan karakter ala Atenean. Kebebsab berpikir dan menyampaikan pendapat. Nilai ini merupakan harga mati bagi sebuah masyarakat yang demokratis. f) Nilai Kesatuan. Dalam konteks berbangsa dan bernegara di
Indonesia, nilai kesatuan ini menjadi dasar pendirian negara ini, yang tertulis dalam sila ke-3 yaitu persatuan Indonesia.
g) Menghidupi Nilai Moral. Nilai inilah yang oleh Socrates di acu sebagai sebuah panggilan untuk merawat jiwa, Jiwa inilah yang menentukan apakah seseorang itu sebgai individu merupakan pribadi yang baik atau tidak.
h) Nilai-Nilai Kemanusiaan. Apa yang membuat manusia sungguh-sungguh manusiawi itu merupakan bagian dari keprihatinan setiap orang. Menghayati nilai-nilai kemanusiaan mengandaikan sikap
keterbukaan terhadap kebudayaan lain, termasuk disini kultur agama dan keyakinan yang berbeda. Yang menjadi nilai bukanlah kepentingan kelompoknya sendiri, melainkan kepentingan yang menjadi kepentingan setiap orang, seperti keadilan, persamaan di depan hukum, kebebasan dan lain-lain. Nilai-nilai kemanusiaan ini menjadi sangat relevan diterapkan dalam pendidikan karakter karena masyarakat kita telah menjadi masyarakat globl.
Selanjutnya Indonesian Heritage Foundation (IHF) dalam Majid (2011:42) merumuskan sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu; (1) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli, dan kerjasama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; (9) toleransi, cinta damai dan persatuan.
Lebih lanjut, Kemendiknas (2010) melansi bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturn/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu; (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, dan (4) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, serta (5) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebangsaan.
Thomas Lickona, ketika di tanya tentang unsur-unsur apa saja karakter esensial yang penting yang harus ditanamkan kepada peserta didik, beliau menjawab dengan tegas ada 7 (tujuh) unsur yaitu: (1) ketulusan hati atau kejujuran (honesty), (2) belas kasih (compassion), (3) kegagahberanian (courage), (4) kasih sayang
(kindness), (5) kontrol diri (self-control), (6) kerja sama (cooperation), dan (7) kerja keras(diligence or hard work).
Sedangkan dalam naskah akademik pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, Kementrian Pendidikan Nasional telah merumuskan lebih banyak nilai-nilai karakter yaitu ada 18 nilai yang akan dikembangkan atau ditanamkan kepada anak-anak dan generasi muda bangsa Indonesia. Nilai-nilai karakter tersebut dapat dideskripsikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
TABEL 2.1