• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Departeman Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 3 bulan, yaitu dari bulan Juli sampai dengan September 2007.

Materi

Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan tortilla corn chips antara lain telur ayam ras (umur 1 hari) sebagai bahan pembuat tepung putih telur, grits jagung didapatkan dari PT.Amylum Corn Mills, tepung tapioka, air, gula, dan garam.

Peralatan yang digunakan antara lain blender, roller, cetakan, pengaduk kayu, loyang, timbangan analitik, autoclave, rheoner, chromameter, penangas air, kompor listrik, micrometer, dan oven.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan peubah perbedaan konsentrasi penambahan tepung putih telur sebanyak 0%, 5%, 10%, dan 15% dari total adonan kontrol (0%) yang bersifat komplementer (penambahan), masing – masing 3 kali ulangan. Model matematika menurut Steel and Torrie (1995) adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai(x) + ε ij keterangan :

Yijk = nilai pengamatan µ = nilai rataan umum

Ai (x) = pengaruh konsentrasi penambahan tepung putih telur pada taraf ke-i; ε ij = galat percobaan untuk taraf ke-i dan ulangan ke-j;

i (x) = perbedaan konsentrasi penambahan tepung putih telur (0%, 5%, 10%, dan 15%) dari total adonan kontrol (0 %)).

k = ulangan dari masing – masing perlakuan.

Data yang diperoleh dianalisis dengan software MINITAB 14 dan apabila menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

Prosedur

Penelitian ini diawali pembuatan tepung putih telur dengan menggunakan metode pengeringan oven dan pembuatan tortilla corn chips berbahan baku grits jagung dengan penambahan tepung putih telur dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 15% dari total adonan kontrol (0%), dilanjutkan dengan pengujian karakteristik fisik dan karakteristik organoleptik. Kemudian dilakukan penentuan produk terbaik dari keseluruhan formula produk yang dibuat.

Pembuatan Tepung Putih Telur

Pembuatan tepung putih telur diawali dengan persiapan telur yang terdiri atas seleksi telur dan pembersihan telur. Seleksi telur dilakukan dengan melakukan pemilihan telur dengan kualitas yang baik yaitu memiliki bentuk normal (bulat lonjong), bersih (bebas dari kotoran yang menempel maupun noda), utuh, serta memiliki bobot yang seragam (60 – 65 gram). Pencucian telur dilakukan terhadap telur kotor dengan cara dicuci menggunakan air hangat (35o – 40oC) kemudian ditiriskan. Selanjutnya telur dipecah dan dipisahkan bagian putih dan kuningnya, kemudian putih telur dihomogenkan dengan pengaduk hingga tercampur rata. Selanjutnya dilakukan pasteurisasi dengan sistem batch menggunakan penangas air pada suhu 50°C selama 3 menit.

Proses desugarisasi dilakukan dengan penambahan ragi roti (Saccharomyces cereviceae) sebanyak 0,3% ke dalam cairan putih telur, lalu diaduk secara manual menggunakan pengaduk kayu sampai penyebaran khamir merata, setelah itu putih telur diinkubasi pada suhu ruang (± 30oC) selama 150 menit. Proses selanjutnya setelah fermentasi yaitu telur dimasukkan ke dalam loyang dengan ketebalan kira – kira 6 mm, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 42 jam hingga menghasilkan flake (bentuk remah). Flake putih telur yang diperoleh dari hasil pengeringan kemudian digiling menggunakan blender kering. Diagram alir proses pembuatan tepung putih telur dengan penambahan tepung putih telur dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Putih Telur (Puspitasari, 2006) Persiapan Telur

Pemecahan dan pemisahan putih dari kuning telur

Pengeringan dengan oven suhu 50 oC selama 42 jam

Penambahan 0,3% khamir Saccaromyces

cereviceae

Desugarisasi pada suhu ruang 30oC selama 150 menit Pengadukan putih telur dan khamir

Penggilingan Flake dengan blender kering Flake Putih Telur

Tepung Putih Telur Pasteurisasi pada suhu 50°C

selama 3 menit

Kerabang Telur dan Kuning Telur

Penurunan suhu hingga 30 oC

Formula dan Proses Pembuatan Tortilla Corn Chips

Penelitian tahap selanjutnya merupakan pembuatan tortilla corn chips dengan menggunakan formula bahan dasar grits jagung dengan penambahan tepung putih telur. Formula Tortilla Corn Chips yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Formula Pembuatan Tortilla Corn Chips dengan Penambahan Tepung Putih Telur. Bahan yang digunakan Formula 1 (g) % Formula 2 (g) % Formula 3 (g) % Formula 4 (g) % Grits Jagung 80 52,6 80 50,12 80 47,86 80 45,77 Tepung putih telur 0 - 7,6 4,76 15,2 9,09 22,8 13,04 Garam 2 1,3 2 1,25 2 1,2 2 1,14 Gula 20 13,2 20 12,54 20 11,95 20 11,44 Tepung Tapioka 50 32,9 50 31,33 50 29,9 50 28,7

Jumlah 152 100 159,6 100 167,2 100 174,8 100

Keterangan :

Perhitungan Penambahan Tepung Putih Telur ke Dalam Adonan : - Formula 1 (0 % Tepung Putih Telur) :

0 % x 152 gram (Total Adonan Kontrol) = 0 gram - Formula 2 (5 % Tepung Putih Telur) :

5 % x 152 gram (Total Adonan Kontrol) = 7,6 gram - Formula 3 (10 % Tepung Putih Telur) :

10 % x 152 gram (Total Adonan Kontrol) = 15,2 gram - Formula 4 (15 % Tepung Putih Telur) :

15 % x 152 gram (Total Adonan Kontrol) = 22,8 gram

Bahan pembantu dalam pembuatan tortilla corn chips yaitu gula halus, garam, air, dan tepung tapioka. Alir proses pembuatan tortilla corn chips didasarkan pada penelitian terdahulu oleh Khasanah (2003) namun sudah dilakukan beberapa perubahan. Diagram alir proses pembuatan tortilla corn chips dengan penambahan tepung putih telur dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Tortilla Corn Chips (Modifikasi Khasanah (2003)).

Pembuatan Adonan. Adonan dibuat dengan cara mencampurkan tepung putih telur

serta grits jagung sesuai formula dengan tepung tapioka, gula halus, dan garam sampai homogen, penambahan air dilakukan sampai adonan menjadi kalis. Tepung tapioka, gula, dan garam yang ditambahkan pada adonan masing – masing sebanyak 50 gram, 20 gram dan 2 gram. Jumlah banyaknya bahan pembantu yang dicampurkan dalam adonan berbeda dibandingkan pada penelitian Khasanah (2003). Penggunaan tepung putih telur yang bersifat penambahan (melengkapi), sebanyak 0%, 5%, 10%, dan 15% dari total berat adonan kontrol (0%). Proses selanjutnya, yaitu pengadukan secara manual menggunakan tangan untuk menghomogenkan adonan yang terdiri dari tepung putih telur, grits jagung, tepung tapioka, gula, garam dan air.

Tortilla Corn Chips

Dipanggang dalam oven pada suhu 150ºC selama ± 20 menit

Dicetak lembaran Dipipihkan dengan

roller (flaking) Dihomogenisasi

Tepung Putih Telur + Grits Jagung Tepung Tapioka + Gula Halus + Garam

Pemipihan Adonan. Adonan yang telah menjadi homogen kemudian dipipihkan

menggunakan roller kayu untuk mendapatkan lembaran yang pipih. Adonan dipipihkan hingga memiliki ketebalan sebesar 0,5 – 1,0 mm.

Pencetakan Lembaran (Khasanah, 2003). Lembaran adonan hasil proses

pemipihan kemudian dicetak. Dalam penelitian ini, pencetakan dilakukan secara manual menggunakan sudip plastik, sehingga didapatkan bentuk persegi panjang. Lembaran tortilla corn chips memiliki ukuran panjang ± 35 mm dan lebar ± 25 mm, serta ketebalan ± 1 mm.

Pemanggangan (Khasanah, 2003). Lembaran tortilla corn chips yang masih basah

disusun pada loyang dan dilakukan pemanggangan dalam oven pada suhu 150ºC hingga berwarna kecoklatan. Proses pemanggangan tortilla corn chips pada penelitian ini dilakukan selama ±20 menit, lebih lama ±10 menit dibandingkan penelitian Khasanah (2003). Hal ini dikarenakan ketebalan tortilla corn chips berbeda dengan corn flakes sehingga penetrasi panas ke dalam tortilla corn chips membutuhkan waktu yang berbeda pula. Proses pemanggangan akan mempengaruhi flavour, kerenyahan, dan penampakan pada produk akhir.

Penentuan Produk Tortilla Corn Chips Terbaik

Pada tahap ini dilakukan penentuan produk tortilla corn chips dengan penambahan tepung putih telur yang terbaik dengan cara melakukan pemberian nilai (scoring) terhadap peubah yang dianalisa yaitu karakteristik fisik dan organoleptik terhadap keseluruhan formula tortilla corn chips yang dibuat, yang kemudian dibandingkan dengan acuan produk yang sudah ada di pasaran.

Nilai yang diberikan pada sifat fisik dan organoleptik (seperti : derajat pengembangan, derajat gelatinisasi, dan warna) berdasarkan urutan hasil terbaik yang diperoleh. Untuk beberapa peubah yang belum memiliki acuan diberikan nilai tertinggi 4 dan nilai terendah 1. Jika diperoleh hasil yang berada dalam kisaran standard, maka diberikan nilai yang sama yaitu 4. Apabila hasil yang diperoleh tidak berada dalam kisaran standard, maka pemberian nilai berdasarkan peringkat hasil terbaik (nilainya 1 - 4). Jika tidak ada yang berada dalam kisaran standard, penilaian berdasarkan peringkat hasil terbaik (yang diharapkan).

Tabel 7. Tabel Penentuan Produk Terbaik

Kriteria Produk Standar Produk Penentuan Nilai

Karakter Fisik

1. Derajat Gelatinisasi 2. Indeks Penyerapan Air 3. Indeks Kelarutan Air 4. Kekerasan 5. Warna Karakter Organoleptik 1. Kerenyahan 2. Warna 3. Rasa Gurih 4. Tekstur 5. Hedonik Belum Ada Belum Ada Belum Ada Normal/dapat diterima* Normal/dapat diterima* Normal/dapat diterima* Normal/dapat diterima* Belum Ada Normal/dapat diterima* Normal/dapat diterima* 1. Berada dalam kisaran standard diberi nilai 4. 2. Untuk beberapa peubah yang belum

memiliki acuan

diberi nilai tertinggi 4 dan nilai terendah 1.

*) Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada tepung putih telur meliputi karakteristik kimia yang terdiri dari kadar air, abu, serat kasar, protein, lemak, dan karbohidrat. Peubah yang diamati terhadap tortilla corn chips pada tiap pengamatan meliputi karakteristik sifat fisik terdiri dari derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, kekerasan, indeks kelarutan air (IKA), indeks penyerapan air (IPA), dan warna; serta karakteristik organoleptik yang diuji menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik.

Analisa Karakteristik Kimia Tepung Putih Telur

Kadar Air sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standardisasi Nasional, 1992).

Pengukuran kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode oven. Sampel sebanyak 1 - 2 g dimasukkan ke dalam sebuah cawan yang sudah diketahui bobotnya. Setelah itu dikeringkan pada oven dengan suhu 105oC selama 3 jam, lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar air dilakukan dengan cara perhitungan sebagai berikut :

w1

Kadar Air = _____ x 100% w

Keterangan :

w = Berat sampel sebelum dikeringkan (g) w1 = Kehilangan bobot setelah dikeringkan (g)

Kadar Abu sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

Sampel dalam cawan porselen ditimbang sebanyak 2 – 3 gram, lalu diarangkan di atas nyala pembakar. Kemudian diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550OC sampai pengabuan sempurna, hingga didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus :

100% x (g) Sampel Berat (g) Abu Berat abu Kadar =

Kadar Serat Kasar sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standardisasi Nasional, 1992). Sampel sebanyak 2 - 4 gram, dibebaskan dari lemak dengan cara ekstraksi

sokhlet atau dengan cara mengaduk contoh dalam pelarut organik sebanyak 3 kali, lalu dikeringkan. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml, ditambahkan 50 ml H2SO4 1,25%, dipasang pendingin tegak lalu dididihkan selama 30 menit. Campuran tersebut ditambahkan 50 ml larutan NaOH 3,25% lalu dimasak lagi selama 30 menit. Dalam keadaan panas disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring yang telah diketahui bobotnya (kertas saring terlebih dahulu dikeringkan pada suhu 105OC sampai bobot tetap). Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut – turut menggunakan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%. Setelah itu cawan, isi dan kertas saring dipanaskan dalam oven sampai bobot tetap lalu ditimbang. Kadar serat kasar dihitung dengan rumus :

w1

Kadar serat kasar = x 100% w

Keterangan : w = bobot sampel

Kadar Protein sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

Sampel seberat 0,51 g dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, kemudian ditambahkan 2 gram campuran selen (2,5 g SeO2, 100 g K2SO4, dan 20 g CuSO4.5H2O) dan 25 ml H2SO4 pekat. Campuran dipanaskan diatas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau – hijauan (sekitar 2 jam). Setelah dingin, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tepat tanda garis. Pipet 5 ml larutan dan dimasukan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Campuran ini disulingkan selama kurang lebih 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator (10 ml bromocresol green 0,1% dan 2 ml larutan metil merah 0,1%). Kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 N. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentase nitrogen dan kadar protein kasar dihitung dengan rumus sebagai berikut :

x100% w fp fk x x 0,014 x HCl N x ) 2 V -(V1 (%) Protein Kadar =

Keterangan : w = bobot sampel

V1 = volume HCl 0,01 N yang digunakan penitaran contoh V2 = Volume Hcl yang digunakan penitaran blanko

N = Normalitas HCl fk = Faktor Konversi fp = Faktor Pengenceran

Kadar Lemak sesuai SNI 01-2891-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

Sampel sebanyak 1 - 2 g dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas, lalu selongsong kertas yang berisi sampel disumbat dengan kapas. Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama kurang lebih 1 jam, lalu dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu heksana disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105°C. Proses pengeringan ini diulangi hingga tercapai bobot tetap. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan cara perhitungan sebagai berikut :

w1 Kadar Lemak (%) = ___________ x 100% w Keterangan : w = Bobot sampel (g) w1 = Bobot lemak (g)

Kadar Karbohidrat (Winarno, 1997).

Kadar karbohidrat dihitung dengan by difference :

Persentase Kadar Karbohidrat = 100% - (% air + % lemak + % protein + % abu)

Analisa Karakteristik Fisik Tortilla Corn Chips

Derajat Gelatinisasi (Wooton, et al., 1971). Derajat gelatinisasi didefinisikan

sebagai rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati produk yang dihitung dengan metode spektrofotometer dengan mengukur kompleks pati-iodin yang terbentuk dari suspensi contoh sebelum dan sesudah dilarutkan dalam alkali.

Produk yang dihaluskan sampai ukuran ± 60 mesh, ditimbang sebanyak 1 g dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi kemudian disentrifuse pada suhu ruang dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil duplo, lalu masing – masing ditambah 0,5 ml HCl 0,5M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan 0,1 ml larutan iodium, lalu contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm, begitu juga dengan tabung yang tanpa iodium.

Suspensi disiapkan dangan cara mendispersikan produk yang sudah dihaluskan sebanyak 1 gram dalam 95 ml air dan ditambah 5 ml NaOH 10M. Suspensi dikocok selama 5 menit kemudian disentrifuse selama 15 menit pada suhu ruang dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0,5 ml secara duplo, ditambah 0,5 ml HCl 0,5M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tersebut ditambahkan 0,1 ml iodium dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm, begitu juga dengan tabung yang tanpa iodum.

Secara ringkas, pengamatan dilakukan dengan urutan sebagai berikut :

1. Larutan yang ditambahkan HCl digunakan sebagai standar untuk pati yang tergelatinisasi.

2. Larutan bahan yang ditambahkan HCl dan larutan iodium, sebagai larutan pati yang tergelatinisasi.

3. Larutan bahan yang ditambahkan NaOH dan HCl sebagai larutan standar untuk total pati.

4. Larutan bahan yang ditambahkan NaOH, HCl, dan larutan iodium sebagai larutan total pati.

Derajat gelatinisasi dihitung dengan rumus :

100% 2 A 1 A si Gelatinisa Derajat = x Keterangan :

A1 = absorbansi standar pati yang tergelatinisasi – absorbansi larutan pati yang tergelatinisasi.

A2 = absorbansi larutan standar total pati – absorbansi larutan total pati

Derajat Pengembangan (Linko et al., 1981). Pengukuran dilakukan di

Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran volume produk dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dengan menggunakan alat jangka sorong digital, dengan mengukur panjang, lebar, dan ketebalan dari tortilla corn chips sebelum dan setelah dipanggang, kemudian dihitung volumenya dengan mengalikan nilai panjang, lebar, dan ketebalan yang didapat. Derajat pengembangan ditentukan dengan rumus :

x 100 ) (mm Awal Produk Volume ) (mm Akhir Produk Volume (%) an Pengembang Derajat 3 3 = %

Kekerasan. Kekerasan produk ditentukan secara objektif menggunakan rheoner.

Sampel ditekan dengan plunger berbentuk silinder yang berdiameter 4 mm. pengukuran dilakukan dengan chart speed 60 mm/menit. Beban (load) yang digunakan adalah 2 valve sehingga skala penuh pada chart adalah 200 gf. Table speed yang digunakan 0,5 mm/detik dengan preset nomor 1 (pergerakan 10 mm). Tingkat kekerasan produk dinyatakan dalam gram gaya (gf), yang berarti besarnya gaya tekan yang diperlukan untuk deformasi produk sampai pecah.

Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Indeks Kelarutan Air (IKA) Metode Sentrifugasi (Anderson et al., 1984 disitir oleh Muchtadi et al., 1988). Sampel

sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge yang telah diketahui beratnya. Sebanyak 10 ml aquades kemudian ditambahkan ke dalam tabung dan diaduk dengan vibrator sampai semua bahan terdispersi secara merata. Tabung selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dituang secara hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifuge beserta residunya dipanaskan dalam oven. Tabung diletakkan dengan posisi miring (25o) dan oven diatur pada suhu 50oC selama 25 menit. Tabung berisi residu ditimbang untuk menentukan berat air terserap.

Supernatan yang diperoleh diambil sebagai contoh sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya. Cawan lalu dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 110oC sampai semua air menguap. Cawan didinginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering yang terdapat dalam supernatan. Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan dalam air ditentukan dengan persamaan berikut :

arut bahan terl berat -awal berat terserap yang air berat (ml/g) IPA = larutan ml 2 larutan ml 2 dalam terlarut yang bahan berat (g/ml) IKA =

Warna (Hutching, 1999). Metode Hunter, parameter warna yang diukur pada

produk tortilla corn chips ini, menggunakan Hunter Lab System yang diukur dengan menggunakan alat Minolta Chromameter CR-310. Metode Hunter ini diindikasikan dengan beberapa komponen warna yang diukur, yaitu L, a, dan b, kemudian parameter warna lain yang diukur dengan Minolta Chromameter CR-310 adalah C dan ho (hue). Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam. Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran kuning-biru dengan nilai +b (positif) dari 0

sampai 70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Notasi C menyatakan parameter ketajaman warna yang dihasilkan produk, dengan nilai antara 0 (tidak tajam) sampai 100 (sangat tajam), sedangkan nilai oHue menyatakan spesifikasi perpaduan warna yang dihasilkan. Hasil pengukuran kemudian dikonversi dengan menggunakan Munsell Conversion Program V.

Gambar 5. Diagram Kromameter Munsell

Analisa Karakteristik Organoleptik (Soekarto, 1985).

Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji mutu hedonik terhadap kerenyahan, warna, rasa, tekstur, rasa gurih, dan uji hedonik (tingkat kesukaan) terhadap produk tortilla corn chips secara keseluruhan. Pengujian mutu hedonik dan hedonik dilakukan dengan menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 50 orang.

Pengujian mutu hedonik yang dilakukan menggunakan uji skoring yaitu penilaian menggunakan angka sebagai parameter penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh produk. Penggunaan skoring dapat memberikan informasi besaran kesan yang diperoleh dari suatu komoditi sehingga dapat diketahui mutu dari komoditi tersebut (Rahayu, 1998). Panelis menuliskan kesan pada formulir yang disediakan, pada setiap formulir terdapat 7 pilihan/tingkatan, setiap angka yang dipilih oleh panelis menunjukkan tingkat mutu yang berbeda tergantung dari kesan yang didapatkan oleh panelis. Pada pengujian mutu hedonik dan hedonik, pilihan kesan yang ada terdiri dari :

Warna diamati secara visual dengan membandingkan tingkat kecerahan warna kuning dari produk tortilla corn chips, kriteria warna berkisar antara sangat gelap hingga sangat cerah.

- Warna : 1 = Sangat Gelap; 2 = Gelap; 3 = Agak Gelap; 4 = Netral (Tidak Cerah & Tidak Gelap); 5 = Agak Cerah; 6 = Cerah; 7 = Sangat Cerah.

Kerenyahan produk pada uji organoleptik dinilai dengan cara mengunyah produk, kriteria ini berkisar antara sangat keras hingga sangat renyah.

- Kerenyahan : 1 = Sangat Keras; 2 = Keras; 3 = Agak Keras; 4 = Netral (tidak renyah & tidak keras); 5 = Agak Renyah; 6 = Renyah; 7 = Sangat Renyah. - Rasa Gurih : 1 = Sangat Tidak Gurih; 2 = Tidak Gurih; 3 = Agak Tidak

Gurih; 4 = Netral (Tidak Gurih & Tidak Hambar); 5 = Agak Gurih; 6 = Gurih; 7 = Sangat Gurih.

Tekstur tortilla corn chips diamati dengan cara merasakan tekstur pada saat produk ini dikunyah dalam mulut, kriteria tekstur berkisar antara sangat kasar hingga sangat halus.

- Tekstur : 1 = Sangat Kasar; 2 = Kasar; 3 = Agak Kasar; 4 = Netral (tidak halus & tidak kasar); 5 = Agak Halus; 6 = Halus; 7 = Sangat Halus.

Tingkat kesukaan (hedonik) ditentukan setelah produk diamati oleh panelis kemudian menuangkan kesan terhadap produk secara keseluruhan, kesan hedonik memiliki kisaran antara sangat tidak suka hingga sangat suka.

- Hedonik : 1 = Sangat Tidak Suka; 2 = Tidak Suka; 3 = Agak Tidak Suka; 4 = Netral; 5 = Agak Suka; 6 = Suka; 7 = Sangat Suka.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait