• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.3 Metode Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw

2.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama, dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak Ratna (Tukiran, 2014)

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajardan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Seperti dijelaskan oleh Abdulhak (Tukiran, 2014) pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antara peserta didik itu sendiri.

Tom V. Savage (Tukiran, 2014) mengemukakan bahwa cooperative learning merupakan satu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif

Elliot (2011) Pembelajaran kooperatif mempunyai 3 tujuan, diantaranya: (1) meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit, (2) agar siswa dapat menerimateman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang, (3) mengembangkan keterampilan sosial siswa; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide tau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.

Menurut Linda Lungren (Tukiran, 2014), ada 14 manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan prestasi belajar yang rendah, yaitu : (1) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, (2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi, (3) memperbaiki sikap terhadap sekolah, (4) memperbaiki kehadiran, (5) angka putus sekolah menjadi rendah, (6) penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar, (7) perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, (8) konflik antar pribadi berkurang, (9), sikap apatis

berkurang, (10) pemahaman yang lebih mendalam, (11) meningkatkan motivasi lebih besar, (12) hasil belajar lebih tinggi, (13) retensi lebih lama, (14) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

2.3.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri atau karakteristik sebagai berikut: (1) siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar, (2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah (heterogen), (3) apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda, (4) penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu (Ibrahim, 1989).

Pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis.

2.3.4 Strategi pembelajaran Kooperatif

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat 5 hal penting dalam strategi pembelajaran yang telah ditetapkan, yaitu : (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) tatap muka, (5) evaluasi proses kelompok (Elliot, 2011).

Sihaan (Tukiran, 2014) mengemukakan 5 unsur penting yang ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) saling ketergantungan yang positif, (2)

interaksi berhadapan, (3) tanggung jawab individu, (4) keterampilan sosisal, (5) terjadinya proses dalam kelompok.

Anita Lee (2010) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima prinsip, yaitu sebagai berikut: (1) prinsip ketergantungan positif (positive interpendence), yaitu keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan, (2) tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut, (3) interaksi tatap muka (face to face promation interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka dalam melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari kelompok lain, (4) partisipasi dan komunikasi (participation and communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpatisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran, (5) evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu secara khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya dapat bekerjasama lebih efektif.

Untuk mengimplementasikan pembelajaran kooperatif, dapat ditempuh prosedur sebagai berikut: (1) penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pembelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran, (2)

belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi dan siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk selumnya, (3) penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya. Seperti dijelaskan Sanjaya (2010) bahwa hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah bilai bersama dalam kelompoknya.

2.3.5 Teknik Jigsaw

Ada beberapa pendekatan untuk model kooperatif, yaitu STAD (Student Teams Achievement Devisions), tipe jigsaw, tipe investigasi kelompok, dan tipe pendekatan struktural.

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins. Ditinjau dari sisi etimologi, jigsaw berasal dari bahasa Inggris yang berarti “gergaji”. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah fuzzle, yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan kegiatan belajar dengan cara bekerjasama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Seperti yang diungkapkan Anita Lee (2010) bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil

yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen, dan siswa bekerjasama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.

Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu dari bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok lain mendapat tugas topic yang sama, yakni berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli (Ibrahim, 1989).

Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan Nurhadi dan Agus Gerrard (Tukiran, 2014), yaitu: (1) menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi, (2) menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain, (3) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar, (4) mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di tempat duduk masing-masing, (5) mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar, (6) memberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut (1) melakukan kegiatan membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topik-topik permasalahan untuk dibaca, sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut, (2) diskusi kelompok ahli, siswa telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok, atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk menbicarakan topik permasalahan tersebut, (3) laporan kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil yang didapatkan dari diskusi tim ahli, (4) kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi, (5) perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.

Menurut Stepen, Sikes dan Snapp (1978) (Abdul Majid, 2013), mengemukakan langkah-langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut : (1) siswa dikelompokkan sebanyak 1-5 orang siswa, (2) tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda, (3) tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan, (4) anggota dari tim yang berbeda yang telah memperlajari sib bagian yang sama bertemu dengan kelompok baru (kelompok ahli) yang mendiskusikan sub bab mereka, (5) setelah selesai diskusi, sebagai tim ahli tiap anggota kembali kepada kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tim tentang sub bab yang mereka kuasai, dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama, (6) tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi, (7) guru memberi evaluasi.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan dan kekurangan Ibrahim (1989), di antara kelebihannya adalah: (1) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkerjasama dengan siswa lain, (2) siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan, (3) setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya, (4) dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif, (5) setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain. Sedangkan kekurangannya adalah: (1) membutuhkan waktu yang lama, (2) siswa yang pandai cenderung tidak mau disatukan dengan temannya yang kurang pandai, dan kurang pandai pun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai, walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya.

BAB III

Dokumen terkait