• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARATIF KUALITAS PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DI KOTA SERANG DAN KOTA CILEGON - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI KOMPARATIF KUALITAS PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DI KOTA SERANG DAN KOTA CILEGON - FISIP Untirta Repository"

Copied!
321
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Disusun oleh : FITYAN AHDIYAT

NIM.6661101299

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)

Setiawati, S.Sos, M.Si

Pertumbuhan suatu daerah salah satu faktornya adalah pelayanan perizinan, Pelayanan perizinan memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan dan perekonomian, namun yang disayangkan adalah saat ini Pelayanan perizinan masih dirasa kurang maksimal dalam pelayanannya. Misalnya masih banyaknya bangunan yang tetap berdiri walaupun izin belum diberikan, atau masih rendahnya kualitas pelayanan seperti jangka waktu yang lama dan juga biaya yang tidak masuk akal. Sehingga kualitas pelayanan tentunya terus ditingkatkan termasuk di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon. Dalam pelayanan Perizinan khususnya Izin Mendirikan Bangunan baik di Kota Serang dan Kota Cilegon memiliki masalah yang berbeda namun secara keseluruhan masalah yang ada bahwa Dinas Tata Ruang Kota Cilegon dalam pelayanan IMB sudah lebih unggul dari Kota Serang, seperti dari segi fasilitas, sarana dan prasarana, kompetensi dan kemampuan dalam pelayanan, Ketepatan dan keramahan . Metodelogi Penelitian yang digunakan adalah Metode pendekatan Kuantitatif Komparatif dan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui observasi dan kuisioner. Keabsahan data diperoleh dengan cara uji validitas, Uji Reliabilitas, uji Normalitas, Uji Fisher dan Uji Beda. Hasil Penelitian menunjukkan Terdapat perbedaan pelayanan izin mendirikan bangunan di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon dengan f hitung 3,359 lebih besar dari f tabel, Perbedaan yang paling signifikan ada di Ketepatan Jadwal atau terkait ketepatan waktu pemberian perizinan.dari Hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Study Komparatif Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon bahwa terdapat perbedaan Antara kualitas pelayanan IMB di Kota Serang dan Kota Cilegon, Tingkat kualitas pelayanan IMB Kota Cilegon Lebih Unggul, baik secara mekanisme maupun dalam mengatasi kendala. Sehingga Kota Serang dan Kota Cilegon perlu bekerja ekstra untuk meningkatkan kualitas pelayanan IMB untuk lebih baik .

(3)

Advisor II : Titi Setiawati, S.Sos., M.Si

One of the factors from the growth an area is licensing service. Licensing service gives positive impact toward development and economic sectors, but the unfortunate thing is the licensing service still considered less maximum in its service. For example, there are many buildings that remain standing even though the permission is not granted, or the low quality of service such long periods of time and also the cost that is unreasonable. So the quality of service would have to be improved, including in BPTPM Serang Municipality and Municipality Planning Office of Cilegon Municipality. In service licensing particularly about building permit whether in Serang Municipality and Cilegon Municipality have different problems but overall the existing problems that the Municipality Planning Office of Cilegon Municipality in giving IMB service has been superior or better than Serang Municipality, such as from facilities, infrastructures, competencies and the ability of service, accuracy and affability. Research methodology used in this research was quantitative comparative method and technique of collecting data was through observation and questionnaire. Validity of the data obtained by validity test, reliability test, normality test, fisher’s exact test and difference. The result of this research showed that there is the difference service of permits building in BPTPM Serang Municipality and Municipality Planning Office of Cilegon Municipality with fcount3,359 higher than ftable, the most significant difference in the accuracy of schedule or related to timeliness of granting licenses. From the results of the research, it can be concluded that the Comparative Study of Building Permits (IMB) in BPTPM Serang Municipality and Municipality Planning Office of Cilegon Municipality that there is a difference between the quality of service IMB in Serang Municipality and Cilegon Municipality, the quality levels of IMB service in Cilegon Municipality is more superior, both mechanically and in overcoming obstacles. So, Serang Municipality and Cilegon Municipality need extra work to improve the

better quality of IMB’s service.

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

i

akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dalam rangka memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana pada Program Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten yang berjudul “Studi Komparatif Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kota Serang Dan Kota Cilegon”.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung dan membimbing penulis. Maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten.

3. Rahmawati, S.Sos., M,Si Sebagai Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten. 4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom Sebagai Wakil Dekan II Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten.

5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si Sebagai Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten.

6. Listyaningsih, S.Sos.,M.Si Ketua Program Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten.

(9)

ii

Pembimbing Akademik yang membantu dan memberikan masukan bagi peneliti dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir dan juga dalam perkuliahan.

10. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten yang membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

11. Dinas Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang yang telah mengizinkan dan membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian skripsi ini.

12. Dinas Tata Ruang Kota Cilegon dan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Cilegon yang telah mengizinkan dan membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian skripsi ini.

13. Ibu dan Bapak yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan bagi penulis untuk menempuh gelar strata satu. Mohon maaf apabila selama ini belum bisa memberikan yang terbaik dan belum bisa membalas segala kebaikan selama ini.

14. Terima kasih kepada kakak Nida dan Azmi yang memberikan semangat dalam pembuatan skripsi ini.

15. Fani Mutia Hanum, terima kasih banyak yang telah membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.

(10)

iii

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, karena keterbatasan penulis, maka dari itu saran dan kritik yang membangun tetap dinantikan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Serang, Maret 2016

(11)

iv Lembar Persetujuan

Lembar Orisinalitas

Lembar Pengesahan Skripsi

Abstrak

Abstrack

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Diagram ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 15

1.3 Batasan Masalah ... 15

1.4 Rumusan Masalah ... 16

1.5 Tujuan Penelitian ... 16

(12)

v

2.2 Birokrasi ... 18

2.2.1 Pengertian Birokrasi ... 18

2.3 Konsep Pelayanan Publik ... 21

2.3.1 Pengertian Pelayanan Publik ... 21

2.3.2 Asas-asas Pelayanan Publik ... 23

2.3.3 Prinsip Pelayanan Publik ... 25

2.4 Kualitas Pelayanan Publik ... 32

2.4.1 Dimensi Kualitas Pelayanan ... 32

2.4.2 Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat ... 33

2.5 Birokrasi Pelayanan Publik ... 35

2.5.1 Kinerja Birokrasi Pelayanan ... 35

2.6 Pelayanan Perizinan ... 38

2.6.1 Izin Mendirikan Bangunan ... 38

2.6.2 Faktor Manajerial Penentuan Kualitas Pelayanan Perizinan ... 40

(13)

vi

2.9 Hipotesis Penelitian ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 50

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 51

3.3 Lokasi Penelitian ... 51

3.4 Variabel Penelitian ... 52

3.4.1 Definisi Konsep ... 52

3.4.2 Definisi Operasional ... 53

3.5 Instrumen Penelitian ... 54

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 59

3.6.1 Populasi ... 59

3.6.2 Sampel ... 60

3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 66

(14)

vii

4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Serang ... 73

4.1.2 Deskripsi Wilayah Kota Cilegon ... 83

4.1.3 Mekanisme Perizinan Mendirikan Bangunan ... 90

4.2 Pengujian Persyaratan Statistik ... 96

4.2.1 Pengujian Validitas ... 96

4.2.2 Uji Reliabilitas ... 97

4.3 Deskripsi Data ... 98

4.3.1 Identitas Responden ... 98

4.3.2 Analisis Data ... 105

4.4 Pengujian Hipotesis ... 188

4.5 Interpretasi Hasil Penelitian ... 191

4.5.1 Interpretasi Hasil Penelitian Kualitas Pelayanan IMB di BPTPM Kota Serang ... 191

(15)

viii

4.6 Pembahasan ... 198

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 213

5.2 Saran ... 214

DAFTAR PUSTAKA

(16)

ix

Halaman

Tabel 1.1 Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di

Kota Serang dan Kota Cilegon Tahun 2009-2013 ... 9

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 57

Tabel 3.2 Populasi dan Sampel ... 63

Tabel 3.3 Perhitungan Sampel Kota Serang ... 64

Tabel 3.4 Perhitungan Sampel Kota Cilegon ... 65

Tabel 3.5 Jadwal Penelitian ... 72

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas (Uji Butir Pertanyaan ) ... 96

Tabel 4.2 Reliabilty Statistik ... 98

Tabel 4.3 Responden Penelitian ... 99

Tabel 4.4 Hasil Uji t-test ... 188

Tabel 4.5 Kategorisasi Nilai Kota Serang ... 190

(17)
(18)

xi

Gambar 4.1 Wilayah Administrasi Kota Serang ... 76

Gambar 4.2 Wilayah Administrasi Kota Cilegon ... 84

Gambar 4.3 Grafik Kontinum Tingkat Kualitas Pelayanan

IMB di BPTPM Kota Serang ... 192

Gambar 4.4 Grafik Kontinum Tingkat Kualitas Pelayanan

(19)

xii

Diagram 4.1 Responden Penelitian Kota Serang ... 101

Diagram 4.2 Responden Penelitian Kota Cilegon ... 102

Diagram 4.3 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Di Kota Serang dan Kota Cilegon ... 103

Diagram 4.4 Data Responden Berdasarkan Usia

di Kota Serang dan Kota Cilegon ... 104

Diagram 4.5 Data Responden Berdasarkan Profesi

di Kota Serang dan Kota Cilegon ... 105

Diagram 4.6 Jawaban Responden Mengenai Kesederhanaan Prosedur Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 108

Diagram 4.7 Jawaban Responden Mengenai Persayaratan Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 110

Diagram 4.8 Jawaban Responden Mengenai Kejelasan Petugas Pelayanan

(20)

xiii

Diagram 4.10 Jawaban Responden Mengenai Tanggung Jawab Petugas Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 116

Diagram 4.11 Jawaban Responden Mengenai Kemampuan Petugas Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 118

Diagram 4.12 Jawaban Responden Mengenai Kecepatan Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 120

Diagram 4.13 Jawaban Responden Mengenai Keadilan Mendapatkan Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 122

Diagram 4.14 Jawaban Responden Mengenai Kesopanan dan Keramahan

Pelayanan di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang

Kota Cilegon ... 124

Diagram 4.15 Jawaban Responden Mengenai Kewajaran Biaya Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 126

Diagram 4.16 Jawaban Responden Mengenai Kepastian Biaya Pelayanan

(21)

xiv

Diagram 4.18 Jawaban Responden Mengenai Kenyamanan Lingkungan

Pelayanan di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata

Ruang Kota Cilegon ... 133

Diagram 4.19 Jawaban Responden Mengenai Keamanan Lingkungan Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 136

Diagram 4.20 Jawaban Responden Mengenai Kondisi Ruang Tungga Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 139

Diagram 4.21 Jawaban Responden Mengenai Kebersihan Ruang Tunggu

Pelayanan di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata

Ruang Kota Cilegon ... 141

Diagram 4.22 Jawaban Responden Mengenai Perlengkapan Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 143

Diagram 4.23 Jawaban Responden Mengenai Penampilan Petugas Pelayanan

(22)

xv

Diagram 4.25 Jawaban Responden Mengenai Kelengkapan Informasi Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 149

Diagram 4.26 Jawaban Responden Mengenai Kehadiran Petugas Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 151

Diagram 4.27 Jawaban Responden Mengenai Keakuratan Petugas Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 153

Diagram 4.28 Jawaban Responden Mengenai Ketelitian Petugas Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 155

Diagram 4.29 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Pelayanan Petugas IMB

Dalam Melayani Pemohon di BPTPM Kota Serang dan

Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 157

Diagram 4.30 Jawaban Responden Mengenai Kesiapan Petugas Pelayanan

di BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon .... 159

Diagram 4.31 Jawaban Responden Mengenai Daya Tanggap Petugas Pelayanan

(23)

xvi

Diagram 4.33 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Petugas

Dalam Melaksanakan Pelayanan IMB di BPTPM Kota Serang dan

Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 166

Diagram 4.34 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Petugas

Pelayanan Dalam Menjelaskan Semua Tentang IMB di BPTPM

Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 167

Diagram 4.35 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kesopanan Dari Petugas

Dalam Melakukan Pelayanan di BPTPM Kota Serang dan

Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 170

Diagram 4.36 Jawaban Responden Mengenai Sikap Ramah yang Diberikan

Petugas Pelayanan Dalam Menjalankan Tugasnya di BPTPM Kota

Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 172

Diagram 4.37 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Petugas Memberikan Rasa

Percaya Terhadap Pemohon Pelayanan di BPTPM Kota Serang dan

(24)

xvii

Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 176

Diagram 4.39 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Keamanan Lingkungan

Sekitar Dalam Mengurus IMB di BPTPM Kota Serang dan Dinas

Tata Ruang Kota Cilegon ... 178

Diagram 4.40 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Komunikasi Petugas Dalam

Menerima Kritikan Para Pemohon IMB di BPTPM Kota Serang dan

Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 181

Diagram 4.41 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Komunikasi Petugas Dalam

Melakukan Pekerjaan Terhadap Pemohon IMB di BPTPM Kota

Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 183

Diagram 4.42 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepedulian Petugas

Terhadap Pemohon Agar Terjalin Hubungan yang Baik di BPTPM

(25)

xviii

dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ... 187

Diagram 4.44 Jawaban Responden Mengenai Ketegasan Petugas Pelayanan

(26)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Konsep tentang pelayanan publik memang tidak asing lagi, yaitu suatu

kegiatan birokrasi yang melayani masyarakat dalam hal barang dan jasa, yang orientasinya bukan kepada keuntungan semata, melainkan sudah merupakan tanggung jawab tugas dan fungsi suatu birokrasi. Pada hakikatnya pelayanan

publik itu adalah pemberian pemenuhan layanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Masyarakat setiap waktu akan selalu menjumpai pelayanan dan menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrasi, meskipun tuntutan itu sering kali tidak ditanggapi oleh pemerintah sesuai dengan apa yang diharapkan, karena

secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih menampilkan ciri-ciri yang berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan. Pelayanan publik seperti

itulah yang terjadi di Negara-negara berkembang termasuk Negara Indonesia. Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pada prinsipnya telah menetapkan bidang pelayanan sebagai salah satu

kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten atau kota. Kewenangan wajib bagi daerah pada dasarnya merupakan perwujudan otonomi

(27)

masyarakatnya, namun pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah pada masyarakat terkadang pula tidak sesuai dengan keinginan masyarakatnya,

mengakibatkan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat tidak maksimal.

Dengan berlakunya undang-undang tentang Pemerintah Daerah tersebut

telah terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia.Tujuan utama dari pembuatan peraturan tersebut adalah untuk memberdayakan Pemerintah Daerah agar mampu menjalankan tugas pokok dan

fungsinya secara ekonomis, efektif, efisien, dan akuntabel dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh

pemerintah daerah juga didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya akuntabilitas dan transparansi pelayanan publik di setiap

daerah.

Berdasarkan peraturan mengenai otonomi daerah, di mana pemerintah

daerah mengambil alih wewenang dan bertanggung jawab kepada daerahnya, maka dengan adanya kondisi tersebut, pemerintah daerah memberlakukan suatu ketentuan-ketentuan yang mendasar, diantaranya adalah tentang perizinan yang

diadakan selain untuk menambah pendapatan daerah, juga dimaksudkan untuk mewujudkan tertib administrasi dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya.

Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikat,

(28)

oleh suatu organisasi atau seseorang, sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Salah satu fungsi pemerintah dibidang

pemberian dan pengendalian adalah fungsi pemberian izin kepada masyarakat atau organisasi tertentu yang merupakan mekanisme pengendalian administratif

yang harus dilakukan.

Pelayanan Publik era otonomi daerah pada dasarnya ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam memberikan pelayanan oleh penyelenggara negara

kepada masyarakat dan juga mempermudah masyarakat dalam memohon atau meminta pelayanan, karena dengan pelayanan publik yang baik akan

menggambarkan bagaimana suatu daerah tersebut maju dan modern dalam berbagai bidang melalui pelayanan publik yang baik tersebut. Sehingga efektifitas dan efisiensi dari pelayanan publik tersebut dapat dicapai. Namun pada

kenyataannya hanya beberapa daerah yang mencapai tujuan seperti yang diharapkan, sebagian daerah lainnya sepertinya belum siap untuk memajukan

daerahnya karena belum memilikinya infrastruktur yang memadai dan juga belum dilaksanakannya pelayanan publik secara maksimal.

Beberapa daerah dengan pelayanan publik yang memuaskan masih dapat

dihitung dibanding dengan pelayanan publik yang minim, seperti Jembrana, Solo, dan Yogyakarta adalah sebagian daerah yang memiliki kualitas pelayanan yang

baik.Sedangkan daerah lainnya masih belum memaksimalkan pelayanan mereka untuk masyarakat.Pelayanan Publik terdiri dari beberapa jenis yaitu pelayanan administratif, pelayanan jasa, pelayanan barang dan pelayanan regulatif.Pelayanan

(29)

mana di dalamnya terdapat pelayanan perizinan seperti izin investasi, izin usaha dan izin mendirikan bangunan.

Pertumbuhan suatu daerah salah satu faktornya adalah pelayanan perizinan, dimana suatu daerah memiliki pelayanan perizinan investasi modal atau bangunan

dan pelayanan tersebut dipersulit maka secara otomatis investor akan enggan menanamkan investasinya pada daerah tersebut karena proses yang berbelit-belit namun sebaliknya jika dalam perizinan berjalan dengan lancar atau mendapatkan

kemudahan maka otomatis daerah tersebut akan mengalami kenaikan terutama dari sektor pembangunan dan ekonomi.

Minimnya kualitas pelayanan publik di daerah-daerah bukan berarti dibiarkan saja oleh pemerintah daerah tersebut, namun mereka melakukan segala upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang mereka berikan. Misalnya

dalam pelayanan perizinan setiap daerah berusaha untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan misalnya, dalam pelayanan

perizinan berbagai daerah menjanjikan pelayanan yang mudah dan cepat sehingga menjadi daya tarik untuk investor. Upaya lain yang dilakukan adalah reformasi birokrasi untuk penyelenggara pelayanan, atau juga reformasi sistem, Semua

dilakukan untuk peningkatan kualitas pelayanan.

Kualitas pelayanan tentunya terus ditingkatkan dengan berbagai cara seperti:

penetapan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dibuat oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan perda-perda lain yang dibuat guna meningkatkan kualitas suatu pelayanan publik disuatu daerah. Namun usaha

(30)

instansi-instansi pemerintah yang belum maksimal dalam memberikan pelayanan terutama pelayanan perizinan karena pelayanan perizinan sangat berpengaruh

pada pertumbuhan suatu daerah. Selain itu perizinan merupakan salah satu fungsi pemerintah dibidang pemberian dan pengendalian. Pemberian izin kepada

masyarakat dan organisasi tertentu merupakan suatu pengendalian secara administratif.

Pelayanan perizinan masih dirasa kurang maksimal dalam pelayanannya,

misalnya syarat yang begitu berbelit-belit sehingga menyulitkan para pembuat IMB, pengeluaran izin yang lama serta pungutan-pungutan yang tidak seharusnya

dirasa seperti memeras pemohon perizinan agar menjadi lancar dalam proses pengeluaran Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB). Sulitnya perizinan yang diberikan membuat investor dan masyarakat menjadi berani, berani dalam arti

karena perizinan tak kunjung diperoleh maka akibatnya adalah mereka melakukan usaha tanpa izin dan mendirikan bangunan tanpa izin. Hal tersebut mengakibatkan

banyaknya perusahaan-perusahaan liar atau tanpa izin dan juga menimbulkan banyaknya bangunan liar tanpa mengantongi surat izin mendirikan bangunan. Padahal perizinan atau surat izin merupakan legalitas yang diberikan daerah pada

suatu usaha atau bangunan, dan sebagai pelindung apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Kurangnya pengetahuan masyarakat akan perizinan membuat perizinan di anggap sebelah mata atau dianggap tidak penting, khususnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB

(31)

untuk membangunan baru, mengubah, memperluas, mengurangi dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan adminstratif dan persyaratan teknis

yang berlaku. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan,

kenyamanan, sekaligus kepastian hukum. Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan untuk memiliki Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. IMB akan melegalkan suatu bangunan yang

direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan bahwa rencana konstruksi bangunan tersebut juga dapat

dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama. Pada dasarnya Izin Mendirikan Bangunan bertujuan agar terjadi keserasian antara lingkungan dan bangunan. Selain itu diharapkan agar bangunan yang

akandibangun aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab dalam pemberian Izin Mendirikan Bangunan, dilakukakan analisis terhadap bangunan tersebut

apakah sudah sesuai dengan persyaratan yang diterbitkan oleh mengenai bangunan dan lingkungan sekitar bangunan tersebut. Persyaratan Izin Mendirikan Bangunan juga meliputi lingkungan yang meliputi penentuan garis sepadan (jarak

maksimum bangunan terhadap batas jalan), jarak bebas muka samping dan belakang bangunan, batas-batas persil pembangunan dan jarak antara bangunan

(32)

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bukan hanya kegiatan mendirikan bangunan akan tetapi ada beberapa hal seperti memperbaiki merubah, mengganti

bangunan, memperluas bangunan, termasuk izin kelayakan menggunakan bangunan (untuk bangunan yang sudah berdiri). Dalam mendirikan bangunan atau

merubahnya baik itu perorangan atau organisasi harus wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, ini adalah syarat bagi perorangan atau organisasi dalam mendirikan bangunan agar

bangunan tersebut menjadi legal dan kuat hukum. Oleh karena itu dalam mendirikan bangunan dilakukan analisis terlebih dahulu terhadap bangunan

tersebut dimulai dari tekstur tanah aman atau tidaknya untuk bangunan dan model bangunan yang akan dibangun sudah memenuhi standar bangunan atau belum karena dalam mendirikan bangunan tidak bisa mendirikan bangunan begitu saja

harus ada izin terlebih dahulu.

Banyak masyarakat yang masih mengganggap izin mendirikan bangunan itu

tidak perlu dilakukan, khususnya bangunan rumah, karena akan membuang-buang biaya dalam mendirikan bangunan namun ada nilai lebih jika kita memiliki IMB dibandingkan dengan bangunan yang tidak memiliki IMB, yakni bangunan

memiliki nilai jual yang tinggi, jaminan kredit bank, peningkatan status tanah dan informasi peruntukan dan rencana jalan. Hal ini juga terjadi di daerah Kota Serang

dan Kota Cilegon, Kota Serang sendiri terbentuk dan menjadi salah satu Kota di Provinsi Banten berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 bulan Agustus tahun 2007 dan diresmikan menjadi

(33)

Serang yang merupakan Ibukota Provinsi Banten memiliki total luas wilayah sebesar 266,74 Km2. Luas wilayah tersebut terbagi atas 20 kelurahan dan 46 desa,

yang termasuk dalam 6 (enam) Kecamatan, yakni Kecamatan Serang, Kecamatan Cipocok Jaya, Kecamatan Curug, Kecamatan Walantaka, Kecamatan Taktakan

dan Kecamatan Kasemen, sedangkan Kota Cilegon merupakan wilayah bekas kewedanaan (wilayah kerja pembantu Bupati Serang wilayah cilegon), yang meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu Cilegon, Bojonegara dan Pulomerak.

Berdasarkan wawancara sementara dengan pegawai IMB di Kota Serang bahwa sebenarnya pembuatan IMB untuk bangunan rumah cukup penting karna

dengan adanya IMB bangunan rumah tersebut lebih dianggap legal dan harga jual bangunan rumah tersebutpun akan lebih tinggi, namun kenyataannya masih banyak bangunan rumah yang tidak mempunyai IMB(Wawancara dengan Bapak

Rudy Pegawai BPTPM Kota Serang pada tanggal 05 Mei 2014 pukul 10.00 WIB. Di BPTPM Kota Serang) bukan hanya tempat tinggal ada juga beberapa tempat

ibadah yang tidak memiliki IMB padahal untuk mengurus suatu IMB tempat ibadah tidak dipungut biaya sama sekali, ada beberapa bangunan yang tidak dikenakan biaya jika ingin mengantongi IMB seperti, bangunan keagamaan, sosial

dan budya serta ganda/campuran. Hal ini hampir terjadi di setiap wilayah di Indonesia khususnya terjadi di Kota Serang dan Kota Cilegon. Dibawah ini akan

(34)

Tabel 1.1

Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Serang dan Kota Cilegon Tahun 2009-2013

No Kota / Kabupaten Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1 Kota Serang 221 300 265 431 276

2 Kota Cilegon - 690 900 640 389

Sumber : Data BPTPM Kota Serang dan Dinas Tata Ruang Kota Cilegon 2014

Data di atas menunjukkan bahwa perizinan mendirikan bangunan di Kota Serang dan Kota Cilegon mengalami penaikan dan penurunan. Jika kita lihat

bahwa data di atas menunjukkan data penerbitan IMB pada Kota Serang yang tertinggi pada tahun 2012 sebesar 431 dan yang terendah pada tahun 2009 sebesar 221, untuk Kota Cilegon sendiri juga mengalami penaikan penurunan penerbitan

IMB dimana angka tertinggi pada tahun 2011 yaitu mencapai 900 IMB dan yang paling terndah pada tahun 2012 yaitu sebesar 640, Kota Cilegon sendiri angka

penerbitan IMB lebih besar dibandingkan dengan Kota Serang hal ini terjadi karna Kota Cilegon adalah Kota Industri dimana banyak perusahaan yang mendirikan gudang penyimpanan maupun pabrik itu sendiri, namun secara keseluruhan baik

Kota Serang dan Kota Cilegon memiliki kecenderungan menurun dan hal ini bukan disebabkan karna pemerintah tidak mengeluarkan Izin Mendirikan

Bangunan akan tetapi memang pada saat itu tidak ada yang membuat IMB atau pembangunan sedang tidak berlangsung. Ada beberapa kasus-kasus pembangunan di Kota Serang seperti pembangunan MC Donald dan kampus UPI Kota Serang

(35)

dikeluarkannya surat Izin Mendirikan Bangunan yang di kerjakan oleh pemerintah Kota Serang akibat dari lambatnya pemerintah mengeluarkan surat izin

mendirikan bangunan pihak terkait tetap membangun bangunan tersebut tanpa adanya surat izin mendirikan bangunan namun sempat dihentikan oleh pihak

terkait yaitu dinas Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal setelah surat izin mendirikan bangunan dikeluarkan barulah bangunan tersebut dilanjutkan untuk dibangun.

Sama halnya dengan Kota Serang, Kota Cilegon juga jika dilihat dari tabel di atas mengalami penaikan dan penurunan jika dilihat Kota Cilegon banyak

pembangun seperti pabrik-pabrik atau perusahaan dan ini menandakan bahwa pelayanan izin mendirikan bangunan di Kota Cilegon cukup baik, hampir 100 % setiap orang atau badan yang meminta IMB diberikan oleh pihak Dinas Tata

Ruang Kota Cilegon kalaupun izin tersebut tidak diberikan itu disebabkan oleh persyaratan yang kurang lengkap atau tempat yang kurang baik untuk dilakukan

pembangunan, jadi jika dalam mengeluarkan IMB itu mengalami penurunan atau kenaikan itu bukan disebakan oleh dinas terkait melaikan memang sedang tidak ada proyek pembangunan karna dinas tersebut sudah menjalankan tugas sesuai

dengan prosedur yang ada (Wawancara dengan Bapak Anubi Kepala Seksi Pengendalian Teknis IMB Dinas Tata Ruang Kota Cilegon pada tanggal 02

Februari 2015 pukul 10.00 WIB. Di Dinas Tata Ruang Kota Cilegon)

Perizinan khususnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang dan Kota Cilegon tentunya memiliki perbedaan baik itu dari peraturan daerah yang

(36)

terdapat pada PERDA baik Kota Serang dan Kota Cilegon walaupun sebagian besar mempunyai kesamaan namun terdapat juga perbedaannya, perbedaan yang

dapat dilihat dari PERDA tersebut ialah dimana Kota Cilegon mengatur tentang bangunan gedung lebih lengkap dibanding Kota Serang namun PERDA Kota

Cilegon sendiri peneliti tidak menemukan peraturan yang membahas mengenai retribusi tidak seperti PERDA Kota Serang yang membahas mengenai retribusi yang harus dibayar.

Pada observasi awal dalam penelitian peneliti menemukan beberapa kendala dalam pelayanan Izin Mendirikan Bangunan antara lain :

Pertama, fasilitas sarana dan prasarana dalam pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang disediakan oleh Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal(BPTPM) Kota Serang. Jika di lihat secara kasat mata salah satu

fasilitasnya ialah ruang tunggu yang belum cukup memadai seperti hanya tersedia bangku-bangku tunggu yang sederhana dan kurang bersih karena ruang tunggu ini

terdapat di luar gedung dan tidak memilki fasilitas AC (Air Conditioner) atau kipas angin. Kondisi di ruang tunggu tidak berbeda jauh dengan kondisi di ruang pelayanan. Di ruang pelayanan memilki ukuran yang kecil, ukuran tersebut

kurang memadai jika dipergunakan untuk melayani para pemohon perizinan, dalam memberikan pelayanan hanya tersedia satu meja panjang pelayanan yang

dibagi untuk tiga jenis pelayanan yaitu, perizinan usaha, perizinan non usaha dan izin mendirikan bangunan. Berbeda dengan yang ada di BPTPM Kota Cilegon BPTPM Kota Cilegon baru beroperasi sejak juli 2014 karna sebelumnya untuk

(37)

namun sejak Juli 2014 dpindahkan ke BPTPM. Berbeda degan BPTPM Kota Serang karna jika dilihat dari waktu BPTPM Kota Serang lebih dulu ada namun

fasilitas yang disediakan oleh BPTPM Kota Cilegon cukup memadai seperti ruang tunggu yang cukup bersih dan nyaman serta dilengkapi pendingin ruangan dimana

masyarakat yang ingin mengurus IMB merasakan kenyamanan.

Fasilitas lain yang ada di Kota Serang adalah tidak tersedianya kursi untuk para pemohon yang ingin mengajukan perizinan, sehingga setiap orang yang ingin

mengajukan perizinan hanya berdiri saja sedangkan para pegawai yang melayaninya duduk dibalik meja pelayanan, ini sangat terlihat tidak adil karena

seharusnya pemohon perizinan dilayani dengan sebaik mungkin oleh pegawai perizinan. Hal ini mengakibatkan optimalisasi yang harusnya dapat dicapai oleh dinas terkait belum teroptimalkan secara maksimal. Dari informasi yang di dapat

pendapatan dari retribusi izin mendirikan bangunan di Kota Serang pertahunnya hanya mencapai dua miliar sedangkan bila dilihat di lapangan ada banyak

kegiatan pembangunan ruko-ruko dan rumah. Berbeda dengan BPTPM Kota Cilegon disana kita dapat menunggu diruang tunggu jika urusan dalam pembuatan IMB belum terselesaikan ruang tunggu tersebut sangat lah nyaman bahkan jika

memang dirasa lama pemohon dapat meninggalkan urusannya dan akan dihubungi kembali dalam waktu beberapa jam jika urusan IMB mereka sudah selesai.

Kedua, Kompetensi dan kemampuan dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Kota Serang Pegawai Pelayanan standby di meja kerja ada atau tidak ada pelanggan yang datang, sedangkan hasil observasi

(38)

kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan juga harus dilihat jumlah pegawai pelaksana, di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal

(BPTPM) Kota Serang memiliki jumlah keseluruhan pegawai Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) 29 orang dan belum termasuk honorer,

dari 29 pegawai tersebut yang bekerja dalam bidang IMB hanya ada 4 orang dan mereka adalah orang lapangan sedangkan dibagian pelayanan dan adminstrasinya mereka saling membantu satu sama lain dengan semua pegawai BPTPM.

Sedangkan di BPTPM Kota Cilegon sendiri pegawainya berjumlah 63 orang dan tidak ada orang khusus yang menangani IMB semua ikut bekerja dalam mengurus

kepentingan bersama dan ada 5 orang dibagian pelayanan mereka bukan hanya melayani IMB tapi juga melayani untuk izin usaha ataupun penanaman modal, untuk Kota Cilegon sendiri di BPTPM hanya untuk mengurus adminstrasi karna

bagian teknis masih dipegang oleh Dinas Tata Ruang Kota Cilegon berbeda dengan Kota Serang semua dilakukan di BPTPM baik itu administrasi maupun

masalah teknis.

Ketiga, Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang.Kecepatan pelayanan di Kota Serang maksimal selama 14 hari setelah

pemohon menyerahkan semua persyaratan IMB, di Kota Serang pembuatan IMB cukup cepat jika persyaratan sudah dilengkapi semua, sumber daya manusia di

Kota Serang lebih sedikit hanya 4 orang. Sikap pegawai pemberi pelayanan dan tim IMB, bila di Kota Serang para pegawai bersikap cuek atau jutek namun tetap memberikan pelayanan dengan baik. Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di

(39)

persyaratan telah dilengkapi oleh pemohon IMB, dari waktu tersebut dilakukan survei lapangan baik itu Kota Serang ataupun Kota Cilegon yaitu dengan melihat

kelengkapan atau persyaratan yang telah di ajukan kemudian survei tempat bangunan yang akan didirikan baik itu dari tanah ataupun bentuk bangunan itu

sendiri kemudian dihitung jumlah retribusi yang harus dibayar oleh si pemilik bangunan tersebut setelah itu dinas terkait akan mengeluarkan surat Izin Mendirikan Bangunan.

Keempat, Pegawai Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB), saat peneliti melakukan observasi ke BPTPM Kota Serang terlihat bahwa para pegawai kurang sopan dan ramah ini terlihat saat ada seseorang yang ingin membuat IMB para pegawai bagian pelayanan acuh tak acuh dan asik bermain

dengan gadget nya masing-masing meskipun para pegawai pelayan melayani seseorang pemohon IMB tersebut namun kurang sopan jika dilihat mereka asik

dengan gadgetnya masing-masing sangat berbeda dengan sikap pegawai pelayanan BPTPM Kota Cilegon yang baru didirikan Juli 2014 ini para pegawai sangat sopan terhadap seseorang yang ingin mengajukan permohonan IMB

ataupun hanya sekedar bertanya-tanya mengenai IMB itu sendiri.

Dari Masalah-masalah di Atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

(40)

1.2 Identifikasi Masalah

1. Fasilitas sarana dan prasarana dalam pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang disediakan oleh Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Cilegon lebih memadai dibandingkan dengan Kota

Serang.

2. Kompetensi dan kemampuan dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Kota Cilegon cendrung lebih baik dari

Kota Serang.

3. Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)Kota Serang sedikit lebih cepat dan tepat dari Kota Cilegon.

4. Pegawai Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal(BPTPM) Kota Cilegon menunjukkan sikap yang lebih ramah dalam memberikan

pelayanan IMB dibandingkan dengan Kota Serang.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan pada : Studi Komparatif Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Serang

(41)

1.4 Rumusan Masalah

Dengan bertitik tolak pada latar belakang penelitian di atas, maka peneliti

mengangkat rumusan masalah dalam penelitian Studi Komparatif Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang dan Kota Cilegon, yaitu :

1. Bagaimana pelayanan IMB di BPTPM Kota Serang ?

2. Bagaimana pelayanan IMB di Dinas Tata Ruang Kota Cilegon ?

3. Bagaimana perbedaan pelayanan IMB di BPTPM Kota Serang dan Dinas

Tata Ruang Kota Serang ?

1.5 Tujuan Penelitian

(42)

1.6 Manfaat Penelitian

a) Secara Teoritis

1. Untuk mengetahui hubungan antara teori dengan praktek yang ada di lapangan.

2. Untuk dapat memberikan input atau masukan mengenai pelayanan publik.

b) Secara Praktis

1. Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat menjadi masukan bagi unit pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota agar dapat

memperbaiki serta meningkatkan kualitas pelayanan dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

2. Bagi peneliti dapat memberikaninputdan menambah pengetahuan dan

(43)

18

2.1 Deskripsi Teori

Deskripsi teori menjelaskan tentang teori-teori dan atau konsep yang

dipergunakan dalam penelitian yang sifatnya utama dimana tidak tertutup kemungkinan untuk bertambah seiring dengan pengambilan data dilapangan. (Fuad dan Nugroho, 2012:56). Deskirpsi teori menjadi pedoman dalam penelitian

ini dan untuk menterjemahkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi dalam penelitian. Teori yang relevan peneliti kaji sesuai dengan masalah-masalah yang

telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Penelitian mengenai Studi Komparatif Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kota Serang Dan Kota Cilegon akan dikaji dengan beberapa

teori dalam ruang lingkup administrasi negara jurusan manajemen publik, yaitu: Birokrasi, Konsep Pelayanan Publik, Birokrasi Pelayanan Publik, Pelayanan

Perizinan, dan untuk melengkapinya peneliti lampirkan penelitian terdahulu yang juga menjadi bahan kajian dalam penelitian ini.

2.2 Birokrasi

2.2.1 Pengertian Birokrasi

(44)

sarana dan prasarana dalam menjalankan kegiatan pemerintahan di era masyarakat yang semakin maju dan modern serta kompleks, namun masalah yang dihadapi

oleh masyarakat tersebut adalah bagaimana memperoleh dan melaksanakan pengawasan agar birokrasi dapat bekerja demi kepentingan rakyat banyak. Untuk

lebih jelasnya dibawah ini dijelaskan mengenai pengertian birokrasi dari beberapa sumber.

Secara bahasa, istilah Birokrasi berasal dari bahasa Prancis, bureau yang

berarti kantor atau meja tulis, dan kata Yunani, kratein yang berarti mengatur. Sedangkan dalam dunia bisnis, konsep Birokrasi diarahkan untuk efisiensi

pemakaian sumberdaya dengan pencapaianoutputdan keuntungan yang optimum. Birokrasi menurut Max Weber dalam Said (2010 : 2) mengatakan Birokrasi adalah sistem administrasi rutin yang dilakukan dengan keseragaman,

diselenggarakan dengan cara-cara tertentu, didasarkan aturan tertulis, oleh orang-orang yang berkompeten dibidangnya. Sedangkan Rod Hague dkk (1993) dalam

Said (2010 : 2) mengatakan bahwa birokrasi itu adalah institusi pemerintahan

yang melaksanakan tugas negara. “the bureaucracy is the institution that carries

out the functions and responsibilities of the state. It is the engine-room of the

state. Kemudian menurut Presthus (1960) dalam Said (2010 : 4) mengatakan birokrasi adalah suatu sistem kewenangan, kepegawaian, jabatan, dan metode

(45)

Di bawah ini merupakan kriteria birokrasi menurut Weber dalam Said (2010 : 5) kemudian merumuskan delapan proposisi tentang penyusunan sistem otoritas

legal, yakni :

a. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan.

b. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang yang berbeda sesuai dengan fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat tertentu. c. Jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak

kontroldan pengaduan (complaint).

d. Aturan disesuaikan dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam hal tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan.

e. Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai indivindu pribadi.

f. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya.

g. Administrasi didasarkan pada dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern.

h. Sistem otoritas legal memiliki berbagai bentuk, tetapi dilihat pada aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.

Untuk mendukung pernyataan menurut Weber maka dijelaskan unsur-unsur birokrasi menurut Said (2010 : 96) unsur-unsur birokrasi itu menjadi 5 unsur

utama dari birokrasi. Lima unsur utama itu ialah :

1. Struktur Organisasi Birokrasi 2. Visi dan Misi Organisasi Birokrasi 3. Personel atau pejabat Birokrasi 4. Fasilitas Pendukung Birokrasi 5. Kepemimpinan Birokrasi

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan

bahwa birokrasi adalah jajaran keseluruhan pemerintahan negara yang biasa dikenal sebagai abdi masyarakat yang menjalankan sistem administrasi sebagai

(46)

dalam menjalankan fungsinya yaitu pelayanan publik yang akan dijelaskan lebih lanjut pada point di bawah ini.

2.3 Konsep Pelayanan Publik

2.3.1 Pengertian Pelayanan Publik

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seseoarang pastinya berusaha untuk mendapatkannya baik melalui usahanya sendiri maupun meminta pertolongan atas

usaha orang lain. Proses pemenuhan tersebut melalui usaha orang lain inilah yang dinamakan pelayanan yang mana akan dijelaskan baik dari sisi pengertiannya,

asas-asas pelayanan, prinsip-prinsip pelayanan dan prinsip penyelenggaraan pelayanan secara berurutan.

Pengertian pelayanan publik diawali dengan pengertian berdasarkan Kamus

Besar Bahasa Indonesia dalam pelayanan Sinambela (2011 : 5) yang mana di jelaskan bahwa pelayanan adalah sebagai hal, cara, atau hasil kerja melayani,

sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minumam; menyediakan keperluan orang; mengiyakan, menerima; menggunakan. Pendapat selanjutnya yaitu menurut Gronrous (1990) dalam (Ratminto dan Winarsih, 2010 :

2) yang mendefinisikan pelayanan sebagai suatu aktifitas atau serangkaian aktifitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba yang terjadi akibat

(47)

Definisi lain mengenai pelayanan adalah menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik mendifinisikan bahwa pelayanan adalah

sebagai hal bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh

instansi pemerintah dipusat, didaerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dari tiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan dari pelayanan itu sendiri atau dengan kata lain pelayanan publik adalah kegiatan usaha yang dilakukan seseorang memlalui usaha orang lain untuk memenuhi

kebutuhannya. Pelayanan biasanya diberikan untuk pelanggan dan dilakukan oleh pegawai sehingga disebut sebagai pelayanan publik. Definisi mengenai Publik,

istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai.

Seperti yang dijelaskan di atas mengenai pelayanan dan publik maka dibawah ini akan dijelaskan mengenai definisi pelayanan publik. Sinambela

mengatakan pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Sedangkan menurut Undang-undang No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik mendefinisikan pelayanan publik adalah

(48)

sesuai dengan peratuaran perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan

oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dari penjabaran mengenai pelayanan publik di atas dapat disimpulkan

bahwa pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau birokrat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan. Dalam hal pelayanan publik penyelenggara negara atau birokrat harus melayani

masyarakat di atas kepentingan pribadinya, dan melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya karena saat ini yang terjadi adalah penyelenggara negara atau

birokrat kurang maksimal dalam melayani masyarakat sehingga seolah-olah bukan masyarakat yang dilayani melainkan masyarakat yang melayani para penyelenggara negara atau birokrat.

2.3.2 Asas-asas Pelayanan Publik

Pelayanan publik tentunya harus dilaksanakan dengan benar dan tepat karena pemberian pelayanan publik memberikan gambaran kinerja suatu organisasi baik organisasi publik maupun organisasi swasta sehingga dalam

pelaksanaannya harus berdasarakan asas-asas yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam organisasi publik/pemerintah asas-asas pelayanan publik diatur dalam

(49)

1. Kepentingan umum ; 2. Kepastian hukum ;

3. Kesamaan hak ;

4. Keseimbangan hak dan kewajiban ;

5. Keprofesionalan ; 6. Partisipatif ;

7. Persamaan perlakuan / tidak diskriminatif ;

8. Keterbukaan ; 9. Akuntabilitas ;

10. Fasilitas dan perlakuan khusu bagi kelompok rentan ; 11. Ketepatan waktu ; dan

12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Dari poin-poin di atas dapat di simpulkan bahwa pelayanan publik harus dilakukan dengan memenuhi asas-asas di atas karena setiap asas tersebut memiliki

keterkaitan satu dengan yang lainnya sehingga jika salah satu asas tersebut tidak dilaksanakan akan mengurangi kualitas pelayanan namun sebaliknya jika semua asas tersebut dijalankan maka pelayanan yang prima akan di dapat. Karena pada

hakikatnya asas-asas yang dikeluarkan dalam Undang-undang tersebut ditujukan untuk memperbaiki pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara negara atau

birokrat kepada masyarakat. Selain asas-asas yang telah dijelaskan di atas diperlukan juga prinsip pelayanan publik guna semakin memaksimalkan kegiatan pelayanan publik yang prima yang melayani masyarakat dengan baik. Poin

(50)

2.3.3 Prinsip Pelayanan Publik

Banyak pendapat para ahli mengemukakan prinsip pelayanan publik yang

dapat mewujudkan pelayanan publik yang prima, namun kali ini penulis mengambil prinsip pelayanan publik dalam Permenpan No. 13 Tahun 2009

tentang pedoman peningkatan kualitas pelayanan publik dengan partisipasi masyarakat dan menurut Surjadi (2009:12-13) yang akan disebutkan sebagai berikut :

1. Mudah diaplikasikan berarti metode ini dapat dengan mudah diaplikasikan oleh para pelaksana pelayanan publik. Kebutuhan asistensi

dari luar organisasi dapat dipandang sebagai stimuli dalam memantapkan proses persiapan dan pelaksanaan metode atau harus dipandang sebagai strategi untuk memantapkan penguasaan metode sehingga sesegera

mungkin mampu menggunakannya secara mandiri.

2. Cepat berarti dalam proses pelaksanaan menggunakan waktu yang cepat dan efektif tidak mengandung jeda yang terlalu lama antara penggunaan metode dengan perbaikan nyata yang dapat dirasakan oleh para pengguna pelayanan. Kebanggaan atas suatu hasil nyata dan praktis yang diperoleh

dalam waktu relatif cepat akan memotivasi para pelaksana pelayanan publik untuk terus melakukan perbaikan.

(51)

memberi bukti kepada masyarakat bahwa pendekatan ini bukanlah alat untuk menghambur-hamburkan anggaran.

Penentuan unit pelayanan yang akan menerapkan metode

Metode Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi

Masyarakat sebagaimana diuraikan di dalam dokumen ini disusun untuk digunakan di suatu unit pelayanan tertentu di mana dapat diidentifikasi

secara jelas adanya hubungan transaksi langsung penyediaan pelayanan dengan

penerimaan pelayanan yang masing-masing dilakukan oleh para penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik dan penerima(pengguna) pelayanan publik.

Karena itu pimpinan Departemen/Lembaga/PemerintahDaerah harus menentukan unit pelayanan tertentu yang akan diperbaiki pelayanannya dengan menggunakan metode ini sesuai dengan prioritas pembangunan.

Penunjukan dan penugasan para pelaksana

Para pelaksana pelayanan publik di unit-unit pelayanan secara logis adalah

pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab untuk terus-menerus memperbaiki kualitas pelayanan publik yang menjadi tanggung jawabnya.

Setelah itu, satuan-satuan kerja sektoral di Departemen/Lembaga/Pemerintah

Daerah penyelenggara pelayanan publik adalah para pemikul tanggung jawab berikutnya di atasnya. Karena itu, pimpinan Departemen/Lembaga/Pemerintah

(52)

1. Tim Pelaksana Peningkatan Kualitas Pelayanan (di tingkat unit pelayanan), dan

2. Tim Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (di tingkat Departemen/ Lembaga/Pemerintah Daerah).

Jika pelaksanaan penggunaan metode ini dilakukan dalam kerjasama dengan pihak lain,maka kedua tim disebut di atas selain sebagai penangung jawab dan pelaksana kegiatan juga dimaksudkan untuk menyerap pengetahuan dan

keterampilan dari fasilitator dan atau narasumber dari luar dan pada akhirnya diharapkan mampu melakukannya secara mandiri.

Penyediaan anggaran untuk membiayai pelaksanaan

Karena yang bertanggung jawab atas kualitas pelayanan publik itu adalah Para penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik itu sendiri, maka pada

prinsipnya konsekuensi biaya yang diperlukan proses peningkatan kualitas pelayanan publik juga menjadi beban Departemen/Lembaga/ Pemerintah Daerah.

Karena itu pula, maka Departemen/Lembaga/Pemerintah Daerah yang berkeinginan memperbaiki pelayanan publik dengan menggunakan metode ini harus menyediakan sejumlah anggaran tertentu untuk pelaksanaan. Perkiraan

besarnya anggaran yang diperlukan dapat diperiksa pada bagian tentang itu dalam dokumen ini. Secara garis besar komponen biaya pelaksanaan kegiatan

keseluruhan proses penggunaan metode ini adalah sebagai berikut: a. Lokakarya Pengelolaan Pengaduan (2 hari kerja efektif),

b. Survei Pengaduan Masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik (durasi

(53)

c. Lokakarya Analisis Masalah Penyebab Pengaduan Masyarakat (2 hari kerja efektif),

d. Operasional para pelaksana, yaitu: Tim Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik(tingkat Departemen/Lembaga/Pemerintah Daerah) dan Tim

Pelaksana PeningkatanKualitas Pelayanan (di unit pelayanan), e. Peralatan dan bahan,

f. Jasa pihak lain seperti honorarium fasilitator/narasumber dari luar,

terutamajikapelaksanaan dilakukan bekerjasama dengan pihak lain.

Sedangkan menurut Surjadi (2009 : 12-13) mengatakan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan publik di lakukan pada asas-asas umum kepemerintahan yang baik, meliputi :

1. Kepastian hukum. 2. Transparan. 3. Daya tanggap. 4. Berkeadilan. 5. Efektif dan efisien. 6. Tanggung jawab. 7. Akuntabilitas.

8. Tidak menyalahgunakan kewenangan.

Selain prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik Sinambela (2011 : 45) mengatakan bahwa ada lima hal dalam memberikan pelayanan, namun yang paling signifikan untuk diterapkan dalam lembaga pemerintah adalah

1. Function: kinerja primer yang dituntut;

2. Conformance : kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan;

(54)

4. Serviceability : kemampuan untuk meakukan perbaikan apabila erjadi keliruan;

5. Adanya assurance yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimilki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

Dalam Permenpan No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan

Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat juga menyebutkan faktor-faktor penentu kepuasan masyarakat, yaitu :

1. Prosedur Pelayanan 2. Persyaratan Pelayanan 3. Kejelasan Petugas Pelayanan

4. Kedisiplinan Petugas Pelayanan 5. Tanggung Jawab Petugas Pelayanan 6. Kemampuan Petugas Pelayanan

7. Kecepatan Pelayanan

8. Keadilan Mendapatkan Pelayanan

9. Kesopanan dan Keramahan Petugas 10. Kewajaran Biaya Pelayanan

11. Kepastian Biaya Pelayanan

12. Kepastian Jadwal Pelayanan 13. Kenyamanan Lingkungan

14. Keamanan Pelayanan

Dari penjabaran mengenai prinsip-prinsip penyelenggaran pelayanan publik

(55)

para ahli yang menyempurnakan prinsip penyelenggaraan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh Permenpan sehingga dapat di mix and match guna mencapai

tujuan pelayanan publik yang prima. Pedoman atau aturan ini hanya akan menjadi sia-sia jika tidak dilaksanakan oleh aparatur atau birokrat karena pelaksanaan

prinsip yang baik saja belum tentu berhasil atau efisien jika kinerja atau pelaku birokrasi tidak mendukungnya, di bawah ini akan diberikan penjelasan tentang kinerja birokrasi dan pelayanan publik.

Di atas sudah dijelaskan mengenai pelayanan publik, namun dalam penyelenggaraannya tentunya terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik, seperti yang dikatakan oleh Hardiyansyah (2011 : 73-74)

faktor-faktor dimensi atau variabel yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik sebagai berikut :

1. Motivasi kerja aparat memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik.

2. Pengawasan masyarakat yang meliputi komunikasi dan nilai masyarakat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik.

3. Perilaku birokrasi sebagai variabel bebas berpengaruh terhadap kualitas layanan.

4. Implementasi kebijakan pelayanan terpadu berpengaruh terhadap kualitas pelayanan sipil.

5. Perilaku birokrasi secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik.

6. Kinerja birokrasi berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik.

7. Kontrol sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas pelayanan civil.

8. Implementasi kebijakan tata ruang mempunyai hubungan korelasi yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan.

9. Terdapat pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai.

(56)

11. Motivasi kerja aparat yang meliputi dimensi kebutuhan, pengaharapan, insentif, dan keadilan berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik.

12. Kemampuan aparatur memberikan pengaruh lebih besar daripada perilaku aparatur terhadap kualitas pelayanan.

13. Pengalaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan.

14. Tanggung jawab memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan.

15. Komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi yang berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan.

16. Kemampuan aparatur, budaya organisasi dan kebijakan yang mendukung menjadi variabel utama yang mempengaruhi kinerja pelayanan publik sedangkan variabel motivasi menjadi faktor proaktif dan dinamisator bagi peningkatan kinerja pelayanan publik.

17. Iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pelayanan publik; dan pelaksanaan pelayanan publik berpengaruh positif terhadap kepuasan masyarakat.

18. Restrukturisasi organisasi badan usaha milik daerah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pelayanan.

19. Perencanaan fasilitas baik secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan.

20. Perubahan radikal, restrukturisasi, pemanfaatan teknologi informasi dan efisiensi pelayanan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan kualitas pelayanan.

21. Pemberdayaan aparatur birokrasi berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan.

22. Besarnya pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pelayanan secara signifikan ditentukan oleh dimensi pemimpin, pengikut dan situasi.

Viljoen (1997) dalam Ratminto dan Winarsih (2010 : 87-88) menyebutkan prinsip-prinsip manajemen pelayanan sebagai berikut :

1. indentifikasikan kebutuhan konsumen sesungguhnya 2. sediakan pelayanan yang terpadu (one-stop-shop) 3. buat sistem yang mendukung pelayanan konsumen

4. usahakan agar semua orang atau karyawan bertanggung jawab terhadap kualitas pelayanan

5. layanilah keluhan konsumen secara baik 6. terus berinovasi

7. karyawan adalah sama pentingnya dengan konsumen 8. bersikap tegas tetapi ramah pada konsumen

(57)

2.4 Kualitas Pelayanan Publik

Dalam pandangan Albrecht dan Zemke (1990) dalam Dwiyanto (2008 :

140-142) kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu :

1. Sistem pelayanan

a. Penerapan prosedur pelayanan b. Mekanisme kontrol

2. SDM pemberi layanan

a. Mampu memahami dan mengoprasikan sistem pelayanan yang baik b. Mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan

3. Strategi 4. Pelanggan

Menurut Levitt dalam Ratminto dan Winarsih (2010 : 143) mengatakan

pelayanan akan berjalan efisien apabila :

1. Diadakan simplifikasi pekerjaan/tugas 2. Dirumuskan pembagian pekerjaan yang jelas

3. Sebanyak mungkin peran pekerja digantikan dengan peralatan

4. Pekerjaan sedikit mungkin diberi kesempatan untuk mengambil keputusan

2.4.1 Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Zeithaml-Parasuraman-Berry (Arief, 2007 : 135) memberikan

indikator ukuran kepuasan pelanggan yang terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan menurut yang dikatakan pelanggan.

1. Tangibles (kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran,

(58)

2. Reliability (kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya)

3. Responsiveness(kesanggupan untuk membantu menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan pelanggan)

4. Assurance (kemampuan dan keramahan, serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan pelanggan)

5. Emphaty(sikap tegas tetapi perhatian dari pegawai terhadap pelanggan)

2.4.2 Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat

Kualitas pelayanan publik dengan partisipasi masyarakat ini terdapat didalam Permenpan N0. 13 Tahun 2009 tentang pedoman peningkatan kualitas pelayanan publik dengan partisipasi masyarakat. Metode peningkatan kualitas

pelayanan publik dengan partisipasi masyarakat ini disusun dan diterbitkan dengan tujuan untuk :

1. Menyediakan acuan praktis dalam peningkatan pelayanan publik dengan

menggunakan penglolaan pengaduan masyarakat sebagai dasar tindakan nyata perbaikan,

2. Menyediakan instruman pengembangan interaksi komunikasi yang efektif anatara penyelenggaran dan pelaksana pelayanan publik dengan masyarakat penggunanya,

3. Memberikan pedoman untuk menjamin adanya kepastian segenap organisasi penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik baik di

(59)

meningkatkan pelayanannya secara menerus dan pada akhirnya melampaui standar pelayanan minimum menuju pelayanan prima,

4. Sebagai salah satu alat bantu kerja untuk memenuhi sebagai dari keseluruhan perintah (amanat) Undang-undang Nomor : 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik.

Metode ini bermaanfaat bagi para penelenggara dan pelaksana pelayanan publik serta para pengambil keputusan (penanggung jawab pelayanan publik)

delam rangka :

1. Meraih kepercayaan publik terhadap kinerja penanggung jawab, peneyelenggara dan pelaksana pelayanan publik,

2. Menilai status kinerja pelayanan publik berdasarkan persepsi masyarakat pengguna pelayanan,

3. Meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi anatara penanggung jawab, penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik dengan masyarakat pengguna kegiatan pelayanan publik,

4. Memperkokoh dasar perencanaan kegiatan pengembangan dan penganggaran kegiatan pelayanan publik,

5. Membantu para pengambil keptutusan (kepala dinas, kepala daerah dan pimpinan dewan perwakilan rakyat) dalam mengarahkan rencana dan alokasi sumber daya pembangunan ke kebutuhan masyarakat,

(60)

2.5 Birokrasi Pelayanan Publik

2.5.1 Kinerja Birokrasi Pelayanan

Kinerja birokrasi sebenarnya dapat diihat melalui berbagai dimensi, seperti dimensi akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, responsivitas, maupun responsibilitas.

Dalam Dwiyanto (2006 : 56). Di bawah ini dijelaskan mengenai beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk melihat kinerja birokrasi, dimensi di bawah ini adalah akuntabilitas, responsivitas, dan efisiensi pelayanan.

1. Akuntabilitas dalam penyelenggaraann pelayanan publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholders. Akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dalam penelitian ini dilihat melalui indikator-indikator kinerja yang meliputi :

(1) Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Indikator tersebut mencerminkan prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa.

(2) Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terdapat masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

(3) Dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan pengguna jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.

2. Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dalam oprasionalnya responsifitas pelayanan publik dijabarkan menjadi beberapa indikator, seperti meliputi :

(1) Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir.

(2) Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa. (3) Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai refrensi bagi

perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang.

(4) Berbagai tindakan apara birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa.

(5) Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.

(61)

masyarakat pengguna jasa, output memberikan produk pelayanan yang berkualitas.

Pendapat lain dalam melihat kinerja pelayanan publik yang baik

diungkapkan oleh Ziethaml, dan Berry (1990) dalam Dwiyanto (2006 : 53) yaitu peneyelenggaraan publik yang baik dapat dilihat melalui berbagai indikator yang

sifatnya fisik, yaitu :

1. Aspek fisik pelayanan yang diberikan. 2. Fasilitas pelayanan.

3. Penampilan aparat.

4. Fasilitas kantor pelayanan.

Jika Zeithaml dkk mengungkapkan bahwa penyelenggaraan publik yang baik dapat dilihat melalui indikator yang sifatnya fisik maka berbeda dengan

Kumorotomo (1996) dalam Dwiyanto (2006 : 52) yang menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik antara lain sebagai berikut :

1. Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelyanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. 2. Efektifitas

Apakah tujuan didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai ?hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

3. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik.Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan.

4. Daya tanggap

(62)

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai kinerja pelayanan publik maka dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak aspek yang perlu dilihat dalam

memberikan penilaian mengenai kinerja pelayanan publik, karena bila melihat suatu kinerja pelayanan publik hanya berdasarkan aspek, efisiensi dan efektivitas

tentunya tidak cukup sehingga harus dilihat indikator-indikator lainnya yang juga melekat baik untuk pemberi jasa pelayanan maupun melekat pada pengguna jasa seperti akuntabilitas, responsivitas, dan keadilan. Untuk memenuhi

dimensi-dimensi di atas harus dilakukan pendayagunaan pelayanan birokrat yang perlu dilakukan berdasarkan usulan Bintoro (1997) dalam Sinambela dkk (2011 : 45-46)

pendayagunaan pelayanan aparat birokrasi melalui :

1. Pengembangan efficiency standard measurements, tolak ukur, standar unit, dan standard costperlu ditingkatkan untuk meminimalisasi unsur-unsur biaya yang tidak professional.

2. Perbaikan prosedur dan tata kerja rasional organisasiyang lebih efisien dan efektif dalam menajemen oprasional yang pro aktif.

3. Mengembangkan dan memantapkan mekanisme keorganisasi yang lebih efektif (to make coordination works).

4. Mengendalikan dan menyederhanakan birokrasi (regulatory function) dengan management by exception dan minimize body contact dalam pelayanan jasa.

Pendayagunaan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja birokrasi dan mengubah perilaku birokrat dalam memberikan pelayanan agar tercipta

pelayanan prima untuk masyarakat sehingga masyarakat tidak memandang birokrasi dengan pandangan negatif dan pandangan sebelah mata seperti selama ini, terutama pada pelayanan perizinan yang mana masih memiliki beberapa

(63)

2.6 Pelayanan Perizinan

Ada berbagai macam jenis pelayanan, namun yang akan disinggung pada

pembahasan ini adalah mengenai pelayanan perizinan, lebih khususnya akan dibahas

Gambar

Tabel 1.1
Gambar : Minimalisasi Prosedur
Tabel 3.1
Tabel 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mempertimbangkan bahwa salah satu terobosan pertama penerapan seni lukis ke dalam seni rancang busana pada tahun 1965 dilakukan terhadap karya Mondrian; dan pula kenyataan

NIM NAMA MAHASISWA NO.. NIM NAMA

JADWAL PERKULIAHAN SEMESTER III (GANJIL) TAHUN AKADEMIK 2015/2016 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA (S1). KELAS NON

Kawasan Industri Lampung (KAIL) yang menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, serta kegiatan-kegiatan baru di Tanjung Bintang antara lain adanya

Pasal 1 butir 28 KUHAP, yang menyatakan ZÁ U ^ < eterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang

Hal-hal buruk yang tidak diinginkan (seperti pasien jatuh, kesalahan menginformasikan keadaan pasien, dsb) sering terjadi ketika memindahkan pasien dari unit ini ke unit lain

Proses registrasi dilakukan agar aplikasi yang sudah digunakan oleh orang yang sudah mempunyai kesepakatan dengan pembuat aplikasi tidak dapat digunakan lagi oleh orang lain dalam

PREFEITURA MUNICIPAL DE PORTEIRINHA/MG – Alteração da data de abertura da Licitação - Pregão Presencial nº.. Advá Mendes Silva