• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Harga Eceran

Dalam dokumen Modul PCA Inventory Accounting (Halaman 70-98)

B. KEGIATAN BELAJAR …

2. Metode Harga Eceran

Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama. Untuk menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan dan ditotalkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

63

mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan kemudian dihitung dengan mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tersedia untuk dijual. Berikut ilustrasi penentuan persediaan dengan metode eceran.

Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp19.400 Rp36.000 Pembelian bulan Januari (bersih) 42.600 64.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp62.000 Rp100.000 Rasio biaya terhadap harga eceran

62.000

62%

100.000

Rp

Rp

Penjualan bulan Januari (bersih) Rp70.000 Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada eceran Rp30.000 Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada estimasi biaya

(Rp30.000 x 62%)

Rp18.600

Jika persediaan terdiri atas berbagai kelas barang dagang dengan tingkat laba kotor yang berbeda-beda, maka persentase harga pokok dan persediaan harus dipisah-pisahkan untuk setiap kelas persediaan. Salah satu keunggulan utama dari metode eceran adalah bahwa metode tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai persediaan untuk digunakan dalam menyusun laporan bulanan atau triwulanan apabila sistem periodik digunakan.

Pengecer seperti toko kecil sampai departement store biasanya menggunakan metode eceran untuk memperkirakan biaya persediaan akhirnya. Seperti metode marjin kotor, metode eceran ini juga didasarkan pada persamaan harga pokok penjualan. Namun, metode eceran mengharuskan perusahaan untuk mencatat pembelian persediaan dengan dua harga, yang pertama pada harga pembeliaan, seperti yang dicatat pada jurnal- jurnal dan buku pembelian, sedangkan kedua dicatat pada harga eceran seperti yang tercatat pada price tag. Hal ini tidak terlalu merepotkan perusahaan, karena biasanya perusahaan eceran menentukan harga eceran dengan menambahkan mark up tertentu pada harga belinya. Misalkan suatu departement store membeli sabuk pria seharga Rp 6.000 kemudian menambahka mark up sebesar Rp 4.000, sehingga harga jual eceran dari sabuk tersebut adlah Rp 10.000. dalam metode eceran ini, nilai persediaan

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

64

akhir dari perusahaan didapatkan dengan bekerja mundur dari harga eceran untuk mendapatkan harga belinya. Gambar 9-12 menggambarkan cara kerja proses ini

Misalkan perusahaan pengecer menpunyai empat kategori persediaan, dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-beda. Bagaimanakah cara perusahaan tersebut menggunakan metode eceran untuk memperkirakan harga pokok persediaan akhir yang dimilikinya?. Terapkan metode eceran secara terpisah pada setipa kategori dari persediaan , kemudian dengan menggunakan rasio yang spesifik untuk keempat kategori tersebut ,kita dapat mencari nilai persediaan akhir berdasarkan harga perolehan . Setelah itu jumlahkan Keempat Jenis persediaan tersebut untuk mendapatkan total biaya persediaan akhir perusahaan .

Walaupun metode eceran ini hanya merupakan teknik untuk memperkirakan harga pokok persediaan, tapi banyak perusahaan yang menggunakan metode ini utnuk menilai biaya persediaan akhir yang akan tercantum dineraca. Perusahaan–perusahaan tersebut biasanya menghitung persediaan yang dimilikinya sepanjang tahun, tapi perhitungan tersebut dilakukan berdasarkan harga eceran

b. Latihan 4

Agar Saudara dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 4 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini.

1. Sebutkan metode yang sering digunakan untuk mengestimasi nilai persediaan?

2. Laba kotor yang mana yang biasanya digunakan sebagai dasar estimasi nilai persediaan?

3. Jelaskan kegunaan metode laba kotor bagi seorang akuntan?

4. Jelaskan secara singkat metode eceran untuk mengestimasi nilai persediaan? 5. Bagaimanakah cara perusahaan menggunakan metode eceran untuk

mengestimasi nilai persediaan akhir, apabila perusahaan mempunyai 4 kategori persediaan, dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-beda?

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

65

c. Rangkuman

1. Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung persediaan akhirnya pada setiap akhir periode.

2. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir adalah metode laba kotor dan metode eceran.

3. Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga pokok dan harga jual selama periode berjalan.

4. Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama.

d. Tes Formatif 4

1. Jika rasio harga pokok terhadap eceran adalah 75% dan persediaan akhir pada harga eceran adalah Rp1.000.000. Berapa estimasi nilai persediaan akhir pada biaya/harga pokok?

a. Rp750.000 b. Rp250.000 c. Rp1.000.000 d. Rp1.750.000

2. Berapa estimasi nilai persediaan akhir jika barang dagang yang tersedia untuk dijual adalah Rp350.000, penjualan Rp500.000, dan persentase laba kotor 40%?

a. Rp300.000 b. Rp200.000 c. Rp50.000 d. Rp150.000

3. Berdasarkan data-data berikut, tentukan rasio biaya terhadap harga eceran yang akan digunakan untuk mengestimasikan biaya persediaan dengan metode eceran:

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

66

Biaya Eceran 1 Maret Persediaan barang dagang Rp250.000 Rp350.000 1-31 Maret Pembelian (bersih) 1.212.000 1.370.000 1-31 Maret Penjualan (bersih) 1.300.000

a. 71,42% b. 88,46% c. 85,00% d. 76,00%

4. Berdasarkan data-data berikut, estimasikan biaya persediaan barang dagang per 30 Juni dengan metode eceran:

Biaya Eceran 1 Juni Persediaan barang dagang Rp180.000 Rp200.000 1-30 Juni Pembelian (bersih) 720.000 800.000 1-30 Juni Penjualan (bersih) 895.000 a. Rp900.000

b. Rp1.000.000 c. Rp105.000 d. Rp94.500

Soal nomor 5 dan 6 menggunakan data berikut ini.

Persediaan barang dagang telah musnah akibat kebakaran pada tanggal 17 Maret. Data-data berikut diperoleh dari catatan akuntansi:

1 Januari Persediaan barang dagang Rp200.000 1 Januari – 17 Maret Pembelian (bersih) 950.000 Penjualan (bersih) 1.450.000 Estimasi tingkat laba kotor 35%

5. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan yang telah musnah itu. a. Rp507.500

b. Rp1.150.000 c. Rp207.500 d. Rp942.500

6. Estimasikan nilai persediaan barang dagang yang telah musnah itu. a. Rp507.500

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

67

c. Rp207.500 d. Rp942.500

Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 7 dan 8.

Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan pada suatu perusahaan.

Biaya Eceran 1 Maret Persediaan barang dagang Rp260.000 Rp350.000 Transaksi selama bulan Maret:

Pembelian (bersih) 1.134.000 1.700.000

Penjualan 1.850.000

Retur dan potongan penjualan 90.000

7. Berapakah nilai persediaan barang dagang per 31 Maret pada harga eceran? a. Rp649.400

b. Rp946.400 c. Rp955.000 d. Rp1.095.000

8. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan harga eceran.

a. Rp649.400 b. Rp946.400 c. Rp955.000 d. Rp1.095.000

Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 9 dan 10.

Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan pada suatu perusahaan.

Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000 Transaksi selama bulan Maret dan April

Pembelian (bersih) 1.435.000

Penjualan 2.560.000

Retur dan potongan penjualan 160.000

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

68

9. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret dengan metode laba kotor.

a. Rp1.104.000 b. Rp1.296.000 c. Rp439.000 d. Rp1.735.000

10. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan metode laba kotor.

a. Rp1.104.000 b. Rp1.296.000 c. Rp439.000 d. Rp1.735.000

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai: 91 % s.d 100 % : Sangat Baik 81 % s.d. 90,00 % : Baik 71 % s.d. 80,99 % : Cukup 61 % s.d. 70,99 % : Kurang 0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

69

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 4 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan dengan mengerjakan soal-soal tes sumatif.

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

70

PENUTUP

Auditor yang profesional sangat dibutuhkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka tugas audit Kepabeanan dan Cukai. Dengan membaca modul Akuntansi Persediaan ini diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan. Pengetahuan dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan sangat membantu dalam pelaksanaan tugas audit pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

71

TES SUMATIF

Setelah Anda mempelajari keseluruhan modul Akuntansi Persediaan ini serta mengerjakan beberapa latihan dan tes formatif, maka kerjakan tes sumatif berikut ini untuk menguji hasil belajar Anda secara komprehensif. Berikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar.

1. Meja kursi yang sedang dalam proses produksi tetapi belum selesai

dikerjakan bagi perusahaan pembuat meubelair tersebut termasuk kategori... a. Barang jadi

b. Bahan baku

c. Barang dalam proses d. Bahan pembantu

2. Kayu meranti sebagai bahan utama meja kursi dimasukkan kategori... a. Barang jadi

b. Bahan baku

c. Barang dalam proses d. Bahan pembantu

3. Dengan metode LIFO, maka akan diperoleh... a. Tingkat laba maksimum

b. Pembayaran pajak minimum c. Tingkat pajak maksimum

d. Nilai persediaan akhir paling dekat dengan harga pasar

4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat... a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah

b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah 5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat...

a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

72

d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi

6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.500 unit dengan harga Rp1000 per unit secara kredit dengan sistem periodik adalah....

a. Persediaan 1.500.000 Kas 1.500.000 b. Persediaan 1.500.000 Hutang 1.500.000 c. Pembelian 1.500.000 Kas 1.500.000 d. Pembelian 1.500.000 Hutang 1.500.000

7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.750 unit dengan harga Rp200 per unit secara kredit dengan sistem perpetual adalah....

a. Kas 350.000

Penjualan 350.000

Harga Pokok Penjualan xxx

Persediaan Xxx

b. Piutang Dagang 350.000

Penjualan 350.000

Harga Pokok Penjualan xxx

Persediaan xxx

c. Kas 350.000

Penjualan 350.000

d. Piutang Dagang 350.000

Penjualan 350.000

8. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir....

a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

9. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya... a. Metode identifikasi khusus

b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata

d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

10. Jika penyusutan persediaan pada akhir tahun disajikan terlalu tinggi sebesar Rp75.000, kesalahan tersebut akan menyebabkan:

a. Penyajian harga pokok penjualan tahun tersebut yang lebih rendah sebesar Rp75.000.

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

73

b. Penyajian laba kotor tahun tersebut yang lebih tinggi sebesar Rp75.000. c. Penyajian persediaan barang dagang tahun tersebut yang lebih tinggi

sebesar Rp75.000.

d. Penyajian laba bersih tahun tersebut yang lebih rendah sebesar Rp75.000.

11. Metode perhitungan biaya persediaan yang didasarkan pada asumsi bahwa biaya harus dibebankan terhadap pendapatan sesuai dengan urutan kejadian terjadinya adalah:

a. FIFO b. LIFO

c. Biaya rata-rata d. Persediaan perpetual

12. Jika persediaan barang dagang dinilai berdasarkan biaya atau harga pokok dan tingkat harga terus meningkat, metode perhitungan biaya yang akan memberikan laba bersih paling tinggi adalah:

a. FIFO b. LIFO

c. Biaya rata-rata d. Persediaan perpetual

13. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok bahan baku apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000 13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500 1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750 Jumlah bahan baku yang belum digunakan pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 sejumlah 6.500 unit.

a. Rp 166.500.000 b. Rp 79.250.000 c. Rp 87.250.000 d. Rp 87.500.000

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

74

14. Berdasarkan data pada soal nomor 10, tentukan nilai bahan baku akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO?

a. Rp 166.500.000 b. Rp 79.250.000 c. Rp 87.250.000 d. Rp 87.500.000

15. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000 6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 ssejumlah 25 unit.

a. Rp 27.275.000 b. Rp 500.000 c. Rp 27.775.000 d. Rp 510.000

16. Berdasarkan data pada soal nomor 12, tentukan nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 27.275.000 b. Rp 500.000 c. Rp 27.775.000 d. Rp 510.000

17. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 1.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 1.100

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

75

13 Maret Pembelian 3.500 Rp 1.120 25 Juni Pembelian 1.500 Rp 1.200 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 sejumlah 4.760 unit.

a. Rp 5.774.480 b. Rp 5.245.520 c. Rp 11.020.000 d. Rp 11.020.000

18. Berdasarkan data pada soal nomor 14, tentukan nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

a. Rp 5.774.480 b. Rp 5.245.520 c. Rp 11.020.000 d. Rp 11.020.000

19. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir bahan baku per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 400 Rp 1.000 1 Maret Penjualan 200 @ Rp 1.500 17 Maret Pembelian 200 1.100 18 Maret Penjualan 350 @ Rp 1.750 13 September Pembelian 150 1.150 1 Desember Penjualan 125 @ Rp 1.800

 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 25 unit persediaan yang dibeli tanggal 17 Maret 2009 langsung dikembalikan ke vendor-nya dan akan diganti pada awal Tahun 2010.

a. Rp 765.000 b. Rp 57.500 c. Rp 707.500 d. Rp 430.000

20. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

76

a. Rp 765.000 b. Rp 57.500 c. Rp 707.500 d. Rp 430.000

21. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO?

a. Rp 765.000 b. Rp 57.500 c. Rp 707.500 d. Rp 430.000

22. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 300 Rp 2.000

250 2.105 1 Maret Penjualan 368 @ Rp 2200 17 Maret Pembelian 200 2.110 13 September Penjualan 230 @ Rp 2300 1 Desember Pembelian 150 2.115 a. Rp 1.865.500 b. Rp 621.250 c. Rp 1.244.250 d. Rp 94.350

23. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?

a. Rp 1.865.500 b. Rp 621.250 c. Rp 1.244.250 d. Rp 94.350

24. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO?

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

77

b. Rp 621.250 c. Rp 1.244.250 d. Rp 94.350

25. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 420 Rp 10.000 12 Februari Penjualan 200 @ Rp 11.000

18 Maret Pembelian 280 11.000 25 Juni Penjualan 350 @ Rp 12.000

30 Agustus Pembelian 200 11.500

 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 50 unit persediaan yang dijual tanggal 25 Juni 2009 langsung dikembalikan oleh pembeli dan akan diganti pada awal Tahun 2010.

a. Rp 9.580.000 b. Rp 4.412.000 c. Rp 5.168.000 d. Rp 1.232.000

26. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 9.580.000

b. Rp 4.412.000 c. Rp 5.168.000 d. Rp 1.232.000

27. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)?

a. Rp 9.580.000 b. Rp 4.412.000 c. Rp 5.168.000 d. Rp 1.232.000

28. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan harga eceran.

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

78

1 Maret Persediaan barang dagang Rp 30.500.000 Rp 31.750.000 Transaksi selama bulan Maret:

Pembelian (bersih) 11.134.000 11.700.000

Penjualan 35.850.000

Retur dan potongan penjualan 900.000

a. Rp 8.160.000 b. Rp 9.350.000 c. Rp 41.634.000 d. Rp 43.450.000

29. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret dengan metode laba kotor.

Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp3.000.000 Transaksi selama bulan Maret dan April

Pembelian (bersih) 10.435.000 Penjualan 20.560.000 Retur dan potongan penjualan 1.600.000 Estimasi tingkat laba kotor 35%

a. Rp 13.435.000 b. Rp 18.960.000 c. Rp 12.324.000 d. Rp 1.111.000

30. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan metode laba kotor.

a. Rp 13.435.000 b. Rp 18.960.000 c. Rp 12.324.000 d. Rp 1.111.000

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

79

KUNCI JAWABAN

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

KEGIATAN BELAJAR 1 KEGIATAN BELAJAR 2

Bagian 1 Bagian 2 1. c 2. b 3. b 4. a 5. b 6. c 7. d 8. b 9. b 10. d 11. a 12. b 13. c 14. a 15. a 1. tidak 2. tidak 3. tidak 4. tidak 5. masuk 6. tidak 7. masuk 8. tidak 9. masuk 1. b 2. c 3. a 4. c 5. a 6. d 7. b 8. c 9. a 10. b 11. d 12. b 13. d 14. a 15. a KEGIATAN BELAJAR 3 1. b {Rp 161.750.000}

Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:

Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 1.250 Rp 27.000 Rp 33.750.000 Jumlah 6.250 Rp 161.750.000

2. c {Rp 74.500.000}

Perhitungan nilai persediaan akhir:

Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 161.750.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 74.500.000

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

80

3. a {Rp 166.750.000}

Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas:

Unit Harga per Unit Jumlah 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 6 Pebruari Pembelian 2.250 Rp 26.000 Rp 58.500.000 Jumlah 6.250 Rp 166.750.000

4. d {Rp 69.500.000}

Perhitungan nilai persediaan akhir:

Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 Rp 50.000.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 Rp 78.000.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 Rp 94.500.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 236.250.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 166.750.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 69.500.000

5. c {Rp 164.062.500}

Biaya rata-rata per unit: Rp 236.250.000 / 9.000 unit = Rp 25.250 Harga pokok penjualan: 6.250 unit x Rp 25.250 = Rp 164.062.500 6. d {Rp 72.187.500}

Perhitungan nilai persediaan akhir:

 Jumlah barang yang tersedia untuk dijual = Rp 236.250.000  Dikurangi harga pokok penjualan = Rp 164.062.500  Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 = Rp 72.187.500 7. a {Rp 22.750}

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit Total Saldo Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000 200 110 22.000 42.000 Juni 25 200 100 20.000 150 110 16.500 50 110 5.500 5.500 Agustus 30 150 115 17.250 50 110 5.500 150 115 17.250 22.750

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

81

8. d {Rp 56.500} 9. c {Rp 53.500}

Perhitungan Laporan Laba Rugi

Penjualan: Rp 110.000 (a)  12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000  25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000 Persediaan Awal Rp 40.000 (b)  1/01: 400 x Rp 100 = Pembelian: Rp 39.250 (c)  18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000  30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c)

Persediaan Akhir Rp 22.750 (e)

Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.500 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.500 (g) = (a) – (f)

10. b {Rp 22.250}

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit Total Saldo Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 200 100 20.000 200 110 22.000 42.000 Juni 25 200 110 22.000 150 100 15.000 50 100 5.000 5.000 Agustus 30 150 115 17.250 50 100 5.000 150 115 17.250 22.250 11. c {Rp 57.000} 12. d {Rp 53.000}

Perhitungan Laporan Laba Rugi

Penjualan: Rp 110.000 (a)  12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000  25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000 Persediaan Awal Rp 40.000 (b)  1/01: 400 x Rp 100 = Pembelian: Rp 39.250 (c)  18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000  30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

82

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c)

Persediaan Akhir Rp 22.250 (e)

Harga Pokok Barang Dijual Rp 57.000 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.000 (g) = (a) – (f)

13. a {Rp 22.500}

Tanggal Pembelian Harga Pokok Penjualan Persediaan 2009 Unit Harga

Per unit

Total Unit Harga Per unit

Total Unit Harga Per unit Total Saldo Maret 1 400 100 40.000 40.000 Februari 12 200 100 20.000 200 100 20.000 20.000 Maret 18 200 110 22.000 400 105 42.000 42.000 Juni 25 350 105 36.750 50 105 5.250 5.250 Agustus 30 150 115 17.250 200 112.5 22.500 22.500 14. d {Rp 56.750} 15. c {Rp 53.250}

Perhitungan Laporan Laba Rugi

Penjualan: Rp 110.000 (a)  12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000  25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000 Persediaan Awal Rp 40.000 (b)  1/01: 400 x Rp 100 = Pembelian: Rp 39.250 (c)  18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000  30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250

Barang Tersedia untuk Dijual Rp 79.250 (d) = (b) + (c)

Persediaan Akhir Rp 22.500 (e)

Harga Pokok Barang Dijual Rp 56.750 (f) = (d) – (e) Laba Kotor Penjualan Rp 53.250 (g) = (a) – (f)

KEGIATAN BELAJAR 4

1. a {750.000 = 75% x Rp1.000.000}

2. d {150.000 = (350.000 – (40% x 500.000))} 3. c (85%)

Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp250.000 Rp350.000 Pembelian bulan Maret (bersih) 1.212.000 1.370.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.462.000 Rp1.720.000

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

83

Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.462.000 =85% Rp1.720.000

4. d (Rp 94.500)

Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Juni Rp180.000 Rp200.000 Pembelian bulan Juni (bersih) 720.000 800.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp900.000 Rp1.000.000 Rasio biaya terhadap harga eceran Rp900.000

=90% Rp1.000.000

Penjualan bulan Juni (bersih) Rp895.000 Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada eceran Rp105.000 Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada estimasi biaya

(Rp105.000 x 90%)

Rp94.500

5. d (Rp942.500) 6. c (Rp207.500)

Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor

Persediaan barang dagang, 1 Januari Rp200.000 Pembelian selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) 950.000 Barang yang tersedia untuk dijual 1.150.000 Penjualan selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) Rp1.450.000

Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp1.450.000) 507.500

Estimasi harga pokok penjualan 942.500 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp207.500

7. c (Rp955.000) 8. a (Rp649.400)

Harga pokok Harga eceran Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp260.000 Rp350.000 Pembelian bulan Juni (bersih) 1.134.000 1.700.000 Barang yang tersedia untuk dijual Rp1.394.000 Rp2.050.000 Rasio biaya terhadap harga eceran Rp1.394.000

=68% Rp2.050.000

Penjualan bulan Maret Rp1.185.000 Retur dan potongan penjualan 90.000

Penjualan bulan Maret (bersih) 1.095.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Rp955.000 Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya

(Rp955.000 x 68%)

Rp649.400

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

84

10. c (Rp439.000)

Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor

Persediaan barang dagang, 1 Maret Rp300.000 Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) 1.435.000 Barang yang tersedia untuk dijual 1.735.000 Penjualan selama bulan Maret dan April Rp2.560.000

Retur dan potongan penjualan 160.000 Penjualan bulan Maret dan April (bersih) 2.400.000 Dikurangi estimasi laba kotor (46% x Rp2.400.000) 1.104.000

Estimasi harga pokok penjualan 1.296.000 Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari Rp439.000

KUNCI JAWABAN TES SUMATIF

1. c 2. b 3. b 4. b 5. c 6. d 7. b 8. b 9. d 10. d 11. a 12. a 13. b {Rp 79.250.000}

Perhitungan harga pokok bahan baku:

Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan 1.750 Rp 11.000 Rp 19.250.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 Rp 25.200.000 17 Maret Pembelian 2.900 Rp 12.000 Rp 34.800.000 Harga pokok penjualan Rp 79.250.000

14. c {Rp 87.250.000}

Perhitungan nilai persediaan akhir, sebagai berikut:

Unit Harga per Unit Jumlah 1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000 Rp 19.250.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 Rp 25.200.000 17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000 Rp 40.800.000 13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500 Rp 67.500.000

Akuntansi Persediaan

DTSS Post Clearance Audit

85

1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750 Rp 13.750.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Rp 166.500.000 Dikurangi harga pokok penjualan Rp 79.250.000 Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 Rp 87.250.000

15. a {Rp 27.275.000}

Perhitungan harga pokok bahan baku:

Unit Harga per Unit Jumlah

Dalam dokumen Modul PCA Inventory Accounting (Halaman 70-98)

Dokumen terkait