• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM PALANGKA RAYA 52 No Tingkat Cabang

5) Metode Majelis Ta’lim

Metode majelis ta’lim adalah suatu metode menyampaikan ajara Islam yang bersifat umum dan terbuka, yang dihadiri jama’ah yang memiliki berbagai latar belakang pengetahuan, tingkat usia, dan jenis kelamin. Metode ini tidak saja melibatkan santri tetapi juga masyarakat sekitar pesantren yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pengajian melalui wetonan atau bandongan. Majelis ta’lim ini bersifat bebas dan dapat menjalin hubungan yang akrab antara pesantren dan masyarakat sekitar.62

Adapun menurut MM tentang metode pembelajaran yang dipakai dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya:

”Untuk metode, mungkin hampir sama dengan pondok pada umumnya, biasanya saya membacakan kitab dan santri sambil mendhobit kitabnya, baik memberi baris maupun arti pada kitabnya, untuk menambah pemahaman santri biasanya saya sering menanyakan tentang I’rab suatu kalimat yang ada di kitab-kitab lain sekalipun bukan belajar kitab nahwu pada saat itu, hal itu supaya mereka semakin terlatih. Terkadang juga jika memungkinkan saya coba santri satu persatu untuk membaca kitabnya, namun itu jarang sekali saya

62Mujamil Qomar, Pesantren Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, t.th. h. 213-214.

gunakan mengingat waktu belajar yang sangat sebentar menurut saya.”63

Tentang metode menurut pendapat AK:

“Metode yang saya gunakan dalam mengajar para santri biasanya saya membacakan kitab sambil mengartikannya, karena memang sebagian kitab sudah ada yang memiliki baris, jadi santri tinggal memberi makna saja pada kitabnya. Namun tidak hanya itu, biasanya beberapa baris saya membacakan isi kitab, saya jelaskan maksud dari penjelasan pengarang kitab tersebut, dan sambil tanya jawab dengan santri, sehingga lebih komunikatif pembelajarannya.”64

Senada dengan yang diungkapkan oleh BD:

“Melihat kitab yang digunakan cukup sederhana sehingga metode yang saya gunakan ketika mengajar adalah saya membacakan kitab, santri memberi arti pada kitabnya, karena memang kitab-kitab yang ada di tingkat Ula masih dasar, sehingga kitabnya sudah berbaris atau jika kitabnya Arab Melayu saya tinggal membacakan sambil saya jelaskan maksudnya, dan terkadang dari penjelasan itu saya persilahkan para santri bertanya jika ada hal yang belum jelas baik terkait kitab yang diajarkan maupun hal di luar pembahasan. Adapun seperti Sharaf memakai metode menghafal.”65

Pada saat peneliti melakukan observasi terkait metode pembelajaran kitab kuning di sana, apa yang dijelaskan MM, AK dan BD memang sesuai dengan hasil observasi pada saat pembelajaran. Di samping itu, informan AM mengatakan:

“Metode pembelajaran kitab kuning di sini mungkin sama saja dengan pondok pesantren lain. Biasanya para guru membacakan kitab sekitar satu baris dan kami memberi baris dan memberi makna di sela-sela

63 Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013

64 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum, 19 April 2013

65 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum, 20 April 2013

baris bacaannya. Setelah itu para guru biasanya menjelaskan maksud dari penjelasan dalam kitab itu dan jika waktunya memungkinkan biasanya kami dipersilahkan untuk bertanya tentang hal apapun, baik terkait materi maupun di luar pembahasan materi kitab yang dipelajari, terkadang juga para guru sering menanyakan kedudukan suatu kalimat yang ada dalam kitab yang dibaca. Ada juga metode menghafal biasanya untuk kitab Ṣaraf,biasanya menghafal tasrifan untuk Ula dan Wustha.”66

SM juga menegaskan:

“Biasanya kebanyakan guru-guru pengajar kitab kuning di sini memakai metode Bandongan, dengan santri memberi baris dan arti kitabnya masing-masing dan guru membacakan kitabnya.”67

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara serta dibandingkan dengan teori di atas, maka dapat peneliti analisis bahwa ada beberapa metode yang dipakai dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, yaitu metode Wetonan (Bandongan), metode inilah ini yang kebanyakan digunakan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, ada juga metode ceramah, metode tanya jawab dan juga metode hafalan.

6. Media

66 Wawancara dengan informan AM, di Pondok Pesantren Darul Ulum, 22 April 2013

67 Wawancara dengan informan SM di kediaman SM, 23 April 2013

Media pengajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (message), merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar.

Bentuk-bentuk media digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar agar menjadi lebih kongkrit. Pengajaran dengan menggunakan media tidak hanya sekadar menggunakan kata-kata (simbol verbal).68

Dalam sebuah pembelajaran kitab kuning juga terdapat media, seperti yang dijelaskan MM:

“Adapun media pembelajaran kitab kuning hanya kitab dan kamus jika diperlukan, karena memang santri sudah memiliki kitab masing-masing sehingga mudah masing-masing-masing-masing untuk menyimaknya.”69 Begitu juga halnya yang dijelaskan oleh BD:

“Media yang digunakan biasanya kitab masing-masing setiap santri serta papan tulis dan spidol jika diperlukan untuk memudahkan pemahaman santri.”70

Adapun keterangan informan AM terkait media, bahwa:

“Media pembelajaran kitab kuning di sini, biasanya kebanyakan para guru memakai kitab saja, kalau diperlukan untuk penjelasan penting biasanya baru beliau memakai papan tulis dan spidol untuk menjelaskan lebih mantap, dan kadang kami memakai kamus jika ada kata-kata sulit saat pembelajaran kitab.”71

68 Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mangajar,Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2002,h. 88-89.

69 Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013

70 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum, 20 April 2013

71 Wawancara dengan informan AM, di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, 22 April 2013

Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara baik dengan subjek MM, AK dan BD serta keterangan informan AM dan dibandingkan dengan teori terkait dengan media pembelajaran di atas, segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, apapun itu, termasuk yang digunakan para guru di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya dalam pembelajaran biasanya adalah media berupa kitab kuning itu sendiri, papan tulis, spidol dan kamus jika diperlukan.

7. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan. Tujuan itulah yang mengarahkan evaluasi itu digunakan pada hal apa dengan melihat tujan yang ingin dicapai. Dalam hal ini kegiatan diarahkan pada evaluasi pembelajaran, kegiatan evaluasi dilakukan dengan sadar oleh guru dengan tujuan memperoleh kepastian mengenai keberhasilan belajar anak didik dan membersihkan masukan kepada guru mengenai yang dia lakukan dalam pengajaran.

Dengan kata lain, evaluasi yang dilakukan guru bertujuan untuk mengetahui bahan pelajaran yang bertujuan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran yang disampaikannya sudah dikuasai atau belum oleh anak

didik, dan apakah kegiatan pengajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.72

Terkait evaluasi hasil pembelajaran kitab kuning MM mengungkapkan:

”Adapun evaluasi tetap dilakukan namun waktunya persemester, untuk Ulya ada evaluasi secara tertulis untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka dan tes lisan untuk mengetahui kemampuan baca kitab mereka.”

Begitu juga BD menambahkan:

“Kami memang mengadakan evaluasi, waktunya persemester, yaitu dengan tes tertulis saja mengingat untuk para santri Ula belum bisa untuk membaca kitab atau mengartikan kitab yang berbahasa Arab.

Hanya tingkat Ulya saja yang diberikan tes tertulis dan lisan. Tapi, untuk Ula biasanya saya beri tugas di rumah berupa latihan soal terkait kitab yang dipelajari pada akhir pelajaran.”73

Informan SM menjelaskan, bahwa:

“Untuk evaluasi memang untuk di akhir pelajaran sangat jarang, bahkan hampir tidak ada evaluasi, kami hanya melaksanakan biasanya persemester, itu juga sebagai pertimbangan penilaian pembelajaran kitab kuning selama 1 semester, ada yang hanya tes tertulis saja seperti Ula dan Wustha serta tes lisan dan tertulis untuk Ulya.”74

Informan AM juga menambahkan:

“Di sini evaluasi hanya dilakukan persemester, ada tes tertulis dan lisan, khususnya Ulya, sedangkan Ula Wustha tertulis saja.”75

72 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik Dalam Interaksi Edukatif…. h.208.

73 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum, 20 April 2013

74 Wawancara dengan informan SM di kediaman SM, 23 April 2013

75 Wawancara dengan informan AM, di Pondok Pesantren Darul Ulum, 22 April 2013

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan teori di atas, dapat peneliti pahami bahwa di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya juga melaksanakan evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran kitab kuning untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran yang disampaikan sudah dikuasai atau belum oleh para santri, dan apakah kegiatan pengajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan dan evaluasi pembelajaran kitab kuning dilaksanakan namun waktunya setiap persemester, sedangkan evaluasi untuk setiap akhir pelajaran jarang bahkan dapat dikatakan tidak ada sama sekali evaluasi, dikarenakan waktu yang sempit dan tidak memungkinkan.

Adapun evaluasi persemester untuk tingkat Ula dan Wustha hanya menggunakan tes tertulis, sedangkan untuk tingkat Ulya tes tertulis dan juga tes lisan.

Dokumen terkait