• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April 2009 sampai bulan Agustus 2010 bertempat di Kandang Hewan Percobaan yang dikelola oleh Unit Pelayanan Teknis Hewan Laboratorium (UPT Helab), Laboratorium Bedah dan Radiologi, Laboratorium Histopatologi (Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi), Laboratorium Anatomi, (Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan in vivo antara lain: tiga ekor domba sebagai hewan coba, satu set peralatan bedah minor, satu set peralatan bedah ortopedik, satu set perlengkapan operator dan asisten bedah, agen preanestesi (atropine sulfas) dan agen anestesi (xylazine HCl, Isofluran), serta obat-obatan seperti: antibiotika (penicillin, Cefotaxime®), analgesik (Toradol®),

iodium tincture 3%, campuran perubalsam, Levertraan Zalf dan Gusanex®. Bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat histologi antara lain: formalin 10%, asam nitrat 5%, silol, parafin, Mayer’s Hematoksilin, larutan Eosin, alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Peralatan yang digunakan antara lain: tissue cassatte, automatic tissue processor, alat bedah minor, cetakan parafin, penangas air, mikrotom, lemari pendingin, mikroskop cahaya OLYMPUS BX51® dan alat mikrofotografi MD 130® electric eyepiece.

Metode penelitian

Pemeliharaan Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 ekor domba lokal (Ovis aries) yang berumur sekitar 1-1,5 tahun dengan berat badan antara 15- 20 kg. Selama penelitian dilakukan, domba dipelihara dalam lingkungan kandang yang memadai, dengan sirkulasi udara yang cukup, pencahayaan dan temperatur normal, serta asupan pakan yang cukup dua kali sehari dan asupan air secara ad- libitum. Pemeliharaan domba dilakukan selama 10 hari sebelum perlakuan untuk

keperluan evaluasi kondisi hewan sebelum percobaaan dan 90 hari setelah pemasangan implan tulang untuk keperluan pengamatan penelitian. Keseluruhan domba disembelih untuk dilakukan pengambilan tulang pada hari ke-30, 60 dan 90 pascaoperasi penanaman implan tulang.

Operasi Penanaman Material Implan HA-TKF

Operasi penanaman implan tulang dilakukan secara aseptik dengan peralatan dan perlengkapan yang telah disterilisasi. Implan yang akan ditanam sebelumnya dilakukan sterilisasi ultraviolet selama dua jam. Sebelum dilakukan anesthesi, semua domba diberikan preanesthesi atropine sulfas konsentrasi 0,25 mg/ml dengan dosis untuk domba sebesar 0,15-0,3 mg/kg (SC) (Plumbs 2005). Pada satu ekor domba pertama, induksi dan maintenance pembiusan dilakukan dengan sedasi xylazine 2% sedangkan dua ekor domba terakhir induksi juga menggunakan xylazine 2% namun pemberian maintenance menggunakan Isoflurane 1,5-3 % dengan suplai oksigen 500 ml. Dosis xylazine 2% yang digunakan adalah 0,10-0,22 mg/kg (IM) dan 0,10 mg/kg (IV) (Plumbs 2005).

Domba yang telah teranastesi diletakkan dalam posisi lateral recumbency. Penanaman implan dilakukan pada bagian medial tulang dari diafise tulang tibia. Prosedur operasi yang dilakukan yaitu dengan melakukan penyayatan kulit selebar 3 sampai 4 cm, kemudian dilanjutkan penyayatan subkutan, otot dan jaringan periosteum hingga mencapai tulang. Penyayatan ini dilakukan sejajar dengan sumbu tulang pada bagian 1/3 proksimal tulang tibia kiri dan kanan. Penyayatan dilakukan secara hati-hati agar tidak mengenai vena saphena dan nervus saphenus. Musculus peroneus tertius akan tampak di bagian proksimokranial sedangkan Musculus flexor digitalis pedis longus akan tampak di bagian proksimokaudal. Selanjutnya dilakukan pembuatan lubang dengan menggunakan bor gigi yang ukurannya disesuaikan dengan pellet implan tulang yaitu diameter 4 mm dan tinggi 7 mm. Sedangkan tulang tibia bagian kanannya juga dibuat lubang serupa namun dibiarkan kosong sebagai kelompok kontrol. Operasi pertama dilakukan penanaman implan HA-TKF pada seekor domba betina untuk perlakuan 90 hari. Operasi kedua dilakukan penanaman HA-TKF pada seekor domba jantan

untuk perlakuan 60 hari. Operasi ketiga dilakukan penanaman HA-TKF pada seekor domba betina untuk perlakuan 30 hari.

Setelah penanaman implan, tulang tersebut kemudian ditutup dengan penjahitan periosteum, otot, jaringan sub-kutan dan kulit dengan jahitan sederhana terputus. Operasi dilakukan oleh dokter hewan yang sama untuk mencegah variasi operasi. Semua domba diberi antibiotik topikal saat operasi berupa penicillin 50.000 IU.

Perawatan Hewan Coba Pascaoperasi

Kemudian setelah selesai operasi, semua domba diberi antibiotik per- injeksi yaitu Cefotaxime 250 mg (IM) sebanyak dua kali sehari dan juga diberi agen analgesik Toradol® satu kali sehari (PO) selama 5 hari pascaoperasi. Luka operasi secara rutin dibersihkan dengan revanol dan diberi iodine tincture 3% kemudian dioleskan campuran perubalsem dan Levertraan Zalf. Pada bagian luka dan sekitarnya diberikan Gusanex® sebagai antimiasis.

Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis

Sampel tulang tibia diambil dengan penyembelihan domba pada hari ke- 30, 60 dan 90. Untuk data makroskopis, bagian tulang yang terdapat implan dipotong melintang menjadi dua sisi menggunakan gergaji triplek dengan mata gergaji kikir (ukuran kecil). Penentuan lokasi pemotongan ditentukan dengan melihat hasil foto radiografi tulang. Kemudian potongan melintang tersebut difoto dengan kamera digital. Sedangkan untuk data mikroskopis, tulang yang telah terpotong dua tersebut kemudian difiksasi dalam cairan formalin 10%. Tulang tersebut kemudian dibersihkan dari otot dan jaringan ikat yang membungkusnya. Bagian tulang tibia kiri yang telah diimplantasi selanjutnya dipotong setebal ±1-2 mm.

Pembuatan Preparat Tulang Gosok

Tulang yang telah terpotong setebal ± 1-2 mm tersebut kemudian ditipiskan dengan cara menggosoknya dengan amplas mulai dari ukuran yang kasar (300 CW) sampai ukuran terhalus (1500 CW). Gosokkan dilakukan

perlahan agar tidak merusak struktur tulang. Setiap kali menggosok, dilakukan pencucian terhadap preparat dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran, debu-debu dari sisa penggosokan. Preparat tulang terus digosok hingga mencapai ketipisan yang sesuai (dicek dengan melihatnya di bawah mikroskop). Setelah mencapai ketipisan yang sesuai, preparat gosok tersebut kemudian dicuci dengan

shakerEYELA Multi Shaker MMS” dengan skala kecepatan 5-6, dalam akuabides steril selama ± 2 hari. Akuabides diganti setiap hari agar kotorannya terbuang. Setelah preparat bersih, kemudian dilakukan pewarnaan Hematoksilin.

Pembuatan Preparat Tulang Dekalsifikasi

Tulang yang telah terpotong setebal ± 1-2 mm tersebut kemudian direndam dalam larutan dekalsifikasi (asam nitrat 5%) sampai lunak (±2 minggu). Selama itu, kelunakan tulang terus dipantau sampai benar-benar terdekalsifikasi. Ciri-ciri tulang terdekalsifikasi ialah strukturnya menjadi fleksibel, transparan, dan mudah ditusuk/digores. Setelah itu, tulang tersebut diproses secara histologi.

Proses histologi dilakukan mulai dari pemotongan tulang berbentuk lempengan dan dimasukkan ke dalam tissue cassette. Sedian tulang ini lebih lanjut diproses dengan cara dimasukkan ke dalam automatic tissue processor. Di dalam alat tersebut secara otomatis jaringan akan diproses melalui tahap didehidrasi,

clearing dan infiltrasi parafin. Dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat mulai dari alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96% I ,alkohol 96% II, alkohol absolut I dan absolut II masing-masing selama 2 jam. Proses selanjutnya dilakukan clearing (penjernihan) dengan melalui perendaman di dalam silol I, silol II, silol III masing-masing selama 40 menit. Tahap infiltrasi parafin dengan perendaman di dalam parafin cair I, II dan III pada suhu 60oC masing-masing 2 jam. Kemudian dilakukan proses percetakan (embedding), yaitu suatu proses penanaman jaringan ke dalam blok parafin. Sediaan tulang dimasukkan ke dalam alat pencetak dan dibiarkan sampai parafin mengeras. Kemudian setelah parafin mengeras, parafin dikeluarkan dari cetakan dan disimpan dalam lemari pendingin bersuhu 4-6oC sebelum dilakukan pemotongan. Proses pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotom dengan tebal irisan antara 3-5 µm. Irisan diletakkan diatas air hangat dengan temperatur ±46oC untuk

memperbaiki jaringan yang keriput. Irisan yang diletakkan di atas permukaan air hangat tersebut diangkat menggunakan gelas objek. Preparat kemudian dikeringkan dan diberi tanda dengan alat grafir dan disimpan dalam inkubator bertemperatur 60oC minimal 2 jam bertujuan agar jaringan benar-benar melekat.

Setelah itu dilanjutkan dengan proses pewarnaan. Proses pewarnaan dimulai dengan melarutkan sisa parafin dengan dimasukkan ke dalam silol. Kemudian sediaan didehidrasi dengan cara dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat mulai dari alkohol absolut, alkohol 96% sampai alkohol 80%. Setelah itu preparat dicuci dengan menggunakan air selama 1 menit. Lalu dimasukkan kedalam larutan Hematoksilin selama 8 menit dan dicuci kembali dengan menggunakan air selama 30 detik. Selanjutnya sediaan dimasukkan kedalam larutan lithium carbonat selama 15-30 detik dan dicuci kembali dengan menggunakan air. Setelah sediaan dicuci dengan menggunakan air, selanjutnya sediaan dimasukkan ke dalam larutan Eosin selama 2-3 menit dan dibilas dengan air selama 30-60 detik. Kemudiaan sediaan didehidrasi dengan alkohol bertingkat mulai dari alkohol 96%, sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut I sebanyak 10 kali celupan, dan alkohol absolut II selama 2 menit. Setelah itu sediaan dimasukkan ke dalam larutan silol I selama 1menit dan silol II selama 2 menit. Selanjutnya sediaan dikeringkan dan ditutup dengan cover glass dan dilekatkan menggunakan entelan.

Metode Pengamatan

Preparat-preparat tersebut kemudian diobservasi lebih lanjut untuk melihat status implannya dan melihat respon seluler terhadap implan tersebut. Kajian morfologi makroskopis ditinjau dari keadaan implan, pertumbuhan tulang ke implan dan adanya respon jaringan terhadap keberadaan implan. Kajian morfologi mikroskopis ditinjau dari beberapa aspek histologi, antara lain: 1) pertumbuhan dan regenerasi tulang, 2) ikatan antara implan dan tulang, 3) perluasan atau pertumbuhan tulang ke dalam implan, 4) tanda-tanda keberadaan implan pada akhir pengamatan 5) tanda-tanda inflamasi pada bagian pinggir implan dan reaksi benda asing (Sunil et al. 2008).

Dokumen terkait