• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

F. Metode-Metode Pembelajaran Kooperatif

Menurut Trianto (2009: 67-83), beberapa variasi dalam model cooperative learning sebagai berikut:

1. Student Team Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

2. Jigsaw

a. Gambaran Umum Jigsaw

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aroson dan teman-teman dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Jigsaw

 Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).

 Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.

 Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

 Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

 Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.

 Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswi diberikan soal berupa kuis individu.

Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru, antara lain: (1) Bahan Kuis; (2) Lembar Kerja Siswa (LKS); (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sistem evaluasi pada jigsaw sama dengan sistem evaluasi pada tipe STAD, yaitu pemberian skor nilai baik secara individual maupun kelompok.

3. Jigsaw Tipe II

Jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin dengan sedikit perbedaan. Dalam belajar kooperatif tipe Jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan oleh secara heterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi,”ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok yang lain sampai mereka menjadi “ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir diberikan tes atau assessment yang lain pada semua topik yang diberikan.

Model pembelajaran Jigsaw tipe II sudah dikembangkan oleh Slavin. Ada perbedaan mendasar antara pembelajaran Jigsaw I dan Jigsaw II, kalau pada tipe I, awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang akan menjadi spesialisasinya sementara konsep-konsep yang lain ia dapatkan melalui diskusi dengan teman segrupnya. Pada tipe II ini setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep (scan read) sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi expert. Hal ini untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan.

4. Investigasi Kelompok (Grup Investigation)

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.

Dalam implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya, ia menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

5. Think Pair Share (TPS)

Strategi think-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini

dikembangkan dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. 6. Numbered Head Together (NHT)

Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

7. Teams Games Tournament (TGT)

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), atau Pertandingan Permainan Tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.

TGT dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran. TGT sangat cocok untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar. Meski demikian, TGT juga dapat diadaptasi untuk digunakan dengan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat terbuka, misalnya esai atau kinerja (Nur & Wikandari, 2000:27).

Dokumen terkait