Cover Utama
KERAGAMAN GENETIK DURIAN (
Durio
spp) BERDASARKAN
PENANDA
INTER-SIMPLE SEQUENCE REPEAT
(ISSR)
PIETER AGUSTHINUS RIUPASSA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul "KERAGAMAN GENETIK DURIAN (Durio spp) BERDASARKAN PENANDA INTER-SIMPLE SEQUENCE REPEAT (ISSR)" adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
PIETER AGUSTHINUS RIUPASSA. Keragaman genetik durian (Durio spp) berdasarkan penanda Inter-Simple Sequence Repeat (ISSR). Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI, MIFTAHUDIN, dan SUHARSONO.
Durio adalah suatu marga yang anggotanya merupakan pohon tahunan yang secara taksonomi dikelompokkan pada bangsa Malvales dan suku Malvaceae, yang berjumlah 34 jenis, walaupun hanya sembilan jenis saja yang dapat dikonsumsi, yaitu D. zibethinus, D. kutejensis, D. dulcis, D. graveolens, D. grandiflorus, D. testudinarum D. oxleyanus, D. lowianus dan D. mansonii. Pusat keanekaragaman jenis durian adalah di pulau Kalimantan, tetapi hanya jenis D. zibethinus yang paling umum dan tersebar meluas ke pulau-pulau lain di Indonesia, serta dijumpai di negara-negara Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar (Burma), Philipina, Sri Lanka, India, dan Papua New Guinea. Secara umum, nama lokal Durian lebih tertuju pada jenis D. zibethinus. Jenis lain yang banyak dibudidayakan adalah Lai (D. kutejensis) yang menghasilkan buah dengan aril berwarna kuning hingga jingga. Kedua jenis tersebut berbeda dengan Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis). Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) mempunyai letak tandan buah pada pangkal batang pohon, sedangkan Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) dengan buah yang terletak pada cabang pohon. Durian Tengkurak merupakan jenis baru dan endemik dari Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, sebagai aset penting ketersediaan plasma nutfah durian, maka jenis ini perlu dieksplorasi keragaman genetiknya.
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu mengoptimasi teknik isolasi DNA konvensional akibat banyaknya polisakarida yang mengganggu kualitas DNA; menganalisis keragaman genetik dari Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) Kalimantan Barat menggunakan penanda ISSR; menganalisis keragaman genetik pada Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis); dan menentukan penanda ISSR menjadi lokus spesifik-jenis yang digunakan untuk pembeda antara jenis durian. Manfaat penelitian yang diperoleh adalah (1) mendapatkan tahapan teknik isolasi DNA yang optimum; (2) menginformasikan profil keragaman genetik durian Tengkurak (D. tanjungpurensis), Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) menggunakan penanda ISSR, yang dapat digunakan dalam tujuan konservasi plasma nutfah durian; dan (3) memperoleh lokus spesifik-jenis berbasis penanda ISSR yang berguna untuk mengidentifikasi jenis durian.
Ada permasalahan dalam isolasi DNA khusus untuk Durian (D. zibethinus) dan Lain (D. kutejensis) yaitu sulitnya mendapatkan DNA hasil ekstraksi yang berkualitas baik. Adanya polisakarida yang tinggi pada daun menyebabkan sulitnya mendapatkan DNA berkualitas, dibandingkan dengan DNA hasil isolasi pada jenis Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis). Rendahnya kualitas DNA yang diperoleh dari isolasi Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) terlihat dari sulitnya melakukan amplifikasi DNA dalam proses PCR. Oleh karena itu, teknik isolasi DNA untuk kedua jenis ini dimodifikasi dengan melakukan pemisahan polisakarida secara berulang, setelah langkah pengeringan dan perolehan pelet DNA.
adalah 148, dengan rata-rata jumlah pita per primer yaitu 14.8. Parameter keragaman genetik Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) bervariasi antar enam populasi berbeda. Jumlah rata-rata alel yang diamati berkisar dari 1.42 sampai 1.62, jumlah alel efektif bervariasi dari 1.19 sampai 1.34, nilai Indeks Informasi Shannon berkisar dari 0.20 sampai 0.31, dan tingkat keragaman genetik bervariasi dari 0.12 sampai 0.21. Tingkat polimorfisme lokus bervariasi dari 41.89% sampai 62.16%, dengan persentase terendah dan tertinggi ditemukan pada populasi Bukit Sagu 1 dan Hutan Rejunak. Keragaman genetik populasi Bukit Sagu 1 adalah terendah yang menunjukkan bahwa populasi Bukit Sagu 1 memiliki keragaman genetik terendah di antara populasi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) lainnya.
Analisis hubungan genetik antar tiga jenis durian dilakukan berdasarkan pada 164 lokus menghasilkan empat kelompok gugus yaitu kelompok Durian (D. zibethinus) dari Cipaku, Durian (D. zibethinus) dari Mekarsari, Lai (D. kutejensis) dari Cipaku, dan Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) dari kabupaten Sekadau. Analisis gugus didukung oleh hasil analisis PCoA dengan tiga pengelompokan, yang mengelompokkan semua aksesi menurut jenis Durio. Pembandingan antar ketiga kelompok tersebut menunjukkan kelompok Durian (D. zibethinus) adalah kelompok yang paling beragam, yang terlihat jelas pada tingginya sebaran aksesi pada analisis PCoA. Namun, kekerabatan Durian (D. zibethinus) tampak lebih dekat ke Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis), dibandingkan dengan ke Lai (D. kutejensis).
Sebanyak 13 lokus dapat ditentukan sebagai lokus spesifik-jenis pada tujuh primer dengan validasi yang signifikan untuk ketiga jenis Durio. Validasi dilakukan dengan membuat tabel kontingensi ada atau tidak ada pita, dengan menghitung jumlah (frekuensi) pita yang muncul. Lokus spesifik untuk jenis Durian (D. zibethinus) berjumlah 4 lokus, yaitu yang berukuran 900 bp pada primer ISSR4, ukuran 250 bp dan 550 bp pada primer PKBT7, dan ukuran 500 bp pada primer PKBT8. Untuk jenis Lai (D. kutejensis) ada 6 pita spesifik, yaitu ukuran 1100 bp dan 1800 bp pada primer ISSR1, ukuran 300 bp dan 1000 bp pada primer ISSR4, ukuran 200 bp pada primer ISSR5, dan ukuran 750 bp pada primer PKBT12. Untuk jenis Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) hanya ada 3 pita spesifik, yaitu ukuran 650 bp pada primer ISSR9, ukuran 650 bp pada PKBT7, dan ukuran 1500 bp pada primer PKBT12.
SUMMARY
PIETER AGUSTHINUS RIUPASSA. Genetic diversity of durian (Durio spp) based on Inter-Simple Sequence Repeat (ISSR) markers. Under the direction of TATIK CHIKMAWATI, MIFTAHUDIN, and SUHARSONO.
Durio is a genera of perennial tree that is classified into the order Malvales and family Malvaceae, which is consisted of about 34 species, but only nine species are edible, that are Durio zibethinus, D. kutejensis, D. dulcis, D. graveolens, D. grandiflorus, D. testudinarum, D. oxleyanus, D. lowianus and D. mansonii. The center of species diversity is on Borneo island; however the species of D. zibethinus are the most common and widely distributed to other islands in Indonesia, and it is also found in South East Asian countries, such as Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar (Burma), the Philippines, Sri Lanka, India, and Papua New Guinea. In general, the local
name of „Durian‟ is refers to D. zibethinus. The species of Lai (D. kutejensis) is the other widely cultivated species that produces fruits having yellow to orange arils. Both species are differed from Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) which produces fruit at the base of the tree trunk, while Durian (D. zibethinus) and Lai (D. kutejensis) produce fruits on their branches. Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) is a new species that is endemic from West Kalimantan, an important asset of durian germplasm, and its genetic diversity is needed to be explored further.
The aims of this research are to optimize the conventional DNA isolation techniques due to the large number of polysaccharides that interfere to the quality of the DNA; to analyze the genetic diversity of the Durian Tengkurak in West Kalimantan based on ISSR markers; to analyze the genetic diversity of Durian (D. zibethinus) and Lai (D. kutejensis) based on ISSR markers; and to determine the ISSR marker into specific loci that are used for distinguishing Durio species. The benefits of the research are to obtain: (1) an optimal stage of DNA isolation techniques; (2) information of genetic diversity profile of the Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis), Durian (D. zibethinus), and Lai (D. kutejensis) based on ISSR markers can be used in the purpose of durian germplasm conservation; and (3) some ISSR-based specific loci that are useful to identify Durio species.
There was a problem found in the isolation of DNA which is specific to Durian (D. zibethinus) and Lai (D. kutejensis) which was difficult on getting DNA extraction yield. The presence of high polysaccharide in the Durio leaves causes the lowest quality of DNA, compared to that isolated from D. tanjungpurensis. The poor quality of DNA obtained from Durian (D. zibethinus) and Lai (D. kutejensis) was shown by difficulty to get good PCR product. Therefore, DNA isolation techniques for both species were performed by multiple separation of polysaccharide after the process of drying and obtaining DNA pellet.
diversity varied from 0.12 to 0.21. The polymorphic loci level was varied from 41.89% to 62.16%, with the lowest and highest percentage found in populations of the Bukit Sagu 1 and Hutan Rejunak, respectively. The genetic diversity of Bukit Sagu population is smallest compared to other populations. The result shown that the population of Bukit Sagu 1 has the lowest genetic diversity among populations of other Durian Tengkurak.
The analysis of genetic relationship among three Durio species was done based on 164 loci classified into four groups, namely the group of Durian (D. zibethinus) from Cipaku, Durian (D. zibethinus) from Mekarsari, Lai (D. kutejensis) from Cipaku, and durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) from Sekadau Regency. The cluster analysis was also supported by analysis of the PCoA classified all accessions into three groups according to species of Durio. The group of Durian (D. zibethinus) is the most diverse group, which is clearly visible on the high spread of its accession on the analysis. However, it seems that Durian (D. zibethinus) had closer relationship to Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis), compared with that to Lai (D. kutejensis).
There were 13 loci found as specific locus in seven primers with a significant validation for the three species of Durio. The validation was done by making contingency tables of the presence and absence bands, and by counting the number of bands. Four specific loci were found for Durian (D. zibethinus), i.e. band size of 900 bp on ISSR4 primer, size 250 and 550 bp on PKBT7 primer, and size of 500 bp in PKBT8 primer. There are six specific bands of the species of Lai (D. kutejensis), namely band size of the 1100 and 1800 bp on ISSR1 primer, size 300 and 1000 bp on ISSR4 primer, size 200 bp at ISSR5 primer, and size of 750 bp on PKBT12 primer. While, there are only three specific bands for Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis), namely band size of 650 bp on the ISSR9 primer, size of 650 bp at PKBT7 primer, and the size of 1500 bp on PKBT12 primer.
Hak Cipta
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Cover Judul Tanpa Logo
KERAGAMAN GENETIK DURIAN (
Durio
spp) BERDASARKAN
PENANDA
INTER-SIMPLE SEQUENCE REPEAT
(ISSR)
PIETER AGUSTHINUS RIUPASSA
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Penguji
Penguji pada Ujian Tertutup dan Sidang Promosi Doktor: Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA
(Staf pengajar pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor)
Dr Ir Mohamad Reza Tirtawinata, MS
Judul Disertasi : Keragaman Genetik Durian (Durio Spp) Berdasarkan Penanda Inter-Simple Sequence Repeat (ISSR)
Nama : Pieter Agusthinus Riupassa
NRP : G363100061
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi Ketua
Dr Ir Miftahudin, MSi Prof Dr Ir Suharsono, DEA
Anggota Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biologi Tumbuhan
Dr Ir Miftahudin, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian Tertutup: 29 Januari 2016
PRAKATA
Salam sejahtera dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat-Nya, disertasi yang berjudul “Keragaman Genetik Durian (Durio spp) Berdasarkan Penanda Inter-Simple Sequence Repeat (ISSR)” dapat diselesaikan, sebagai syarat utama untuk memperoleh gelar Doktor pada Mayor Biologi Tumbuhan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan tinggi kepada 1) para pembimbing, yaitu Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi, Dr Ir Miftahudin, MSi, dan Prof Dr Ir Suharsono, DEA yang telah memberikan arahan penelitian dan penulisan disertasi ini; dan 2) para penguji pada Ujian Tertutup dan Ujian Sidang Promosi, Dr Aris Tjahjoleksono, DEA, dan Dr Ir Mohamad Reza Tirtawinata, MS (Ketua Yayasan Durian Nusantara, pemulia durian di Kebun Cipaku dan Kebun Buah Mekarsari), atas kesediaan menguji dan mengoreksi penulisan disertasi ini.
Terima kasih pula disampaikan kepada 1) Dr Aris Tjahjoleksono, DEA sebagai Kepala Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi atas ijin penggunaan lab; 2) Ibu Retno Untari, Bpk Kusmayadi & Bpk Asep Aminudin sebagai laboran Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, atas bantuan teknis; 3) Marwan Diapari, Ph.D, University of Saskatchewan, Department of Plant Sciences, Canada dan Hugo Volkaert, Ph.D, Biotech Researcher, Kasetsart University Kamphaengsaen Campus, Thailand, atas bantuan diskusi software STRUCTURE; 4) Dr Daniela Guicking, Systematik und Morphologie der Pflanzen, Universität Kassel Germany, atas komunikasi teknis untuk isolasi DNA; 5) Gregori Granadi Hambali, MS, Direktur Penelitian dan Pengembangan, PT Sasaran Ehsan Mekarsari, Kebun Buah Mekarsari, Cileungsi Jawa Barat, atas ijin sampling; 6) Bpk Mahpudin dan Pimpinan Kebun Cipaku, Badan Litbang, Kementerian Pertanian, atas ijin dan bantuan teknis di lapang; 7) Beberapa teman yang terlibat aktif dalam penelitian ini, Azis, Zidni Ilman Navia, Syasti Hastriani, dan Dr Muhammad Alfarabi; 8) Mahasiswa S3 BOT angkatan 2010 (Ibu Retno, Pa Asri Paserang, Pa Dr Muhammad Alfarabi, Ibu Ifa, Ibu Dr Priyanti, Ibu Dr Zumaidar, Ibu Dr Etty) dan teman-teman di laboratorium Fisiologi dan Genetika Molekuler (Ratna, Jumi, Kifli, Jun, Devi-Devi, Arfan, Lili Chrisnawati; 9) Teman-teman Persatuan Mahasiswa Maluku di Bogor (Dr Onny Dima, Dr Rhonny Ririhena, Dr Welem Waeleruny, Dr Dion Bawole, Dr Delly Matruty, Dr Nus Kaya, Dr Ismail Maskromo, Dr Edizon Jambormias, Benny Jeujanan MSi, Chris Leiwakabessy MSi, dan lainnya), atas dukungan moril dan/atau materil; 10) Ketua Jurusan Biologi dan Dekan FMIPA, Universitas Pattimura; 11) Rektor Universitas Pattimura, Ambon; 12) Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB & staf administrasinya, dan Dekan FMIPA IPB & staf administrasinya; 13) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, atas bantuan Beasiswa Pendidikan Dalam Negeri; 14) Pimpinan DP2M Dikti atas Dana Hibah Penelitian Fundamental a.n Dr. Ir Tatik Chikmawati, M.Si via DIPA IPB 2013 nomor 2913.089.521219, yang telah mendanai penelitian ini; 15) Bpk Prof Emeritus GA Wattimena dan Prof Dr Sudarsono atas dukungan moril; 16) Seluruh dosen dan staf Mayor Biologi Tumbuhan, yang telah memberikan bekal teori dan praktek untuk ilmu biologi, taksonomi dan genetika molekuler; 17) Pimpinan dan staf Perpustakaan IPB atas ijin &
layanan referensi sekaligus sebagai “rumah ke-2 penulis”; dan 18) pihak lainnya.
Ungkapan terima kasih yang tinggi disampaikan kepada orang tua (Papa Dominggus Lok Riupassa-almarhum dan Mama Lientje Nanulaitta), kakak-kakak (Frangki, Max, Esau, Frederik), adik-adik (Anthony, Alex, dan Etty), dan Mas Sulis Usdoko & Keluarga, serta keluarga besar penulis atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang selama penulis menjalani program Doktor di IPB, dan permohonan maaf karena studi yang panjang. Secara khusus dan istimewa disampaikan terima kasih kepada Istri, Anneke Pesik, anak Ascendiazorg, Ancela, dan Alynne, serta Papa Herling Pesik, yang selalu bersama dalam keluarga di Bogor, dan memberikan dukungan yang sangat berharga selama pendidikan ini. Semoga disertasi ini selalu bermanfaat. Terima kasih. Shalom aleichem!
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Perbandingan ciri-ciri umum Durian (D. zibethinus), Lai (D. kutejensis), dan
Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) 7
2 Asal sampel Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) dari Kalimantan Barat 15 3 Aksesi Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) koleksi Kebun Cipaku
dan Mekarsari yang diamati 16
4 Daftar nama, sekuen, panjang primer ISSR dan suhu pelekatan
masing-masing primer dalam reaksi PCR 19
5 Ukuran hasil PCR, jumlah pita, dan jumlah pita polimorfik dari 60 aksesi
Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) menggunakan primer ISSR 24 6 Parameter keragaman genetik dan polimorfik lokus Durian Tengkurak (D.
tanjungpurensis) 25
7 Analisis ragam molekuler dari enam populasi Durian Tengkurak (D.
tanjungpurensis) menggunakan penanda ISSR 26
8 Analisis struktur genetik populasi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis)
dari Kalimantan Barat 27
9 Ukuran produk PCR, jumlah pita yang diskor, dan jumlah pita polimorfik yang dihasilkan dari amplifikasi DNA dari 58 aksesi menggunakan 10
primer ISSR 30
10 Parameter keragaman genetik antar tiga jenis durian 31 11 Lokus spesifik-jenis berdasarkan primer ISSR untuk ketiga jenis Durio
Indonesia 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Bagan alir penelitian keragaman genetik Durio spp. menggunakan penanda
ISSR 5
2 Variasi warna mahkota bunga. (A) Durian (D. zibethinus), (B) Lai (D.
kutejensis), dan (C) Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) 7 3 Rangkuman skematis contoh dua macam primer ISSR pada target (CA)n.
Memanfaatkan situs sekuen berulang atau SSR dengan dua tipe penempelan sehingga menghasilkan multi-pita DNA dalam PCR (Ziętkiewicz et al. 1994). 13 4 Peta distribusi sampel Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) asal
Kalimantan Barat. ● = titik sampling 15
5 Hasil isolasi DNA genom yang ditunjuk dengan panah. (A) tanpa optimasi yang tampak dengan banyak komponen pengotor, (B) isolasi dengan optimasi yang menghasilkan DNA yang lebih bersih. Kuantifikasi DNA
dengan λ (100 ng) 23
6 Elektroforegram hasil PCR dari enam populasi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis). (A) menggunakan primer PKBT2 dan (B) menggunakan primer ISSR4, sebagai representasi pita yang polimorfik tinggi dan rendah.
Ukuran pembanding pita DNA: 100 bp (M1) dan 1 kb (M2) 24 7 Sebaran persentase polimorfik lokus sepuluh primer ISSR 25 8 Persentase ragam molekuler (AMOVA) Durian Tengkurak (D.
tanjungpurensis) antar populasi ( ) dan dalam populasi ( ) 26 9 Dendrogram 60 individu Durian Tengkurak berdasarkan data ISSR, yang
dianalisis dengan metode UPGMA. Angka pada percabangan adalah nilai bootstrap yang berasal dari 1000 kali replikasi pseudo-data. Kategori A dan
B adalah pengelompokan berdasarkan STRUCTURE 28
10 Plot matriks dalam Principal Coordinate Analysis (PCoA) berdasar data
ISSR. 1, 2, 3 = kelompok 29
11 Perubahan nilai delta K, dari K = 2 yang optimum menurun menjadi K=3, yang menguatkan bahwa populasi Durian Tengkurak, dengan penanda ISSR
secara akurat dikelompokkan dalam dua kategori 29
12 Analisis STRUCTURE yang membagi populasi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) menjadi 2 kategori. Kategori pertama yang berwarna merah berisi populasi Hutan Rejunak dan Tembaga, kategori kedua yang berwarna hijau berisi populasi Hutan Rawak, Bukit Merindang, Bukit Sagu 1 dan
Bukit Sagu 2 30
13 Dendrogram dari aksesi Durio berdasarkan pada metode UPGMA, yang menghasilkan tiga kelompok utama. Nilai bootstraps ditampilkan pada setiap percabangan dendrogram berasal dari 1000 kali replikasi pseudo-data 32 14 Plot matriks Principal Coordinate Analysis berdasar penanda ISSR yang
menunjukkan pemisahan atas tiga kelompok. Sebaran 58 aksesi durian disajikan dalam (A) dua dimensi dan (B) dalam tiga dimensi, dengan nilai
persentase ragam kumulatif berturut-turut sebesar 24.83% dan 33.54%. 33 Lokus spesifik dari tiga jenis masing-masing tiga aksesi. (A) primer ISSR1
dengan 2 lokus, (B) primer PKBT7 dengan tiga lokus. Lokus spesifik ditunjukkan dengan anak panah. Kode sampel sesuai dengan Tabel 2 dan 3.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Foto elektroforesis amplifikasi DNA Durian Tengkurak primer ISSR1 –
PKBT12. Kode sampel sesuai dengan Tabel 2. Marker ladder: 100 bp (M1)
dan 1 kb (M2) 52
2 Foto elektroforesis hasil amplifikasi DNA Durian & Lai, primer ISSR1-PKBT12. Kode sampel sesuai dengan Tabel 3. Marker ladder: 100 bp (M1)
dan 1 kb (M2) 57
3 Satu contoh hasil analisis dan kode sumber (source code) untuk validasi
DAFTAR ISTILAH
Untuk memudahkan pengertian atas suatu sebutan atau pengetikan yang paling banyak muncul dalam Disertasi ini, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan.
Sebutan Pengertian
durian Adalah sebutan yang bermaksud durian secara umum (yang diketik dengan huruf kecil), yang tidak membedakan jenis-jenis durian secara taksonomi. Sebutan ini juga dapat berarti jenis dari marga Durio atau Durio spp
Durian Adalah jenis durian yang umum dikenal, yang secara taksonomi diberi nama ilmiah Durio zibethinus Murray atau diketik D. zibethinus Murr. atau diketik D. zibethinus
Lai Adalah jenis Lai yang diberi nama ilmiah Durio kutejensis (Hasskarl) Beccari atau diketik secara singkat menjadi D. kutejensis (Hassk.) Becc. atau diketik D. kutejensis
Durian Tengkurak Adalah durian endemik, yang diberi nama ilmiah Durio tanjungpurensis Navia atau diketik secara singkat menjadi D. tanjungpurensis
1 PENDAHULUAN
Latarbelakang
Durio yang diklasifikasikan ke dalam suku Malvaceae adalah marga yang penting. Beberapa anggota dari marga Durio merupakan penghasil buah dengan nilai ekonomis yang tinggi, yang tumbuh di Indonesia dan beberapa negara lain di Asia Tenggara, termasuk Thailand, Burma, Malaysia dan Philipina. Banyak jenis Durio ditemukan di Kalimantan, ada 22 jenis durian yang ditemukan di Kalimantan (Uji 2005; Navia dan Chikmawati 2015) dari 34 jenis yang telah dideskripsikan, sehingga pulau itu dianggap menjadi pusat keanekaragaman marga ini. Jenis Durian (Durio zibethinus Murray) yang lebih dikenal sebagai durian di Indonesia adalah buah yang populer karena rasa yang unik dan ketersediaannya luas. Jenis ini menghasilkan buah yang sangat bervariasi tergantung pada kultivarnya berupa ukuran, aroma, warna kulit, dan warna daging (aril biji). Jenis ini pertama kali ditemukan di hutan Malaysia oleh Murray, dan dijuluki sebagai “raja buah” oleh Wallace (Nafsi 2007). Secara umum, Durian (D. zibethinus) dicirikan oleh buah yang berduri yang tumbuh di cabang pohon. Jenis Durian (D. zibethinus) sudah dibudidaya secara luas dan sebagai konsekuensinya jenis ini memiliki keanekaragaman yang tinggi. Banyak kultivar telah dikembangkan dari jenis ini, dan sudah diberi nama tertentu misalnya Kani/Kane, Matahari, Ajimah, Sitokong, Petruk, Sukun, Layung, Manalagi. Selain Durian (D. zibethinus), salah satu jenis yang juga sudah dibudidayakan adalah Lai (Durio kutejensis (Hasskarl) Beccari).
Meskipun sudah dibudidayakan, Lai (D. kutejensis) tergolong jenis langka yang berasal dari Kalimantan. Dari segi morfologi, Lai (D. kutejensis) mudah dibedakan dari Durian (D zibethinus) pada beberapa ciri, antara lain: mempunyai daun besar (20-33 cm panjang, lebar 6-12 cm), aroma yang kurang tajam, bunga berwarna merah atau kuning, letak filamen benangsari berlepasan yang menempel berputar pada dasar bunga, dan panjang filamen berukuran lebih dari setengah panjang bunganya (Kostermans 1958; Nyffeler dan Baum 2001).
Di antara seluruh jenis Durio, jenis Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis Navia) merupakan jenis yang baru dideskripsikan dan diberi nama pada tahun 2015 (Navia dan Chikmawati 2015). Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) adalah jenis tumbuhan endemik di Kalimantan Barat yang diberi nama sesuai dengan nama daerah tempat ditemukan jenis tersebut yaitu Tanjungpura, Kalimantan Barat.
Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) sebagai durian endemik perlu mendapat perhatian konservasi genetik. Dalam dekade terakhir, tinggi laju deforestasi di Kalimantan dan konversi lahan dalam praktek tanaman monokultur dan pembakaran hutan telah menyebabkan durian ini menjadi langka di tempat asalnya. Oleh karena itu, upaya konservasi plasma nutfah durian dirasa mendesak, termasuk Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis). Salah satu usaha langkah awal dalam konservasi adalah mendeskripsikan keragaman genetik plasma nutfah dari Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis). Profil keragaman genetik Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) selain dapat digambarkan secara morfologi, juga dapat digambarkan menggunakan penanda molekuler.
Penanda inter-simple sequence repeats (ISSR markers) adalah penanda multi-lokus yang didasarkan pada amplifikasi (penggandaan) fragmen DNA, yang diapit oleh sekuen nukleotida berulang sederhana dengan orientasi terbalik. Daerah berulang ini tersebar di seluruh genom kromosom. Peran fragmen berulang dalam kromosom dapat merupakan daerah berpeluang tinggi terjadinya pindah silang pada peristiwa reduksi kromosom (meiosis). Selain itu, dapat pula terjadi pengikatan utas DNA sendiri (self dimer atau looping) yang berpengaruh terhadap keragaman genetik dan proses metabolisme. Penanda ini merupakan penanda dominan yang memiliki beberapa keunggulan, dibandingkan dengan penanda dominan lain, seperti random amplified polymorphic DNA (RAPD) (Ziętkiewicz et al. 1994). Dalam banyak kajian, ISSR telah mengungkapkan rasio diskriminan yang tinggi, genetik variabilitas yang tinggi (Moulin et al. 2012), dan tingkat polimorfisme yang tinggi (Djè et al. 2010). Dalam keadaan tertentu, penanda ini dapat berperan sebagai penanda ko-dominan yang mampu mengidentifikasi individu dengan alel heterozigot (Pandit et al. 2007). Dalam proses PCR, primer oligonukleotida dapat ditentukan secara acak berdasarkan di-, tri- atau tetra-nukleotida berulang, yang pada ujung primer 3' atau 5', dapat ditambahkan dengan 1-3 basa. Analisis menggunakan penanda ISSR telah dilakukan pada banyak jenis tumbuhan, dengan berbagai tujuan, seperti untuk tujuan koleksi dan konservasi jeruk Afrika (Djè et al. 2010), konservasi japonica teh di Cina dan Jepang (Lin et al. 2013), karakterisasi plasma nutfah ubi jalar Brasil (Moulin et al. 2012), penentuan seks tanaman kentang hijau dari India (Nanda et al. 2013), penentuan keseragaman klon in-vitro anggur (Nookaraju dan Agrawal 2012), dan studi evolusi dan spesiasi pada Asteraceae (Archibald et al. 2006). Penanda ISSR juga telah digunakan untuk menilai keragaman genetik kultivar durian di Thailand (Vanijajiva 2012), tetapi kajian untuk mengungkapkan keragaman genetik Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) asal Kalimantan Barat belum pernah dilakukan.
Sebagai tanaman yang mengandung polisakarida tinggi, isolasi DNA dari marga Durio perlu mendapat perhatian utama untuk menghasilkan DNA berkualitas tinggi, yang layak digunakan dalam aplikasi penanda molekuler. Optimasi teknik isolasi DNA akibat banyak polisakarida yang mengganggu kualitas DNA merupakan kesulitan tersendiri (Ruwaida et al. 2009; Syahruddin 2012; Hariyati et al. 2013). Namun demikian, kesulitan tersebut berhasil diatasi dalam penelitian ini.
Perumusan Masalah
maupun durian endemik perlu untuk dikaji aspek genetika molekuler, selain aspek morfologi, ekologi, dan lainnya. Ketersediaan materi DNA merupakan syarat utama kajian molekuler, yang ternyata tidak mudah diperoleh, untuk mengungkapkan keragaman genetik, sekaligus pula menyediakan dan memperkaya referensi sains bagi penelitian di masa mendatang. Profil genetik dapat digunakan pada banyak keperluan, misalnya saja untuk identifikasi tumbuhan dan autentikasi individu. Ada empat pemikiran yang dijelaskan sebagai hasil penelitian ini. Pertama, optimasi teknik isolasi DNA akibat banyak polisakarida yang mengganggu kualitas DNA. Kedua, sebagai jenis endemik, keragaman genetik Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) dirasakan penting dan perlu diungkapkan. Profil keragaman genetik dapat digunakan untuk tujuan konservasi plasma nutfah tropis. Analisis molekuler menggunakan penanda ISSR yang bersifat polimorfik dianggap sesuai untuk mengeksplorasi keragaman genetik Durian Tengkurak. Keragaman genetik Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) diduga memiliki keragaman yang tinggi. Pada masa mendatang, diharapkan profil keragaman genetik Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) dapat digunakan untuk mendesain rencana dalam melestarikan plasma nutfah Durian Tengkurak. Ketiga, perlu diungkapkan pula keragaman genetik pada Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis). Keempat, menentukan penanda ISSR yang menjadi lokus spesifik-jenis yang dapat digunakan untuk pembeda antar jenis Durio.
Tujuan
Penelitian ini memiliki empat tujuan sebagai berikut: Pertama, mengoptimasi teknik isolasi DNA konvensional akibat banyaknya polisakarida yang mengganggu kualitas DNA. Kedua, menganalisis keragaman genetik dari Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) yang berasal dari Kalimantan Barat menggunakan penanda ISSR. Ketiga, menganalisis keragaman genetik Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis). Keempat, menentukan lokus spesifik-jenis yang dapat digunakan sebagai pembeda antar jenis Durio.
Manfaat dan Kebaruan Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diperoleh adalah menginformasikan (1) profil keragaman genetik Durian Tengkurak, Durian, dan Lai menggunakan penanda ISSR, yang dapat digunakan dalam tujuan konservasi plasma nutfah marga Durio; dan (2) lokus spesifik-jenis berbasis penanda ISSR yang berguna untuk mengidentifikasi jenis dari marga Durio.
Penelitian ini menghasilkan kebaruan berupa: (1) profil keragaman genetik Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis), Durian (D. zibethinus), dan Lai (D. kutejensis) menggunakan penanda ISSR; dan (2) lokus spesifik-jenis berbasis penanda ISSR yang berguna untuk mengidentifikasi tiga jenis Durio.
Ruang Lingkup Penelitian
berkualitas diperlukan sebagai syarat utama sebelum proses PCR dalam penggandaan DNA secara in-vitro. Optimasi primer oligonukleotida dalam PCR dilakukan dengan mencari suhu annealing (pelekatan primer) yang menunjukkan pita-pita yang tampak jelas, tebal dan reproduksibel (dapat diulang). Suhu yang optimal dideteksi secara gradien di sekitar suhu TM primer yang dihitung oleh perusahaan sintesis primer. Suhu optimum setiap primer yang ditemukan, selanjutnya diaplikasikan pada PCR menggunakan DNA Durian Tengkurak. Elektroforesis amplikon DNA dilakukan, di mana pita-pita yang tampak dengan jelas diskor berdasarkan ada dan tidak ada pita, untuk selanjutnya dianalisis keragaman genetik sehingga memperoleh profil dan struktur populasi Durian Tengkurak.
Rekap Data Skoring Determinasi Lokus Spesifik-Jenis
Penentuan Kandidat Lokus Spesifik Validasi Lokus Spesifik dengan Chi-square
Lokus spesifik pembeda jenis
Gambar 1 Bagan alir penelitian keragaman genetik Durio spp. menggunakan penanda ISSR
Sampel Durian Tengkurak dari Kalimantan Barat
Meningkatkan Kualitas Isolasi DNA Uji Awal: Seleksi & Optimasi Primer
PCR menggunakan primer ISSR Skoring Pita PCR dari foto Elektroforesis
Analisis Data: GenAlEx, NTSys, Popgen, Mega, STRUCTURE
Keragaman genetik dan struktur populasi Durian
Tengkurak
Plasma Nutfah Durian Indonesia:
 Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis Navia)
 Durian (D. zibethinus Murray)
 Lai (D. kutejensis (Hasskarl) Beccari)
Optimasi Teknik Isolasi DNA pada Durian Tengkurak, Durian & Lai
Keragaman Genetik Tengkurak Keragaman Genetik Durian & Lai
Sampel Durian & Lai dari Kebun Mekarsari Cileungsi & Cipaku Bogor
Meningkatkan Kualitas Isolasi DNA PCR menggunakan primer ISSR
Skoring Pita PCR dari foto Elektroforesis
Analisis Data: GenAlEx & Mega
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Durio
Marga Durio merupakan tumbuhan berumah satu (monoecius) yaitu putik dan benangsari berada dalam satu individu, dengan kromosom 2n=2x=56, dengan ciri polinasi terbuka (open pollination) yang dibantu oleh kelelawar, lebah, dan burung. Meskipun demikian, penyerbukan dapat terjadi baik penyerbukan sendiri (autogami) atau silang (out crossing), dengan penyerbukan sendiri terjadi sangat rendah karena antesis polen dan stigma pada periode yang berbeda (Yumoto 2000). Tingginya kejadian penyerbukan silang menyebabkan tingginya rekombinasi genetik pada keturunannya (Brown 1997). Pada umumnya, perbanyakan Durio di Indonesia dilakukan dengan biji dari buah tanaman yang tumbuh liar atau dilakukan petani dengan cara generatif yaitu dengan biji yang disemaikan (Sastrapradja 1979), sehingga sebagian besar tumbuhan Durio Indonesia yang tidak teridentifikasi dan hanya beberapa di antaranya yang dikarakterisasikan dan dilepaskan menjadi varietas dan masih terus dalam pengkajian lebih lanjut (Kementerian Pertanian 2015).
Penyerbukan silang antar jenis dan antar varietas dapat terjadi secara alami, sehingga memungkinkan adanya jenis dan varietas baru dengan peluang yang tinggi. Ada atau tidaknya jenis dan varietas baru yang muncul perlu diinventarisasi dan diidentifikasi dibandingkan dengan jenis dan varietas yang telah ada, baik secara morfologi, allozyme, dan molekuler. Sunaryo et al. (2015) mengemukakan hasil eksplorasi dan identifikasi tumbuhan Lai-Durian sebagai hibrid alami antara D. kutejensis dan D. zibethinus asal Kalimantan Timur, yang mewariskan sifat-sifat menarik. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan plasma nutfah akan sangat berguna untuk merakit bibit unggul tanaman buah yang bernilai ekonomi tinggi. Penemuan
kultivar durian baru seperti kultivar „Pelangi Manokwari‟ di Papua, yang diduga merupakan hibrida alami antar D. zibethinus x D. graveolens, sudah diidentifikasi dan didaftarkan sebagai bibit unggul oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2014.
Secara umum, sebutan durian lebih tertuju pada jenis D. zibethinus, yang berbeda dengan jenis Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis). Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) mempunyai letak tandan buah pada pangkal batang pohon, sedangkan Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) menghasilkan buah pada cabang pohon. Perbandingan ketiga jenis disajikan dalam Tabel 1, dan perbandingan bunga dalam Gambar 2. Warna buah hijau, coklat, kuning kuning coklat
Letak buah cabang cabang pangkal akar/batang
utama Warna daging putih, krem, kuning kuning, oranye putih Rasa daging tawar, manis,
alkoholik
tawar, manis hambar
Ketebalan daging sedang, tebal sedang sangat tipis
Ukuran daun lonjong lebar lonjong
Bentuk kanopi pohon
kerucut kerucut, perdu kerucut, membulat
Gambar 2 Variasi warna mahkota bunga. (A) Durian (D. zibethinus), (B) Lai (D. kutejensis), dan (C) Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis)
ton. Tiga provinsi yang menghasilkan durian tertinggi di Indonesia adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Produksi durian ini telah memberikan sumbangan yang cukup berarti untuk buah tropik pada tahun 2014 dibandingkan dengan jeruk (sekitar 2 juta ton), mangga (2.4 juta ton), dan pisang (7 juta ton).
Potensi durian Indonesia dinilai sangat besar kontribusinya pada sektor ekonomi di tengah permasalahan usaha produksi durian. Dukungan kebijakan pemerintah telah dilakukan melalui pengembangan durian multi varietas, sehingga Indonesia diharapkan mampu menunjukkan kekayaan plasma nutfah dan potensi durian unggul nasional. Di sisi lain, masih terdapat banyak masalah kritis, yaitu kurangnya penerapan teknologi budidaya dan sistem usaha tani yang maju, penggunaan bibit durian berkualitas dan bersertifikat yang masih terbatas, perlu perlindungan tata ruang kawasan hortikultura dan kebun agribisnis, modal usaha petani terbatas, pemasaran yang dikuasai tengkulak menyebabkan rendahnya harga durian di tingkat petani saat musim panen, belum berkembangnya kelompok tani durian, dan kemitraan usaha di tingkat petani belum berfungsi (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2009).
rcbL (yang mengkode sub-unit besar dari Rubisco) dan intergen antara gen ndhC and trnV. Gen rcbL adalah gen yang paling terkonservasi pada tanaman dan memiliki tingkat evolusi perubahan sekuen yang rendah, sedangkan intergen ndhC-trnV adalah daerah yang relatif memiliki perubahan sekuen yang cepat. Kombinasi dua teknik, yaitu PCR dan RFLP memanfaatkan ada tidaknya situs enzim restriksi pada amplikon DNA hasil PCR, mampu menunjukkan keragaman yang tinggi dan dapat digunakan sebagai penanda molekuler dalam program pemuliaan tanaman (Santoso et al. 2005). Peneliti lain, Sales (2015) menggunakan penanda SSR pada kultivar D. zibethinus asal Mindanao Philipina sebagai prosedur cepat untuk mengidentifikasi, mengautentikasi dan menyortir tanaman sebelum ditanam di perkebunan. Dengan menggunakan 29 primer SSR dalam laboratorium molekuler memanfaatkan PCR. Profil polimorfik DNA digunakan sebagai dipakai untuk membedakan kultivar tanaman.
Upaya pengembangan durian dapat juga dilakukan dengan persilangan terkontrol (Bansir et al. 2008) atau dengan eksplorasi dan identifikasi varietas baru (Sunaryo et al. 2015), dengan performa buah beraroma tidak tajam atau lembut, yang umumnya ciri ini diminati konsumen. Menurut Bansir et al. (2008), persilangan dilakukan dengan harapan mendapatkan sifat hibrid dari tetua betina D. kutejensis dan tetua jantan D. zibethinus pada keturunan F1, yang hingga kini belum ada laporan tentang keragaan dan status agronomi tanaman hasil persilangan itu. Pada waktu yang lain, Sunaryo et al. (2015) menemukan ada hibrid durian yang merupakan hasil persilangan yang terjadi secara alami antar D. zibethinus dan D. kutejensis di Kalimantan Timur, yang lebih banyak membawa sifat dominan menarik dari tetua D. zibethinus, yaitu terasa manis, aril yang tebal berwarna kuning, lembut dan bertekstur kering, aroma yang kurang tajam, kadar protein yang tinggi, dan buah tahan lama pada suhu ruang. Sifat tahan lama dapat diperkirakan berasal dari tetua D. kutejensis yang tidak alkoholik dan kurang aktivitas fermentasi, sedangkan banyak durian justru mulai merekah kulitnya 24 jam setelah buah jatuh (masak di pohon).
Deskripsi Jenis
A. Durio zibethinus Murray (1774)
Ekologi: Pohon durian tumbuh dengan baik di daerah tropis, sampai pada ketinggian 800 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan di atas 1500 m per tahun dan merata sepanjang tahun dengan lama bulan basah 9-10 bulan. Tumbuh baik pada tanah dengan pH netral, dengan drainase baik, seperti di perbukitan. Akar durian peka terhadap rendaman air. Pada musim yang relatif kering akan merangsang dan terjadinya pembungaan. Pertumbuhan durian berhenti selama musim dingin di Queensland, namun pembungaan dan pembuahan lebih lebat dari pada di daerah tropis. Di Indonesia dan Malaysia yang kelembaban udaranya tinggi, pohon durian seringkali berbunga 2 kali setahun. Di Indonesia, tanaman liarnya ditemukan di Sumatra dan Kalimantan. Tumbuhan ini tersebar ke Myanmar, Thailand, dan Philipina bagian selatan. Hasil pembudidayaan durian menyebar dari Sri Lanka dan India Selatan sampai Papua New Guinea (Purwanto et al. 2011).
Kegunaan: Buah durian yang telah matang, arilnya merupakan bagian yang dapat dimakan, umumnya dikonsumsi dalam kondisi segar. Aromanya yang tajam dan khas berasal dari senyawa thiol atau thiol-ester, ester dan sulfida merupakan tanda khas adanya buah durian. Berat daging buah durian berkisar 20-35% dari berat buah, sedangkan bijinya 5-15%. Daging buah dan bijinya yang kaya akan karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Setiap 100 g bagian yang dapat dimakan mengandung 67 g air, 2.5 g protein, 2.5 g lemak, 28.3 g karbohidrat, 1.4 g serat, 0.8 g abu, 20 mg kalsium, 63 mg fosfor, 601 mg kalium, 0.27 mg thiamin, 0.29 riboflavin, dan 57 mg vitamin C. Energi yang dihasilkan sebesar 520 kJ/100 g. Buah durian dapat diawetkan dengan cara mengeringkan daging buahnya, atau diolah menjadi dodol atau daging buahnya dibiarkan meragi menjadi tempoyak. Biji durian yang direbus atau dibakar dan dijemur 3-4 hari dapat dimakan sebagai makanan kecil. Pucuk daun yang masih muda dimasak sebagai lalapan. Kulit buah yang dikeringkan digunakan sebagai bahan bakar, terutama untuk mengasapi ikan. Kayunya yang berserat agak kasar, ringan dan tak berbau digunakan sebagai bahan konstruksi perkakas rumah-tangga (Purwanto et al. 2011).
B. Durio tanjungpurensis Navia (2015)
Pohon dapat mencapai tinggi 20 m, berakar papan; kulit kayu coklat –coklat tua, teras kayu coklat kemerahan. Daun tunggal, berseling, lonjong sampai membulat, meruncing lanset, 12-44 x 3-12.5 cm, pangkal lancip sampai membulat, ujungnya lancip, melancip panjang, caudatus, panjangnya 5-22 mm; permukaan atas kasar, hijau, permukaan bawah coklat, bersisik tipis/jarang. Perbungaan muncul di pangkal batang, infloresens tunggal atau dengan 2-5 kuncup bunga; warna bunga hijau sampai kuning kehijauan, panjang tangkai 3-5.5 cm; kuncup membulat; epikaliks tegak kokoh, dalam 2 lobus, membulat, ukuran 2-3.5 x 1-1.5 cm; kelopak berjumlah 5, bebas, putih, membulat, ukuran 2-3.5 x 1.5-2.5 cm; mahkota 5 melonjong, putih, ukuran 5.6-7.5 x 1-1.5 cm; benangsari berbentuk tabung, jumlah 20-30, panjang 7.5-8.5 cm, berlekatan sampai dengan 2/3 dari panjang tangkai putik; tangkai putik berbulu kasar, kepala putik bongkol bulat, panjang 9-9.5 cm. Buah kapsul membulat, muncul pada pangkal batang, diameter 6.7-7.8 cm, duri tajam bentuk piramid, panjang 5-11 mm, warna buah muda hijau, warna buah matang coklat; biji tidak beraturan, ditutupi aril sekitar 20-40% atau seluruhnya; panjang 2-2.5 cm; aril berwarna putih susu, sangat tipis, tebal <1 mm (Navia dan Chikmawati 2015).
pelindung. Jenis ini oleh penduduk, tidak dianggap sebagai tanaman bernilai ekonomi, baik dari buah maupun kayu. Namun, dengan pertambahan penduduk yang cepat, ketersediaan bahan dasar kebutuhan papan, maka diperkirakan tumbuhan ini akan dimanfaatkan sebagai bahan dasar kayu dan perkakas, sehingga ketersediaan tumbuhan ini di alam akan makin terancam. Jenis ini tumbuh bercampur dengan tanaman lain, seperti Dipterocarpus, Artocarpus, dan Pandanaceae.
Kegunaan: Buah endemik Kalimantan Barat ini bila matang dan pecah akan tampak arilnya sangat tipis dan rasanya tawar atau hambar, sehingga buahnya diabaikan oleh penduduk setempat, namun menjadi makanan bagi hewan kura-kura yang hidup di bantaran sungai, karena letak buahnya yang berada pada pangkal batang, tepat di permukaan tanah (Navia 2015).
C. Durio kutejensis (Hasskarl) Beccari (1889)
Pohon dapat mencapai tinggi 21 m, berakar papan rendah, dengan diameter batang 50 cm; kulit kayu halus, mudah mengelupas, warna coklat kemerahan; kayu teras coklat kemerahan. Daun seperti kulit, membulat lonjong, panjang 19–23.7 (–27) cm, lebar 6–7.8 (–8) cm, pangkal daun membulat, ujung acuminate; helaian atas berbulu, mengkilap, helaian bawah ditutupi oleh lapisan tebal sebanyak 4 lapis, dua lapisan atas berwarna coklat, lapisan di bawahnya bersisik warna perak, lapisan terbawah dengan sisik stellate. Perbungaan dalam malai dengan 3 (atau lebih) bunga, beraroma seperti pepaya, yang muncul pada cabang utama atau cabang kedua, kuncup umumnya membulat, besar, panjang 33-35 mm, lebar 18-20 mm, warna hijau kekuningan; epikaliks 2 lobus, membulat, panjang 2.5-3.5 cm, lebar 1.5-2.5 cm; daun kelopak berbentuk campanulate, panjang 1.5-2.5 (-3) cm, lebar1.5-3.5 (-4.0) cm, 5 gigi bentuk segitiga, panjang 4-5 mm, lebar 10-15 mm, bagian luar bersisik cokelat keemasan, bagian dalam berwarna hijau muda, yang dilindungi dengan sisik besar cokelat dan berukuran kecil bagian bawah; daun mahkota merah tua dengan 5 helaian, berbentuk spathulate, panjang 6-9 cm, lebar 2-3 cm, bagian luar warna merah tua, ditutupi dengan sisik stellate dan fimbriate, bagian dalam dengan sisik kasar; benang sari sekitar 60, terpisah, merah, permukaan kasar, panjang 4.5-7.5 cm; tangkai putik merah muda, panjang 5-8 cm, kepala putik kuning bulat, berbulu. Buah berduri piramid, bulat sampai lonjong, sulit dibelah, panjang 8-22 cm, lebar 8-14 cm, 5 juring. Biji lonjong, panjang 2.6-4.9 cm, lebar 1.3-4.5 cm, coklat tua, mengkilat; aril kuning sampai kuning tua, oranye sampai oranye tua, kering, cukup manis, lembut seperti krim, tebal 4-7 mm, menutupi seluruh biji atau sebagian biji terlihat (Salma 2011).
Ekologi: Jenis ini dapat tumbuh dari dataran rendah (20-300 m dpl) hingga ketinggian 750 m dpl, dengan kelembaban berkisar antara 25-86%, dengan suhu udara dari 24-30 oC.
Penanda Inter-Simple Sequence Repeats (ISSR)
Ada banyak teknik yang tersedia untuk karakterisasi genetik tanaman berdasar pada identifikasi menggunakan DNA (DNA-based identification) berbasis PCR (polymerase chain reaction). Teknik PCR memanfaatkan enzim thermostable, yang dapat menyintesis utas DNA baru dengan menyalin DNA cetakan (Mullis et al. 1986). Pada awalnya, PCR dirancang untuk mengamplifikasi sekuen target dan untuk meningkatkan sensitivitas deteksi sering digunakan probe DNA. Namun, untuk melabel probe DNA merupakan pekerjaan yang memakan tenaga dan waktu, maka penggunaan PCR dilakukan tanpa probe. Dalam perkembangannya, PCR digunakan pula untuk melakukan amplifikasi secara simultan dan random yang berguna untuk identifikasi yang menghasilkan profil genetik yang spesifik, misalnya penggunaan penanda RAPD, amplified fragment length polymorphism - AFLP, dan ISSR. Menurut Farooq dan Azam (2002) pemilihan penanda tergantung aspek rasional dan tujuannya.
Keragaman genetik merupakan perhatian penting ahli biologi yang tertarik untuk memperoleh parameter keragaman dari jenis yang terancam punah atau dari populasi yang kecil untuk memastikan potensi resiko genetik dan mengembangkan suatu sistem strategi manajemen. Ada banyak pengukuran keragaman genetik yang telah dikembangkan, mulai dari ciri morfologi (ragam kuantitatif), enzim/protein (allozyme electrophoresis), sampai pada teknologi berbasis DNA (genotyping dan sekuensing). Analisis ciri morfologi secara umum telah dapat memberikan informasi yang sangat baik, namun sifat kuantitatif multigen dan induksi lingkungan yang menyebabkan adanya keterbatasan aplikasi pada penggunaan dan pengembangannya. Penggunaan allozyme telah digunakan secara meluas, bersifat ko-dominan, dan menunjukkan penanda fenotip dengan biaya yang rendah. Sejak pengembangan PCR, banyak ahli genetik telah mengevaluasi suatu jenis tumbuhan berdasar pada keragaman antar bermacam-macam penanda DNA (Rossetto dan Rymer 2013).
Teknik molekuler berdasarkan DNA merupakan perangkat yang dapat mengurangi keterbatasan dari penanda morfologi yaitu rendahnya polimorfisme, adanya pengaruh pleiotropi dan epistasis (Weising et al. 2005). Teknologi PCR, hanya sedikit membutuhkan sampel DNA. Tiga penanda berbasis PCR yang luas penggunaannya adalah RAPD, SSR atau mikrosatelit, dan AFLP. Setiap teknik penanda molekuler memiliki kekurangan dan kelebihan. Penanda RAPD sangat cepat dan mudah diimplementasi, dimana penentuan primer dapat secara acak, tetapi penanda ini kurang reproduksibel (Virk et al. 1995). Penanda AFLP memiliki tingkat reproduksibel yang moderat, namun biaya operasional yang tinggi (Karp et al. 1997). Mikrosatelit bersifat spesifik dan sangat polimorfik, namun membutuhkan data awal sekuen sebagian atau seluruh genom, ketika menentukan primer yang spesifik.
Liston 1998). ISSR merupakan daerah di dalam DNA yang panjangnya sangat bervariasi dalam suatu jenis yang sama (Salimath et al. 1995).
Gambar 3 Rangkuman skematis contoh dua macam primer ISSR pada target (CA)n. Memanfaatkan situs sekuen berulang atau SSR dengan dua tipe penempelan sehingga menghasilkan multi-pita DNA dalam PCR (Ziętkiewicz et al. 1994). ISSR merupakan penanda multi lokus yang diamplifikasi melalui PCR dengan primer tunggal yang melekat pada mikrosatelit target (Gambar 3) tanpa pengetahuan sekuen apapun, yang menghasilkan daerah di antara lokus mikrosatelit atau sekuen berulang sederhana (Simple Sequence Repeat, SSR). Hasil amplifikasi menghasilkan pola pita ganda dan polimorfik (Nagaoka dan Ogihara 1997). Setiap pita mewakili sekuen DNA yang dibatasi oleh dua mikrosatelit yang berbeda. Penggunaan primer yang lebih panjang pada penanda SSR menghasilkan pita yang reproduksibel, dibandingkan dengan penanda RAPD.
Sidik-jari DNA
Ketiga penanda ini memunculkan pita multi lokus sehingga diperlakukan sebagai penanda dominan dalam analisis genetik populasi. Penanda dominan tidak mampu membedakan antar alel homozigot dan heterozigot pada organisme diploid.
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Nopember 2013 sampai Januari 2015, bertempat di Laboratorium Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Tumbuhan
Sebanyak 60 sampel daun Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) yang berasal dari Kalimantan Barat, yang tersebar pada 6 populasi berdasarkan lokasi tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini (Tabel 2 & Gambar 4).
Tabel 2 Asal sampel Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) dari Kalimantan Barat No Lokasi/Desa [Kec./Kab.] Kode Jumlah Aksesi
1 Hutan Rejunak [R/S] RBN (N) 11
2 Hutan Rawak [R/S] RWK (R) 11
3 Tembaga [NM/S] DKT (D) 10
4 Bukit Merindang [NT/S] MER (E) 11
5 Bukit Sagu 1 [NSH/KH] BKA (B) 8
6 Bukit Sagu 2 [NSH/KH] BKB (K) 9
Kec.: Rawak, Nanga Mahap, Nanga Taman, Nanga Silat Hilir; Kab.: Sekadau; Kapuas Hulu
Sebanyak 20 aksesi sampel Durian (D. zibethinus) yang berasal dari koleksi ex-situ Kebun Buah Mekarsari, Cileungsi Bogor Jawa Barat, dan sebanyak 21 aksesi sampel daun tanaman Durian (D. zibethinus) dan 7 aksesi Lai (D. kutejensis) diambil dari koleksi ex-situ Kebun Percobaan Cipaku Bogor, BPTP Jabar, Balitbangtan, Kementerian Pertanian, yang digunakan dalam penelitian ini (Tabel 3).
Tabel 3 Aksesi Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) koleksi Kebun Cipaku dan Mekarsari yang diamati
No Kode
sampel Nama aksesi Jenis Tempat koleksi
1 ZC1 Ajimah D. zibethinus Kebun Cipaku
10 ZC21 Menoreh Kuning D. zibethinus Kebun Cipaku
11 ZC23 Namlung D. zibethinus Kebun Cipaku
12 ZC24 Nyamat D. zibethinus Kebun Cipaku
13 ZC25 Otong short leaf D. zibethinus Kebun Cipaku 14 ZC26 Otong long leaf D. zibethinus Kebun Cipaku
15 ZC29 Pelangi D. zibethinus Kebun Cipaku
16 ZC31 Petruk D. zibethinus Kebun Cipaku
17 ZC33 Ripto D. zibethinus Kebun Cipaku
18 ZC36 Sitokong D. zibethinus Kebun Cipaku
19 ZC37 Sukun D. zibethinus Kebun Cipaku
20 ZY1 Local Soya1 D. zibethinus Kebun Cipaku 21 ZY2 Local Soya2 D. zibethinus Kebun Cipaku 22 ZS1 Matahari D. zibethinus Kebun Mekarsari
23 ZS2 Ajimah D. zibethinus Kebun Mekarsari
24 ZS3 Aden D. zibethinus Kebun Mekarsari
25 ZS4 Sihejo/Hejo D. zibethinus Kebun Mekarsari 26 ZS5 Monthong D. zibethinus Kebun Mekarsari
27 ZS6 Sililin D. zibethinus Kebun Mekarsari
28 ZS7 Kukusan D. zibethinus Kebun Mekarsari
29 ZS8 Wisma Lerem D. zibethinus Kebun Mekarsari
30 ZS9 Surya D. zibethinus Kebun Mekarsari
31 ZS10 Sibakul D. zibethinus Kebun Mekarsari 32 ZS11 Sikapal D. zibethinus Kebun Mekarsari 33 ZS12 Soekarno D. zibethinus Kebun Mekarsari 34 ZS13 Sihepe/Hepi D. zibethinus Kebun Mekarsari 35 ZS14 Kamarung D. zibethinus Kebun Mekarsari
36 ZS15 Jarian D. zibethinus Kebun Mekarsari
… lanjutan Tabel 3
No Kode
sampel Nama aksesi Jenis Tempat koleksi
39 ZS18 Simas Cikalong D. zibethinus Kebun Mekarsari 40 ZS19 Musangking D. zibethinus Kebun Mekarsari 41 ZS20 Perkasa D. zibethinus Kebun Mekarsari 42 LC41 Lai Kalimantan D. kutejensis Kebun Cipaku 43 LC42 Lai Kutai D. kutejensis Kebun Cipaku
Aksesi no. 1–41 adalah jenis Durian, sedangkan no. 42–48 adalah jenis Lai.
Isolasi, Elektroforesis, dan Amplifikasi DNA Isolasi DNA
DNA diisolasi menggunakan cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) mengikuti metode (Doyle dan Doyle 1987) dengan beberapa modifikasi. Daun durian dipotong dan ditimbang kurang lebih seberat 0.2 g kemudian digerus dalam mortar dengan nitrogen cair sampai menjadi bubuk, dan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf 2 mL. Buffer lisis CTAB ditambahkan sebanyak 1 mL, kemudian ditambahkan 2 µL 2-mercaptoetanol. Tabung sampel diinkubasi dalam waterbath dengan suhu 65 °C selama 60 menit, dimana setiap 15 menit dibolak-balik. Setelah itu dilakukan sentrifus menggunakan Eppendorf Centrifuge 5416 (Eppendorf, USA) pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung eppendorf baru kemudian ditambahkan kloroform:isoamilalkohol (24:1) sebanyak volume supernatan lalu disentrifus. Supernatan dipindah ke tabung eppendorf baru kemudian ditambahkan isopropanol dingin sebanyak 0.8 volume dari supernatan dan natrium asetat sebanyak 0.1 volume supernatan kemudian diinkubasi dalam freezer semalaman. Suspensi kemudian disentrifus hingga diperoleh pellet DNA. Pellet DNA dicuci dengan menggunakan ethanol 70% dingin 500 µl, lalu disentrifus dan dikeringkan. Pellet DNA dilarutkan menggunakan 200 µL akuabides.
Purifikasi DNA dilakukan untuk menghilangkan kontaminan RNA. RNase sebanyak 2 µl ditambahkan ke dalam suspensi DNA kemudian diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 OC, dan diinkubasi pada suhu 70 OC selama 15 menit. Ke dalam DNA ditambahkan satu volume fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1). Suspensi disentrifus 11000 rpm selama 10 menit, dan supernatan dipindahkan ke tabung baru. DNA dipresipitasi dengan 0.8 volume isopropanol dingin dan 0.1 volume natrium asetat 2 M dingin, kemudian disentrifus 14000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang hati-hati untuk meninggalkan pelet pada dasar tabung, kemudian pelet dibilas dengan alkohol 70% dingin. Pelet DNA kering diberi 100 µL aquabidest dan disimpan pada -20 °C.
Tengkurak (D. tanjungpurensis), Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) dilakukan dengan modifikasi menurut Weising et al. (2005). Modifikasi dilakukan sesaat setelah pelet DNA ditambahkan akuabides dan sebelum disimpan, dilakukan beberapa langkah tambahan berikut. Sebanyak 100 µL ddH2O dingin ditambahkan ke
dalam larutan DNA sehingga volume akhir DNA mencapai 200 µL, kemudian ditambahkan lagi 20 µL NaCl 5 M (dalam keadaan dingin) dan 80 µL Etanol absolut. Tabung diputar (di-spin) sebentar, dan diinkubasi di freezer selama 20 menit. Selanjutnya, tabung disentrifus dengan kecepatan 9.000 rpm selama 15 menit (langkah ini dapat mengendapkan polisakarida ke dasar tabung), sedangkan DNA ada pada supernatant. Pengambilan Dari supernatan larutan DNA diambil sebanyak 200 µL yang dipindahkan ke tabung baru. Pengambilan dilakukan dengan tip 1 mL yang terpotong ujung sehingga pemipetan tidak mengikutkan larutan bagian bawah yang mengandung polisakarida. Selanjutnya, sebanyak 200 µL Isopropanol ditambahkan, dan tabung dibolak-balik perlahan secukupnya. Tabung dinkubasi di freezer selama 2 jam (semalaman jika perlu). Tabung disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang, dan pelet DNA dikeringanginkan beberapa menit, dan ditambahkan 500 µL EtOH 70%. Tabung disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit, dan supernatan dibuang, serta pelet dikeringanginkan (semalam). Pelet DNA ditambahkan 200 µL bufer TE (atau ddH2O free nuclease) untuk resuspensi DNA,
dan disimpan pada suhu -20 oC, dan sebagian konsentrasi DNA diukur dengan NanoDropTM (Thermo Scientific, USA), sisanya untuk digunakan lebih lanjut.
Elektroforesis DNA Sampel
Sebanyak 1 g agarose (TopVisionTM Agarose, Fermentas, USA) dididihkan dalam 100 mL buffer Tris-base-EDTA (TBE) 1X. Gel diwarnai dengan ethidium bromide [0.5 µg/mL] sesaat sebelum dituang ke wadah cetakan bersisir pembentuk sumur loading. Gel dibiarkan mengeras dan dipasangkan pada peralatan elektroforesis Mini-Sub® Cell GT (Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA). Sebanyak 2 µL DNA hasil isolasi tiap
sampel dimasukan ke sumur gel. Standar λ (lambda) DNA dimasukkan ke salah satu
sumur gel sebagai penduga konsentrasi DNA. Peralatan elektroforesis dijalankan pada tegangan listrik 80 volt selama 45 menit. Setelah elektroforesis selesai, gel diletakkan di atas UV transiluminator dan didokumentasi dengan digital CCD Camera (Daihan WiseDoc® WGD-20 Portable Gel Documentation System,Korea).
Amplifikasi DNA reaksi PCR
Untuk mendapatkan hasil amplifikasi DNA dalam reaksi PCR dilakukan optimasi terlebih dahulu, sehingga terpilih satu suhu pelekatan primer optimum, yang tampak melalui pita-pita yang tebal dan jelas (Sambrook dan Russell 2001). Komposisi reaksi PCR untuk total volume 25 µL adalah 12.5 µL Master mix GoTaq® (sesuai instruksi produk), 0.15 µL BSA (Bovine Serum Albumin), 0.15 µL MgCl2, 1 µL primer [10
pmol/µL], 3 µL template DNA [15 ng/ µL], dan 8.2 µL ddH2O. Daftar primer ISSR
disajikan dalam Tabel 4.
Sebanyak 2 µL produk PCR dielektroforesis menggunakan agarose 2.5% (TopVisionTM Agarose, Fermentas, USA) dalam buffer Tris-base-EDTA (TBE) 1X pada tegangan 80 volt selama 120 menit yang dielektroforesis dengan Mini-Sub® Cell GT (Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA). Sebelum elektroforesis dijalankan, sebanyak 2 µL Marker Ladder DNA 100 bp dan 1 kbp dimasukkan masing-masing pada sumur lain, untuk kemudian digunakan sebagai pola ukuran panjang produk PCR. Pewarnaan gel dan dokumentasi dilakukan sama seperti telah dijelaskan pada prosedur elektroforesis DNA sampel.
Tabel 4 Daftar nama, sekuen, panjang primer ISSR dan suhu pelekatan masing-masing primer dalam reaksi PCR
Keragaman Genetik Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) Skoring dan Analisis Data
efektif (Ne), indeks informasi Shannon (I), keragaman gen (h), persentase polimorfik, dan AMOVA. Rumus dan deskripsi parameter dijelaskan sebagai berikut:
a. Jumlah alel (Na) adalah rata-rata jumlah alel (ada pita amplifikasi) dan alel nol (tidak ada pita). Jumlah alel disebut pula sebagai alel aktual.
b. Jumlah alel efektif (Number of Effective Alleles, Ne) adalah nilai dugaan variabilitas dari alel aktual dalam populasi (Kimura dan Crow 1964).
�� = 2 1 + 2
Untuk data biner, p = frekuensi pita yang muncul; dan q = 1 - p.
c. Indeks Informasi Shannon (Shannon’s Information Index, I) (Lewontin 1972). � =−1 × [ �� + �� ]
Di mana: p = frekuensi pita yang muncul; dan q = 1 - p. d. Keragaman Gen (h) Nei's (1973)
ℎ= 1−( 2+ 2)
Di mana: p = frekuensi pita yang muncul; dan q = 1 - p.
Keragaman gen sama dengan isi informasi polimorfik (PIC) adalah rata-rata heterozigositas yang disesuaikan untuk penanda dominan dengan ada dan tidak ada pita. Perhitungan menggunakan data skor pita dengan angka 1 atau 0, yang dihitung berdasarkan (Roldán-Ruiz et al. 2000).
PICi = 2fi (1-fi)
Dimana: PICi adalah PIC untuk penanda ke-i; fi adalah frekuensi alel atau pita
yang dapat diamplifikasi (muncul pita); dan (1-fi) adalah frekuensi alel nol
(tidak muncul pita). Nilai PIC berkisar dari 0 sampai 0.5. e. Persentase Polimorfik
% Polimorfik = [ (Jumlah Pita Polimorfik – Jumlah Pita Monomorfik) / Total Pita ] x 100%
f. Analisis ragam molekuler (Analysis of Molecular Variance, AMOVA) digunakan untuk menduga persentase ragam genetik antar-populasi dan dalam-populasi, melalui Menu Amova pada software GenAlEx.
Analisis gerombol/gugus (clustering) memanfaatkan software Mega 5.2 (Tamura et al. 2011). Analisis menggunakan metode statistik unweighted pair-group method arithmetic average (UPGMA) dengan koefisien similaritas Tamura-Nei untuk menghasilkan dendrogram. Validasi dendrogram (tes pohon filogeni) menggunakan model tes bootstrap dengan 1000 kali replikasi.
Selanjutnya, untuk memeriksa struktur populasi, model campuran (admixture model) diterapkan, dengan pilihan no a priori model dalam setiap sub-populasi. Enam puluh individu dengan informasi genotipe dari ke-enam populasi dianalisis menggunakan software STRUCTURE v.2.3.4 (Pritchard et al. 2000). Untuk menentukan frekuensi alel berkorelasi dan untuk memperkirakan K (jumlah populasi dugaan), dengan nilai K dari 1 sampai 6, dengan pengulangan 200.000 MCMC, dengan burn-in period of 50.000 for K. Nilai rata-rata dan ragam diplot dalam “likelihood per
K” menggunakan STRUCTURE HARVESTER v.0.6.94 (Earl dan vonHoldt 2012) dan metode Evanno (Evanno et al. 2005).
Keragaman Genetik Tiga Jenis Durio
Sampel material genetik
Sebanyak total 48 sampel daun pohon Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) berasal dari Kebun Mekarsari (20 sampel dalam Tabel 3) dan dari Kebun Percobaan Cipaku Bogor (28 sampel dalam Tabel 3), dibanding secara selektif dengan 10 aksesi dari lokasi Tembaga, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Dengan demikian jumlah data seluruhnya yang dianalisis sebanyak 58 aksesi.
Analisis data
Prosedur kerja PCR, skoring pita PCR, dan analisis data menggunakan prosedur seperti dijelaskan sebelumnya. Foto elektroforesis hasil PCR dengan DNA dari Durian (D. zibethinus) dan Lai (D. kutejensis) disajikan dalam Lampiran 2. Analisis PCoA dengan GenAlEx divisualisasikan tiga dimensi dengan software SAS® Graph v9 (SAS Institute Inc. 2002). Analisis gugus, sebagai input data menggunakan konversi data biner ke kode nukleotida, yaitu T untuk ada pita dan G untuk tidak ada pita, dengan metode UPGMA yang melibatkan uji pohon filogeni dengan 1000 kali bootstraps menggunakan software Mega 5.2 (Tamura et al. 2011).
Penentuan Lokus Spesifik-Jenis
4 HASIL
Optimasi Teknik Isolasi DNA
DNA berkualitas baik telah berhasil diisolasi secara konvensional dengan menggunakan bufer CTAB dengan metode yang dimodifikasi dari Doyle dan Doyle (1987) dan Weising et al. (2005) disajikan pada Gambar 5. DNA yang diperoleh telah berhasil digunakan sebagai cetakan pada PCR. Hasil elektroforesis DNA yang diamplifikasi dengan PCR disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Sebelum proses PCR dilakukan, pengujian kualitas DNA dilakukan dengan elektroforesis dan/atau spektrofotometer NanoDropTM. Jika proses optimasi isolasi DNA tidak dilakukan, DNA tampak penuh pengotor (smear) pada hasil elektroforesis. Bilamana dipaksakan untuk melakukan PCR, maka sebagian besar sampel menghasilkan pita secara tidak konsisten, tidak reproduksibel, dan tidak jelas. Demikian pula, hasil isolasi DNA yang tidak dioptimasi memiliki daya simpan yang rendah, karena DNA mudah mengalami degradasi atau rusak.
Gambar 5 Hasil isolasi DNA genom yang ditunjuk dengan panah. (A) tanpa optimasi yang tampak dengan banyak komponen pengotor, (B) isolasi dengan optimasi yang menghasilkan DNA yang lebih bersih. Kuantifikasi DNA dengan λ (100 ng)
Keragaman Genetik Durian Tengkurak Profil penanda ISSR dan polimorfik lokus
Penelitian keragaman genetik 60 individu Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) berhasil digambarkan menggunakan sepuluh primer ISSR. Masing-masing primer menghasilkan produk PCR dengan ukuran yang berbeda mulai dari 200 sampai 2000 bp dan jumlah pita yang bervariasi dari 11-23. Total jumlah pita yang terukur dan terdeteksi adalah 148, dengan rata-rata jumlah pita per primer yaitu 14.8 (Tabel 5).
A
B
Contoh dua profil ISSR diperoleh menggunakan primer PKBT2 dan ISSR4 disajikan dalam Gambar 6.
Tabel 5 Ukuran hasil PCR, jumlah pita, dan jumlah pita polimorfik dari 60 aksesi Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) menggunakan primer ISSR Primer ISSR Ukuran (bp) Jumlah pita Jumlah pita polimorfik
ISSR1 250-1200 23 23
ISSR3 250-1200 11 11
ISSR4 400-2000 15 15
ISSR5 300-1500 15 15
ISSR9 400-1500 14 14
PKBT2 300-2000 14 14
PKBT3 250-1500 14 14
PKBT7 250-1400 12 12
PKBT8 200-1800 16 16
PKBT12 350-2000 14 14
Total ̶ 148 (x=14.8) 148 (100%)
Sebaran lokus polimorfik yang dihasilkan dari penggunaan primer ISSR antara enam populasi bervariasi dari satu primer dengan primer lainnya (Gambar 7). Rata-rata primer ISSR4 menghasilkan persentase lokus polimorfik terendah, dan primer PKBT2 menghasilkan persentase polimorfik lokus tertinggi dari semua populasi.
Gambar 7 Sebaran persentase polimorfik lokus sepuluh primer ISSR Analisis keragaman genetik
Tingkat keragaman genetik tumbuhan Durian Tengkurak (D. tanjungpurensis) ditemukan bervariasi antara enam populasi yang berbeda (Tabel 6). Persentase polimorfik lokus bervariasi dari 41.89% sampai 62.16%, dengan persentase terendah dan tertinggi ditemukan pada populasi Bukit Sagu 1 dan Hutan Rejunak. Jumlah rata-rata alel yang diamati berkisar dari 1.42 sampai 1.62, jumlah alel efektif bervariasi dari 1.19 sampai 1.34, nilai Indeks Informasi Shannon berkisar dari 0.20 sampai 0.31, dan tingkat keragaman genetik bervariasi dari 0.12 sampai 0.21. Tingkat keragaman genetik dari populasi Bukit Sagu 1 adalah terkecil, bila dibandingkan dengan populasi lain. Hal ini menunjukkan bahwa populasi Bukit Sagu 1 memiliki keragaman genetik terendah di antara populasi Durian Tengkurak (Durio tanjungpurensis) lainnya.