• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.6 Pelayanan Perizinan

2.6.3 Metode Modernisasi Pelayanan Publik Bidang Perizinan

Selain mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas perizinan pembahasan kali ini mengenai metode modernisasi pelayanan publik bidang perizinan. Dalam Prasojo, Maksum dkk (2007 : 74-88) Ada sejumlah metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi pelayanan public yang terkait dengan perizinan : (1) modernisasi, (2) minimalisasi, (3) swastanisasi, (4) efisiensi, dan (5) desentralisasi manajemen.

(1) Modernisasi

Metode modernisasi dipergunakan sebagai strategi untuk memasukkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan publik.Di sektor pelayanan publik dan politik, media elektronik ini telah menjadi instrumen yang penting dalam komunikasi data internal dan eksternal. Penggunan jaringan internet telah mempercepat proses

komunikasi, kontak antara instansi pemerintah dengan masyarakat semakin dekat dan langsung, waktu tunggu untuk memperoleh informasi semakin singkat, dan alairan data dari satu unit instansi pemerintah ke unit organisasi lain (baik privat maupun publik) juga mengalami peningkatan yang luar biasa. Perkembangan teknologi internet tidak saja telah meningkatkan efisiensi, efektivitas dan percepatan pelayanan publik, tetapi juga telah memungkinkan debat-debat yang bersifat publik yang bertujuan untuk mendiskusikan mengkritis, dan menganalisis keputusan politik dan tindakan administrasi publik. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam sektor public harus pula memberikan kemudahan kepada masyarakat pengguna untuk memperoleh pelayanan publik di satu pintu pelayanan (one-stop-Government), dimana beberapa unit pelayanan pemerintah terangkai dalam satu sistem jaringan.

(2) Minimalisasi

Metode berikutnya untuk memperbaiki prosedur pelayananperizinan adalah dengan melakukan minimalisasi strukur dan proses. Metode ini terkait dengan metode yang pertama yaitu pengunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk menjadikan pelayanan yang semakin modern, efisien dan efektif.Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi hanya dapat berjalan dengan baik, jika terjadi minimalisasi dan integrasi secara vertikal dan horizontal.Konsep minimalisasi yang baik dalam reformasi perizinan adalah melakukan downsizing dan rightsizing baik secara vertikal maupun secara horizontal. Tentu saja ini akan menimbulkan resistensi internal, karena memperpendek pelayanan dalam metode minimalisasi akan berarti pemotongan struktur secara vertikal maupun secara horizontal.

Gambar : Minimalisasi Prosedur

(3) Marketisasi

Marketisasi adalah metode yang diprgunakan untuk memperbaiki pelayanan publik melalui keterlibatan swasta dalam pengelolaan pelayanan publik. Metode ini dapat juga berupa transfer nilai-nilai yang dipergunakan oleh sektor privat ke dalam sektor publik. Metode ini

Prosedur I

bermaksud mengurangi peran birokrasi secara langsung dalam pemberian pelayanan publik.

(4) Efisiensi Pengeluaran

Prinsip dasar efisiensi pengeluaran adalah bagaimana caranya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, termasuk dalam perizinan dapat dijadikan seminal mungkin.Jika dapat dikurangi, maka tidak harus melebih-lebihkan. Hal ini tentu sesuai dengan metode yang sebelumnya, dimana baik modernisasi, minimalisasi dan marketisasi mengutamakan efisiensi dalam pelayanan publik.

(5) Desentralisasi Manajemen

Metode yang kelima dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik adalah pendesentralisasian (pemencaran) pengambilan keputusan dalam pelayanan.Dimaksudkan dengan pendelegasian adalah kewenangan yang dimiliki oleh pejabat atau aparatur negara yang langsung berhubungan dengan masyarakat untuk membuat keputusan.Pendelegasian kewenangan berarti mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.Keputusan dapat langsung dibuat tanpa harus menunggu persetujuan pejabat atasan.Prinsip dasar perizinan adalah hal-hal mendasar yang disepakati dan menjadi acuan dalam penyelenggaran pemerintah dan pemberian perizinan.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah tersebut akan menjadi sia-sia jika langkah-langkah tersebut tidak dilaksanakan atau hanya sekedar wacana padahal langkah-langkah tersbut memilki tujuan yang mulia dalam rangka modernisasi pelayanan publik bidang perizinan dan memiliki tujuan untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan perizinan sehingga masyarakat mendapat kepuasan dalam memperoleh pelayanan perizinan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Untuk Bahan pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil penelitian terdahulu, dengan adanya penelitian terdahulu ini diharapkan akan mampu memecah masalah dalam penelitian Perbedaan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Serang dan Kabupaten Serang. Dalam penelitian terdahulu ini memiliki kesamaan dari segi Fokus, tema dan judul namun lokusnya berbeda, Sehingga penelitian terdahulu ini akan sangat membantu peneliti. Di bawah ini adalah hasil penelitian terdahulu yang telah peneliti baca:

Penelitian pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nur Masyitah Pane dan Febri Yuliani, Universitas Riau, 2012 dengan judul Kualitas Pelayanan Publik dalam Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan. Dalam penelitiannya peneliti menjelaskan atau mendeskripsikan kualitas pelayanan dalam IMB menggunakan 5 dimensi dalam kualitas pelayanan yang di ungkapkan oleh Pasuraman dkk yaitu Tangibels, realibility, respon, assurance, emphaty. Yang mana penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menemukan bahwa masih kurangnya sumber daya atau aparatur yang berkualitas untuk melakukan atau meningkatkan kualitas pelayanan IMB

Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko Yogo Harsono, Unversitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur 2012, dengan judul Kualitas Pelayanan Perpanjangan SIM Di Unit Pelayanan SIM Keliling Satlantas Polrestabes Surabaya Berdasarkan Indeks Kepuasan Masyarakat. Dalam penelitiannya penelitian ini menggunakan penelitian metode deskriptif kuantitatif yang menggunakan 14 unsur dalam kualitas pelayanan berdasarkan

KEPMENPAN No 25 Tahun 2004 dari penggunaan 14 unsur tersebut si peneliti mendapatkan hasil kinerja atau kualitas pelayanan SIM keliling di Surabaya memiliki kualitas yang cukup baik.

Penelitian selanjutnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Tri Tunggal Jati, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2014, dengan judul Kualitas Pelayanan Transjakarta Busway Di DKI Jakarta.Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode deskriptif kuntitatif. Dengan mangacu kerangka berfikir menggunakan teori Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Parasuraman dkk yaitu 1) Bukti langsung, 2) Keandalan, 3) Daya tanggap, 4) Jaminan, 5) Empati, dari teori tersebut peneliti menghasilkan bahwa harapan (Ekspektasi) pengguna jasa layanan Transjakarta Busway lebih besar dari persepsi pengguna layanan Transjakarta Busway maka pengguna layanan jasa Transjakarta Busway menjadi tidak puas atas layanan yang diberikan.

Penelitan yang lain, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Chintya Mellysa Takumansang dengan penelitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Manado. Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan mengacu pada teori Anderson (dalam Islamy, 1996) kebijakan didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

Adapun penelitian-penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Serang dan Kota Cilegon. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan berfokus pada Perbedaan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan. Dan menganalisisnya menggunakan teori Zeithaml-Parasuraman-Berry (Arief, 2007 : 135) yang menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik.

2.8 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan alur berfikir peneliti dalam penelitian, untuk mengetahui bagaimana alur berfikir peneliti dalam menjelaskan permasalahn penelitian maka dibuatlah kerangka berfikir yang mengacu pada identifikasi masalah yang dijabarkan pada bab 1 dan akan dikupas dengan teori yang dijabarkan pada bab 2 dan akan dihasilkan kesimpulan yang akan memberikan manfaat. Dibawah ini adalah kerangka berfikir dari penelitian Studi Komparatif Kualitas Pelayanan Publik Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang dan Kota Cilegon.

Konsep tentang pelayanan publik memang tidak asing lagi, yaitu suatu kegiatan birokrasi yang melayani masyarakat dalam hal barang dan jasa, yang orientasinya bukan kepada keuntungan semata, melainkan sudah merupakan tanggung jawab tugas dan fungsi suatu birokrasi. Pelayanan Publik terdiri dari beberapa jenis yaitu pelayanan administratif, pelayanan jasa, pelayanan barang

dan pelayanan regulatif. Pelayanan yang paling sering dituntut oleh masyarakat ialah pelayanan administratif, yang mana di dalamnya terdapat pelayanan perizinan seperti izin investasi, izin usaha dan izin mendirikan bangunan. Pelayanan perizinan masih dirasa kurang maksimal dalam pelayanannya, misalnya syarat yang berbelit-belit, pengeluaran izin yang lama serta pungutan-pungutan yang tidak seharusnya dirasa seperti memeras pemohon perizinan. Hal ini terjadi hampir di semua daerah termasuk daerah Kota Serang dan Kota Cilegon yang menjadi focus dalam penelitian ini dengan masalah-masalah sebagai berikut, yaitu : Fasilitas sarana dan prasarana dalam pelayanan IMB yang disediakan oleh BPTPM Kota Cilegondan BPTPM Kota Serang, Kompetensi dan kemampuan dalam memberikan pelayanan IMB oleh Kota Cilegon dan Kota Serang, Pelayanan IMB di Kota Serang dan Kota Cilegon cepat dan tepat, Pegawai BPTPM Kota Serang dan Kota Cilegon menunjukkan sikap yang lebih ramah dalam memberikan pelayanan IMB.

Oleh karena itu penelitian ini mencoba membandingkan pelayanan IMB Kota Serang dan Kota Cilegon dengan menggunakan asasdalam pelayanan publik dalam Permenpan No. 13 Tahun 2009 tentang pedoman peningkatan kualitas pelayanan publik dengan partisipasi masyarakatdan teori Zeithaml-Parasuraman-Berry (Arief, 2007 : 135) yang menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kualitas pelayanan publik antara lain sebagai berikut : tangibles, reliability, responsivennes, assurance dan emphaty. Diharapkan dengan menggunakan teori tersebut dapat mengetahui kualitas pelayanan IMB Kota

Serang dan kualitas pelayanan IMB Kota Cilegon dan hasil akhirnya mengetahui perbedaan kualitas pelayanan IMB di Kota Serang dan Kota Cilegon.

Kerangka Berfikir

Sumber : Peneliti 2015

Masalah :

1. Fasilitas sarana dan prasarana dalam pelayanan IMB yang disediakan oleh BPTPM Kota Cilegon lebih memadai dibanding BPTPM Kota Serang.

2. Kompetensi dan kemampuan dalam memberikan pelayanan IMB oleh Kota Cilegon cendrung lebih baik dari Kota Serang.

3. Pelayanan IMB di Kota Cilegon lebih cepat dan tepat dibandingkan dengan pelayanan IMB di Kota Serang.

4. Pegawai BPTPM Kota Cilegon menunjukkan sikap yang lebih ramah dibandingkan pegawai BPTPM Kota Serang dalam memberikan pelayanan IMB.

(sumber : peneliti 2014)

Dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman dkk (Arief, 2007:135) 1. Tangibles 2. Reliability 3. Responsivennes 4. Assurance 5. Emphaty Permenpan No.13 Tahun 2009 tentang Pedoman

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat

1. Prosedur Pelayanan 2. Persyaratan Pelayanan 3. Kejelasan Petugas Pelayanan 4. Kedisiplinan Petugas Pelayanan 5. Tanggung Jawab Petugas Pelayanan 6. Kemampuan Petugas Pelayanan 7. Kecepatan Pelayanan

8. Keadilan Mendapatkan Pelayanan 9. Kesopanan dan Keramahan Petugas 10. Kewajaran Biaya Pelayanan 11. Kepastian Biaya Pelayanan 12. Kepastian Jadwal Pelayanan 13. Kenyamanan Lingkungan 14. Keamanan Pelayanan

Kualitas Pelayanan IMB diKota Cilegon

Kualitas Pelayanan IMB di KotaSerang

Perbedaan Kualitas Pelayanan IMB

Dokumen terkait