• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Hakikat Bimbingan Klasikal

5. Metode-metode Pendukung Pelaksanaan

Tugas konselor sekolah sebagai pengajar atau pelatih hanyalah sebagai fasilitator, yaitu menyediakan situasi pembelajaran yang terstruktur, agar pembelajar bisa mengalami berbagai tahap pembelajaran secara efektif sehingga mampu mencapai tujuan belajar secara optimal (Supratiknya, 2011: 81). Berikut ini akan dipaparkan beberapa metode yang mendukung dalam pelaksanaan bimbingan klasikal yang bertujuan meningkatkan

partisipasi aktif siswa dalam mengikuti rangakaian pelaksanaan bimbingan klasikal, yaitu:

a. Metode Ceramah

1) Pengertian

Ceramah merupakan bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari pembimbing kepada peserta didik (Efi, Sri, Tukiran, 2014: 45). Winarno Surachmad (dalam Suryosubroto, 2002: 165) memaparkan bahwa ceramah merupakan metode mengajar dengan me-nuturkan materi secara lisan oleh pembimbing terhadap peserta didik. Metode ceramah ini sering digunakan sebagai pengantar sebelum pembimbing menggunakan metode lain dalam sesi selanjutnya.

Pada awal pelaksanaan biasanya pembimbing akan menyampaikan materi dengan menggunakan metode ceramah, hal tersebut dilakukan supaya pembimbing dapat menyampaikan informasi secara cepat dalam jumlah banyak dan dengan waktu yang singkat. Meskipun disadari, bahwa dalam penggunaan metode ceramah yang terlalu lama akan menunrunkan konsentrasi dan minat dari peserta didik.

2) Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Ceramah

Meskipun metode ceramah cenderung membosankan, namun jika dilakukan dengan tepat akan menghasilkan salah satu metode

pembelajaran aktif. Suryosubroto (2002: 169) memaparkan langkah-langkah yang perlu dipersiapkan dalam pelaksanaan metode ceramah, antara lain:

a) Merumuskan tujuan pembicaraan yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sekurang-kurangnya telah membuat ringkasan jelas dan mengkhususkan materi yang akan disampaikan.

b) Bahan ceramah telah disusun sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat mengerti dan paham akan alur pembicaraan dari pembimbing. Selain itu bahan ceramah yang telah dipersiapkan kurang lebih akan menarik perhatian dari peserta didik, karena peserta didik akan memperhatikan bahan materi yang berguna bagi kehidupan mereka.

c) Menyusun alur yang akan disampaikan, mula-mula menyampaikan tentang pengertian dari materi yang akan disampaikan, kemudian disusul dengan bagian utama dan penjelasan poin-poin. Pada akhirnya menyimpulkan dari keseluruhan bahan yang telah disampaikan, pada bagian ini dapat digunakan gambar sebagai penguat.

3) Penerapan dalam Bimbingan Klasikal

Pada awal pertemuan, biasanya pembimbing akan memberikan tema besar dari sesi bimbingan jam tersebut. Setelah itu, pembimbing akan memberikan ceramah singkat seputar tema dan

materi yang akan disampaikan, pada sesi ini pembimbing dapat menggunakan media gambar maupun video. Pembimbing menyampaikan poin inti dari keseluruhan materi yang akan diberikan, supaya peserta didik dapat berpikiran yang sama dengan pembimbing. Hal itu dilakukan sebagai upaya mengurangi perbedaan pemikiran dalam pelaksanaan bimbingan klasikal.

Keseluruhan rangkaian pelaksanaan bimbingan klasikal, pembimbing akan menyampaikannya secara lisan dan hanya terfokus pada satu arahan yang sudah disusun pada saat membuat rangkaian aktivitas pelaksanaan bimbingan klasikal. Selain itu, pembimbing memiliki porsi berbicara yang lebih banyak daripada siswa untuk memberikan penjelasan mengenai materi bimbingan. Siswa hanya mendengarka penyampaian dari pembimbing dan apabila diperlukan siswa dapat membuat catatan kecil mengenai penyampaian dari pembimbing.

b. Metode Diskusi

1) Pengertian

Diskusi menurut Hasibuan dan Moedjiono (Efi, Sri, Tukiran, 2014: 23) merupakan suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan yang telah ditentukan melalui cara tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau pe-mecahan

masalah. Sedangkan menurut Suryosubroto (2002: 179) metode diskusi merupakan cara penyajian bahan pelajaran dari guru yang memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok siswa, untuk mengadakan perbincangan guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun alternatif pemecahan masalah.

Diskusi yang baik bukan hanya timbul dari pembimbing, tetapi lebih tepat jika timbul dari peserta didik yang muncul setelah memahami masalah dan situasi yang dihadapinya. Pembimbing dalam hal ini membantu mengarahkan peserta didik untuk menyadari bahan diskusi supaya tidak melebar. Suryosubroto (2002:185) memaparkan bahwa metode diskusi dalam proses belajar-mengajar memiliki keuntungan yang cukup banyak, yakni (1) melibatkan semua siswa secara langsung; (2) setiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan akan materi pembelajarannya masing-masing; (3) dapat menumbuh-kan dan mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah; (4) siswa dapat memperoleh kepercayaan akan kemampuan dirinya sendiri apabila mampu mengajukan dan mempertahankan pendapatnya; (5) menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan sikap demokratis para siswa.

2) Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Diskusi

Metode diskusi dapat berjalan dengan baik apabila peserta didik telah memiliki konsep dasar tentang materi atau permasalahan yang akan didiskusikan. Suryosubroto (2002: 181) memiliki pendapat mengenai langkah-langkah pelaksanaan metode diskusi, antara lain:

a) Pembimbing memberikan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara pemecahannya. Pokok masalah yang akan didiskusikan dapat ditentukan bersama dengan peserta didik, yang terpenting bahan yang diskusi tersebut dipahami oleh keseluruhan siswa.

b) Setelah terbentuk kelompok-kelompok, guru mengarahkan setiap kelompok untuk memilih pemimpin diskusi, pencatat diskusi, pelapor, mengatur tempat duduk, dan lain sebagainya. Pemimpin diskusi mendapat posisi yang paling penting selain memahami dan menguasai materi, pemimpin diskusi juga memiliki wibawa yang disegani oleh teman-temannya dan juga dalam penyampaian dapat menggunakan bahasa yang baik. Paling penting, bahwa pemimpin diskusi dapat bertindak tegas, adil, dan demokratis dalam memimpin jalannya diskusi.

c) Selama para peserta didik berdiskusi dalam kelompok, pembimbing berkelompok dari satu kelompok ke kelompok

lainnya. Hal tersebut dilakukan supaya ketertiban tetap terjaga dan pembimbing dapat membantu sewaktu-waktu ketika dibutuhkan oleh salah satu kelompok.

d) Setelah waktu diskusi dalam kelompok selesai maka, setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Guru memberikan ulasan akan laporan kelompok tersebut, disamping itu kelompok yang lain juga dapat memberikan tanggapan akan ulasan kelompok yang memaparkan tersebut.

e) Pada akhirnya, semua siswa mencatat hasil-hasil diskusi dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari setiap kelompok, kemudian menjadikan satu dalam file kelas. 3) Penerapan dalam Bimbingan Klasikal

Metode diskusi juga dapat digunakan dalam pemaparan teori atau konsep. Pembimbing dapat mencapur dua metode yaitu metode cerama dan metode diskusi, hal tersebut dilakukan supaya siswa dapat lebih tergali pengetahuannya dan alur komunikasi lebih terlihat didalamnya. Pembimbing dapat melangsungkan metode diskusi setelah seluruh materi disampaikan, tujuannya supaya dapat menggali sejauh mana pemahaman peserta didik dalam menangkap materi yang telah disampaikan.

Diskusi yang dilakukan oleh pembimbing sesuai dengan materi yang dibahas dalam bimbingan klasikal. Selain itu, diskusi dapat dimulai oleh pembimbing kepada siswa, siswa kepada pembimbing,

maupun siswa kepada siswa. Diskusi yang dilakukan dalam pelaksanaan bimbingan klasikal dimaksudkan untuk mengolah dan mengembangkan kemampuan serta keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapatnya. Hal itu dilakukan agar dalam pelaksanaan bimbingan klasikal muatan materi semakin tergali.

c. Metode Sosiodrama

1) Pengertian

Sosiodrama berasal dari dua kata, yaitu sosio dan drama. Sosio yang berarti sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat, menunjuk pada kegiatan sosial, dan drama yang berarti mempertunjukkan dan mempertontonkan. Metode sosiodrama merupakan cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertontonkan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Jadi, sosiodrama merupakan metode mengajar yang men-dramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dalam situasi sosial (Sagala dalam Efi, Sri, Tukiran, 2014: 39)

Metode sosiodrama dapat digunakan dalam semua sistem pembelajaran yang berorientasi pada tujuan-tujuan tingkah laku. Hamailik (dalam Efi, Sri, Tukiran 2014: 40) mengatakan bahwa latian-latiahan dalam metode sosiodrama pada dasarnya berlatih

melaksanakan tugas-tugas yang akan dihadapi dalam kehidupan sehari hari.

2) Penerapannya dalam Bimbingan Klasikal

Metode sosiodrama dapat dilakukan setelah pembimbing memaparkan materi. Pelaksanaan sosiodrama pun disesuaikan dengan tema yang sedang dibahas. Misalnya, tema tersebut mengenai kebersihan lingkungan, maka metode sosiodrama dapat dilakukan. Selain tema, waktu dan tempat juga menjadi perhatian dalam pelaksanaannya supaya peserta didik dapat memahami dan meresapi dengan sungguh makna dari pelaksanaan sosiodrama tersebut.

Pembimbing dapat mengamati dari penyampaian dialog setiap kelompok, apakah sudah mencakup isi dari materi yang sebelumnya disampaikan atau belum. Kelompok yang lain juga sebaiknya menilai penampilan dari kelompok yang lain, sebagai masukan untuk menambah pemahaman kelompok penampil tersebut.

d. Metode Belajar Eksperiensial

1) Pengertian

Menurut Supratiknya (2011: 80), experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman pada dasarnya merupakan pembelajaran berpusat pada siswa atau pembelajar. Pendekatan pembelajaran semacam ini menuntut taraf keterlibatan pribadi yang

tinggi dari siswa. Siswa sendiri yang harus aktif melakukan atau mengalami aktivitas atau sebuah peristiwa, mengolah, memaknai serta menafsirkan pengalaman belajarnya tersebut dengan bantuan orang lain khususnya sesama siswa, dan berusaha menerapkan hasil pembelajarannya itu dalam menghadapi berbagai tugas di luar lingkungan pembelajaran, yaitu dalam konteks nyata kehidupan sehari-hari.

2) Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pembelajaran Eksperiensial Menurut Pfeiffer & Jones (dalam Supratiknya, 2011: 78) model pembelajaran ini meliputi suatu siklus belajar dari pengalaman yang terdiri atas 5 tahap pengalaman atau aktivitas, antara lain:

a) Mengalami. Perserta terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan tertentu, seperti melakukan tugas tertentu atau mengamati objek secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok. Pfeiffer & Jones mengingatkan jika model ini berhenti sampai disini, maka kegiatan pembelajarannya hanya sekedar

fun and games. Maka, perlu dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

b) Membagikan. Peserta membagikan hasil pelaksanaan tugas atau hasil dari pengamatannya terhadap suatu objek termasuk reaksi pribadinya baik berupa tanggapan pikiran maupun tanggapan perasaannya kepada seluruh peserta.

c) Memroses. Peserta mengolah hal yang sudah dia dapatkan dengan cara mendiskusikannya atau me-mikirkannya

bersama dengan peserta yang lain, kemudian menemukan makna serta hubungan yang muncul dari penyampaian peserta yang lain.

d) Merumuskan kesimpulan. Pada tahap ini peserta diajak dan dibantu untuk menyimpulkan hipotesis-hipotesis dan merumuskan manfaat untuk didiskusikan bersama.

e) Menerapkan. Pada tahap ini pembimbing perlu memastikan bahwa para peserta sungguh-sungguh menangkap relevansi atau makna dan manfaat dari pelatihan yang baru saja dijalaninya. Serta peserta memiliki tekad untuk menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.

3) Penerapannya dalam Bimbingan Klasikal

Pelaksanaan bimbingan klasikal, metode pembelajaran eksperiensial merupakan salah satu metode yang menyuguhkan peristiwa nyata bagi peserta didik. Hal tersebut bahkan dialami langsung oleh peserta didik yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari. Sebelum pembimbing memberikan bimbingan klasikal, pembimbing sudah memberikan survei kebutuhan kepada peserta didik. Selain untuk mengetahui kebutuhan apa saja yang belum mereka penuhi, tetapi juga memberikan pengalaman lain bagi setiap peserta didik.

Contoh konkrit yaitu ketika materi yang sedang dibahas mengenai mengatur waktu. Bagi beberapa siswa mereka hanya tahu

bagaimana mengatur waktu untuk belajar dan selama belajar saja. Namun, bagi siswa lain mengatur waktu adalah mengatur keseluruhan waktu yang dia miliki mulai dari bangun pagi, sarapan, berangkat ke sekolah, bermain, belajar, sampai bermain HP. Hal-hal tersebut dapat menjadi bahan pembelajaran langsung bagi siswa lain yang belum pernah merasakan dan mengalaminya.

C. Hakikat Remaja

Dokumen terkait