• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Nopember 2013 sampai Januari 2015, bertempat di Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Tumbuhan

Sebanyak 60 sampel daun Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) yang berasal dari Kalimantan Barat, yang tersebar pada 6 populasi berdasarkan lokasi tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini (Tabel 2 & Gambar 4).

Tabel 2 Asal sampel Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) dari Kalimantan Barat No Lokasi/Desa [Kec./Kab.] Kode Jumlah Aksesi

1 Hutan Rejunak [R/S] RBN (N) 11

2 Hutan Rawak [R/S] RWK (R) 11

3 Tembaga [NM/S] DKT (D) 10

4 Bukit Merindang [NT/S] MER (E) 11

5 Bukit Sagu 1 [NSH/KH] BKA (B) 8

6 Bukit Sagu 2 [NSH/KH] BKB (K) 9

Kec.: Rawak, Nanga Mahap, Nanga Taman, Nanga Silat Hilir; Kab.: Sekadau; Kapuas Hulu

Gambar 4 Peta distribusi sampel Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) asal Kalimantan Barat. ● = titik sampling

Sebanyak 20 aksesi sampel Durian (D. zibethinus) yang berasal dari koleksi ex-situ Kebun Buah Mekarsari, Cileungsi Bogor Jawa Barat, dan sebanyak 21 aksesi sampel daun tanaman Durian (D. zibethinus) dan 7 aksesi Lai (D. kutejensis) diambil dari koleksi ex-situ Kebun Percobaan Cipaku Bogor, BPTP Jabar, Balitbangtan, Kementerian Pertanian, yang digunakan dalam penelitian ini (Tabel 3).

Tabel 3 Aksesi Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) koleksi Kebun Cipaku dan Mekarsari yang diamati

No Kode

sampel Nama aksesi Jenis Tempat koleksi

1 ZC1 Ajimah D. zibethinus Kebun Cipaku

2 ZC3 D-04 D. zibethinus Kebun Cipaku

3 ZC4 D-06 D. zibethinus Kebun Cipaku

4 ZC5 D-24 D. zibethinus Kebun Cipaku

5 ZC6 Gapu D. zibethinus Kebun Cipaku

6 ZC7 Tanpa Sekat D. zibethinus Kebun Cipaku 7 ZC10 Kani/Kane D. zibethinus Kebun Cipaku

8 ZC14 Kirik D. zibethinus Kebun Cipaku

9 ZC20 Matahari D. zibethinus Kebun Cipaku

10 ZC21 Menoreh Kuning D. zibethinus Kebun Cipaku

11 ZC23 Namlung D. zibethinus Kebun Cipaku

12 ZC24 Nyamat D. zibethinus Kebun Cipaku

13 ZC25 Otong short leaf D. zibethinus Kebun Cipaku 14 ZC26 Otong long leaf D. zibethinus Kebun Cipaku

15 ZC29 Pelangi D. zibethinus Kebun Cipaku

16 ZC31 Petruk D. zibethinus Kebun Cipaku

17 ZC33 Ripto D. zibethinus Kebun Cipaku

18 ZC36 Sitokong D. zibethinus Kebun Cipaku

19 ZC37 Sukun D. zibethinus Kebun Cipaku

20 ZY1 Local Soya1 D. zibethinus Kebun Cipaku 21 ZY2 Local Soya2 D. zibethinus Kebun Cipaku 22 ZS1 Matahari D. zibethinus Kebun Mekarsari

23 ZS2 Ajimah D. zibethinus Kebun Mekarsari

24 ZS3 Aden D. zibethinus Kebun Mekarsari

25 ZS4 Sihejo/Hejo D. zibethinus Kebun Mekarsari 26 ZS5 Monthong D. zibethinus Kebun Mekarsari

27 ZS6 Sililin D. zibethinus Kebun Mekarsari

28 ZS7 Kukusan D. zibethinus Kebun Mekarsari

29 ZS8 Wisma Lerem D. zibethinus Kebun Mekarsari

30 ZS9 Surya D. zibethinus Kebun Mekarsari

31 ZS10 Sibakul D. zibethinus Kebun Mekarsari 32 ZS11 Sikapal D. zibethinus Kebun Mekarsari 33 ZS12 Soekarno D. zibethinus Kebun Mekarsari 34 ZS13 Sihepe/Hepi D. zibethinus Kebun Mekarsari 35 ZS14 Kamarung D. zibethinus Kebun Mekarsari

36 ZS15 Jarian D. zibethinus Kebun Mekarsari

37 ZS16 Lai-Mas D. zibethinus Kebun Mekarsari 38 ZS17 Simas Cipaku D. zibethinus Kebun Mekarsari

… lanjutan Tabel 3 No Kode

sampel Nama aksesi Jenis Tempat koleksi

39 ZS18 Simas Cikalong D. zibethinus Kebun Mekarsari 40 ZS19 Musangking D. zibethinus Kebun Mekarsari 41 ZS20 Perkasa D. zibethinus Kebun Mekarsari 42 LC41 Lai Kalimantan D. kutejensis Kebun Cipaku 43 LC42 Lai Kutai D. kutejensis Kebun Cipaku 44 LC43 Lai Parung D. kutejensis Kebun Cipaku

45 LC44 Lai-2 D. kutejensis Kebun Cipaku

46 LC45 Lai-3 D. kutejensis Kebun Cipaku

47 LC46 Lai-4 D. kutejensis Kebun Cipaku

48 LC47 Lai-4b D. kutejensis Kebun Cipaku

Aksesi no. 1–41 adalah jenis Durian, sedangkan no. 42–48 adalah jenis Lai.

Isolasi, Elektroforesis, dan Amplifikasi DNA Isolasi DNA

DNA diisolasi menggunakan cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) mengikuti metode (Doyle dan Doyle 1987) dengan beberapa modifikasi. Daun durian dipotong dan ditimbang kurang lebih seberat 0.2 g kemudian digerus dalam mortar dengan nitrogen cair sampai menjadi bubuk, dan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf 2 mL. Buffer lisis CTAB ditambahkan sebanyak 1 mL, kemudian ditambahkan 2 µL 2-mercaptoetanol. Tabung sampel diinkubasi dalam waterbath dengan suhu 65 °C selama 60 menit, dimana setiap 15 menit dibolak-balik. Setelah itu dilakukan sentrifus menggunakan Eppendorf Centrifuge 5416 (Eppendorf, USA) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung eppendorf baru kemudian ditambahkan kloroform:isoamilalkohol (24:1) sebanyak volume supernatan lalu disentrifus. Supernatan dipindah ke tabung eppendorf baru kemudian ditambahkan isopropanol dingin sebanyak 0.8 volume dari supernatan dan natrium asetat sebanyak 0.1 volume supernatan kemudian diinkubasi dalam freezer semalaman. Suspensi kemudian disentrifus hingga diperoleh pellet DNA. Pellet DNA dicuci dengan menggunakan ethanol 70% dingin 500 µl, lalu disentrifus dan dikeringkan. Pellet DNA dilarutkan menggunakan 200 µL akuabides.

Purifikasi DNA dilakukan untuk menghilangkan kontaminan RNA. RNase sebanyak 2 µl ditambahkan ke dalam suspensi DNA kemudian diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 OC, dan diinkubasi pada suhu 70 OC selama 15 menit. Ke dalam DNA ditambahkan satu volume fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1). Suspensi disentrifus 11000 rpm selama 10 menit, dan supernatan dipindahkan ke tabung baru. DNA dipresipitasi dengan 0.8 volume isopropanol dingin dan 0.1 volume natrium asetat 2 M dingin, kemudian disentrifus 14000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang hati-hati untuk meninggalkan pelet pada dasar tabung, kemudian pelet dibilas dengan alkohol 70% dingin. Pelet DNA kering diberi 100 µL aquabidest dan disimpan pada -20 °C.

Selama penelitian, dihadapi kesulitan isolasi DNA untuk mendapatkan kualitas DNA terbaik. Kesulitan itu pula seperti juga yang ditunjukkan oleh Ruwaida et al. (2009), Syahruddin (2012) dan Hariyati et al. (2013), maka isolasi DNA untuk Durian

Tengkurak (D. tanjungpurensis), Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) dilakukan dengan modifikasi menurut Weising et al. (2005). Modifikasi dilakukan sesaat setelah pelet DNA ditambahkan akuabides dan sebelum disimpan, dilakukan beberapa langkah tambahan berikut. Sebanyak 100 µL ddH2O dingin ditambahkan ke dalam larutan DNA sehingga volume akhir DNA mencapai 200 µL, kemudian ditambahkan lagi 20 µL NaCl 5 M (dalam keadaan dingin) dan 80 µL Etanol absolut. Tabung diputar (di-spin) sebentar, dan diinkubasi di freezer selama 20 menit. Selanjutnya, tabung disentrifus dengan kecepatan 9.000 rpm selama 15 menit (langkah ini dapat mengendapkan polisakarida ke dasar tabung), sedangkan DNA ada pada supernatant. Pengambilan Dari supernatan larutan DNA diambil sebanyak 200 µL yang dipindahkan ke tabung baru. Pengambilan dilakukan dengan tip 1 mL yang terpotong ujung sehingga pemipetan tidak mengikutkan larutan bagian bawah yang mengandung polisakarida. Selanjutnya, sebanyak 200 µL Isopropanol ditambahkan, dan tabung dibolak-balik perlahan secukupnya. Tabung dinkubasi di freezer selama 2 jam (semalaman jika perlu). Tabung disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang, dan pelet DNA dikeringanginkan beberapa menit, dan ditambahkan 500 µL EtOH 70%. Tabung disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit, dan supernatan dibuang, serta pelet dikeringanginkan (semalam). Pelet DNA ditambahkan 200 µL bufer TE (atau ddH2O free nuclease) untuk resuspensi DNA, dan disimpan pada suhu -20 oC, dan sebagian konsentrasi DNA diukur dengan NanoDropTM (Thermo Scientific, USA), sisanya untuk digunakan lebih lanjut.

Elektroforesis DNA Sampel

Sebanyak 1 g agarose (TopVisionTM Agarose, Fermentas, USA) dididihkan dalam 100 mL buffer Tris-base-EDTA (TBE) 1X. Gel diwarnai dengan ethidium bromide [0.5 µg/mL] sesaat sebelum dituang ke wadah cetakan bersisir pembentuk sumur loading. Gel dibiarkan mengeras dan dipasangkan pada peralatan elektroforesis Mini-Sub® Cell GT (Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA). Sebanyak 2 µL DNA hasil isolasi tiap

sampel dimasukan ke sumur gel. Standar λ (lambda) DNA dimasukkan ke salah satu

sumur gel sebagai penduga konsentrasi DNA. Peralatan elektroforesis dijalankan pada tegangan listrik 80 volt selama 45 menit. Setelah elektroforesis selesai, gel diletakkan di atas UV transiluminator dan didokumentasi dengan digital CCD Camera (Daihan WiseDoc® WGD-20 Portable Gel Documentation System,Korea).

Amplifikasi DNA reaksi PCR

Untuk mendapatkan hasil amplifikasi DNA dalam reaksi PCR dilakukan optimasi terlebih dahulu, sehingga terpilih satu suhu pelekatan primer optimum, yang tampak melalui pita-pita yang tebal dan jelas (Sambrook dan Russell 2001). Komposisi reaksi PCR untuk total volume 25 µL adalah 12.5 µL Master mix GoTaq® (sesuai instruksi produk), 0.15 µL BSA (Bovine Serum Albumin), 0.15 µL MgCl2, 1 µL primer [10 pmol/µL], 3 µL template DNA [15 ng/ µL], dan 8.2 µL ddH2O. Daftar primer ISSR disajikan dalam Tabel 4.

Amplifikasi DNA menggunakan PCR dengan program mengikuti siklus waktu dan suhu berikut: 5 menit pada suhu 95°C sebagai inisiasi denaturasi; sebanyak 35 siklus pada suhu 94°C selama 1 menit, suhu pelekatan (annealing) primer berkisar dari 42.5-54°C (tergantung suhu spesifik primer dalam daftarnya) selama 1 menit, dan suhu 72°C selama 1 menit; diikuti siklus ekstensi akhir pada suhu 72°C selama 10 menit.

Sebanyak 2 µL produk PCR dielektroforesis menggunakan agarose 2.5% (TopVisionTM Agarose, Fermentas, USA) dalam buffer Tris-base-EDTA (TBE) 1X pada tegangan 80 volt selama 120 menit yang dielektroforesis dengan Mini-Sub® Cell GT (Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA). Sebelum elektroforesis dijalankan, sebanyak 2 µL Marker Ladder DNA 100 bp dan 1 kbp dimasukkan masing-masing pada sumur lain, untuk kemudian digunakan sebagai pola ukuran panjang produk PCR. Pewarnaan gel dan dokumentasi dilakukan sama seperti telah dijelaskan pada prosedur elektroforesis DNA sampel.

Tabel 4 Daftar nama, sekuen, panjang primer ISSR dan suhu pelekatan masing-masing primer dalam reaksi PCR

Nama Primer Sekuen Primer

(5‟–3‟) Primer (basa) Panjang

Suhu Pelekatan* (oC)

Referensi

ISSR1 (AGG)5 15 49.5 (Vanijajiva 2012)

ISSR3 (AGA)4AGT 15 42.5 “

ISSR4 (GAG)5AC 17 50.0 “ ISSR5 (GAG)5AT 17 51.6 “ ISSR9 (GGGGT)3 15 53.0 “ PKBT2 (AC)8TT 18 52.0 (Syahruddin 2012) PKBT3 (AG)8T 17 47.5 “ PKBT7 (GA)9A 19 50.7 “ PKBT8 (GA)9C 19 52.8 “ PKBT12 (GT)9T 19 54.0 “

* Suhu pelekatan primer antar primer dengan DNA cetakan adalah hasil dalam penelitian ini dengan melakukan PCR pada sekitar 5 oC di atas dan di bawah suhu temperature melting primer yang ditentukan dari perusahaan sintesisnya.

Keragaman Genetik Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) Skoring dan Analisis Data

Penanda ISSR adalah penanda dominan (hanya mampu mendeteksi sifat dominan), yang diskor dengan ada dan tidak ada pita DNA pada suatu ukuran tertentu hasil reaksi PCR, yang berupa foto elektroforesis visualisasi hasil PCR (Lampiran 1). Pengukuran pita dibantu dengan adanya marker ladder saat elektroforesis sampel, yang dapat dinyatakan dalam satuan panjang basa (pb) atau base pairs (bp). Ada pita atau tidak ada pita berturut-turut secara manual diskor dengan angka 1 (satu) atau 0 (nol) dalam tabulasi data yang bersumber dari hasil foto gel elektroforesis. Ada atau tidak ada pita hasil amplifikasi DNA ukuran tertentu merupakan sifat fenotipe karena sifat tersebut dapat dilihat dari hasil elektroforesis, sedangkan frekuensi alelnya diasumsikan sebagai ciri genotipe. Untuk data biner ISSR pada suatu populasi, frekuensi alel diperoleh berasal dari nilai frekuensi pita yang muncul (p) dan frekuensi pita yang tidak muncul (q atau 1-p). Satu pita yang muncul pada pengamatan elektroforegram hasil amplifikasi DNA dianalogikan sebagai suatu lokus (fragmen DNA berukuran tertentu yang terletak pada genom). Oleh karena itu, ada dan tidak adanya pita merupakan dua alel, yang kemunculannya dalam populasi dihitung sebagai frekuensi alel dalam analisis genetik. Software GenAlEx 6.5 - Genetic Analysis in Excel (Peakall dan Smouse 2012) digunakan untuk analisis parameter genetik populasi: jumlah alel (Na), jumlah alel

efektif (Ne), indeks informasi Shannon (I), keragaman gen (h), persentase polimorfik, dan AMOVA. Rumus dan deskripsi parameter dijelaskan sebagai berikut:

a. Jumlah alel (Na) adalah rata-rata jumlah alel (ada pita amplifikasi) dan alel nol (tidak ada pita). Jumlah alel disebut pula sebagai alel aktual.

b. Jumlah alel efektif (Number of Effective Alleles, Ne) adalah nilai dugaan variabilitas dari alel aktual dalam populasi (Kimura dan Crow 1964).

�� = 2 1 + 2

Untuk data biner, p = frekuensi pita yang muncul; dan q = 1 - p.

c. Indeks Informasi Shannon (Shannon’s Information Index, I) (Lewontin 1972). � =−1 × [ �� + �� ]

Di mana: p = frekuensi pita yang muncul; dan q = 1 - p. d. Keragaman Gen (h) Nei's (1973)

ℎ= 1−( 2+ 2)

Di mana: p = frekuensi pita yang muncul; dan q = 1 - p.

Keragaman gen sama dengan isi informasi polimorfik (PIC) adalah rata-rata heterozigositas yang disesuaikan untuk penanda dominan dengan ada dan tidak ada pita. Perhitungan menggunakan data skor pita dengan angka 1 atau 0, yang dihitung berdasarkan (Roldán-Ruiz et al. 2000).

PICi = 2fi (1-fi)

Dimana: PICi adalah PIC untuk penanda ke-i; fi adalah frekuensi alel atau pita yang dapat diamplifikasi (muncul pita); dan (1-fi) adalah frekuensi alel nol (tidak muncul pita). Nilai PIC berkisar dari 0 sampai 0.5.

e. Persentase Polimorfik

% Polimorfik = [ (Jumlah Pita Polimorfik – Jumlah Pita Monomorfik) / Total Pita ] x 100% f. Analisis ragam molekuler (Analysis of Molecular Variance, AMOVA) digunakan

untuk menduga persentase ragam genetik antar-populasi dan dalam-populasi, melalui Menu Amova pada software GenAlEx.

Analisis gerombol/gugus (clustering) memanfaatkan software Mega 5.2 (Tamura et al. 2011). Analisis menggunakan metode statistik unweighted pair-group method arithmetic average (UPGMA) dengan koefisien similaritas Tamura-Nei untuk menghasilkan dendrogram. Validasi dendrogram (tes pohon filogeni) menggunakan model tes bootstrap dengan 1000 kali replikasi.

Kemiripan genetik berdasar data skoring biner penanda ISSR dihitung dengan Numerical Taxonomy SYStems NTSYSpc 2.1 (Rohlf 2000). Matriks kemiripan antar aksesi dihasilkan dengan prosedur SimQual dengan opsi koefisien DICE. Analisis lanjutan menggunakan Principal Coordinate Analysis (nonmetric multidimensional scaling analysis) menggunakan prosedur MD Scale dan Eigen. Khusus, untuk perhitungan parameter aliran gen (gene flow, Nm) menggunakan software Popgen v 1.31 (Yeh et al. 1999).

Selanjutnya, untuk memeriksa struktur populasi, model campuran (admixture model) diterapkan, dengan pilihan no a priori model dalam setiap sub-populasi. Enam puluh individu dengan informasi genotipe dari ke-enam populasi dianalisis menggunakan software STRUCTURE v.2.3.4 (Pritchard et al. 2000). Untuk menentukan frekuensi alel berkorelasi dan untuk memperkirakan K (jumlah populasi dugaan), dengan nilai K dari 1 sampai 6, dengan pengulangan 200.000 MCMC, dengan burn-in period of 50.000 for K. Nilai rata-rata dan ragam diplot dalam “likelihood per K” menggunakan STRUCTURE HARVESTER v.0.6.94 (Earl dan vonHoldt 2012) dan metode Evanno (Evanno et al. 2005).

Keragaman Genetik Tiga Jenis Durio

Sampel material genetik

Sebanyak total 48 sampel daun pohon Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) berasal dari Kebun Mekarsari (20 sampel dalam Tabel 3) dan dari Kebun Percobaan Cipaku Bogor (28 sampel dalam Tabel 3), dibanding secara selektif dengan 10 aksesi dari lokasi Tembaga, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Dengan demikian jumlah data seluruhnya yang dianalisis sebanyak 58 aksesi.

Analisis data

Prosedur kerja PCR, skoring pita PCR, dan analisis data menggunakan prosedur seperti dijelaskan sebelumnya. Foto elektroforesis hasil PCR dengan DNA dari Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) disajikan dalam Lampiran 2. Analisis PCoA dengan GenAlEx divisualisasikan tiga dimensi dengan software SAS® Graph v9 (SAS Institute Inc. 2002). Analisis gugus, sebagai input data menggunakan konversi data biner ke kode nukleotida, yaitu T untuk ada pita dan G untuk tidak ada pita, dengan metode UPGMA yang melibatkan uji pohon filogeni dengan 1000 kali bootstraps menggunakan software Mega 5.2 (Tamura et al. 2011).

Penentuan Lokus Spesifik-Jenis

Penentuan lokus spesifik-jenis adalah untuk mengevaluasi dan memvalidasi lokus-lokus yang spesifik dimiliki oleh jenis Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis), Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis). Data Tengkurak yang digunakan adalah berasal dari penelitian bagian pertama, menggunakan data skoring pita sampel dari populasi Tembaga sebanyak 10 aksesi. Aksesi dari Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) populasi asal Tembaga dipilih secara selektif dan dianggap dapat mewakili Durian Tengkurak, dengan nilai parameter keragaman genetiknya dalam kisaran rata-rata. Selanjutnya, lokus yang menjadi kandidat dipilih berdasarkan munculnya lokus tersebut pada satu jenis, namun lokus tersebut tidak muncul pada dua jenis lainnya. Kandidat lokus terpilih diuji dengan analisis statistik Chi-Square dengan pilihan Fisher’s Exact

Test untuk mensahihkan (validated) kekuatan penggunaannya sebagai lokus yang spesifik-jenis. Analisis Chi-Square menggunakan software SAS® Stat v9 (SAS Institute Inc. 2002). Keluaran perhitungan akan diperoleh dengan menjalankan perintah dalam

bahasa program (listing programme atau source code) berikut data mentah, yang disajikan dalam Lampiran 3.

4 HASIL

Optimasi Teknik Isolasi DNA

DNA berkualitas baik telah berhasil diisolasi secara konvensional dengan menggunakan bufer CTAB dengan metode yang dimodifikasi dari Doyle dan Doyle (1987) dan Weising et al. (2005) disajikan pada Gambar 5. DNA yang diperoleh telah berhasil digunakan sebagai cetakan pada PCR. Hasil elektroforesis DNA yang diamplifikasi dengan PCR disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Sebelum proses PCR dilakukan, pengujian kualitas DNA dilakukan dengan elektroforesis dan/atau spektrofotometer NanoDropTM. Jika proses optimasi isolasi DNA tidak dilakukan, DNA tampak penuh pengotor (smear) pada hasil elektroforesis. Bilamana dipaksakan untuk melakukan PCR, maka sebagian besar sampel menghasilkan pita secara tidak konsisten, tidak reproduksibel, dan tidak jelas. Demikian pula, hasil isolasi DNA yang tidak dioptimasi memiliki daya simpan yang rendah, karena DNA mudah mengalami degradasi atau rusak.

Gambar 5 Hasil isolasi DNA genom yang ditunjuk dengan panah. (A) tanpa optimasi yang tampak dengan banyak komponen pengotor, (B) isolasi dengan optimasi yang menghasilkan DNA yang lebih bersih. Kuantifikasi DNA dengan λ (100 ng)

Keragaman Genetik Durian Tengkurak Profil penanda ISSR dan polimorfik lokus

Penelitian keragaman genetik 60 individu Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) berhasil digambarkan menggunakan sepuluh primer ISSR. Masing-masing primer menghasilkan produk PCR dengan ukuran yang berbeda mulai dari 200 sampai 2000 bp dan jumlah pita yang bervariasi dari 11-23. Total jumlah pita yang terukur dan terdeteksi adalah 148, dengan rata-rata jumlah pita per primer yaitu 14.8 (Tabel 5).

A

B

Contoh dua profil ISSR diperoleh menggunakan primer PKBT2 dan ISSR4 disajikan dalam Gambar 6.

Tabel 5 Ukuran hasil PCR, jumlah pita, dan jumlah pita polimorfik dari 60 aksesi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) menggunakan primer ISSR Primer ISSR Ukuran (bp) Jumlah pita Jumlah pita polimorfik

ISSR1 250-1200 23 23 ISSR3 250-1200 11 11 ISSR4 400-2000 15 15 ISSR5 300-1500 15 15 ISSR9 400-1500 14 14 PKBT2 300-2000 14 14 PKBT3 250-1500 14 14 PKBT7 250-1400 12 12 PKBT8 200-1800 16 16 PKBT12 350-2000 14 14 Total ̶ 148 (x=14.8) 148 (100%)

Gambar 6 Elektroforegram hasil PCR dari enam populasi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis). (A) menggunakan primer PKBT2 dan (B) menggunakan primer ISSR4, sebagai representasi pita yang polimorfik tinggi dan rendah. Ukuran pembanding pita DNA: 100 bp (M1) dan 1 kb (M2)

Sebaran lokus polimorfik yang dihasilkan dari penggunaan primer ISSR antara enam populasi bervariasi dari satu primer dengan primer lainnya (Gambar 7). Rata-rata primer ISSR4 menghasilkan persentase lokus polimorfik terendah, dan primer PKBT2 menghasilkan persentase polimorfik lokus tertinggi dari semua populasi.

Gambar 7 Sebaran persentase polimorfik lokus sepuluh primer ISSR Analisis keragaman genetik

Tingkat keragaman genetik tumbuhan Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) ditemukan bervariasi antara enam populasi yang berbeda (Tabel 6). Persentase polimorfik lokus bervariasi dari 41.89% sampai 62.16%, dengan persentase terendah dan tertinggi ditemukan pada populasi Bukit Sagu 1 dan Hutan Rejunak. Jumlah rata-rata alel yang diamati berkisar dari 1.42 sampai 1.62, jumlah alel efektif bervariasi dari 1.19 sampai 1.34, nilai Indeks Informasi Shannon berkisar dari 0.20 sampai 0.31, dan tingkat keragaman genetik bervariasi dari 0.12 sampai 0.21. Tingkat keragaman genetik dari populasi Bukit Sagu 1 adalah terkecil, bila dibandingkan dengan populasi lain. Hal ini menunjukkan bahwa populasi Bukit Sagu 1 memiliki keragaman genetik terendah di antara populasi Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) lainnya.

Tabel 6 Parameter keragaman genetik dan polimorfik lokus Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis)

Populasi Na Ne I h Jumlah lokus

polimorfik % lokus polimorfik Hutan Rejunak 1.62 1.34 0.31 0.21 92 62.16 Hutan Rawak 1.50 1.25 0.24 0.15 74 50.00 Tembaga 1.55 1.32 0.28 0.19 82 55.41 Bukit Merindang 1.57 1.33 0.29 0.20 84 56.76 Bukit Sagu 1 1.42 1.19 0.20 0.12 62 41.89 Bukit Sagu 2 1.49 1.28 0.26 0.17 73 49.32 Rata-rata 1.53 1.29 0.26 0.17 77.83 52.59

Na= Jumlah alel teramati; Ne= Jumlah alel efektif; h= Keragaman genetik Nei; I= Nilai indeks informasi Shannon. Primer ISSR % Lo k u s Po li m o rfi k

Untuk menganalisis diferensiasi genetik, digunakan analisis ragam molekuler menggunakan GenAlEx untuk menjelaskan variasi genetik, baik di dalam populasi (intra population) maupun antar populasi (inter population). Dalam kasus penanda dominan seperti ISSR, AMOVA untuk data dominan diperlakukan sebagai data haploid, yang hasil analisisnya disajikan pada Gambar 8. Persentase ragam molekuler dalam populasi bervariasi dari 37% sampai 86%, dengan rata-rata 65%, sementara ragam molekuler antar populasi tersebar dari 14% sampai 63%, dengan rata-rata hingga 35%. Uji statistik nilai AMOVA ini berbeda secara signifikan berdasarkan nilai yang diperoleh dari seluruh data permutasi (nilai PhiPT 0.349, dengan probabilitas kurang 0.001) (Tabel 7). Hasil AMOVA menunjukkan bahwa keragaman genetik dalam populasi lebih tinggi dibandingkan dengan antar populasi. Aliran gen terjadi antara populasi dengan nilai terendah, yaitu Nm kurang dari 1 (Tabel 8).

Gambar 8 Persentase ragam molekuler (AMOVA) Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) antar populasi ( ) dan dalam populasi ( ) Tabel 7 Analisis ragam molekuler dari enam populasi Durian Tengkurak (D.

tanjungpurensis) menggunakan penanda ISSR

Sumber variasi db JK KK VT (%) PhiPT Prob. Antar Populasi 5 455.441 7.692 34.87 0.349 <0.001 Dalam Populasi 54 776.009 14.371 65.13

Total 59 1231.450 22.063

db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KK = koefisien keragaman; VT = variasi total; Prob. = probabilitas komponen ragam yang lebih besar dari nilai pengamatan.

% Ra g a m Mo leku ler Primer ISSR

Tabel 8 Analisis struktur genetik populasi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) dari Kalimantan Barat

Nilai HT HS GST Nm FST

Rata-rata 0.2759 0.1725 0.3750 0.8333 0.2308

Standar deviasi 0.0238 0.0133

HT = Heterosigositas total (total heterozygosity); HS = Heterosigositas sub-populasi; GST = Divergensi genetik antar populasi (genetic divergence between populations); Nm = Aliran gen (gene flow). Nm = 0.5 (1-GST)/GST; FST= Diferensiasi genetik antar populasi (genetic differentiation among populations), FST~ 1/(4Nm+1). Keluaran ini dihasilkan menggunakan software Popgen, yang dihitung berdasar ragam lokus (pita).

Analisis hubungan genetik

Analisis gugus dilakukan berdasarkan pada 148 lokus yang ditemukan, dan semua sampel dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok (Gambar 9). Dua populasi (Hutan Rejunak dan Tembaga) berada dalam kelompok pertama, satu populasi (Bukit Merindang) pada kelompok kedua, dan tiga populasi (Hutan Rawak, Bukit Sagu 1 dan Bukit Sagu 2) berada di kelompok ketiga. Analisis gugus juga didukung oleh analisis PCoA (Gambar 10). Populasi Hutan Rejunak ditemukan lebih mirip dengan populasi Tembaga. Pada sisi lain, meskipun populasi Bukit Sagu 2 berbeda dari populasi yang lain, beberapa individu dalam populasi Hutan Rawak ditemukan menjadi sekelompok dengan populasi dari Bukit Sagu 1, dan semua individu dalam ketiga populasi ini berada pada kuadran yang sama dari PCoA. Ini berarti bahwa, individu-individu dari populasi Hutan Rawak, Bukit Sagu 1 dan Bukit Sagu 2 menunjukkan keragaman genetik yang lebih tinggi daripada tiga populasi lainnya. Setelah analisis lebih lanjut menggunakan perangkat lunak STRUCTURE, semua individu dikelompokkan ke dalam dua kategori utama (karena memperoleh nilai delta K=2, Gambar 11), yaitu kelompok pertama tetap sebagai kategori pertama, sedangkan kelompok kedua dan ketiga diklasifikasikan ke dalam kategori kedua (Gambar 12).

Penanda ISSR yang digunakan dalam penelitian ini adalah penanda dominan, yang dicirikan dengan ada atau tidak adanya alel pada lokus tertentu. Hal ini memungkinkan jumlah maksimum alel per lokus adalah dua, dan rata-rata menunjukkan kelimpahan alel antara individu dalam populasi. Frekuensi alel penanda dominan dianggap sebagai ciri genotipe. Oleh karena penanda ISSR adalah penanda dominan, maka setiap pita polimorfik dianggap satu lokus, dan dengan menggunakan 10 primer ISSR, dideteksi ada 148 lokus dari 60 individu yang diamati.

Berdasarkan jumlah pita polimorfik di antara 10 primer ISSR, maka primer ISSR1 menghasilkan angka polimorfik tertinggi sebanyak 23 pita, dibandingkan dengan primer lainnya. Semua primer mengungkapkan pita polimorfik pada semua individu, yang berimplikasi bahwa kesepuluh primer menunjukkan adanya keragaman dalam populasi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis). Temuan ini didukung oleh persentase polimorfik lokus, yang menunjukkan bahwa setiap primer memroduksi variasi persentase polimorfik lokus pada seluruh populasi (Gambar 6).

Gambar 9 Dendrogram 60 individu Durian Tengkurak berdasarkan data ISSR, yang dianalisis dengan metode UPGMA. Angka pada percabangan adalah nilai bootstrap yang berasal dari 1000 kali replikasi pseudo-data. Kategori A dan B adalah pengelompokan berdasarkan STRUCTURE

I

III

II

Gambar 10 Plot matriks dalam Principal Coordinate Analysis (PCoA) berdasar data ISSR. 1, 2, 3 = kelompok

Gambar 11 Perubahan nilai delta K, dari K = 2 yang optimum menurun menjadi K=3,

Dokumen terkait