• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2006, bertempat di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Kimia Pangan (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Itik yang digunakan adalah itik betina afkir yang berumur 12 bulan sebanyak 72 ekor yang berasal dari daerah Cirebon. Pakan yang diberikan adalah pakan komersial produksi PT Japfa Comfeed Indonesia dengan kode produksi Par-L1 serta tepung daun beluntas.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah campuran daging dada dan paha serta kulit itik yang berasal dari pemeliharaan dengan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan, tepung tapioka, susu skim, gula pasir, garam dapur, STPP, sendawa, lada halus, bawang putih bubuk dan es batu.

Alat yang digunakan dalam pembuatan bakso antara lain peralatan memasak, timbangan, thermometer, meat grinder, food processor, freezer. Alat yang digunakan dalam uji fisik adalah pH meter, rheoner, chromameter, sedangkan alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah piring kertas, sendok, garpu, pisau, gelas, kertas kuisioner, kertas tissue dan label.

Rancangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Faktorial 3 x 2 dengan dua kelompok. Faktor pertama adalah konsentrasi penambahan tepung daun beluntas dalam pakan, yaitu 0%, 1%, dan 2%. Faktor kedua adalah penggunaan bahan baku bakso yaitu dengan dan tanpa kulit itik. Sebagai kelompok adalah perbedaan rataan bobot badan awal itik yaitu kelompok bobot badan kecil dan besar.

Peubah yang diamati adalah sifat fisik bakso daging itik yang meliputi pengukuran pH, susut masak, kekenyalan dan warna (kecerahan, intensitas warna merah dan intensitas warna kuning). Peubah lain ialah sifat organoleptik (warna, aroma, tekstur, kekenyalan, rasa dan penampakan umum).

Data sifat fisik dianalisis ragam, sebelumnya dilakukan uji asumsi yang meliputi uji kenormalan, kehomogenan, kebebasan galat dan keaditifan. Bila uji analisis ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey’s untuk membedakan perlakuan yang satu dengan yang lain (Steel dan Torrie 1995). Data uji organoleptik dianalisis dengan uji non parametrik Kruskall-Wallis (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Jika diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan Multiple Comparison of Means Ranks (Daniel, 1990). Model rancangannya sebagai berikut:

│ Ri – Rj │≤ Z [ K(N+1) / 6 ] 0,5

Jika │Ri – Rj │lebih dari Z [ K(N+1) / 6 ] 0,5, maka perbedaan Ri dan Rj adalah nyata pada taraf Z = 0,05.

Keterangan:

Ri = nilai rataan perlakuan ke-i (i = 0, 1 dan 2%) Rj = nilai rataan perlakuan ke-j (j = 1 dan 2) K = jumlah level dalam perlakuan

N = jumalah total data

Z = Nilai Z untuk perbandingan lebih dari dua rata-rata

Prosedur Pembuatan Tepung Daun Beluntas

Daun beluntas diambil sekitar 30-50 cm dari ujung atas tanaman, kemudian daun dipisahkan dari batangnya dan dilayukan selama dua hari pada suhu kamar, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 0C selama lima jam. Daun yang telah kering digiling sampai halus menjadi tepung daun beluntas dan dikemas ke dalam kantung plastik tertutup.

Pemeliharaan Itik

Itik dipelihara di dalam petak kandang alas litter berukuran 2 x 2 meter sebanyak enam kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Sebelum dilakukan pemeliharaan dengan perlakuan pemberian tepung daun beluntas, itik terlebih dahulu dilakukan adaptasi lingkungan selama dua pekan, kemudian adaptasi pakan selama enam hari dengan perbandingan pakan kontrol dengan pakan perlakuan selang dua hari berturut-turut adalah 75:25, 50:50, dan 25:75. Itik kemudian diberi pakan berdasarkan perlakuan masing-masing selama 11

pekan sebanyak 100g/ekor/hari yang dberikan pada pagi sebanyak 50 g/hari dan sore hari 50 g/hari.

Pemotongan Itik

Sebelum dilakukan pemotongan, itik dipuasakan selama 12 jam. Pemotongan dilakukan pada bagian arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan esofagus kemudian didiamkan sampai darah tidak menetes. Pencabutan bulu dilakukan sebelum proses pengeluaran jeroan. Daging bagian dada dan paha dari karkas kemudian disimpan dalam freezer. Selanjutnya, dilakukan proses pemisahan daging dari tulang.

Pembuatan Bakso

Formulasi bakso yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Formulasi Bakso Penelitian

Bahan-bahan Tanpa Kulit Dengan Kulit

Gram % Gram % Daging Itik 300 61,50 210 43,05 Kulit Itik 0 0 90 18,45 Bahan Tambahan*) Tepung tapioka 36 7,38 36 7,38 Susu Skim 24 4,92 24 4,92 Garam Dapur 9,6 1,97 9,6 1,97 Gula Pasir 4,5 0,92 4,5 0,92 STPP 0,6 0,12 0,6 0,12 Sendawa 0,6 0,12 0,6 0,12 Bawang Putih Bubuk 4,5 0,92 4,5 0,92 Lada Halus 3 0,62 3 0,62 Es Batu 105 21,53 105 21,53 Total 487,2 100 487,2 100 Sumber: *) Sianipar (2003)

Daging itik dipisahkan dari kulit dan dipotong-potong terpisah, kemudian digiling dalam grinder dan food processor bersama dengan garam dapur, gula pasir, STPP, sendawa dan 1/3 bagian es batu selama tiga menit. Kemudian ditambahkan

bumbu dan 1/3 bagian es batu dan digiling kembali selama tiga menit. Tepung tapioka, susu skim dan 1/3 bagian es batu dimasukkan terakhir dan digiling kembali selama tiga menit. Adonan bakso kemudian dibentuk bulatan secara manual dan direbus selama 15 menit pada suhu 75 0C. Bakso yang telah matang kemudian ditiriskan, didinginkan dan ditimbang.

Pengukuran Peubah pH (AOAC, 1995)

Pengujian pH bakso dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Sampel bakso diambil sebanyak 10 gram dan digiling, ditambahkan aquades sebanyak 100 ml kemudian dihomogenkan dengan mixer. Setelah homogen, larutan tersebut diukur pH-nya dengan alat pH meter.

Susut Masak (Ockerman, 1983)

Susut masak menunjukkan banyaknya air dan lemak yang hilang selama pemasakan. Bakso mentah ditimbang, dimasak lalu ditimbang kembali susut masak diperoleh dengan menggunakan rumus:

Susut Masak =

(a – b)

a x 100% a = bobot bakso mentah (g)

b = bobot bakso setelah dimasak (g)

Kekenyalan (Wiranatakusumah, 1998)

Pengukuran kekenyalan bakso dilakukan dengan alat Rheoner RE 3305 dengan plunger berbentuk silinder berdiameter 4 cm terhadap 5 cm sampel bakso. Sampel diletakkan pada posisi horizontal dengan arah pergerakan plunger. Pengukuran dilakukan dengan dua penekanan. Penekanan pertama sampai bakso tepat akan pecah, bakso pada alat akan bekerja menarik kembali penekanan secara otomatis, penekanan kedua respon kekenyalan ditampilkan dalam bentuk grafik. Nilai kekenyalan yang dihasilkan merupakan perbandingan nilai puncak grafik pertama dengan satuan persen. Nilai kekenyalan dihitung sebagai berikut:

Kekenyalan (%) =

gf 2

gf 1 x 100% gf 1 = tekanan pertama

Warna (Hutchings, 1999).

Pengukuran warna dilakukan menggunakan alat Chromameter CR 300 Minolta. Sampel diletakkan pada cawan petri dengan alas putih. Sampel diratakan sampai seluruh permukaan cawan tertutup. Pengukuran dilakukan pada dua posisi yang berbeda dan dua kali untuk tiap sampel. Pengukuran intensitas warna menggunakan metode Hunter (L, a, b). Alat ini menggunakan sistem warna L, a dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan dengan nilai 0 (gelap) hingga 100 (terang), sedangkan a dan b adalah koordinat-koordinat chroma, nilai a untuk warna hijau (a negatif) sampai merah (a positif) dan nilai b untuk warna biru (b negatif) sampai kuning (b positif).

Sifat Organoleptik (Amerine et al., 1985)

Sifat organoleptik dari produk bakso daging itik dengan dan tanpa kulit dengan penambahan tepung daun beluntas dalam pakan dianalisis dengan menggunakan uji kesukaan (hedonik). Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan dalam uji hedonik ini. Panelis menilai sifat spesifik sampel bakso yang disajikan dalam piring kertas sebanyak 3 gram. Penilaian terhadap bakso dimulai dari warna kemudian dilanjutkan aroma, tekstur, kekenyalan dan rasa. Penilaian untuk penampakan umum disajikan secara terpisah dalam piring kertas dalam kondisi utuh masih bulat. Penilaian terhadap sampel bakso ini dalam bentuk tingkat kesukaan dari selang 1 sampai 7, dengan 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka) dan 7 (sangat suka). Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang berasal dari mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor sebanyak 100 orang. Panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel bakso yang diujikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait