• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan kemampuan menulis narasi menggunakan metode kooperatif teknik JIGSAW pada peserta didik kelas X SMA Bopkri Banguntapan Bantul tahun ajaran 2015/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan kemampuan menulis narasi menggunakan metode kooperatif teknik JIGSAW pada peserta didik kelas X SMA Bopkri Banguntapan Bantul tahun ajaran 2015/2016."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Murti, Albertus Ragil Wisnu. 2015. Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Menggunakan Metode Kooperatif Teknik Jigsaw pada Peserta Didik Kelas X SMA BOPKRI Banguntapan Bantul Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang mengkaji upaya meningkatkan

kemampuan menulis narasi pada siswa kelas X SMA BOPKRI Banguntapan Bantul

menggunakan metode kooperatif teknik jigsaw. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas X tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis narasi.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat komponen utama, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Sebelum siklus tersebut dimulai ada tahapan disebut prasiklus untuk mengetahui kondisi awal siswa dan guru. Pengumpulan data berupa tes dan nontes yang digunakan untuk keperluan data penelitian. Analisis data menggunakan analisis data kuantitatif. Data dihitung menggunakan statistik deskriptif dan statistik parametrik yaitu mencari mean, uji t satu sampel, dan uji t sampel berpasangan.

Data penelitian menjelaskan bahwa penggunaan metode kooperatif teknik jigsaw dapat

(2)

ABTRACT

Murti, Albertus Ragil Wisnu. 2015. The Improvement Writing Narrative Skill by using Cooperative Method with Jigsaw Technique of BOPKRI Banguntapan Bantul Senior High School Grade X Students Academic Year of 2015/2016. Thesis. Yogyakarta : Sanata Dharma University Yogyakarta

This research observed the improvement writing narrative skill of BOPKRI Banguntapan Bantul Senior High School Grade X by used Cooperative Method with Jigsaw Technique. The subject of this research are Grade X Students Academic Year of 2015/2016. This research.

This research was develop by used two cycles. In which cycle include four main component, that is designing, action, observation and reflection. Before the cycles strated, there is a step that called pre cycles to find out the initial condition of the students and teacher. The test and non test data collected for this research needed. Data analyzed was using quantitative analyse data. The data calculated by used statistic deskriptive that resolve mean and parametric statistic, one sample t test and paired sample t test.

(3)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MENGGUNAKAN METODE KOOPERATIF TEKNIK JIGSAW PADA PESERTA DIDIK KELAS X SMA BOPKRI BANGUNTAPAN

BANTUL TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Albertus Ragil Wisnu Murti 111224009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

HALAMAN MOTTO

Lakukanlah Sesuatu Seolah-olah Tidak Akan Menemui Kegagalan

Ada Dua Jalan di Hutan,dan aku. Aku Memilih Jalan Yang Jarang Dilalui Orang.

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Murti, Albertus Ragil Wisnu. 2015. Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Menggunakan Metode Kooperatif Teknik Jigsaw pada Peserta Didik Kelas X SMA BOPKRI Banguntapan Bantul Tahun Ajaran 2015/2016.

Skripsi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang mengkaji upaya meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas X SMA BOPKRI Banguntapan Bantul menggunakan metode kooperatif teknik jigsaw. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas X tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis narasi.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat komponen utama, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Sebelum siklus tersebut dimulai ada tahapan disebut prasiklus untuk mengetahui kondisi awal siswa dan guru. Pengumpulan data berupa tes dan nontes yang digunakan untuk keperluan data penelitian. Analisis data menggunakan analisis data kuantitatif. Data dihitung menggunakan statistik deskriptif dan statistik parametrik yaitu mencari mean, uji t satu sampel, dan uji t sampel berpasangan.

(11)

ABTRACT

Murti, Albertus Ragil Wisnu. 2015. The Improvement Writing Narrative Skill by using Cooperative Method with Jigsaw Technique of BOPKRI Banguntapan Bantul Senior High School Grade X Students Academic Year of 2015/2016. Thesis. Yogyakarta : Sanata Dharma University Yogyakarta

This research observed the improvement writing narrative skill of BOPKRI Banguntapan Bantul Senior High School Grade X by used Cooperative Method with Jigsaw Technique. The subject of this research are Grade X Students Academic Year of 2015/2016. This research.

This research was develop by used two cycles. In which cycle include four main component, that is designing, action, observation and reflection. Before the cycles strated, there is a step that called pre cycles to find out the initial condition of the students and teacher. The test and non test data collected for this research needed. Data analyzed was using quantitative analyse data. The data calculated by used statistic deskriptive that resolve mean and parametric statistic, one sample t test and paired sample t test.

(12)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

segala rahmat dan berkatNya karena dengan pendampinganNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Menggunakan Metode Kooperatif Teknik Jigsaw pada Peserta

Didik Kelas X SMA BOPKRI Banguntapan Bantul Tahun Ajaran 2015/2016”.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menghaturkan terima kasih yang

sebesar besarnya kepada pihak-pihak yang dengan ikhlas dan sabar rela berkorban

dan memberikan bantuan, motivasi, dan doa sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi. Terimakasih kepada :

1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Kaprodi PBSI yang selalu sabar

dan penuh ketulusan mendampingi saya sebagai mahasiswa hingga selesai.

2. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. dan Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku

dosen pembimbing dengan kesabaran dan ketulusan mendampingi saya dan

memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsinya.

3. Seluruh dosen PBSI yang mengajar dan mendidik saya selama berproses

dalam perkuliahan.

4. Seluruh dosen di luar PBSI yang turut serta mengajar dan mendidik saya.

5. Seluruh karyawan PBSI yang dengan sabar melayani saya sebagai

mahasiswa dan memberikan kemudahan.

6. Kepala Sekolah, guru, karyawan, para siswa SMA BOPKRI Banguntapan

yang telah mengijikan saya meneliti, bekerja sama dan membantu

menyelesaikan skripsi.

7. Papa dan Mama, Heronimus Hartanto dan Caecilia Endang Sri Lestari

8. Bapak dan Ibu, Agustinus Sumarsono dan Maria Anna Isnaeni.

9. Teman hidup sekaligus sahabat saya Maria Eny Kurniati yang telah

memberikan dorongan, doa, dan motivasi tersendiri bagi penulis.

10. Buah hati saya Maria Della Strada Anggraeni Rosarine yang telah

memberikan kegembiraan luar biasa.

11. Kakak saya : Mas Catur, Mba Tiwi, Mas Markus, dan Mba Tyas yang

(13)
(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

SUSUNAN PANITIA PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

1.5Definisi Istilah Operasional ... 5

(15)

2.2.8 Tata Bahasa ... 17

2.2.9 Diksi atau Pilihan Kata ... 18

2.2.10 Ejaan ... 18

2.2.11 Kebersihan dan Kerapian ... 19

2.3 Metode Kooperatif Tipe Jigsaw ... 19

2.3.1 Pengertian Metode Kooperatif ... 19

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Metode Kooperatif ... 20

2.3.3 Ciri-ciri Metode Kooperatif ... 21

2.3.4 Strategi Pembelajaran Kooperatif ... 21

(16)

BAB V PENUTUP ... 56

5.1 Kesimpulan dan Implikasi ... 56

5.3 Saran ... 58

(17)

DAFTAR TABEL

3.7.1 Pedoman Observasi Aktifitas Guru Mengajar ... 33

3.7.2 Pedoman Observasi Aktifitas Siswa ... 34

3.7.3 Tabel Target Pencapaian ... 35

4.2.1 Tabel Perbandingan Prasiklus dan Siklus I ... 42

4.2.2 Tabel Perbandingan Siklus I dan Siklus II ... 45

4.2.3 Tabel Uji Normalitas Prasiklus ... 46

4.2.4 Tabel Uji T Normalitas Siklus I ... 48

4.2.5 Tabel Uji T Normalitas Siklus II ... 49

4.2.6 Tabel Uji T Sampel Berpasangan Prasiklus dan Siklus I ... 51

(18)

DAFTAR DIAGRAM

4.2.1 Diagram Ketuntasan KKM pada Siklus I ... 43

(19)

DAFTAR GRAFIK

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Nama Siswa Kelas X SMA BOPKRI Banguntapan

Lampiran 2 : Lembar Observasi Guru Prasiklus

Lampiran 3 : Lembar Observasi Siswa Prasiklus

Lampiran 4 : Silabus

Lampiran 5 : RPP Siklus I

Lampiran 6 : RPP Siklus II

Lampiran 7 : Lembar Kerja Siswa Siklus I Tertinggi

Lampiran 8 : Lembar Kerja Siswa Siklus II Teringgi

Lampiran 9 : Rekapitulasi Nilai Prasiklus

Lampiran 10 : Rekapitulasi Nilai Siklus I

Lampiran 11 : Rekapitulasi Nilai Siklus II

Lampiran 12 : Surat Izin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma

Lampiran 13 : Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA

Lampiran 14 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 15 : Foto-foto Kegiatan Penelitian

Lampiran 16 : Hasil Wawancara Guru dan Siswa

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Ketika kita mulai menulis, tidak sedikit dari kita yang mengalami kesulitan

untuk memulainya. Banyak ide yang ada di dalam pikiran kita, tetapi bagaimana

kita menyusunnya menjadi tulisan yang utuh? Sebenarnya apa yang

menyebabkan? Menulis termasuk salah satu keterampilan berbahasa. Kemampuan

menulis diperlukan untuk membuat suatu tulisan, bukan hanya sekadar tulisan

tetapi sebagai suatu cara berkomunikasi. Permasalahan tersebut dialami oleh

peserta didik SMA BOPKRI Banguntapan kelas X. Mereka mengalami kesulitan

pada keterampilan menulis dan membaca.

Kemampuan menulis dipengaruhi oleh kebiasaan menulis, banyak siswa

meremehkan keterampilan menulis. Kemampuan menulis dipengaruhi kebiasaan

membaca dan menulis. Banyak peserta didik yang belum memiliki motivasi atau

ketertarikan yang tinggi pada kebiasaan membaca dan menulis. Hal lain yang

menjadi kendala adalah proses pembelajaran yang kurang menarik dan lebih

tertariknya peserta didik pada bahasa di media sosial (Facebook, Twitter,

Blackberry Massager, dll).

Secara lebih luas lagi, budaya menulis dalam masyarakat Indonesia masih

kurang. Banyak orang Indonesia lebih memilih berbicara langsung ketika

menyampaikan pendapatnya ataupun berkomunikasi, mereka lebih memilih

(22)

adalah kurangnya antusias masyarakat Indonesia untuk membaca sehingga hal ini

menyebabkan keterampilan lainnya tidak diasah seperti menulis.

Keterampilan berbahasa ada empat yaitu keterampilan menyimak (listening

skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading

skills), dan keterampilan menulis (writing skills), walaupun dibedakan

keterampilan tersebut saling berkaitan, saling memiliki hubungan (Tarigan, 2008).

Menurut Tarigan (2008) keempat keterampilan tersebut pada dasarnya

merupakan suatu kesatuan, merupakan catur tunggal. Dalam memperoleh

keterampilan berbahasa, kita biasanya melalui suatu hubungan urutan yang

teratur.

Mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa kemudian

berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Antara menulis dan

membaca terdapat hubungan yang sangat erat. Bila kita menuliskan sesuatu, kita

pada prinsipnya ingin agar tulisan itu dibaca oleh orang lain, paling sedikit dapat

kita baca sendiri pada saat lain. Demikianlah, hubungan antara menulis dan

membaca pada dasarnya adalah hubungan antara penulis dan pembaca.

Jika kita melihat urutan pendidikan Indonesia di mata dunia, Indonesia masih

berada di peringkat bawah. Berdasarkan hasil penelitian PISA (Program for

International Student Assesment) tahun 2006, kualitas pembelajaran di Indonesia

berada pada peringkat 50 dari 57 negara untuk bidang Sains, peringkat 50 dari 57

negara untuk Matematika, peringkat 49 dari 57 negara untuk kemampuan

membaca. Hal tersebut hendaknya menjadi keprihatinan kita bersama. Mengapa

itu terjadi? Bagaimana kurikulum di Indonesia? Mantan Ketua Komnas

(23)

terlalu berat. Kondisi ini membatasi ruang bagi tumbuhnya kreatifitas anak,

menyebabkan sekolah seperti “penjara” bagi anak. Ia berkata bahwa sistem

pendidikan di Indonesia memperlakukan anak seperti robot, “anak ke sekolah harus membawa “koper” berisi banyak buku, sampai dirumah harus mengerjakan

PR, habis itu teler”.

Pada umumnya guru bahasa Indonesia hanya menggunakan metode

konvensional, yaitu guru lebih banyak mengajarkan teori-teori menggunakan

metode ceramah, sedangkan siswa menyimak dan mencatat. Proses belajar yang

demikian cenderung melahirkan manusia yang berisikan intelektual statis dan

kurang kreatif.

Cara belajar setiap siswa berbeda, hal ini yang menyebabkan tingkat

pemahaman siswa yang berbeda pula. Guru perlu menerapkan metode yang

menarik dan inovatif, yang memicu semangat belajar agar anak lebih kreatif dan

inivatif. Untuk materi pembelajaran menulis narasi, guru juga perlu menggunakan

metode pembelajaran yang kreatif. Peneliti menawarkan metode kooperatif

(cooperative learning) menggunakan teknik jigsaw.

Permasalahan yang dialami peserta didik kelas X SMA BOPKRI Banguntapan

dalam keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan menulis, perlu diatasi

dengan metode pembelajaran yang kreatif. Dalam hal ini peneliti mengadopsi

sistem pembelajaran dengan metode kooperatif teknik jigsaw. Materi menulis

yang diberikan guru adalah narasi. Materi ini diberikan di semester ganjil tahun

pelajaran 2015/2016. Keterampilan menulis narasi sebagai permasalahan yang ada

di SMA BOPKRI Banguntapan, sedangkan penyelesaiannya dengan metode

(24)

“Peningkatkan Kemampuan Menulis Narasi Menggunakan Metode Kooperatif

(Cooperative Learning) Teknik Jigsaw Pada Siswa Kelas X SMA BOPKRI

Banguntapan Tahun Ajaran 2015/2016”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai

berikut:

Apakah kemampuan menulis teks narasi siswa kelas X SMA BOPKRI

Banguntapan meningkat setelah menggunakan metode kooperatif teknik jigsaw

dalam pembelajaran?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

peningkatan kemampuan menulis narasi dengan menggunakan metode kooperatif

teknik jigsaw.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian terbagi dalam dua aspek, yaitu aspek teoretis dan aspek praktis :

1.4.1 Aspek Teoretis

1. Melengkapi informasi mengenai pembelajaran menulis narasi dengan

menggunakan metode kooperatif teknik jigsaw.

2. Menambah informasi bagi peneliti lain tentang penelitian tindakan kelas

(25)

1.4.2 Aspek Praktis

1. Bagi guru

Peningkatan pembelajaran di SMA BOPKRI Banguntapan sehingga dapat

meningkatkan pembelajaran menulis narasi. Pembelajaran menulis narasi

berbasis metode kooperatf teknik jigsaw dapat memberi pengalaman baru

dalam mengajar.

2. Bagi siswa

Memberikan stimulasi pada siswa untuk berfikir dan berpendapat dalam

kemampuan menulis. Selain itu, dengan metode kooperatif teknik jigsaw

dapat memupuk rasa kebersamaan dan menghargai pendapat orang lain.

3. Bagi peneliti

Mengaplikasikan teori dan pengetahuan.

4. Bagi peneliti lain

Menambah wawasan untuk penelitian selanjutnya.

1.5Definisi Istilah Operasional

1. Keterampilan

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keterampilan adalah

kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Jika keterampilan dikaitkan dengan bahasa

maka keterampilan berarti kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dalam

menulis, membaca, menyimak dan berbicara.

2. Menulis

Menurut Lado (Tarigan, 2008) menjelaskan menulis ialah menurunkan atau

(26)

dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang

grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Gambar

atau lukisan mungkin dapat menyampaikan makna-makna, tetapi tidak

menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa. Menulis merupakan suatu representasi

bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa.

Hal ini merupakan perbedaan utama antara lukisan dan tulisan, antara melukis

dan menulis. Melukis gambar bukanlah menulis. Seorang pelukis dapat saja

melukis huruf-huruf Cina, tetapi tidak dapat dikatakan menulis, kalau dia tidak

tahu bagaimana cara menulis bahasa Cina, yaitu kalau dia tidak tahu bagaimana

cara menulis bahasa Cina beserta huruf-hurufnya. Dengan kriteria seperti itu,

dapatlah dikatakan bahwa menyalin/mengkopi huruf-huruf ataupun menyusun

menset suatu naskah dalam huruf-huruf tertentu untuk dicetak bukanlah menulis

kalau orang-orang tersebut tidak memahami bahasa tersebut beserta

representasinya.

3. Narasi

Narasi merupakan bagian dari wacana. Wacana adalah teks (bacaan). Wacana

merupakan rangkaian paragraf yang disusun dalam satu kesatuan maksud.

Hubungan antarparagraf dalam wacana selalu saling berkaitan. Wacana terbagi

atas lima, yaitu deskripsi, narasi, argumentasi, eksposipersuasi. Narasi adalah

cerita. Narasi adalah rangkaian paragraf yang berupa kisah tentang seseorang atau

kisah tentang sesuatu. Seseorang yang mengisahkan kebahagiaan dan penderitaan

dalam hidupnya, lalu diimbang dengan suasana hati yang terlibat, ia

(27)

teknik penyampaian yang menyelami suasana hati yang dialami oleh siapa pun

(Dadan Suwarna, 2012).

4. Metode Kooperatif Model Jigsaw

Metode kooperatif model jigsaw berkembang dari adanya krisis dan konflik

mengenai ras, etnik, dan geng yang berbeda di dalam kelas. Karena adanya krisis

tersebut, siswa tidak mau bergabung dengan yang lain. Kemudian para guru

mencari solusi dan jalan keluar untuk mengatasi krisis tersebut dengan

menggabungkan proses belajar dan proses interaksi, maka lahirlah teknik jigsaw

(Elliot Aronson , 2011).

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja

sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajardan bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari

4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Ada beberapa pendekatan untuk model kooperatif, yaitu STAD (Student Teams

Achievement Devisions), tipe jigsaw, tipe investigasi kelompok, dan tipe

pendekatan struktural.

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di

Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon

Hopkins. Ditinjau dari sisi etimologi, jigsaw berasal dari bahasa Inggris yang

berarti “gergaji”. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle, yaitu sebuah

teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini

(28)

kegiatan belajar dengan cara bekerjasama dengan siswa lain untuk mencapai

tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar

kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk

kelompok kecil. Seperti yang diungkapkan Aronson (2011) bahwa teknik jigsaw

merupakan model belajar kooperatif dengan grup kecil yang heterogen dan

diawasi oleh guru.

1.6Sitematika Penulisan

Sistematika penyajian penelitian tindakan kelas ini terdiri atas lima bab, yaitu :

bab 1 berisi pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah operasional, dan sistematika

penulisan, bab II berisi landasan teori yang akan digunakan peneliti untuk

menganalisis masalah-masalah yang akan diteliti, yaitu mengenai kemampuan

menulis, pengertian narasi, dan metode kooperatif teknik jigsaw, bab III berisi

metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur yang akan ditempuh

oleh peneliti untuk memperoleh data, bab IV berisi deskripsi data, analisis data,

dan pembahasan hasil penelitian, bab V berisi kesimpulan hasil penelitiaan,

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai peningkatan kemampuan menulis dan teknik jigsaw telah banyak dilakukan. Banyak sekali contoh penelitian terdahulu yang dapat peneliti jadikan contoh maupun acuan dalam penulisan skripsi ini, namun peneliti hanya menggunakan beberapa karya yang dianggap relevan. Seleksi diperlukan untuk menentukan karya yang baik dan kurang baik, hanya skripsi yang baik dan relevan yang saya pilih. Berikut ini adalah penelitian yang relevan dengan variabel-variabel yang peneliti gunakan sebagai acuan:

1. Veronika Pipin Mauli dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Menggunakan Media Gambar Seri dalam Pembelajaran Menulis Siswa Kelas IV SD Kanisius Kembaran Bantul Tahun Ajaran 2011/2012”

Peneliti menggunakan acuan skripsi tersebut di atas untuk mendapatkan gambaran mengenai pembelajaran menulis narasi. Peneliti melihat gambaran mengenai materi menulis narasi dalam skripsi ini untuk kemudian dijadikan bahan dalam penelitian kali ini.

Peneliti juga menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Kemmis dan Mc Taggart, sama seperti skripsi terdahulu sehingga memudahkan peneliti dalam menggunakan metode PTK Kemmis dan Taggart.

(30)

2. Agustinus Suprimanto dalam skripsinya yang berjudul “ Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Persuasif dalam Pembelajaran Yang Menggunakan Metode Kooperatif Teknik Jigsaw pada Siswa Kelas X-2 Semester 2 SMA Stella Duce Bantul Tahun Pelajaran 2011/2012”

Peneliti menggabungkan antara skripsi yang meneliti tentang menulis narasi dan teknik jigsaw. Peneliti menggunakan acuan penelitian terdahulu seperti di atas untuk menambah bahan kajiaanya mengenai teknik jigsaw.

2.2Kajian Teori

2.2.1 Pengertian dan Batasan Menulis

Menurut Lado (1979) (Tarigan, 2008) menjelaskan menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Gambar atau lukisan mungkin dapat menyampaikan makna-makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa.

(31)

2.2.2 Fungsi Menulis

Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunitas yang tidak langsung. Kemampuan menulis perlu dimiliki setiap orang, khusunya peserta didik. Menulis dapat memicu seseorang untuk berpikir kritis, memperdalam daya tanggap dan persepsi, membantu mengurai atau mengungkapkan perasaan. Tulisan dapat membantu kita menjelaskan pikiran-pikiran kita. Tidak jarang, kita menemui apa yang sebenarnya kita pikirkan dan rasakan mengenai orang-orang, gagasan -gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian hanya dalam proses menulis yang aktual. Menulis adalah suatu bentuk berpikir, tetapi justru berpikir bagi pembaca tertentu dan bagi waktu tertentu. Salah satu dari tugas-tugas terpenting penulis sebagai penulis adalah menguasai prinsip-prinsip menulis dan berpikir, yang akan dapat menolongnya mencapai maksud dan tujuannya. Yang paling penting di antara prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah penemuan, susunan, dan gaya. Secara singkat: belajar menulis adalah belajar berpikir dalam/ dengan cara tertentu D’Angelo (1980) (Tarigan, 2008).

2.2.3 Tujuan Menulis

Tarigan (2008) menjelaskan maksud dan tujuan penulis adalah response atau

jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca, dapatlah

dikatakan bahwa tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar

disebut wacana informatif (informative discourse), tujuan yang bertujuan untuk

menyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse), tulisan

yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan

(32)

perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive

discourse).

D’Angelo (Tarigan, 2008) menambahkan, agaknya perlu diperingatkan di sini bahwa dalam praktiknya jelas sekali terlihat bahwa tujuan-tujuan yang telah disebutkan tadi sering bertumpang-tindih, dan setiap orang mungkin saja menambahkan tujuan-tujuan lain yang belum tercakup dalam daftar di atas. Tetapi dalam kebanyakan tujuan menulis, ada satu tujuan yang menonjol atau dominan, dan yang dominan inilah memberi nama atas keseluruhan tersebut.

Sehubungan dengan tujuan penulisan sesuatu tulisan Hipple (Tarigan, 2008) merangkumnya sebagai berikut: (1) assignment purpose (tujuan penugasan), tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku; sekretaris yang ditugaskan membuat laporan atau notula rapat), (2) altruistic purpose (tujuan altruistik), penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun tidak sadar bahwa pembaca atau penikmat karyanya itu adalah “lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistik adalah kunci keterbacaan suatu tulisan, (3) persuasive purpose ( tujuan persuasif), tulisan yang bertujuan meyakinkan para

(33)

pernyataan diri), tulisan yang bertujuan menperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca, (6) creative purpose (tujuan kreatif), tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi keinginan kreatif melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian, (7) problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah), dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sebdiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca.

2.2.4 Pengertian Narasi

Narasi merupakan bagian dari wacana. Wacana adalah teks (bacaan). Wacana

merupakan rangkaian paragraf yang disusun dalam satu kesatuan maksud. Hubungan

antarparagraf dalam wacana selalu saling berkaitan. Wacana terbagi atas lima:

deskripsi, narasi, argumentasi, eksposisi, dan persuasi. Narasi adalah cerita yang

berupa rangkaian paragraf tentang seseorang atau kisah tentang sesuatu. Seseorang

yang mengisahkan kebahagiaan atau penderitaan dalam hidupnya, dengan

melibatkan suasana hati, ia sesungguhnya tengah menyampaikan wacana naratif. Ciri

wacana ini terlihat dari teknik penyampaian yang menampakkan suasana hati yang

dialami oleh siapa pun (Dadan Suwarna, 2011).

Titik Maryuni (2007) berpendapat karangan narasi adalah karangan yang

mengisahkan suatu peristiwa yang disusun secara kronologis. Karangan narasi

(34)

seseorang. Cerita atau kisah yang diketengahkan di dalam narasi dapat berupa fiksi

atau imajinatif dan dapat pula kisah faktual atau nyata.

Gorys Keraf (1982) berpendapat bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana

yang mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa yang membuat pembaca seolah-olah

melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Oleh karena itu, unsur yang terpenting

pada sebuah narasi adalah perbuatan dan tindakan. Selain itu, ada unsur lain yang

harus diperhitungkan, yaitu unsur waktu. Dengan demikian, pengertian narasi itu

mencakup dua unsur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu

rangkaian waktu. Gorys Keraf juga menegaskan bahwa karangan narasi adalah

serangkaian cerita yang bersifat fiksi dan nonfiksi. Cerita yang menunjukkan

imajinasi dan fakta atau pengalaman hidup sehari-hari serta didukung media gambar

seri membantu siswa untuk menuangkan ide ke dalam sebuah karangan narasi.

Berdasarkan uraian di atas, karangan narasi adalah karangan berupa cerita yang

mengisahkan suatu peristiwa atau pengalaman dengan urutan waktu.

2.2.5 Jenis-jenis Narasi

Gorys Keraf (2007) mengemukakan bahwa berdasarkan tujuannya, narasi dapat

dibedakan ke dalam dau jenis yaitu: (1) narasi ekspositoris bertujuan untuk memberi

informasi kepada pembaca, agar pengetahuannya bertambah. Narasi ekspositoris

pertama-tama bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui

apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan

pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi ekspositoris

dapat bersifat khas atau khusus dan dapat pula bersifat generalisasi. Narasi

ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu

(35)

berulang-ulang. Narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha

menceritakan suatu peristiwa yang khas yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang

khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena ia merupakan

pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja, (2) narasi sugestif disusun

dan disajikan sedemikian rupa sehingga mampu menimbulkan daya khayal pembaca.

Penulis narasi sugestif berusaha untuk memberi suatu maksud tertentu atau

menyampaikan suatu amanat terselubung kepada pembaca. Ia berusaha

menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca melalui daya khayal yang

dimilikinya.

2.2.6 Struktur Narasi

Sebuah struktur dapat dilihat dari bermacam-macam segi penglihatan. Sesuatu

dikatakan memiliki struktur apabila terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional

saling berhubungan, demikian pula dengan narasi. Menurut Gorys Keraf (2007)

struktur narasi antara lain sebagai berikut: (1) alur, alur dalam narasi merupakan

kerangka dasar yang penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus

berhubungan, bagaimana suatu kejadian yang satu dengan yang lain berkaitan,

bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam tindakan, dan

bagaimana situasi dan perasaan karakter yang teribat dalam tindakan-tindakan itu

terkait dalam suatu kesaatuan waktu, (2) penokohan, penokohan merupakan salah

satu ciri khas narasi yang mengisahkan tokoh cerita bergerak dalam suatu rangkaian

perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian

yang disusun bersama-sama sehingga mendapat kesan atau efek tunggal, (3) latar,

latar dalam karangan narasi terkadang tidak disebutkan secara jelas tempat tokoh

(36)

secara umum, misalnya di tepi hutan, di sebuah desa, dan sebagainya, (4) sudut

pandang, sudut pandang yang paling efektif untuk cerita harus ditentukan terlebih

dahulu. Sudut pandang dalam narasi menjawab pertanyaan siapakah yang

menceritakan kisah ini, orang pertama atau kedua.

2.2.7 Aspek-Aspek Karangan Narasi

Menurut Gorys Keraf (1982) karangan yang baik harus mencakup aspek judul

karangan, isi atau gagasaan, organisasi, tata bahasa, diksi atau pilihan kata, ejaan,

kebersihan dan kerapian. Aspek-aspek ini pun juga harus dimiliki karangan narasi.

Aspek-aspek tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (1) judul karangan, judul

karangan harus menarik dan sesuai dengan tema karangan. Judul yang baik harus

memenuhi syarat sebagai berikut : (a) relevan, artinya judul mempunyai hubungan

dengan tema, (b) proaktif, artinya judul harus dapat menimbulkan keingintahuan

pembaca terhadap isi karangan. Judul yang singkat bukan berarti judul itu pendek,

akan tetapi judul itu mampu menjelaskan isi karangan, (c) singkat, artinya judul harus

berbentuk rangkaian kata yang singkat, (2) isi atau gagasan, gagasan adalah pesan

dalam dunia batin seseorang yang hendak disampaikan kepada orang lain

Widyamartaya (Gorys Keraf, 2007). Gagasan dapat berupa pendapat, pengalaman,

atau pengetahuan. Isi atau gagasan dituangkan secara tertulis sehingga dapat dibaca

dan dipahami orang lain karena bagian isi karangan merupakan inti suatu karangan. Isi

atau gagasan karangan narasi mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa yang runtut

dalam suatu kesatuan waktu. Isi karangan meliputi komponen-komponen pembentuk

suatu karangan narasi, yaitu perbuatan, penokohan, latar, sudut pandang, dan alur, (3)

organisasi, artinya karangan yang baik harus memiiki hubungan antarkata, kalimat,

(37)

organisasi karangan, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Berikut ini akan dijelaskan

organisasi karangan secara terperinci: (a) pendahuluan, pendahuluan adalah

pembukaan atau kata pengantar dari sebuah karangan, (b) isi karangan, isi karangan

biasanya berupa pernyataan, data, fakta, contoh yang diambil dari pendapat para ahli,

hasil penelitian, kesimpuan-kesimpulan yang dapat mengukuhkan jawaban rumusan

masalah. Penyusunan isi karangan harus kritis dan logis sehingga isi karangan

meyakinkan dan benar , (c) penutup, bagian ini merupakan kesimpulan yang harus

tetap dijaga agar sesuai dengan tujuan dan mampu menyegarkan kembali ingatan

pembaca (Gorys Keraf, 1982: 104-107).

2.2.8 Tata Bahasa

Tata bahasa suatu karangan adalah susunan bahasa yang dapat dipahami pembaca.

Susunan bahasa yang baik akan membentuk suatu kalimat yang baik atau kalimat yang

efektif. Kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan

atau perasaan penulis, dan sanggup menimbulkan gagasan yang tepat dalam pikiran

pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan penulis. Kalimat efektif membentuk

paragraph, dan dari paragraf-paragraf itu akan membentuk karangan. Paragraf yang

baik harus mengandung beberapa asas yang berkenaan dengan gagasan. Menurut The

Liang Gie (Gorys Keraf, 2007), asas-asas itu adalah sebagai berikut : (1) kejelasan,

karangan harus jelas, benar dan dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Tanpa asas

kejelasan, suatu karangan sukar dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Menurut Gorys

Keraf (2007), kejelasan sebuah karangan dapat dilihat dari gagasan-gagasan yang

disampaikan kepada pembaca, (2) keringkasan, suatu karangan harus ringkas, tidak

menghamburkan kata-kata secara semena-mena, tidak mengulang butir ide yang

(38)

berbagai kalimat yang berkepanjangan, (3) ketepatan, suatu karangan harus memuat

butir-butir gagasan dan menyampaikannya kepada pembaca sesuai yang dimaksud

penulis. Oleh karena itu, agar karangannya tepat harus menaati berbagai aturan dan

ketentuan bahasa, ejaan, tanda baca, dan kelaziman bahasa tulis yang ada, (4)

kesatupaduan, sesuatu yang disajikan dalam karangan harus berkisar pada gagasan

pokok atau tema karangan. Menurut Gorys Keraf (2007), kesatuan gagasan menjadi

landasan seluruh karangan. Ada tulisan yang tidak memperlihatkan kesatuan, yaitu

tidak mengungkapkan dengan tegas apa yang dimaksud dalam karangan sehingga

pembaca tidak memahami apa yang dibacanya, (5) pertautan, suatu karangan antara

kalimat yang satu dengan yang lain, paragraf yang satu dengan yang lain harus

berkaitan, (6) penegasan, butir-butir ide harus diungkapkan dengan penekanan atau

penonjolan tertentu sehingga mengesan bagi pembaca.

2.2.9 Diksi atau Pilihan Kata

Suatu karangan harus memilih kata yang tepat. Oleh karena itu, suatu karangan

harus menggunakan pengulangan kata atau afiksasi yang tepat dan penghubung yang

tepat.

2.2.10 Ejaan

Ejaan adalah perlambangan fonem dengan huruf. Seain perlambangan fonem

dengan huruf, ejaan juga mengatur (1) ketepatan menuliskan satuan-satuan morfologi,

misalnya kata sambung, kata dasar, kata ulang, kata majemuk, kata berimbuhan, dan

partikel-partikel, (2) ketepatan menuliskan kalimat dan bagian-bagian kalimat

dengan pemakaian tanda baca seperti titik, tanda kurung, koma, dan sebagianya

Badudu (Keraf, 2007). Karangan yang baik harus memperhatikan pemakaian ejaan

(39)

huruf capital, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca yang tepat. Menurut

Pedoman Umum (EYD, 2011), pemakaian ejaan meliputi pemakaian huruf kapital,

penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca. Ejaan yang benar

harus sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

2.2.11 Kebersihan dan Kerapian

Menurut Gorys Keraf (1982), karangan dikatakan bersih dan rapi, apabila tidak

ada coretan, penulisan antara kata yang satu dengan kata yang lain tidak berjejal-jejal,

sehingga karangan tersebut kelihatan rapi dan bersih. Kebersihan dan kerapian

merupakan salah satu faktor yang dinilai dalam karangan. Keraf menegaskan bahwa

karangan narasi adalah serangkaian cerita yang bersifat fiksi dan nonfiksi. Serangkaian

cerita menunjukkan bahwa daya imajinasi dan fakta (pengalaman hidup sehari-hari)

yang didukung dengan media gambar seri dapat menjadi daya bagi siswa untuk

menuangkan ide dalam karangan narasi. Jadi, selain itu siswa dapat merangkaikan ide

cerita berdasarkan aspek-aspek dalam mengarang.

2.3 Metode Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw

2.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang

lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama,

dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak Ratna (Tukiran,

2014)

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja

sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif (cooperative

(40)

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6

orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Seperti

dijelaskan oleh Abdulhak (Tukiran, 2014) pembelajaran kooperatif dilaksanakan

melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman

bersama antara peserta didik itu sendiri.

Tom V. Savage (Tukiran, 2014) mengemukakan bahwa cooperative learning

merupakan satu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi

siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif

Elliot (2011) Pembelajaran kooperatif mempunyai 3 tujuan, diantaranya: (1)

meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif ini

memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang

sulit, (2) agar siswa dapat menerimateman-temannya yang mempunyai berbagai

perbedaan latar belakang, (3) mengembangkan keterampilan sosial siswa; berbagi

tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk

bertanya, mau menjelaskan ide tau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.

Menurut Linda Lungren (Tukiran, 2014), ada 14 manfaat pembelajaran kooperatif

bagi siswa dengan prestasi belajar yang rendah, yaitu : (1) meningkatkan pencurahan

waktu pada tugas, (2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi, (3) memperbaiki sikap

terhadap sekolah, (4) memperbaiki kehadiran, (5) angka putus sekolah menjadi rendah,

(6) penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar, (7) perilaku

(41)

berkurang, (10) pemahaman yang lebih mendalam, (11) meningkatkan motivasi lebih

besar, (12) hasil belajar lebih tinggi, (13) retensi lebih lama, (14) meningkatkan

kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

2.3.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri atau karakteristik sebagai berikut: (1)

siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar, (2) kelompok

dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah

(heterogen), (3) apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,

suku, dan jenis kelamin yang berbeda, (4) penghargaan lebih berorientasi pada

kelompok daripada individu (Ibrahim, 1989).

Pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari

pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa

belajar keterampilan sosial, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap

demokrasi dan keterampilan berpikir logis.

2.3.4 Strategi pembelajaran Kooperatif

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran

yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat 5 hal penting dalam strategi

pembelajaran yang telah ditetapkan, yaitu : (1) adanya peserta didik dalam kelompok,

(2) adanya aturan main, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) tatap muka, (5)

evaluasi proses kelompok (Elliot, 2011).

Sihaan (Tukiran, 2014) mengemukakan 5 unsur penting yang ditekankan dalam

(42)

interaksi berhadapan, (3) tanggung jawab individu, (4) keterampilan sosisal, (5)

terjadinya proses dalam kelompok.

Anita Lee (2010) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima

prinsip, yaitu sebagai berikut: (1) prinsip ketergantungan positif (positive

interpendence), yaitu keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha

yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh

kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam

kelompok akan merasa saling ketergantungan, (2) tanggung jawab perseorangan

(individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari

masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok

mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok

tersebut, (3) interaksi tatap muka (face to face promation interaction), yaitu

memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap

muka dalam melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima

informasi dari kelompok lain, (4) partisipasi dan komunikasi (participation and

communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpatisipasi aktif dan

berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran, (5) evaluasi proses kelompok, yaitu

menjadwalkan waktu secara khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja

kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya dapat bekerjasama lebih

efektif.

Untuk mengimplementasikan pembelajaran kooperatif, dapat ditempuh prosedur

sebagai berikut: (1) penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian

pokok-pokok materi pembelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan

(43)

belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi

dan siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk selumnya, (3) penilaian,

penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis yang

dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian

kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada

kemampuan kelompoknya. Seperti dijelaskan Sanjaya (2010) bahwa hasil akhir setiap

siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Hal ini disebabkan nilai

kelompok adalah bilai bersama dalam kelompoknya.

2.3.5 Teknik Jigsaw

Ada beberapa pendekatan untuk model kooperatif, yaitu STAD (Student Teams

Achievement Devisions), tipe jigsaw, tipe investigasi kelompok, dan tipe pendekatan

struktural.

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas

Texas, kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins. Ditinjau

dari sisi etimologi, jigsaw berasal dari bahasa Inggris yang berarti “gergaji”. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah fuzzle, yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan

gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja

sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan kegiatan belajar dengan cara

bekerjasama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang

menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Seperti

yang diungkapkan Anita Lee (2010) bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini

(44)

yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen, dan siswa

bekerjasama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.

Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau

enam anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa

dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian

tertentu dari bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok lain mendapat tugas topic

yang sama, yakni berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini

disebut dengan kelompok ahli (Ibrahim, 1989).

Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan Nurhadi dan Agus

Gerrard (Tukiran, 2014), yaitu: (1) menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan

motivasi, (2) menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai

penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain, (3) mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok belajar, (4) mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan

kerja di tempat duduk masing-masing, (5) mengetes penguasaan kelompok atas bahan

ajar, (6) memberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa. Adapun

kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut (1) melakukan kegiatan membaca

untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topik-topik permasalahan untuk dibaca,

sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut, (2) diskusi kelompok

ahli, siswa telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu

kelompok, atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk menbicarakan topik

permasalahan tersebut, (3) laporan kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok

asal dan menjelaskan hasil yang didapatkan dari diskusi tim ahli, (4) kuis dilakukan

mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi, (5) perhitungan skor

(45)

Menurut Stepen, Sikes dan Snapp (1978) (Abdul Majid, 2013), mengemukakan

langkah-langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut : (1) siswa dikelompokkan

sebanyak 1-5 orang siswa, (2) tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda,

(3) tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan, (4) anggota dari tim

yang berbeda yang telah memperlajari sib bagian yang sama bertemu dengan

kelompok baru (kelompok ahli) yang mendiskusikan sub bab mereka, (5) setelah

selesai diskusi, sebagai tim ahli tiap anggota kembali kepada kelompok asli dan

bergantian mengajar teman satu tim tentang sub bab yang mereka kuasai, dan tiap

anggota lainnya mendengarkan dengan seksama, (6) tiap tim ahli mempresentasikan

hasil diskusi, (7) guru memberi evaluasi.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan

dan kekurangan Ibrahim (1989), di antara kelebihannya adalah: (1) dapat memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berkerjasama dengan siswa lain, (2) siswa dapat

menguasai pelajaran yang disampaikan, (3) setiap anggota siswa berhak menjadi ahli

dalam kelompoknya, (4) dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan

positif, (5) setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain. Sedangkan kekurangannya

adalah: (1) membutuhkan waktu yang lama, (2) siswa yang pandai cenderung tidak

mau disatukan dengan temannya yang kurang pandai, dan kurang pandai pun merasa

minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai, walaupun lama kelamaan

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), penelitian ini

dilakukan karena peneliti menemukan permasalahan di SMA BOPKRI Banguntapan.

Melalui observasi awal yaitu wawancara dengan para guru bahasa Indonesia SMA

BOPKRI Banguntapan, maka ditemukanlah satu permasalahan yang ingin diteliti yaitu

menulis narasi. Pengambilan data dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan

untuk melihat situasi dan kondisi. Penelitian ini juga termasuk ke dalam ranah

penelitian eksperimental, dikarenakan para siswa siswi kelas X SMA BOPKRI

Banguntapan menjadi subjek penelitian untuk pengambilan data awal, kemudian

menerapkan metode kooperatif teknik jigsaw dalam pembelajaran, setelah itu

dilakukan pengambilan data ulang untuk kemudian dibandingkan dengan data awal.

Kasihani Kasbolah (2000) (Hermawan, 2015) penelitian tindakan kelas adalah

penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu

pembelajaran di kelas dan upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan

tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan tugas

sehari-hari di kelas.

Penelitian ini pada dasarnya dilakukan untuk perbaikan pembelajaran bahasa

Indonesia, terutama untuk meningkatkan kemampuan menulis para siswa-siswi kelas

(47)

3.2 Populasi dan Sampel

Subjek penelitian adalah para siswa kelas X SMA BOPKRI Banguntapan Bantul.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat :

 SMA BOPKRI Banguntapan Bantul, yang berlokasi di Jalan Sukun

No.94 Karangbendo, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

2. Waktu :

 Penelitian diperkirakan dilaksanakan pada awal semester ganjil, sekitar

bulan Agustus-September.

3.4 Model Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK banyak dikembangkan

oleh beberapa ahli, diantaranya adalah (a) Kemmis dan Carr (1986), (b) Ebbut (1985),

(c) Kemmis dan Mc Taggart (1982), (d) Kurt Lewin (1992).

Model penelitian yang diambil adalah model PTK Kemmis dan Mc Taggart,

dengan empat komponen utama, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Empat langkah tersebut digambarkan seperti berikut (Hermawan, 2015).

(48)

3.5 Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian terbagi dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari satu kali

pertemuan, setiap pertemuan diadakan penelitian guna mengambil data. Rincian

pelaksanaan tiap siklus sebagai berikut.

3.5.1 Siklus 1

Siklus pertama diadakan dalam kurun waktu satu kali pertemuan. Pertemuan

dilakukan dan diberi tindakan atas dasar rencana yang dipersiapkan sebelumnya, yaitu

(1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Berikut

uraiannya.

1. Perencanaan

Tahap ini adalah tahap menentukan materi dan media penelitian, kemudian

dirangkum dalam RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) dengan

memperhatikan silabus. Materi berupa menulis narasi kelas X dan metode yang

digunakan adalah metode kooperatif tipe jigsaw. Pada siklus pertama, guru

menyampaikan materi sesuai dengan RPP yang telah dibuat sebelumnya.

2. Pelaksanaan tindakan

Sesuai dengan RPP, guru mengajarkan materi dengan metode kooperatif teknik

jigsaw, dengan rincian sebagai berikut.

a) Guru memberikan tes awal untuk mengetahui kondisi siswa.

b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

c) Guru menyampaikan materi mengenai menulis narasi.

d) Guru menyampaikan mengenai teknik jigsaw, membagi siswa ke dalam kelompok

(49)

e) Guru menerangkan tugas masing-masing siswa, kemudian membagi lagi ke dalam

kelompok ahli.

f) Di dalam kelompok ahli, guru memberikan teks narasi untuk didiskusikan. Tiap

kelompok mendapat teks yang berbeda.

g) Siswa kembali ke kelompok asal, setiap siswa secara bergiliran menceritakan teks

yang didapat dalam kelompok ahli.

h) Siswa dalam kelompok asal menyusun cerita narasi kembali menurut versi

mereka.

i) Beberapa kelompok maju ke depan untuk menjabarkan hasil kerja kelompoknya.

3. Pengamatan dan Observasi

Selama pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan pengamatan dan observasi.

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan untuk refleksi

siklus berikutnya.

4. Refleksi

Pada tahapan ini, peneliti bersama guru melakukan refleksi terkait penelitian yang

telah dilakukan.

3.5.2 Siklus 2

Sama seperti siklus satu, siklus dua diadakan dalam jangka waktu satu kali

pertemuan, dengan tindakan yang telah dipersiapkan sebelumnya (1) perencanaan, (2)

pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Keempat hal tersebut

diuraikan sebagai berikut.

1. Perencanaan

Mengacu pada siklus satu. Materinya adalah menulis narasi dengan menggunakan

(50)

2. Pelaksanaan tindakan

Langkah-langkah siklus dua sebagai berikut.

1) Guru memberikan tes awal untuk mengetahui perkembangan siswa.

2) Guru menyampaikan tujuan yang hendak dicapai.

3) Guru menyampaikan materi pembelajaran

4) Guru menerapkan teknik jigsaw, membagi siswa ke dalam kelompok asal.

5) Guru menerangkan tugas masing-masing siswa, kemudian membagi lagi ke dalam

kelompok ahli.

6) Di dalam kelompok ahli, guru memberikan teks narasi untuk didiskusikan. Tiap

kelompok mendapat teks yang berbeda.

7) Siswa kembali ke kelompok asal, setiap siswa secara bergiliran menceritakan teks

yang didapat dalam kelompok ahli.

8) Siswa dalam kelompok asal menyusun cerita narasi kembali menurut versi

mereka.

9) Beberapa kelompok maju ke depan untuk menjabarkan hasil kerja kelompoknya.

10) Hasil kerja dikumpulkan kepada guru.

11) Peneliti memeriksa perkembangan siswa.

3. Pengamatan dan Observasi

Peneliti melakukan pengamatan dan observasi ketika pembelajaran berlangsung.

Peneliti mengamati perbandingan siklus dua dengan siklus pertama.

4. Refleksi

Pada tahap ini, peneliti bersama guru melakukan refleksi mengenai proses,

masalah, dan kendala selama penelitian. Guru memberi saran dan tanggapan kepada

(51)

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara

Wawancara yang dipakai adalah wawancara mendalam (in-depth interviewing)

yang bersifat lentur, tidak berstruktur ketat, tidak dalam suasana formal, dan dilakukan

berulang pada informan yang sama Sutopo (1996) (Sudiatmi,dkk, 2010). Wawancara

ini memang dilakukan pada keadaan santai, di mana guru dan peneliti dalam keadaan

nyaman untuk berbincang-bincang. Seperti pernyataan Sutopo di atas bahwa

wawancara ini bersifat lentur, tidak ketat, dan dalam suasana non formal. Peneliti

mewawancarai guru dalam keadaan sedang istirahat, sekedar pertanyaan sederhana

yang dapat dijadikan fakta untuk penelitian ini. Guru yang diwawancarai ada dua

orang guru bahasa Indonesia. Selain guru, wawancara ini juga dilakukan pada

beberapa siswa.

Instrumen wawancara:

Guru

1) Apa saja persiapan guru sebelum mengajar?

2) Bagaimanakah cara untuk menyambungkan antara materi dengan kehidupan

nyata?

3) Apa saja kesulitan dalam mengajar?

4) Apakah siswa mengalami kesulitan atau hambatan keterampilan berbahasa?

5) Apa saja metode yang digunakan untuk mengatasi hambatan tersebut?

(52)

7) Berapa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) siswa dalam mata pelajaran bahasa

Indonesia?

8) Apakah siswa telah mencapai KKM tersebut?

Siswa

1) Apa persiapan yang dilakukan sebelum mengikuti proses belajar pelajaran bahasa

Indonesia?

2) Apakah Anda menyukai mata pelajaran bahasa Indonesia?

3) Apakah Anda gemar menulis?

4) Apa saja hambatan ketika Anda mulai menulis?

5) Bagaimana cara untuk mengatasi hambatan tersebut?

2. Observasi langsung

Observasi ini dalam penelitian kualitatif sering disebut dengan observasi berperan

pasif Spradley (Bambang dan Titik, 2010:32). Ada beberapa alasan mengapa observasi

ini dilakukan, yakni :

1) Teknik ini didasarkan atas pengalaman secara langsung. Pengalaman langsung

merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran

2) Teknik ini memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian

mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang pernah terjadi pada keadaan

sebenarnya

3) Pengamatan memungkinkan peneliti untuk mencatat peristiwa dalam situasi yang

berkaitan dengan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari

(53)

4) Dapat dipakai untuk mengecek, mengurangi bias manakala peneliti sulit

mengingat peristiwa atau hasil wawancara sebelumnya, ataupun karena reaksi

peneliti yang emosional pada suatu saat

5) Peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang

kompleks Moleong (Sudiatmi, 2010)

6) Pengalaman langsung menjadi alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran,

hal itu tampaknya cocok untuk penelitian ini karena peneliti pernah Praktek

Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA BOPKRI Banguntapan dan sampai saat ini

peneliti masih menjadi pengajar di sana.

3. Dokumentasi

Dokumen ini dimanfaatkan untuk teknik pengumpulan data karena dalam banyak

hal dokumen sebagai sumber data dapat digunakan untuk menguji, menafsirkan,

bahkan untuk meramalkan Moleong (Sudiatmi,2010). Teknik mencatat dokumen ini

digunakan untuk mengumpulkan data yang bersumber pada arsip dan dokumen yang

terdapat di sekolah yang berkaitang dengan masalah yang diteliti.

3.7 Instrumen Observasi

Tabel I Daftar

No. Butir-butir Observasi YA TIDAK

1. Guru membuka pelajaran

2. Guru melakukan presensi kehadiran

3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

4. Guru bertanya kepada siswa

5. Guru menggunakan metode pembelajaran yang

menarik

6. Guru mengaitkan materi dengan kehidupan

nyata

7. Guru menarik kesimpulan dan memberikan

(54)

8. Guru mengevaluasi hasil belajar

Tabel II

Pedoman Observasi Aktifitas Siswa

No. Butir-butir Observasi YA TIDAK

1. Siswa siap untuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia

2. Siswa memperhatikan dengan seksama

penjelasan guru

3. Siswa aktif dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru

4. Siswa memahami instruksi yang diberikan guru

5. Siswa dapat menarik kesimpulan dari

pembelajaran

6. Siswa mendapat manfaat dari pembelajaran 7. Siswa kritis terhadap materi yang disampaikan

guru

3.8 Teknik Analisis Data

Peneliti akan mencari rata-rata nilai/mean dari hasil tes siswa menggunakan

rumus : X = ∑

N

Dalam analisis ini, hasil tes diberi skor angka dan dimasukkan pada tabel statistik,

kemudian dicari skor rata-rata dalam satu kelas yang dijadikan sebagai objek penelitian.

Setelah itu hitung angka persentase yang dicapai siswa dalam kegiatan belajar. Rumus

untuk mencari persentasi keberhasilan prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut:

Prosentase = 100% N F ×

Keterangan :

F = Jumlah skor yang diperoleh siswa

N = Jumlah siswa

Cara yang digunakan oleh peneliti agar memperoleh kesimpulan yang valid adalah

(55)

a. Merekapitulasi hasil tes

b. Merekapitulasi hasil pengamatan dan observasi

Siswa dikatakan tuntas dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia apabila

memperoleh nilai 75.

Selain itu, peneliti juga akan mencari uji normalitas dan uji t dua sampel

berpasangan (paired sample t test) menggunakan program SPSS 16 (Statistical

Product and Service Solution). Uji normalitas digunakan untuk memperlihatkan

bahwa sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan, uji t

dua sampel berpasangan adalah sebuah sampel dengan subjek yang sama namun

mendapat perlakuan berbeda, dalam hal ini perlakuan diberikan pada prasiklus,

siklus I, dan siklus II.

3.9. Indikator Target Pencapaian

Indikator target pencapaian digunakan untuk mengetahui apakah hasil yang

didapat sudah meningkat dan sesuai target atau masih perlu peningkatan. Indikator

akan disajikan seperti tabel di bawah ini

Target Pencapaian

Prasiklus Siklus I Siklus II

Sebesar 0% dari jumlah seluruh siswa kelas X (22 orang).

Sebesar 50% dari jumlah seluruh siswa kelas X (22 orang).

Sebesar 70 % atau lebih dari seluruh siswa kelas X (22 orang).

3.10. Rubrik Penilaian Produk

ASPEK RINCIAN RUBRIK PENILAIAN NILAI (0-10)

Isi Cerita Selaras

dengan Judul 

(56)

ISI

 Isi cerita kurang selarang dengan judul

 Isi cerita menyimpang dari judul yang jauh dari relevan dan tidak berkaitan dengan cerita Jalan Cerita

Runtut dan Jelas 

Jalan cerita sangat runtut dan sangat jelas

 Jalan cerita kurang runtut tetapi masih jelas

 Jalan cerita tidak runtut dan tidak jelas

Utuh dan Tuntas  Terdapat judul, isi, dan penutup serta jalan ceritanya tuntas

 Terdapat judul dan isi, tetapi tidak ada penutup sehingga tidak tuntas

 Terdapat isi tetapi tidak ada judul dan ceritanya belum tuntas

(57)

tetapi tidak menyimpang dari konteks

 Narasi yang dibuat monoton dan keluar

 Memiliki gaya bahasa sederhana

 Tidak memiliki gaya bahasa dalam penulisan

 Kerangka berfikir utuh, kompleks, dan saling

 Memiliki pola urutan waktu dan tempat yang saling berkaitan

(58)

No 6 : 10 No 7 : 10 No 8 : 10 No 9 : 10 No 10 : 10

Jumlah skor maksimum : 100

(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil dan pembahasan dari hasil penelitian. Dalam bab

ini penulis akan menguraikan : (1) deskripsi data, (2) hasil penelitian, (3)

pembahasan. Berikut uraiannya mengenai ketiga hal tersebut

4.1 Deskripsi Data Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan

di SMA BOPKRI Banguntapan Bantul . Sekolah tersebut beralamat di Jln.Sukun

No.94 Karangbendo, Banguntapan, Bantul. Penelitian ini diterapkan pada peserta

didik kelas X yang berjumlah 22 orang dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yang dinamakan siklus, yaitu siklus

satu dan siklus dua. Tetapi, sebelum siklus tersebut dimulai diadakan prasiklus

untuk mengetahui kondisi siswa. Prasiklus dilakukan pada tanggal 21 Agustus

2015 dilakukan oleh Dra. Yasingta Prapti sebagai guru bahasa Indonesia kelas X,

peneliti mengamati guru dan siswa di dalam kelas. Guru memberikan tugas

kepada siswa berupa menulis narasi mengenai perjalanan dari rumah ke sekolah.

Hasil dari tugas itu kemudian dikonfirmasi menjadi nilai awal. Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 75.

Siklus satu dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 2015 dan siklus dua

dilaksanakan pada tanggal 1 September 2015. Siklus satu dan siklus dua

diterapkan oleh peneliti yang dibantu Dra. Yasingta Prapti sebagai observer dan

mendokumentasikan proses penelitian.

Peneliti menggunakan metode kooperatif teknik jigsaw untuk meningkatkan

Gambar

grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Gambar
grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Gambar atau
gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja
Gambar 3.1 PTK Kemmis dan Mc Taggart
+7

Referensi

Dokumen terkait

pasien yang menderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka.. dan membantu memperlancar peredaran darah bagian kaki. Manfaat Senam Kaki Diabetes.. 1)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Analisis Perhitungan

Gaya visual ilustrasi dalam buku adalah semi-realis dengan line-art. Seperti yang dibahas pada bab sebelumnya, gaya gambar mempengaruhi penyerapan informasi dari apa

Indikator kinerja yang ditetapkan untuk men- gukur keberhasilan sasaran Pencegahan yang Terintegrasi terdiri atas tiga indikator, dengan capaian kinerja

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variabel bauran pemasaran 7P yang terdiri dari produk ( product ), harga ( price ),

Penanganannya No Sasaran Jangka Menengah Renstra K/L Permasalahan Pelayanan SKPD Sebagai Faktor Penghambat Pendorong (1) (2) (3) (4) (5) 1 Meningkatnya

Pengaruh Disiplin Belajar Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajarsiswa Pada Mata Pelajaran Akuntansikelas Xi Ips Di Sma Negeri 13 Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia |

Sistem pengendalian jarak jauh tersebut sangat efisien digunakan untuk mengatasi gangguan pada jaringan distribusi listrik tegangan menengah 20 kV yang menggunakan jaringan