BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Darul Ulum
Pada awalnya Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya hanya merupakan sekumpulan anak-anak yang belajar mengaji di langgar Baiturahman yang diasuh oleh Drs.KH.Masrani Murdi. Kemudian karena jumlah anak yang belajar semakin banyak maka disarankan dibuatkan tempat khusus bagi anak-anak yang belajar tersebut, maka pada tanggal 12 Mei 1986 Bapak H.Ratiyan Siswo memberikan bantuan sebesar Rp.200.000,- dan tanah seluas 11 M x 16 M untuk pembuatan gedung belajar. Dengan gotong royong dibuatlah gedung belajar tersebut terdiri dari 2 ruang belajar yang beralamatkan jalan Dr. Murjani Palangka Raya. Kemudian disepakatilah bahwasanya gedung belajar tersebut dinamakan dengan “Madrasah Diniyah Darul Ulum”. Peresmian Madrasah Diniyah Darul Ulum ini dilakukan oleh Ka.Kandepag Kotamadya Palangka Raya yang ketika itu adalah Bapak Drs.Muzakir Ma’ruf.
Pada tahun 1989 dari usulan berbagai pihak, maka dibangunlah kembali lembaga pendidikan Madrasah Ibtidaiyah yang menggunakan kurikulum Depag yang kemudian dinamakan dengan Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum Palangkaraya. Pada tahun 1993 dibangun pula lembaga
pendidikan Madrasah Tsanawiyah yang kemudian dinamakan dengan Madrasah Tsanawiyah Darul Ulum Palangkaraya. Ketika menjamurnya lembaga pendidikan TK/TPA pada tahun 1994 juga mendirikan lembaga tersebut yang diberi nama TK/TPA Unit 016 Darul Ulum. Pada tahun 1997 didirikan pula Madrasah Aliyah Darul Ulum Palangka Raya.
Sampai sekarang lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya telah mempunyai 6 lembaga pendidikan yaitu :
1. Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum Palangka Raya 2. Madrasah Tsanawiyah Darul Ulum Palangka Raya 3. Madrsah Aliyah Darul Ulum Palangka Raya
4. Madrasah Diniyah Salafiyah Thabaqah Ula Darul Ulum Palangka Raya.
5. Madrasah Diniyah Salafiyah Thabaqah Wustha Darul Ulum Palangka Raya.
6. Madrasah Diniyah Salafiyah Thabaqah ‘Ulya Darul Ulum Palangka Raya.
Pada tanggal 21 Juli 2000, Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya mendapat musibah kebakaran yang menghabiskan seluruh bangunan, sarana prasarana yang dimiliki. Pada musibah kebakaran tersebut, seluruh prasarana yang dimiliki Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya tidak ada yang tersisa. Mengingat masa-masa yang krisis tersebut dan untuk menyelamatkan ratusan santri yang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, maka pengelolaannya dibebankan
kepada H. Samsuri, S.Ag yang sebelumnya merupakan sekretaris Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya. Berkat bantuan dari banyak pihak, maka sekarang proses belajar mengajar telah dapat dijalankan kembali, walaupun masih banyak sarana dan prasarana yang belum terpenuhi. Namun, semakin ke depan perkembangan pondok pesantren ini semakin maju.
2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya
Adapun visi dan misi Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya sebagai berikut :
a. Visi Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya
Mewujudkan insan yang beriman dan bertaqwa, berwawasan keilmuan keagamaan yang luas, mempuyai ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju, berakhlak mulia, sejahtera dalam kehidupan dunia, mulia dalam kehidupan akhirat, selalu berusaha untuk menggapai pengakuan sebagai Umat Nabi Muhammad saw dan limpahan dari Allah swt.
b. Misi Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya
1. Menyelenggarakan pendidikan yang berbasis keilmuan dan teknologi sebagai bekal kehidupan dan kebahagiaan akhirat.
2. Menyelenggarakan pendidikan yang berbasis keagamaan sebagai sarana untuk menyempurnakan ibadah, baik yang berhubungan dengan manusia dan alam atau yang berhubungan langsung dengan Allah swt.
3. Melestarikan kajian-kajian salafiyah yang merupakan literatur asli kajian keilmuan Islam.
4. Ikut aktif dalam kajian ilmu dan teknologi untuk mengelola alam sebagai tugas khalifah yang diturunkan Allah swt ke dunia ini.
5. Mengembangkan berbagai ilmu keterampilan praktis dalam kewirausahaan yang didasari oleh syariat hukum Islam, sebagai bekal terjun dalam kehidupan bermasyarakat yang nantinya diharapkan dapat menjadi pelopor kemajuan ekonomi dilingkungan.
6. Membiasakan pola hidup sederhana tetapi sehat, disiplin dalam kehidupan dunia dan istiqomah dalam beribadah untuk menggapai kemaslahatan dunia dan kebahagiaan akhirat.1
3. Keadaan Guru
Adapun keadaan guru pengajar kitab kuning dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1
KEADAAN GURU PENGAJAR KITAB KUNING
DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM PALANGKA RAYA2
No. Nama TTL Pendidikan Terakhir
1 Drs.H.Masra ni Murdi
Nagara, 20-07-1943
S1 STAIN Palangka Raya Tarbiyah PAI Tahun 1990 Dan pernah belajar kepada beberapa tuan guru3:
Gr. H. Zakaria (Kalayan)
Gr. H. Majidi (P. Raya)
Gr. H. Herman (Kalayan)
Gr. H. Darman( Pakapuran)
Mu’allim H. Ja’far ( S.Baru)
Gr. H.Syukur (Teluk Tiram)
Gr. H.Adnani Iskandar
Gr. H. Hanafi Gubit (Masjid Jami’) 2 H.M.Hudhari.L. Sei.Kali,
17-06-1961
Ponpes Darussalam Martapura-Kalsel 3 H.Muliansyah Alabio,
24-02-1962
Ponpes Nurul Falah Banten- Jabar
1 Arsip Sejarah Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya
2 Dokumentasi Ponpes Darul Ulum Tahun 2013
3 Wawancara dengan MM di rumah MM, 21 April 2013
4 H.Zainal Arifin Martapura, 06-12-1962
Ponpes Darussalam Martapura-Kalsel 5 Ahmad Kasimi,
S.Ag
Amuntai, 02-03-1974
S1 STAIN Palangka Raya Tarbiyah PAI Tahun 1998 Dan juga pernah mengaji4 kepada para tuan guru di P.Raya
Gr. KH.Makmur
Gr. KH. Majidi
Gr. Daruquthni
Gr.KH.Masrani Murdi
Gr. H.M.Hudhari.L 6 Bahauddin Haruai Batu
Pulut, 01-04-1977
Ponpes Darussalam Martapura-Kalsel
7 Rahmadi P. Raya,
08-09-1979
Ponpes Darussalam Martapura-Kalsel
8 Rijani Barabai,
05-03-1980
Ponpes Darussalam Martapura-Kalsel 9 H. M. Arni Kalumpang
Dalam, 10-12-1981
Ponpes Ibnul Amin Pamangkih-Kalsel 10 M. Khoiri Ulfi Martapura,
09-07-1985
Ponpes Darussalam Martapura-Kalsel 11 Syahmidi, S.Th.I Tamban,
07-03-1986
Ponpes Darul Ilmi
S1 IAIN Antasari Banjarmasin
Fakultas Ushuluddin
4 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, 19 April 2013
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa para pengajar kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya berjumlah 11 orang. Melihat dari latar belakang pendidikan para pengajar di atas hampir semuanya berlatar pendidikan dari Pondok Pesantren yang memang mempelajari kitab kuning, dan sebagian lagi ada yang lulusan dari STAIN dan IAIN.
4. Keadaan Siswa (santri)
Jumlah siswa (santri) yang belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya dapat diketahui pada tabel dibawah ini:
Tabel 2
KEADAAN SISWA (SANTRI) YANG BELAJAR KITAB KUNING5
No Jenjang Pendidikan Jumlah Siswa
Jumlah
L P
1. Salafiyah Thabaqah
ULA 9 13 22
2. Salafiyah Thabaqah
WUSTHO 36 52 88
3. Salafiyah Thabaqah
'ULYA 5 11 16
Jumlah 50 76 126
Berdasarkan data dan hasil observasi di lapangan, dapat peneliti simpulkan bahwa santri yang belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya berjumlah 126 orang terdiri 50 santriwan dan 76 santriwati.
5 Dokumentasi Ponpes Darul Ulum Tahun 2013
Di antara jumlah tersebut ada 3 tingkatan yakni tingkat Ula, Wustha dan Ulya yang memang fokus untuk mempelajari kitab kuning saja. Dari hasil observasi peneliti di sana juga terdapat 13 santri mukim putra dan 10 santri putri. Selebihnya adalah santri kalong yang juga ikut dalam pembelajaran kitab kuning.
5. Waktu Pembelajaran Kitab Kuning
Waktu belajar kitab kuning dilaksanakan dari sore hari hingga malam hari dari pukul 16.00 WIB sampai pukul 19.30 WIB, kegiatan belajar dilaksanakan selama 6 hari dalam satu minggu, kecuali hari kamis libur. Di antara waktu pembelajaran itu juga dimanfaatkan dengan kegiatan keagamaan pondok pesantren lainnya yaitu dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3
WAKTU PEMBELAJARAN KITAB KUNING
DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM PALANGKA RAYA6
Hari
Waktu 16.00
s/d 17.15
17.15 s/d 17.50
17.50 s/d 18.50
18.50 s/d 19.30
6 Dokumentasi Ponpes Darul Ulum Tahun 2013
Senin Selasa Rabu, Jum’at Sabtu Minggu
Belaja r Kitab Kunin g
Istirahat
SholatMagrib Berjama’ah
Membaca Jurumiyah dan atau tasrifan bersama-sama
Belajar Kitab Kuning
Sholat Isya Berjama’ah
Membaca Shalawat Burdah bersama-sama
6. Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya baik itu yang menunjang pengadministrasian lembaga maupun menunjang kegiatan belajar mengajar pada tahun 2012/2013 adalah sebagaimana yang terdapat pada tabel berikut:
Tabel 4
SARANA DAN PRASARANA
PONDOK PESANTREN DARUL ULUM PALANGKA RAYA7
Jenis Volume Kondisi
Ruangan
Ruang Kelas 24 lokal Baik
- Ruang Guru 1 buah Baik
- Ruang Aula 1 buah Baik
- Ruang Tata Usaha 3 buah Baik
- Ruang Kepala Sekolah 5 buah Baik
- Ruang Perpustakaan 1 buah Baik
- Ruang OSIS/UKS 1 buah Baik
- Lab. Komputer 1 buah Baik
- Ruang Koperasi 1 buah Baik
- Ruang Keterampilan 1 buah Baik
- Masjid Mini Baiturrahman 1 buah Baik
- Rumah Pimpinan Pondok 1 buah Baik
7 Dokumentasi Ponpes Darul Ulum Tahun 2013
- Mess Guru 10 buah Baik
- Rumah Penjaga Sekolah 1 buah Baik
- Asrama Putra 1 buah Baik
- Asrama Putri 6 buah Baik
- WC Santri 5 buah Baik
- WC Guru 1 buah Baik
- Gudang 1 buah Cukup Baik
Infastruktur
- Tiang Bendera 2 buah Baik
- Lapangan Upacara 2 buah Baik
- Tempat Parkir 1 buah Baik
- Menara Air 2 buah Baik
- Mesin Pemadam Kebakaran 1 buah Baik
- Genset 1 buah Baik
Perabot
- Bangku Santri 968 buah Baik
- Meja Santri 740 buah Baik
- Meja Kepsek lengkap 5 unit Baik
- Meja Guru lengkap 60 unit Baik
- Lemari Kelas 12 buah Baik
- Rak buku perpustakaan 6 buah Baik
- Alat Pengukur Tinggi badan 1 buah Baik
- Lemari Kantor 8 buah Baik
- Papan Tulis 24 buah Baik
Alat Kantor dan Penunjang Pembelajaran
- Mesin Ketik 2 buah Baik
- Brankas 1 buah Baik
- Video/DVD 2 buah Baik
- TV 2 buah Baik
- Komputer TU 4 unit Baik
- Komputer
Laboratorium 12 unit Baik
- Internet 3 buah Baik
- OHP 1 buah Baik
- Printer 5 buah Baik
- Sound System 3 buah Baik
- Kipas Angin 7 buah Baik
- Mesin Jahit 10 buah Baik
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui sarana dan prasarana, baik yang merupakan pendukung pembelajaran atau tidak sudah cukup memadai dan mampu menunjang aktivitas pembelajaran di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, apalagi ketika peneliti melakukan observasi di perpustakaan Pondok Pesantren ini, banyak terdapat kitab-kitab kuning di perpustakaannya.
Hal itu menunjukkan bahwa memang sebagai pondok pesantren yang berciri khas mempelajari kitab kuning, hal itu sudah cukup menunjang untuk kegiatan pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren tersebut.
B. Gambaran Umum Subjek dan Informan Penelitian 1. Subjek Penelitian8
Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini terdiri dari 3 orang pengajar kitab kuning menurut kriteria tertentu dan dapat dilihat sebagai berikut : a. MM
Nama : MM
TTL : Nagara, 20 Juli 1943
Alamat : Jl. Jati
Pendidikan Terakhir : S1 Tarbiyah PAI STAIN P.Raya Mulai mengajar di Yayasan : Tahun 1986 sampai sekarang Mengajar pada tingkat : Ulya
Bidang yang diajarkan : Hadiṡ- Subul as-Salam
Fiqh-Fath al-Mu’in
Tarikh-Nurul Yaqin
Tafsir-Jalalain
Nahwu-Mutammimah b. AK
8 Dokumentasi Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya Tahun 2013
Nama : AK
TTL : Amuntai, 2 Maret 1974
Alamat : Jl. Sepakat IV No.95 H
Pendidikan Terakhir : S1 Tarbiyah PAI STAIN P.Raya Mulai mengajar di Yayasan : Tahun 2001 sampai sekarang Mengajar pada tingkat : Wustha
Bidang yang diajarkan : Tauhid-Kifayatul Mubtadin
Fiqh-Fathul Qarib
Tarikh-Khulasah Nurul Yaqin
Nahwu-Is’afut Tholibin c. BD
Nama : BD
TTL : Haruai Batu Pulut, 1 April 1977
Alamat : Jl. Dr. Murjani Gg. Kurnia
Pendidikan Terakhir : Pondok Pesantren Darussalam Martapura Kalimantan Selatan Mulai mengajar di Yayasan : Tahun 2009 sampai sekarang Mengajar pada tingkat : Ula
Bidang yang diajarkan : Fiqh-Risalah Fiqhiyyah
Nahwu-Matan Jurumiyah
Sharaf-Durusuttashrif
Hadits-Arba’in an-Nawawi
2. Informan Penelitian9
Adapun yang menjadi Informan dari subjek penelitian adalah:
a. SM
Nama : SM
TTL : Trenggalek, 17 April 1970
Alamat : Jl. Dr. Murjani Gg. Sari ‘45
9 Hasil Wawancara dengan Informan SM, MA, AM Tanggal 15 April 2013
b. MA
Nama : MA
TTL : Alabio, 13 Maret 1993
Alamat : Jl. Dr. Murjani Gg. Sari ‘45 c. AM
Nama : AM
TTL : Nagara, 21 Juli 1994
Alamat : Jl. Dr. Murjani Gg. Sari ‘45
C. Penyajian Data 1. MM
Pada ketika observasi, guru MM yang pada saat itu beliau mengajar di tingkat Ulya, ketika memasuki ruangan di awali dengan mengucap salam, kemudian beliau duduk, sebelum membaca kitab, beliau terlebih dahulu beliau memimpin para santri untuk membaca Surah al-Fatihah untuk Rasulullah dan pengarang kitab. Kemudian setelah itu beliau mulai membacakan kitab Fath al-Mu’in pada saat itu dan seluruh santri masing- masing memiliki kitabnya. Sambil guru MM membacaka kitab sekitar satu baris, kemudian beliau terjemahkan kalimat yang beliau baca, para santri
’Ulya saya lihat masing-masing mendengarkan dengan kesungguhan dan mereka memberi baris dan makna pada sela-sela kitab mereka. Sesekali guru MM, menanyakan tentang kedudukan kata pada kalimat yang ada di dalam kitab. Beberapa santri ditanya, dan mereka berhasil menjawab. Setelah itu
beliau lanjutkan lagi membaca kitabnya, seterusnya hingga jam istirahat, dan peneliti lihat memang tidak ada evaluasi pada akhir pembelajaran, beliau mengakhiri pelajaran dengan membaca do’a.10
a) Tujuan
Terkait dengan hal tujuan dalam pembelajaran kitab kuning dari hasil wawancara peneliti terhadap MM, beliau mengungkapkan:
“Tujuan pembelajaran kitab kuning di Darul Ulum memang tidak pernah tertulis dalam perencanaan pembelajaran, karena memang kitab kuning tidak ada RPP seperti halnya pelajaran di sekolah formal, walau demikian bukan berarti kitab kuning tidak memiliki tujuan yang jelas, baik guru maupun santri apalagi yang sudah di tingkat ulya, mereka sudah memahami tujuan dari pembelajaran kitab kuning yang mereka pelajari, tujuannya tidak hanya mampu membaca kitab tapi juga pengetahuan agama dan akhlak yang semakin baik.”
“Misalnya seperti saya mengajar kitab Hadiṡ tujuannya agar santri tahu tentang berbagai macam hadiṡ Rasulullah baik terkait tentang hukum maupun akhlak beliau. Tarikh, supaya santri mengenal bagaimana sejarah kehidupan Rasulullah, sehingga semakin menambah kecintaan mereka kepada beliau dan menjadikan beliau teladan dalam kehidupan. Tafsir, agar santri mengerti tentang kemampuan mengetahui kedudukan suatu kata dalam struktur kalimat (i’rab) serta mengetahui dan membedakan makna mufradat (pengertian kata-kata) ayat-ayat al-Qur’an baik ditinjau dari segi sharaf maupun persamaan katanya. Nahwu, supaya santri bisa memahami secara teori dan nantinya mampu membaca kitab, ya walaupun sedikit demi sedikit.”11
Informan MA juga menguatkan pendapat subjek MM:
“Kami di sini telah memahami tujuan pembelajaran kitab kuning memiliki tujuan yang jelas, walaupun setiap guru-guru yang mengajar bermacam-macam kitab tidak pernah menjelaskan secara langsung apa
10 Observasi pembelajaran kitab kuning dengan guru MM, 12 April 2013
11 Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013
tujuan dalam pembelajaran kitab itu maupun tertulis, seperti sekolah formal biasanya, namun dalam proses pembelajaran kami merasakan tujuan itu intinya mendapatkan pengetahuan agama yang jauh lebih dibandingkan hanya di sekolah formal di pagi hari dan juga membuat kami ingin selalu memperbaiki akhlak kami, apalagi dengan lingkungan yang agamis serta teladan para guru-guru kami di sini, bagi kami itu sangat membanggakan.”12
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran kitab kuning agar santri tidak hanya mampu membaca kitab tapi juga pengetahuan agama dan akhlak yang semakin baik.
b) Materi
Adapun menurut MM:
”Untuk materi kitabnya, kitab-kitab yang saya ampu memang lebih dari satu kitab, di sini untuk Hadiṡ memakai kitab Subulussalam syarahnya Bulughul Maram, Fiqhnya memakai kitab Fathul Mu’in, Tarikhnya memakai kitab Nurul Yaqin, Tafsirnya memakai kitab Jalalain, Nahwunya memakai kitab Mutammimah atau Kawakib.”13 Informan MA mengungkapkan:
”Kitab-kitab yang dipelajari di pondok ini ada beberapa, untuk kami di tingkat Ulya mempelajari kitab Waraqat, Fathul Mu’in, Kifayatul Awam, Maraqil Ubudiyah, Nurul Yaqin, Mutammimah, Kailani, Jalalain dan Subulussalam.”14
12 Wawancara dengan MA di Pondok Pesantren Darul Ulum, 22 April 2013
13 Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013
14 Wawancara dengan MA di Pondok Pesantren Darul Ulum, 22 April 2013
Paparan MA merupakan kitab-kitab yang dipelajari di tingkat Ulya, dapat peneliti pahami bahwa kitab kitab yang diajarkan MM di tingkat Ulya memang sesuai dengan keterangan informan MA dan observasi peneliti.
c) Metode
Adapun menurut MM tentang metode pembelajaran yang dipakai dalam pembelajaran kitab kuning:
”Untuk metode, mungkin hampir sama dengan pondok pada umumnya, biasanya saya membacakan kitab dan santri sambil mendhobit kitabnya, baik memberi baris maupun arti pada kitabnya, untuk menambah pemahaman santri biasanya saya sering menanyakan tentang I’rab suatu kalimat yang ada di kitab-kitab lain sekalipun bukan belajar kitab nahwu pada saat itu, hal itu supaya mereka semakin terlatih. Terkadang juga jika memungkinkan saya coba santri satu persatu untuk membaca kitabnya, namun itu jarang sekali saya gunakan mengingat waktu belajar yang sangat sebentar menurut saya.”15
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa metode yang di pakai oleh guru MM adalah metode Wetonan (Bandongan) dan tanya jawab.
d) Media
Dalam sebuah pembelajaran kitab kuning juga terdapat media, seperti yang dijelaskan MM:
15 Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013
“Adapun media pembelajaran kitab kuning hanya kitab dan kamus jika diperlukan, karena memang santri sudah memiliki kitab masing- masing sehingga mudah masing-masing untuk menyimaknya.”16 Dapat peneliti pahami bahwabmedia yang digunakan guru MM adalah kitab kuning itu sendiri.
e) Evaluasi
Terkait evaluasi hasil pembelajaran kitab kuning MM mengungkapkan:
”Adapun evaluasi tetap dilakukan namun waktunya persemester, untuk Ulya ada evaluasi secara tertulis untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka dan tes lisan untuk mengetahui kemampuan baca kitab mereka.”17
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa untuk tingkatan Ulya pelaksanaan evaluasi dilaksanakan persemester dan evaluasi dilakukan yaitu tes lisan dan tertulis.
2. AK
Adapun guru AK sewaktu peneliti observasi, saat itu beliau mengajar di tingkat Wustha, ketika awal beliau masuk ke kelas dan duduk untuk mengajar terlebih dahulu beliau membaca al-Fatihah kepada Rasulullah dan pengarang kitab, kemudian beliau mulai membacakan kitab, kebetulan kitabnya saat itu adalah kitab Tarikh yaitu kitab Khulasah Nurul Yaqin
16 Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013
17Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013
karangan Syekh Umar Abdul Jabbar, beliau membacakan dengan santai karena kebetulan kitabnya telah berbaris jadi beliau tinggal menerjemahkan, pada saat itu para santri juga masing-masing memperhatikan dan menyimak kitab dengan baik dan memberikan makna pada kitabnya tersebut, sambil beberapa baris membaca beliau jelaskan maksud pengarang kitab, di tengah pelajaran berlangsung sesekali terlihat ada santri yang bertanya dan pertanyaan itu terkadang beliau tanyakan kepada santri lainnya, dan ada beberapa yang memberi tanggapan, setelah itu guru AK lah yang menyimpulkan dan menambah jika perlu jawaban yang lebih untuk santri yang bertanya tadi, sehingga memang pembelajaran kitab kuning lebih komunikatif. Begitulah seterusnya hingga sekitar pukul 17.15 WIB beliau mengakhiri pelajaran dengan membaca do’a.18
a) Tujuan
Hal mengenai tujuan juga disampaikan oleh AK:
“Kalau menurut saya, tujuan pembelajaran kitab kuning bermacam- macam sesuai dengan cabang ilmu atau kitab yang diajarkan, seperti saya mengajar Tauhid, tujuannya agar santri memiliki pengetahuan untuk mengenal Allah seperti sifat 20. Fiqh, supaya santri dapat mengatahui masalah hukum terkait ibadah dalam kehidupan sehari- hari. Tarikh, agar santri tahu bagaimana hidup Baginda Nabi baik sosial, politik maupun budaya pada masa beliau. Nahwu dan Ṣaraf, agar membantu santri mengetahui kedudukan suatu kata I’rab maupun asal kalimatnya, sehingga bisa membaca kitab kuning dengan baik.
Intinya agar para santri memiliki ilmu agama yang lebih dan dapat
18 Observasi proses pembelajaran dengan guru AK , 14 April 2013
mengamalkannya serta memiliki akhlak yang baik dalam kehidupannya.”19
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat peneliti pahami bahwa tujuan pembelajaran kitab kuning menurut guru AK yaitu agar para santri memiliki ilmu agama yang lebih dan dapat mengamalkannya serta memiliki akhlak yang baik dalam kehidupannya.
b) Materi
Terkait materi, menurut AK:
“Adapun materi pelajaran kitab kuning yang saya pegang ada beberapa, untuk tingkat Wustha Tauhidnya kitab Kifayatul Mubtadin, Fiqihnya Fathul Qarib, Tarikhnya kitab Khulasah Nurul Yaqin, Nahwunya kitab Is’afut Tholibin karangan Abuya Syukri Unus.”20 Berdasarkan observasi dan wawancara di atas, dapat dipahami bahwa beberapa kitab yang dipelajari di tingkat Wustha yaitu Kifayatul Mubtadin, Fath al-Qarib, Khulasah Nurul Yaqin, dan Is’af ath-Thalibin yang sesuai yang diajarkan guru AK.
c) Metode
Tentang metode menurut pendapat AK:
“Metode yang saya gunakan dalam mengajar para santri biasanya saya membacakan kitab sambil mengartikannya, karena memang sebagian kitab sudah ada yang memiliki baris, jadi santri tinggal memberi makna saja pada kitabnya. Namun tidak hanya itu, biasanya beberapa
19 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum, 19 April 2013
20 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum, 19 April 2013
baris saya membacakan isi kitab, saya jelaskan maksud dari penjelasan pengarang kitab tersebut, dan sambil tanya jawab dengan santri, sehingga lebih komunikatif pembelajarannya.”21
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas, dapat peneliti pahami bahwa metode yang di pakai oleh guru AK adalah metode Wetonan (Bandongan), ceramah dan tanya jawab.
d) Media
Adapun juga dijelaskan oleh AK:
Untuk media pembelajarannya biasanya tergantung kitabnya, jika membahas tentang Nahwu biasanya menggunakan papan tulis dan spidol supaya jelas untuk pemahaman santri, tapi jika kitab yang lainnya biasanya cukup dari menggunakan media kitab saja, selain kitab juga sebagai sumber belajar, karena memang santriwan/santriwati punya kitabnya masing-masing jadi itu sudah jadi media yang cukup bagi santri.”22
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat peneliti pahami, media yang digunakan guru AK adalah kitab kuning, papan tulis dan spidol jika diperlukan.
e) Evaluasi
Sesuai yang dijelaskan AK juga menegaskan:
“Untuk evaluasi, kami mengadakan biasanya persemester, dengan tes tertulis saja, sedangkan tes lisan masih belum bisa untuk Wustha diterapkan, mengingat waktu dan orangnya lumayan banyak, sehingga
21 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum, 19 April 2013
22 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum, 19 April 2013
hanya Ulya saja yang diberikan tes lisan, karena memang Ulya lebih sedikit sehingga lebih mudah.”23
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa evaluasi menurut AK juga diaksanakan persemester, untuk tingkat Wustha dengan tes tertulis sedangka tingkat Ulya, tes lisan dan tes tertulis.
3. BD
Adapun guru BD beliau mengajar di tingkat Ula, ketika peneliti melakukan observasi terkait proses pembelajaran kitab kuning, beliau masuk dan duduk di depan para santri dan memulai dengan bersama-sama membaca surah al-Fatihah sama halnya seperti guru MM dan AK, dan beliau mulai membaca kitab, saat itu pelajarannya adalah Nahwu dengan menggunakan kitab Matan Jurumiyah karangan Syekh Ash-Shanhaji, para santri juga sudah memiliki kitabnya masng-masing, jadi beliau suruh para santri untuk membaca kitab Matan Jurumiyah tersebut secara bersama-sama hingga Bab Faṣl , setelah itu beliau jelaskan sambil menggunakan media papan tulis dan spidol agar para santri mudah paham terkait masalah yang dibahas dalam kitab tersebut, begitulah seterusnya hingga jam pelajaran berakhir, beliau tutup dengan juga berdo’a dan salam sambil meninggalkan para santri.24
a) Tujuan
23 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum, 19 April 2013
24 Observasi proses pembelajaran dengan guru BD, 15 April 2013
Begitu juga senada dengan yang dikatakan BD:
“Tujuan pembelajaran kitab yang dipelajari memang bermacam- macam. Namun, secara garis besar untuk para pemula di tingkat Ula ini, masih menggunakan kitab yang sederhana, karena memang masih tahap awal dan mengenalkan kepada santri yang pemula tentang kitab- kitab berbahasa Arab dan sebagian menggunakan bahasa Arab Melayu, walaupun sederhana tapi tujuannya insya Allah besar untuk menambah wawasan para santri dengan berbagai pan ilmu yang ada, seperti Fiqh, Akhlaq, Hadiṡ, Nahwu dan Ṣaraf dengan begitu semakin menambah pengetahuan ilmu agama mereka, serta dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan memiliki akhlak yang baik.”25
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti pahami bahwa tujuan pembelajaran kitab kuning menurut guru BD yaitu supaya semakin menambah pengetahuan ilmu agama mereka, serta dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan memiliki akhlak yang baik.
b) Materi
Ketika observasi, guru BD sedang mengajarkan mengajarkan Nahwu kitab Matan Jurumiyah karangan Syekh as-Shanhaji. BD juga mengungkapkan:
”Ada beberapa kitab yang saya ajarkan di sini beberapa menggunakan kitab-kitab yang dipakai di Pondok Pesantren Darussalam Martapura untuk tingkat Ula, seperti Fiqhnya Risalah Fiqhiyyah, Nahwunya Jurumiyah, Sharafnya Durusuttashrif, Hadiṡnya kitab Arba’in Nawawiyah.”26
25 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, 20 April 2013
26 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, 20 April 2013
AM juga menambahkan bahwa untuk kitab yang dipelajari pada tingkat Ula sebagai berikut:
”Kitab kuning yang dipelajari di tingkat Ula ada kitab Jurumiyah, Risalah Fiqhiyyah, Risalah Tauhid, Waṣaya, Riwayat Nabi Muhammad SAW pakai Arab Melayu, Durusuttashrif, Arba’in Nawawiyah, dan Tajwid Melayu.” Sedangkan untuk tingkat Wustha, kitabnya Fathul Qarib, Kifayatul Mubtadin, Ta’lim Muta’allim, Khulasah Nurul Yaqin, Is’afut Thalibin, Kitabuttashrif, Riyadhus Shalihin dan juga Hidayatusshibyan.”27
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan keterangan dari informan, untuk materi memang terdapat kesesuaian.
c) Metode
Senada dengan yang diungkapkan oleh AK, BD juga ungkapkan:
“Melihat kitab yang digunakan cukup sederhana sehingga metode yang saya gunakan ketika mengajar adalah saya membacakan kitab, santri memberi arti pada kitabnya, karena memang kitab-kitab yang ada di tingkat Ula masih dasar, sehingga kitabnya sudah berbaris atau jika kitabnya Arab Melayu saya tinggal membacakan sambil saya jelaskan maksudnya, dan terkadang dari penjelasan itu saya persilahkan para santri bertanya jika ada hal yang belum jelas baik terkait kitab yang diajarkan maupun hal di luar pembahasan. Adapun seperti Ṣaraf memakai metode menghafal.”28
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas, dapat peneliti pahami bahwa metode yang di pakai oleh guru BD adalah metode Wetonan (Bandongan), ceramah dan tanya jawab serta hafalan untuk materi Ṣaraf.
d) Media
27 Wawancara dengan informan AM, di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, 22 April 2013
28 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, 20 April 2013
Begitu juga halnya yang dijelaskan oleh BD:
“Media yang digunakan biasanya kitab masing-masing setiap santri serta papan tulis dan spidol jika diperlukan untuk memudahkan pemahaman santri.”29
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat peneliti pahami, media yang digunakan guru BD adalah kitab kuning, papan tulis dan spidol jika diperlukan.
e) Evaluasi
Begitu juga BD menambahkan:
“Kami memang mengadakan evaluasi, waktunya persemester, yaitu dengan tes tertulis saja mengingat untuk para santri Ula belum bisa untuk membaca kitab atau mengartikan kitab yang berbahasa Arab.
Hanya tingkat Ulya saja yang diberikan tes tertulis dan lisan.”30
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara bahwa evaluasi dilaksanakan juga persemester dengan menggunakan tes tertulis saja untuk Ula dan Wustha sedangan tes lisan dan tertulis untuk tingkat Ulya.
D. Analisis Data
29 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, 20 April 2013
30 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, 20 April 2013
Berdasarkan hasil observasi peneliti pada ketiga subjek penelitian guru MM, AK dan BD memiliki persamaan dan perbedaan dan proses pelaksanaan pembelajaran kitab kuning. Untuk persamaannya terlihat pada saat membuka pelajaran dan sebelum membaca kitab para guru tersebut sebelumnya menghadiahkan surah al-Fatihah untuk Rasulullah dan pengarang kitab.
Kemudian menggunakan metode yang juga hampir sama, yakni kebanyakan menggunakan metode Wetonan (Bandongan), ceramah, tanya jawab serta ada metode hafalan jika memang terkait ilmu Ṣaraf. Adapun media yang digunakan guru MM, AK dan BD adalah kitab kuning itu sendiri, memerlukan penjelasan penting maka perlu juga media papan tulis dan spidol sering digunakan, serta kamus, namun untuk media memang fleksibel, menyesuaikan dengan kondisi. Adapun evaluasi pada akhir pembelajaran juga tidak ada, karena mungkin waktu yang mungkin sedikit sehingga untuk evaluasi akhir pembelajaran juga memang sulit diterapkan.
Sedangkan yang menjadi perbedaan jelas dari proses pembelajaran adalah materi (bahan pelajaran) atau jenis kitab kuning yang dibaca karena memang perbedaan thabaqah para santri yang jelas berbeda.
Analisis lebih lanjut sesuai dengan komponen-komponen pembelajaran kitab kuning yang ada dari tujuan, materi, metode, media dan evaluasi di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya dapat dilihat pada keterangan di bawah ini:
1. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan, Tujuan dalam pengajaran adalah suatu cita-cita yang bersifat normatif, dengan perkataan lain dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah.31
Segala sesuatu tentunya harus memiliki tujuan, dan banyak cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuannya itu. Tentu tujuan tersebut sebagai titik akhir dari proses untuk mencapainya. Sama dengan halnya tujuan pendidikan yang integralnya adalah pembelajaran (belajar mengajar).
Dalam kaitan ini, menurut Ali Yafie dalam H.Affandi Mochtar menjelaskan bahwa, Kitab Kuning sebagai salah satu unsur mutlak dari pengajaran/pendidikan pesantren adalah sedemikian pentingnya dalam proses terbentuknya kecerdasan intelektual dan moralitas kesalehan (kualitas keberagamaan) pada diri peserta didik (thalib/santri).32
Terkait dengan hal tujuan dalam pembelajaran kitab kuning dari hasil wawancara peneliti terhadap MM, beliau mengungkapkan:
“Tujuan pembelajaran kitab kuning di Darul Ulum memang tidak pernah tertulis dalam perencanaan pembelajaran, karena memang kitab kuning tidak ada RPP seperti halnya pelajaran di sekolah formal, walau
31 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002, h. 48-49.
32 H.Affandi Mochtar, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren…, h. 55.
demikian bukan berarti kitab kuning tidak memiliki tujuan yang jelas, baik guru maupun santri apalagi yang sudah di tingkat Ulya, mereka sudah memahami tujuan dari pembelajaran kitab kuning yang mereka pelajari, tujuannya tidak hanya mampu membaca kitab tapi juga pengetahuan agama dan akhlak yang semakin baik.”
“Misalnya seperti saya mengajar kitab Hadiṡ tujuannya agar santri tahu tentang berbagai macam hadiṡ Rasulullah baik terkait tentang hukum maupun akhlak beliau. Tarikh, supaya santri mengenal bagaimana sejarah kehidupan Rasulullah, sehingga semakin menambah kecintaan mereka kepada beliau dan menjadikan beliau teladan dalam kehidupan. Tafsir, agar santri mengerti tentang kemampuan mengetahui kedudukan suatu kata dalam struktur kalimat (i’rab) serta mengetahui dan membedakan makna mufradat (pengertian kata-kata) ayat-ayat al-Qur’an baik ditinjau dari segi sharaf maupun persamaan katanya. Nahwu, supaya santri bisa memahami secara teori dan nantinya mampu membaca kitab, ya walaupun sedikit demi sedikit.”33 Informan MA juga menguatkan pendapat subjek MM:
“Kami di sini telah memahami tujuan pembelajaran kitab kuning memiliki tujuan yang jelas, walaupun setiap guru-guru yang mengajar bermacam-macam kitab tidak pernah menjelaskan secara langsung apa tujuan dalam pembelajaran kitab itu maupun tertulis, seperti sekolah formal biasanya, namun dalam proses pembelajaran kami merasakan tujuan itu intinya mendapatkan pengetahuan agama yang jauh lebih dibandingkan hanya di sekolah formal di pagi hari dan juga membuat kami ingin selalu memperbaiki akhlak kami, apalagi dengan lingkungan yang agamis serta teladan para guru-guru kami di sini, bagi kami itu sangat membanggakan.”34
Apa yang telah diungkapkan MA di atas menguatkan pendapat MM bahwa para santri juga sudah memahami tujuan pembelajaran kitab kuning baik keseluruhan maupun masing-masing cabang keilmuan sekalipun tidak dijelaskan secara langsung baik lisan maupun tertulis.
33 Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013
34 Wawancara dengan MA di Pondok Pesantren Darul Ulum, 22 April 2013
Hal mengenai tujuan juga disampaikan oleh AK:
“Kalau menurut saya, tujuan pembelajaran kitab kuning bermacam- macam sesuai dengan cabang ilmu atau kitab yang diajarkan, seperti saya mengajar Tauhid, tujuannya agar santri memiliki pengetahuan untuk mengenal Allah seperti sifat 20. Fiqh, supaya santri dapat mengatahui masalah hukum terkait ibadah dalam kehidupan sehari- hari. Tarikh, agar santri tahu bagaimana hidup Baginda Nabi baik sosial, politik maupun budaya pada masa beliau. Nahwu dan Sharaf, agar membantu santri mengetahui kedudukan suatu kata I’rab maupun asal kalimatnya, sehingga bisa membaca kitab kuning dengan baik.
Intinya agar para santri memiliki ilmu agama yang lebih dan dapat mengamalkannya serta memiliki akhlak yang baik dalam kehidupannya.”35
Begitu juga senada dengan yang dikatakan BD:
“Tujuan pembelajaran kitab yang dipelajari memang bermacam- macam. Namun, secara garis besar untuk para pemula di tingkat Ula ini, masih menggunakan kitab yang sederhana, karena memang masih tahap awal dan mengenalkan kepada santri yang pemula tentang kitab- kitab berbahasa Arab dan sebagian menggunakan bahasa Arab Melayu, walaupun sederhana tapi tujuannya insya Allah besar untuk menambah wawasan para santri dengan berbagai pan ilmu yang ada, seperti Fiqh, Akhlaq, Hadiṡ, Nahwu dan Sharaf dengan begitu semakin menambah pengetahuan ilmu agama mereka, serta dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan memiliki akhlak yang baik.”36
Informan SM juga menjelaskan :
“Kitab kuning di sini memang tidak memiliki tujuan secara tertulis tapi hanya tersirat. Jika dalam tujuan pendidikan nasional, pencapaian sebuah tujuan pembelajaran mencakup tiga ranah, yaitu kognitif,
35 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum, 19 April 2013
36 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum, 20 April 2013
afektif dan psikomotor, maka saya simpulkan kitab kuning memiliki tujuan itu, misalnya tujuan kognitifnya santri mampu memiliki ilmu pengetahuan agama dalam berbagai cabang ilmunya yang diajarkan, afektifnya santri memiliki akhlak yang terpuji, baik hubungannya dengan Allah maupun dengan sesamanya dan psikomotornya santri mampu membaca kitab kuning dengan baik. Mungkin kami saat ini belum mencapai tujuan itu semuanya, namun tujuan kami saat ini dalam sebuah proses pencapaian, insya Allah.”37
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara jika dibandingkan dengan teori terkait tujuan kitab kuning di atas tersebut dapat dianalisis bahwa terdapat kesesuaian dalam pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, yaitu memiliki tujuan pembelajaran kitab kuning yang jelas, yaitu agar santri memiliki pengetahuan agama yang luas atau intelektualnya yang berkualitas dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari serta berakhlak mulia atau moralitas kesalehan (kualitas keberagamaan) pada diri santri. Sekalipun di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya belum memiliki tujuan secara tertulis, karena memang tujuan dari pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum ini memang tidak seperti sekolah formal termuat dalam RPP, namun ternyata tujuannya tetap jelas dan terarah.
2. Keadaan Guru
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya
37 Wawancara dengan informan SM di kediaman SM, 23 April 2013
manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional. Guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” yang transfer of values dan sekaligus “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa (santri) dalam belajar.38
Menurut Djamarah, dalam bukunya Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, mengemukakan bahwa guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal tetapi bisa juga di masjid, surau dan di rumah.
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain dikemukakan berikut ini.
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahua yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.39
38 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, h. 123
39 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,Cet.XII, 2001, h.15
Di samping itu juga sebagai manusia yang fitrah dan tugasnya untuk menjadi pemimpin (khalifah) di muka bumi ini memberikan dan mengajarkan kebaikan, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT, manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi diberi kesempurnaan akal dan dengan adanya akal tersebut mereka memperoleh ilmu pengetahuan (knowledge), sehingga mempertinggi derajat mereka di antara makhluk yang lain.
Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi40 yang peneliti dapatkan dan dibandingkan dengan teori di atas dapat dianalisis bahwa semua pengajar kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya beliau semua adalah seorang pengajar yang memang memiliki kompetensi dalam hal bidang kitab kuning ditambah lagi dengan pernah mengenyam pendidikan mengenai Ilmu Pendidikan (Tarbiyah) di Perguruan Tinggi yang beliau miliki, selain itu juga para pengajar kitab kuning ini dapat disebut seorang pendidik dan pembimbing, karena memang tidak hanya mengajar tapi juga menjadi teladan bagi para santri dalam pembentukan akhlak, sehingga wajar saja semuanya memberikan dampak kemajuan dan mencetak santri berprestasi dalam hal kitab kuning serta menjadikan santri untuk semakin memperbaiki kualitas akhlaknya.
40 Lihat tabel .1 Keadaan Guru, h. 42-43.
3. Keadaan Siswa ( Santri )
Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar di dalam proses belajar-mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau anak didik itu akan menjadi faktor penentu, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.
Memang dalam berbagai statement dikatakan bahwa anak didik (santri) dalam proses pelaksanaan belajar mengajar sebagai kelompok manusia yang belum dewasa dalam artian jasmani maupun rohani. Oleh karena itu memerlukan pembinaan, pembimbingan, dan pendidikan serta usaha orang lain yang dipandang sudah dewasa, agar anak didik (santri) dapat mencapai tingkat kedewasaannya. 41
Ahmadi dan Uhbiyati menyatakan:
Anak didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu. 42
41 Ibid., h. 109.
42 Abu Ahmadi, Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, h. 251.
Saat peneliti melakukan observasi terhadap santri saat proses pembelajaran berlangsung semua santri masing-masing fokus memberi baris dan makna pada kitabnya masing-masing dan memperhatikan penjelasan sang guru, jadi kelas memang kondusif saat pembelajaran. Hal ini dapat peneliti pahami bahwa memang para santri yang belajar kitab kuning memang memiliki himmah yang tinggi dalam mempelajari kitab kuning.
Adapun istilah siswa atau anak didik yang lebih dikenal di lingkungan pesantren dengan sebutan santri. Santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat dua kelompok santri:
1. Santri Mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren.
2. Santri Kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.
Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik (nglajo) dari rumahnya sendiri.43
Berdasarkan data44 dan hasil observasi, dapat peneliti simpulkan bahwa santri yang belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya berjumlah 206 orang terdiri 50 santriwan dan 76 santriwati. Di antara jumlah tersebut ada 3 tingkatan yakni tingkat Ula, Wustha dan Ulya yang memang fokus untuk mempelajari kitab kuning saja. Dari hasil observasi peneliti di sana juga terdapat 13 santri mukim putra dan 10 santri
43 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, ….. h. 51-52.
44 Lihat tabel 2. Keadaan Santri, h. 44.
mukim putri. Selebihnya adalah santri kalong yang juga ikut dalam pembelajaran kitab kuning.
Dari hal di atas juga terdapat kesesuaian antara hasil dokumentasi, observasi dengan teori tentang santri di atas bahwa di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya terdapat dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong.
4. Materi
Materi ( bahan pelajaran ) adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Tanpa bahan pelajaran proses pembelajaran tidak akan berjalan, karena itu guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yaitu penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelengkap, bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai profesinya, sedangkan bahan pelajaran pelengkap adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seseorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampian bahan pelajaran pokok.45
45 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002, h. 50.
Kitab kuning yang merupakan bahan pelajaran pokok yang merupakan komponen dari sebuah kehidupan pondok pesantren. Dalam penelitian tentang Kitab Kuning van Bruinessen telah menghimpun sekitar 900 kitab kuning yang berbeda-beda. Kitab tersebut sekitar 500 karya berbahasa Arab, 200 karya berbahasa Melayu, 120 karya berbahasa Jawa, 35 karya berbahasa Sunda, 25 karya berbahasa Madura, dan 5 karya berbahasa Aceh. Di antara kitab-kitab tersebut terdapat 100 yang populer sebagai bahan pelajaran di pondok pesantren.46
Keseluruhan kitab-kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok:
1. Nahwu dan Ṣaraf 2. Fiqh
3. Ushul fiqh 4. Hadiṡ 5. Tafsir 6. Tauhid 7. Tasawuf
8. Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.47
Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal.
Adapun kitab-kitab yang biasa dipakai yang dipelajari di dalam dan di seputar pesantren sesuai dalam kumpulan tulisan Martin van Bruinessen
46 Abudddin Nata (Ed.),..h.173.
47 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1982, h. 50.
dalam penelitian beliau tentang pesantren di Nusantara48. Pesantren berbeda dengan madrasah dalam hal, di samping beberapa hal lainnya, tidak adanya keseragaman dan kurikulum. Tidak ada satu pesantren pun yang memberikan kurikulum yang “mewakili” semua dengan dirinya sendiri. Sehingga dalam penelitiannya, beliau mengambil beberapa pesantren sekaligus untuk dapat memastikan karya-karya apa sajakah yang dipelajari rata-rata santri selama masa belajarnya di pesantren. 49
Tabel-tabel di bawah ini hanya mengurutkan teks-teks yang paling sering dipakai, yang dikelompokkan menurut bahasannya. Di dalam masing- masing tabel, karya-karya yang secara geneologis berhubungan (yaitu karya yang didasarkan atas teks asli yang sama) dikelompokkan menjadi satu;
sebaliknya judul-judul diurutkan secara kasar menurut tingkat popularitasnya, bukan menurut jenjang yang menentukan pada tingkat mana teks-teks tersebut dipelajari.
Tabel-tabel tersebut menyebutkan judul-judul kitab dengan nama pendeknya yang umum dipakai, yang ditransliterasikan menurut cara yang lazim dipakai dalam bahasa Indonesia.50
Tabel 5
48 Seorang antropolog, peneliti, orientalis dan pengarang berkebangsaan Belanda.
49
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Pendidikan Tradisional Islam di Indonesia, Yogyakarta: Mizan, 1995, h. 146.
50 Ibid., h. 148.
NAMA KITAB YANG UMUM DIPAKAI DI PONDOK PESANTREN51
No. Cabang
Ilmu Judul Kitab
1 Sharaf Kailani/ Syarah Kailani
Maqshud/ Syarah Maqshud
Amtsilatut Tashrifiyah
Bina’
2 Nahwu Jurumiyah
Syarah Jurumiyah
Imrithi
Mutammimah
Asymawi
Alfiyah
Ibnu Aqil
Dahlan Alfiyah
Qathrun Nada
Awamil
3 Balaghah Jauharul Maknun
Uqudul Juman
4 Tajwid Tuhfatul Athfal
Hidayatus Shibyan 5 Manthiq Sullamul Munauraq
Idhahul Mubham
6 Fiqh Fath al-Mu’in
I’anah Thalibin
Taqrib
Fath al-Qarib
Kifayatul Akhyar
Bajuri
Iqna’
Minhaj al- Thalibin
Minhaj al-Thullab
Fathul Wahab
Mahalli
Minhajul Qawim
Safinah an-Najah
51 Ibid., h. 149-168.
Kasyifat al-Saja
Sullam al-Taufiq
Tahrir
Riyadh al-Badiah
Sullam al-Munajat
Uqud al-Lujain
Sittin/ Syarah Sittin
Muhadzab
Bughyat al-Mustarsyidin
Mabadi Fiqhiyyah
Fiqh Wadhih
Sabil al-Muhtadin
7 Ushul al-Fiqh Waraqat/ Syarah al-Waraqat
Lathaif al-Isyarat
Jami’ul Jawami
Luma’
Al-Asybah wa al-Nadhair
Bayan
Bidayat Al-Mujtahid
8 Tauhid Ummul Barahin
Sanusi
Dasuqi
Syarqawi
Kifayatul Awam
Tijanud Durari
Aqidatul Awam
Nuruzh Zhulam
Jauharut Tauhid
Tuhfat Al-Murid
Fathul Majid
Jawahirul Kalamiyah
Husnul Hamidiyah
Aqidatul Islamiyah
9 Tafsir Jalalain
Tafsir al-Munir
Tafsir Ibn Katsir
Tafsir Baidhawi
Jami’ul Bayan (Thabari)
Maraghi
Tafsir al-Manar
Tafsir Departemen Agama 10 Ilm Tafsir
Itqan
Itmamud Dirayah
11 Hadits Bulughul Maram
Subulus Salam
Riyadhus Shalihin
Shahih Bukhari
Tajridush Sharih
Jawahir Bukhari
Shahih Muslim/ Syarah
Arbain Nawawi
Majalis as-Saniyah
Durratun Nashihin
Tanqihul Qaul
Mukhtarul Ahadits
Ushfuriyah 12 Ilm Dirayah al-
Hadits
Baiquniyah/ Syarah
Minhatul Mughits 13 Akhlaq Ta’lim al-Muta’allim
Washaya Aba lil Abna’
Akhlaq lil Banat
Akhlaq lil Banin
Irsyadul Ibad
Nashaihul Ibad 14 Tasawuf Ihya Ulumiddin
Sairus Salikin
Bidayatul Hidayah
Maraqil Ubudiyah
Hidayatus Salikin
Minhajul Abidin
Sirajut Thalibin
Hikam/ Syarah Hikam
Hidayatul Adzkiya
Kifayatul Atqiya
Risalatul Mu’awanah
Nashaihud Diniyah
Adzkar
15 Tarikh [Khulasah] Nurul Yaqin
Barzanji
Dardir
Demikian halnya di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya ini terkait hal materi kitab yang diajarkan bermacam-macam sesuai thabaqah di pondok tersebut.
Tabel 6
MATERI KITAB KUNING
DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM PALANGKA RAYA52 No Tingkat Cabang
Ilmu
Kitab yang digunakan
Pengarang Kitab
1 ULA
Fiqh Risalah
Fiqhiyyah H. M. Kasyful Anwar Tauhid Risalah Tauhid H. M. Kasyful Anwar Akhlak Washaya Aba Lil
Abna’
Syekh Muhammad Syakir Tarikh
Riwayat Nabi Muhammad
SAW
Muhammad Arsyad Thalib Lubis Hadits Arbain An
Nawawi Syekh Imam Nawawi Nahwu Matan Jurumiyah Syekh Ash-Shanhaji
Sharaf Durus
at-Tashrif H.M. Kasyful Anwar Tajwid Tajwid Melayu H.M. Kasyful Anwar
2
WUSTHO Fiqh Fath al-Qarib Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazy Tauhid Kifayatul
Mubtadin
H.Abdurrahman bin H.Muhammad Ali Akhlak Ta’lim
Muta’allim Syekh Az-Zarnuji
52 Dokumentasi Ponpes Darul Ulum Tahun 2013
Tarikh Khulasah Nurul Yaqin
Syekh Umar Abdul Jabbar Hadits Riyadhus
Shalihin
Syeikhul Islam Muhyiddin
Nahwu Is’af
at-Thalibin H. M. Syukri Unus Sharaf Kitab
at-Tashrif Hasan bin Ahmad Tajwid Hidayatus
Shibyan
Syekh Sa’ad bin Sa’ad
3
ULYA
Ushul
Fiqh Waraqat Syekh Ahmad
ad-Dimyati Fiqh Fath al-Mu’in Syekh Zainuddin
al-Malibari Tauhid Kifayatul Awam Syekh Muhammad
al-Fadhali Akhlak Maraqil
Ubudiyah
Syekh Nawawi al-Jawi Tarikh Nurul Yaqin Syekh Muhammad
Hudhary Bak Hadits Subul
as-Salam
Syekh Muhammad bin Ismail al-Kahlani Tafsir Jalalain
Syekh Jalaluddin al-Mahalli Wa
Suyuthi Nahwu Mutammimah Syekh Muhammad
bin Ahmad Sharaf Kailani Syekh Ibnu Hisyam
Adapun menurut MM:
”Untuk materi kitabnya, kitab-kitab yang saya ampu memang lebih dari satu kitab, di sini untuk Hadiṡ memakai kitab Subulussalam syarahnya Bulughul Maram, Tarikhnya memakai kitab Nurul Yaqin,
Fiqhnya Fathul Mu’in, Tafsirnya memakai kitab Jalalain, Nahwunya memakai kitab Mutammimah atau Kawakib.”53
Sedangkan materi, menurut AK:
“Adapun materi pelajaran kitab kuning yang saya pegang ada beberapa, untuk tingkat Wustha Tauhidnya kitab Kifayatul Mubtadin, Fiqihnya Fathul Qarib, Tarikhnya kitab Khulasah Nurul Yaqin, Nahwunya kitab Is’afut Tholibin karangan Abuya Syukri Unus.”54 BD juga mengungkapkan:
”Ada beberapa kitab yang saya ajarkan di sini beberapa menggunakan kitab-kitab yang dipakai di Pondok Pesantren Darussalam Martapura untuk tingkat Ula, seperti Fiqhnya Risalah Fiqhiyyah, Nahwunya Jurumiyah, Sharafnya Durusuttashrif, Hadiṡnya kitab Arba’in Nawawiyah.”55
AM juga menambahkan bahwa untuk kitab yang dipelajari pada tingkat Ula dan Wustha sebagai berikut:
”Kitab kuning yang dipelajari di tingkat Ula ada kitab Jurumiyah, Risalah Fiqhiyyah, Risalah Tauhid, Washaya, Riwayat Nabi Muhammad SAW pakai Arab Melayu, Durusuttashrif, Arba’in Nawawiyah, dan Tajwid Melayu.” Sedangkan untuk tingkat Wustha, kitabnya Fathul Qarib, Kifayatul Mubtadin, Ta’lim Muta’allim, Khulasah Nurul Yaqin, Is’afut Thalibin, Kitabuttashrif, Riyadhus Shalihin dan juga Hidayatusshibyan.”56
Berdasarkan hasil observasi, wawancara terhadap subjek dan informan dapat dipahami apa yang telah dijelaskan para subjek di atas memang hanya disebutkan beberapa kitab yang beliau masing-masing ajarkan dan memang hal itu sesuai dengan dokumentasi pondok pesantren terkait materi kitab yang
53 Wawancara dengan MM di kediaman MM, 21 April 2013
54 Wawancara dengan AK di Pondok Pesantren Darul Ulum, 19 April 2013
55 Wawancara dengan BD di Pondok Pesantren Darul Ulum, 20 April 2013
56 Wawancara dengan informan AM, di Pondok Pesantren Darul Ulum, 22 April 2013
dipelajari dari beberapa kitab kuning yang telah disebutkan subjek penelitian, serta semua materi kitab kuning yang dipelajari juga diperkuat dengan paparan informan MA dan AM. Kemudian dibandingkan lagi dengan hasil penelitian Martin van Bruinessen di atas, maka dapat dianalisis bahwa kitab yang dipelajari di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya memiliki kesesuaian bahwa dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya di antaranya ada mempelajari beberapa cabang ilmu yakni ada Nahwu, Ṣaraf, Ushul Fiqh, Fiqh, Tauhid, Tasawuf, Hadiṡ, Tafsir, dan Tarikh.
Hanya saja terdapat beberapa kitab kuning saja yang tidak terdapat pada penelitian Martin Van Bruinessen, karena memang sebagian kitab itu menggunakan kitab karangan ulama lokal dari daerah Kalimantan sendiri yakni, ada yang menggunakan bahasa Arab asli maupun bahasa Arab Melayu, seperti beberapa kitab yang dipakai di tingkat Ula Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya, yaitu Risalah Tauhid, Risalah Fiqhiyyah, Durus at- Taṣrif, Tajwid Melayu dan Riwayat Nabi Muhammad SAW.
5. Metode
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Pengertian lain ialah tekhnik penyajian yang kuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa didalam kelas, baik secara
individual atau secara kelompok/ klasikan, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik metode mengajar, makin efektif pula pencapaian tujuan.57
Menurut Ahmad Tafsir yang dimaksud dengan metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengrtian-pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.58
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menyesuaikan dengan materi atau bahan pelajaran.
Adapun macam- macam metode mengajar adalah sebagai berikut:
1) Metode Ceramah
Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas.
Metode ini tentunya sedikit lebih memudahkan guru untuk menguasai kelas dan mengatasi keterbatasan referensi.59
57 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka Setia,1997,h.52.
58Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2004, h. 9.
59 Ibid., h.53.
2) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah suatu metode di dalam pendidikan dan penagajaran di mana guru bertanya sedangkan murid- murid menjawab tentang bahan materi yang ingin diperolehnya. Metode ini tidak sebatas murid yang bertanya kemudian gurunya menjawab, namun juga sebaliknya bahkan murid dengan murid.60
Adapun selain metode di atas macam- macam metode pembelajaran kitab kuning adalah sebagai berikut :
1) Metode Hafalan
Metode hafalan adalah metode yang dilakukan dengan cara santri diharuskan membaca dan mengahafal teks-teks berbahasa Arab secara individual, guru menjelaskan arti kata demi kata.
2) Metode Sorogan
Metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara santrinya men “sorog” kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kyai atau ustadz untuk dibaca di hadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kyai atau ustadz.61 Proses tersebut dilakukan setiap santri secara bergilir ini biasanya dipraktekkan pada santri yang jumlahnya sedikit.
60 Ibid., h.56.
61 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, h. 26.
Melalui metode sorogan, perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kyai atau ustadz secara utuh.
3) Metode Wetonan ( Bandongan )
Metode wetonan atau disebut bandongan adalah metode yang paling utama di lingkungan pesantren. Zamakhsyari Dhofier yang dikutip oleh Mujamil Qomar bahwa metode wetonan (bandongan) ialah suatu metode pengajaran denga cara guru membaca, menterejemahkan, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab sedang sekelompok santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata atau buah pikiran yang sulit.
Metode yang disebut bandongan ini ternyata juga merupakan hasil adaptasi dari metode pengajaran agama yang berlangsung di Timur Tengah terutama di Mekah dan al-Azhar, Mesir. Kedua tempat ini menjadi “kiblat”
pelaksanaan metode wetonan lantaran dianggap sebagai poros keilmuan bagi kalangan pesantren sejak awal pertumbuhan hingga perkembangan yang sekarang ini.
4) Metode Mużakarah
Metode mużakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyyah seperti aqidah, ibadah dan masalah agama pada umumnya. Metode ini dapat membangkitkan semangat intelektual