• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. METODE PEMATANGAN SERVIKS

Pematangan serviks dilakukan sebelum dilakukannya induksi persalinan bila didapat nilai skor pelvik < 5. Beberapa metode yang umumnya dilakukan pada proses pematangan serviks ini mencakup metode farmakologi dengan menggunakan oksitosin, prostaglandin, prostaglandin analog yaitu misoprostol, mifepriston dan relaksin, metode non farmakologi seperti ramuan tumbuh-tumbuhan, minyak kastor, aktifitas seksual, stimulasi payudara dan akupuntur, metode mekanik seperti batang laminaria dan balon kateter dan metode surgikal seperti striping of the membrane, amniotomi dan injeksi hyaluronidase.1,12,15 Dari beberapa cara metode non farmakologi, hanya metode mekanik dan metode surgikal yang telah terbukti keefektifannya dalam pematangan serviks.1

a. Metode Farmakologi

1. Misoprostol 1.1. Farmakologi

Misoprostol merupakan sintetik dari prostaglandin E1 analog yang aslinya digunakan untuk penanganan tukak lambung. Obat ini mempunyai nama kimia (±) metil 11 alfa, 16-dihidrokdi-16 metil-9 oksoprost-13 E-en-1-oate, dengan rumus empiris C22H38O5dan bersifat larut dalam air.1,16,17,18

Gambar 2. Struktur kimiawi misoprostol (dikutip dari 16)

Misoprostol pada awalnya tidak digunakan sebagai obat pada saat kehamilan, tetapi pada perkembangannya penggunaan obat tersebut diketahui dapat menyebabkan kontraksi uterus pada awal kehamilan dan pada beberapa penelitian telah digunakan untuk induksi abortus, pematangan serviks dan pengobatan terhadap perdarahan pasca persalinan.Para dokter dapat menggunakan obat ini dengan terlebih dahulu melakukan informed consent kepada pasiennya.17,18

Misoprostol stabil pada suhu kamar dan stabil terhadap cahaya. Misoprostol memiliki banyak keunggulan dan mudah dipergunakan, terutama jika dibandingkan dengan preparat prostaglandin lainnya, misoprostol relatif murah, stabil, mudah disimpan dan cepat diabsorbsi sehingga banyak penelitian dilakukan berkaitan dengan penggunaannya di bidang obstetri dan ginekologi.19,20,21

1.2. Farmakokinetik dan farmakodinamik

Misoprostol dapat dijumpai dalam bentuk tablet dengan 2 sediaan yaitu 100 g dan 200 g. Misoprostol dapat diberikan secara vaginal, oral, sublingual, bukal maupun rektal. 16.17,18,19,20,21

Pada pemberian secara oral, misoprostol dengan cepat akan diabsorbsi dan akan diubah menjadi metabolisme yang aktif yaitu asam misoprostol. Konsentrasi plasma asam misoprostol akan meningkat cepat dan mencapai puncaknya dalam waktu 12 menit serta paruh waktunya 20-30 menit.17,21

Pada pemberian secara intravaginal, misoprostol diletakkan pada forniks posterior dimana konsentrasi plasma dari asam misoprostol akan mencapai puncaknya dalam waktu 60-70 menit dan akan berkurang secara perlahan-lahan. Pemberian misoprostol intravaginal akan menimbulkan puncak konsentrasi plasma yang lebih lambat dibandingkan pemberian secara oral, tetapi paparan obat secara keseluruhan akan meningkat.16,19 Pada studi

klinis, dosis optimal dan interval dari pemberian misoprostol intravaginal adalah 25 - 50 g setiap 4 – 6 jam ke dalam forniks posterior vagina.1,15,17,20 Penggunaan misoprostol lokal intravaginal secara farmakologisnya masih belum jelas, namun diperkirakan adanya beberapa akses langsung ke miometrium via kanalis servikalis atau melalui mekanisme transfer alir balik obat yang panjang dari pleksus vena perivaginal ke arteriol uterus.19

Pada pemberian secara intravaginal, efek misoprostol terhadap saluran reproduksi akan meningkat, dan efeknya terhadap saluran gastrointestinal akan berkurang.19

Teknik pemberian misoprostol dapat dilihat pada tabel berikut ini :

TABEL 2 (dikutip dari 1)

Technique for Intravaginal Application of Misoprostol Tablet

Place one fourth of a tablet misoprostol intravaginally, without the use of any gel (gel may prevent the tablet from dissolving).

The patient should remain recumbent for 30 minutes.

Monitor FHR and uterine activity continiously for at least three hours after the last misoprostol dose.

When oxytocin augmentation required, a minimum interval of three hours is recommended after the last misoprostol dose.

Not recommended for cervical ripening in patients who have uterine scar.

Misoprostol yang diberikan secara sublingual dapat digunakan dalam induksi abortus maupun pematangan serviks. Misoprostol dapat larut dalam

20 menit ketika diletakkan dibawah lidah dan konsentrasi akan mencapai puncaknya dalam waktu 30 menit. Setelah pemberian 400 µg, puncak konsentrasi misoprostol akan lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian secara oral dan intravaginal, dikarenakan absorpsi yang cepat melalui mukosa dan tidak melewati first-pass metabolisme melalui hepar.17

Pemberian secara bukal merupakan cara yang lain dalam pengggunaan misoprostol. Obat ini diletakkan antara gigi dan pipi sehinga memudahkannya untuk diabsorpsi melalui mukosa mulut. Pemberian secara bukkal efektif diberikan pada tindakan abortus dan pematangan serviks.17

Pemberian secara rektal akhir-akhir ini digunakan pada perdarahan paska persalinan. Konsentrasi plasma dari asam misoprostol akan mencapai puncaknya dalam waktu 40-65 menit, walaupun dalam penelitian lain dinyatakan bahwa konsentrasi akan mencapai puncaknya dalam waktu 20 menit.17

Zieman dkk penelitiannya melaporkan bahwa bioavailabilitas sistemik pemberian misoprostol pervaginam tiga kali lebih tinggi daripada pemberian misoprostol per oral.20

Bioavailabilitas dari misoprostol akan menurun jika diberikan bersama dengan antasida dosis tinggi dan bila diberikan bersamaan dengan diet tinggi lemak absorbsinya menjadi lambat.20

Misoprostol dimetabolisme di hepar dan kurang dari 1% metabolisme aktifnya dibuang melalui urine. Pasien dengan gangguan hepar harus menerima dosis yang lebih rendah, dan penyesuaian dosis tidak diperlukan pada pasien dengan gangguan ginjal yang tidak memerlukan dialisa. Misoprostol tidak mengganggu sistem metabolisme sitokrom P 450, suatu sistem metabolisme yang terbesar yang terdapat di hati sehingga ia tidak mempengaruhi metabolisme obat lainnya.20,21

Namun pada cara pemberian misoprostol intravaginal kadarnya dalam plasma akan menurun juga secara perlahan. Sehingga sampai 4 jam, kadar misoprostol dalam plasma masih bertahan sekitar 61%. Hal ini dapat terjadi karena pada pemberian intravaginal tidak terjadi metabolisme prasistemik oleh sistem pencernaan atau hati, seperti pada pemberian peroral.20,21

Pada kasus-kasus kematian janin dalam kandungan (KJDK) dapat diberikan misoprostol intravaginal dengan dosis sebanyak 100 g setiap 12 jam dan menunjukkan hasil yang baik dan efek samping yang minimal.20,21 Efek dari misoprostol terhadap saluran reproduksi akan meningkat, dan efek sampingnya terhadap saluran pencernaan akan berkurang bila misoprostol diberikan secara intravaginal.19,20,21

Bioavailabilitas misoprostol pada janin belum didapatkan data yang pasti. Dosis toksik misoprostol pada manusia masih belum diketahui secara pasti.16,18 Tidak ada hubungan antara kadar misoprostol dalam plasma

dengan tingkat insuffisiensi ginjal sehingga pengaturan dosis tidak diperlukan dalam hubungannya dengan gangguan ginjal.20

1.2. Efek Samping

Efek samping misoprostol yang sering dilaporkan adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, demam, dan menggigil. Efek samping ini tergantung dari dosis yang diberikan. Walaupun prostaglandin lainnya (prostaglandin E2

dan prostaglandin F2 ) dapat menyebabkan infark miokard dan bronkospasme, misoprostol tidak menimbulkan gangguan tersebut.20,21

Dosis yang tinggi ataupun interval yang dipendekkan berhubungan dengan tingginya efek samping dari misoprostol itu sendiri terutama gejala hiperstimulasi yang ditandai dengan kontraksi yang bertahan lebih dari 90 detik atau dijumpainya lebih dari 5 kontraksi per 10 menit. Resiko ini juga termasuk tachisistole yang ditandai dengan adanya 6 atau lebih kontraksi pada evaluasi per 10 menit dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, serta hipersistole yaitu kontraksi tunggal yang terjadi minimal 2 menit selama 10 menit.1,2,19,20,21

Rafaey menemukan 62% efek samping menggigil dan Amant menemukan 42% pada subjek penelitiannya.22,23 Sementara Hofmeyr hanya menemukan 19% pada subjek penelitiannya.24 Refaey juga melaporkan efek samping gastrointestinal seperti 40% pada pemberian misoprostol 800 g, 31% pada pemberian 400 g. Diare terjadi pada pemberian misoprostol 800 g sebanyak 33% dan 21% pada pemberian misoprostol 400 g.22

Lumbiganon dkk melaporkan efek samping menggigil dan pireksia sering terjadi pada pemberian misoprostol 600 g (28% dan 7,5%) dibandingkan dengan pemberian misoprostol 400 g (19% dan 2%) dan oksitosin (12,5% dan 3%). Efek samping menggigil pada pemakaian misoprostol 600 g adalah yang tertinggi.25

Amant dan Refaey pada penelitiannya juga melaporkan pengaruh misoprostol terhadap perubahan tekanan darah. Dari penelitian keduanya dilaporkan bahwa tekanan darah sistolik maupun diastolik sebelum dan sesudah melahirkan pada pemberian misoprostol tidak bermakna baik secara klinis maupun statistik.22,23

1.3. Efek teratogenik

Mengue dkk (1998) melaporkan sebanyak 2,2% bayi baru lahir telah terpapar dengan misoprostol, sedangkan Costa dan Vessey (1993) melaporkan sebanyak 11% janin intrauterin yang terpapar misoprostol mendapatkan efek teratogenik berupa defek anggota gerak dan sindroma Mobius (paralisis nervus fasialis) akibat gangguan pembekuan darah tetapi tidak ditemukan sebab akibat yang mutlak.19,26

Efek paparan misoprostol prenatal sulit dinilai. Di Brazil, sindroma Mobius tidak terdaftar dalam kelainan lahir dan insidensinya dalam populasi umum tidak diketahui.27 Pastuszak dkk (1998) menemukan adanya hubungan kuat antara misoprostol dan sindroma Mobius, sedangkan Schuller dkk

Penelitian yang dilakukan oleh The Latin American Collaborative Study of Congenital Malformation tahun 2000, dari 4673 bayi dengan malformasi kongenital dan 4980 bayi sebagai kontrol, mencatat adanya peningkatan malformasi kongenital yaitu transverse limb defects, ring-shaped constrictions of extremities, arthrogryposis, hyrdrocephalus, holoprosencephaly, dan extrophy of the bladder, tetapi bukan sindroma Mobius, pada bayi yang terpapar dengan misoprostol selama kehamilan.19

2. Oksitosin

Oksitosin pertama kali disintesis oleh du Vigneaud (1950) dari senyawa okta-peptida dan sampai saat ini dipergunakan secara luas untuk induksi persalinan.15 Secara fisiologi, persalinan yang distimulasi dengan oksitosin sama kerjanya dengan persalinan alamiah walaupun sensitivitas dan respon individual terhadap oksitosin ini berbeda-beda. Berdasarkan farmakologinya, oksitosin sintetik memberikan respon pada uterus 3 – 5 menit setelah masuk ke dalam tubuh dan dapat bertahan pada plasma selama 40 menit.29

Oksitosin mempunyai banyak keuntungan, kuat dan mudah digunakan, mempunyai waktu paruh yang pendek ( 1-5 menit) dan secara umum ditoleransi dengan baik. Dosis berkaitan dengan efek yang ditimbulkan, oleh karena oksitosin hampir sama dengan struktur vasopresin, dapat menyebabkan anti diuretikum, dimana bila diberikan dalam dosis tinggi (40 mU/menit) dapat menyebabkan intoksikasi cairan, hiperstimulasi uterus dan ruptura uteri juga dapat timbul. Untuk itu sangat diperlukan fetal heart

rate (FHR) monitoring yang berkesinambungan. Apabila timbul masalah pada FHR, dosis oksitosin dapat dipelankan atau bahkan dapat dihentikan sama sekali. Lalu posisi ibu diubah menjadi miring, pemberian oksigen dan pemberian cairan.2,21

3. PGE2

Dinoprostol (PGE2) dapat diberikan secara intravaginal maupun intraservikal merupakan obat yang secara luas digunakan untuk pematangan serviks maupun induksi persalinan. Ada 2 bentuk sediaan Dinoprostol yang beredar di pasaran, yaitu Prepidil Gel yang mengandung 0,5 mg Dinoprostol, sedangkan Cervidil mengandung 10 mg Dinoprostol.12,29 Efek samping yang paling sering timbul dari pemakaian obat ini adalah mual, muntah, diare dan demam. 1,15,21

Tabel 3. Cara pematangan serviks dengan metode farmakologi (dikutip

dari 15)

Pharmacological Cervical Ripening

Prepidil Gel 0.5mg intracervical Q 6hrs x 3

or

Cervidil 10mg will release 0.3mg /3hr remove after 12 hours

or

****Misoprostol 25mcg-50mcg per/vagina (¼ to ½ tab)

***May start with higher dose for IUFD

Bishop score < 5 Membranes intact No Regular Contractions Bishop Score > =5 Rupture of membranes *Add Pitocin 20 or 30U/1000ml to D51/2NS or LR start at 1 to 3mu/min by Increase 1 to 2mu/min Q 20 min. or until 6 contractions in 20 minutes or maximum of 42mu/min

* Pit oc in pe r inst it ut ion’s polic y a nd proc e dure /guide line M ust be c ont inuously m onit ore d

* * D/C Pit oc in w it h indic a t ion of fe t a l dist re ss or ut e rine hype rt onus * * * I nduc t ion for de live ry of int ra ut e rine fe t a l de m ise should c onsult M FM * * * * Cyt ot e c doe s not ha ve FDA a pprova l but is sugge st e d for la bor induc t ion use

Initiate Pitocin for augmentation or induction of labor

4. Mifepriston

Mifepriston adalah suatu sintetik steroid anti progesteron oral yang mengandung anti glukokortikoid. Progesteron mencegah kontraksi uteri, sedangkan kerja mifepriston adalah meniadakan aktivitas progesteron.1

Hanya sedikit informasi yang dapat menerangkan mengenai luaran bayi dan efek samping pada ibu dengan memakai preparat ini. Sediaan dari preparat ini adalah tablet yang mengandung 200 mg zat aktif anti progesteron.30

5. Relaksin

Relaksin merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan dari korpus luteum, desidua dan korion manusia. Polipeptida ini telah diteliti pada manusia, dengan menggunakan relaksin porcine yang telah dijernihkan 1-4 mg pada gel pervaginal atau endoserviks. Belum ada penelitian dalam menentukan nilai pematangan untuk serviks yang belum matang dan untuk induksi persalinan tanpa stimulasi aktivitas uterus. Dari penelitian terhadap penggunaan relaksin ini, menunjukkan bahwa dosis 1-4 mg tidak menyebabkan toksisitas maternal ataupun fetal. Penggunaan relaksin sampai saat ini masih dalam percobaan klinis, sehingga untuk sementara penggunaannya masih belum dianjurkan.1,31,32

c. Metode Non Farmakologi

Yang termasuk dalam metode non farmakologi adalah :

1. Ramuan tumbuh-tumbuhan

Beberapa suplemen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diracik sedemikian rupa untuk penggunaan pematangan serviks ini paling banyak digunakan oleh para bidan. Umumnya yang digunakan adalah evening primerose oil, black haw, black and blue cohosh dan red raspberry leaves, suplemen tersebut diatas tidak dapat dijelaskan mekanismenya dalam

proses pematangan serviks tetapi dipercaya selama bertahun-tahun untuk mempersiapkan seorang wanita dalam proses persalinan serta menimbulkan kontraksi uterus. Segala resiko dan keuntungan dari bahan-bahan diatas tidak diketahui oleh karena tidak bukti medis yang mendukung.1

2. Minyak Kastor

Penggunaan minyak kastor juga direkomendasikan sebagai salah satu cara pematangan serviks pada masa yang lalu. Mekanisme dari metode ini sampai sekarang masih belum jelas. Ada sebuah literatur yang meneliti 100 wanita sukarelawan yang mendapat minyak kastor dibandingkan yang tidak mendapat terapi. Tidak terdapat perbedaan pada keadaan obstetrik maupun hasil luaran bayi, dari wawancara, para partisipan yang mendapatkan minyak kastor mengalami mual-mual dan rasa tidak nyaman.1

3. Aktifitas seksual

Aktifitas seksual secara umum digunakan untuk memulai suatu inisiasi persalinan. Aktifitas seksual ini biasanya mencakup stimulasi pada daerah payudara, dimana hal tersebut dapat merangsang pengeluaran oksitosin. Dengan adanya penetrasi segmen bawah uterus terstimulasi yang menyebabkan pengeluaran prostaglandin. Orgasme pada wanita juga dapat menyebabkan kontraksi uterus dan semen pada pria mengandung prostaglandin yang mempunyai peranan penting pada pematangan serviks.1,31

4. Masase Payudara

Pemijatan payudara serta stimulasi puting susu menyebabkan pengeluaran oksitosin dari hipofise posterior sehingga terjadi kontraksi uterus.1,31 Metode ini dilakukan dengan memasase ringan pada salah satu puting susu atau daerah areolar mammae dengan jari ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut maka sebaiknya diberikan minyak pelicin (baby oil). Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat berlangsung ½ sampai 1 jam kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian dilakukan kembali. Sehingga dalam satu hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara secara bersamaan, karena ditakutkan terjadinya perangsangan yang berlebihan.1,14

5. Akupuntur

Teknik daripada akupuntur adalah menusukkan jarum yang sangat halus pada beberapa lokasi yang bertujuan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit. Pada sistem pengobatan tradisional Cina akupuntur dianggap menstimulasi saluran qi (diucapkan ”chee”) atau energi. Aliran energi ini mengalir sepanjang 12 meridian dengan titik-titik tertentu sepanjang meridian ini. Setiap titik diberi nama dan nomor dan dihubungkan dengan sistem organ tertentu. Pada pengobatan barat, dianggap bahwa akupuntur dan stimulasi syaraf transkutan (TENS) dapat merangsang pelepasan prostaglandin dan oksitosin. Kebanyakan penelitian yang melibatkan akupuntur tidak baik dalam metodologi penelitiannya dan tidak memenuhi kriteria untuk analisis. Diperlukan uji klinis acak untuk mengevaluasi peran dari akupuntur dan TENS pada induksi persalinan.1,31

d. Metode Mekanik

Metode mekanik telah berkembang selama bertahun-tahun dalam melakukan pematangan serviks sebelum dilakukan induksi persalinan. Hampir semua cara mekanik dalam pematangan serviks mempunyai cara kerja yang sama yaitu menstimulasi pelepasan prostaglandin. Banyak faktor resiko yang dihubungkan dengan metode ini, termasuk infeksi, perdarahan, ruptura membran, dan plasenta disruption. Yang termasuk dalam metode mekanik yaitu :

1. Laminaria

Merupakan higroskopik dilator, yang berfungsi untuk mengabsorbsi cairan pada endoserviks dan jaringan sekitarnya. Alat ini dapat menyebabkan dilatasi pada endoserviks. Produk ini dapat berupa dilator yang alami dari batang laminaria japonicum ataupun yang sintetik.1,30,32

2. Balon kateter

Ahli obstetri telah menggunakan balon kateter selama lebih dari 100 tahun untuk induksi persalinan. Barnes, pada pertengahan abad ke-19, merupakan orang yang pertamakali menggambarkan penggunaan balon kateter untuk pematangan serviks. Semenjak itu, beberapa variasi dari penggunaan balon kateter tersebut telah dikembangkan. Akhir – akhir ini pemasangan foley kateter pada intraservikal merupakan cara yang efektif untuk proses pematangan serviks.1 Pada saat ini yang paling banyak digunakan adalah kateter foley dengan ukuran balon 25-50 ml. Dari berbagai penelitian, ukuran kateter foley yang paling banyak disarankan adalah kateter foley no.18 dan pada balon diisi cairan sebanyak 30 ml yang

kemudian dimasukkan kedalam serviks sampai balon dari kateter melewati ostium uteri internum dari serviks selama waktu 8-12 jam. 32,33,34,35

Gambar 3. Cara pemasangan kateter foley (dikutip dari 35)

Pematangan serviks dengan cara ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adanya tekanan mekanis balon kateter tersebut sehingga selaput ketuban dari segmen bawah rahim (SBR) terlepas, akibatnya lisosom dalam sel-sel desidua akan terlepas, sehingga enzim litik akan dibebaskan diantaranya fosfolipase A yang berpengaruh dalam pembentukan asam arakidonat dari fosfolipid, sehingga terjadi peningkatan pembentukan prostaglandin. Bahan yang terbentuk ini akan menyebabkan perubahan fisik dan biokimiawi pada serviks dan disertai adanya tekanan mekanis akan membuat serviks menjadi semakin matang.4,5,11,3,37Beberapa peneliti telah menyarankan untuk memasang traksi di ujung kateter.5

Teknik untuk pemasangan kateter foley dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 4 (dikutip dari 1)

Technique for Placement of Balloon Dilators

The catheter is introduced into the endocervix by direct visualization or blindly by locating the cervix with the examining fingers and guiding the catheter over the hand and fingers through the endocervix and into the potential space between the amniotic membrane and the lower uterine segment.

The balloon reservoir is inflated with 30 to 50 mL of normal saline.

The balloon is retracted so that it rests on the internal os.

Additional steps that may be taken:

Apply pressure by adding weights to the catheter end.

Constant pressure: attach 1 L of intravenous fluids to the catheter end and suspend it from the end of the bed.

Intermittent pressure: gently tug on the catheter end two to four times per hour.

• Saline infusion12:

Inflate catheter with 40 mL of sterile water or saline.

Infuse sterile saline at a rate of 40 mL per hour using an infusion pump. Remove six hours later or at the time of spontaneous expulsion or rupture of membranes (whichever occurs first).

• Prostaglandin E2 infusion14

Pemasangan balon kateter merupakan kontraindikasi terhadap plasenta previa ataupun perdarahan antepartum. Kontraindikasi relatif lainnya termasuk servisitis dan ketuban pecah dini.3,36

Menurut beberapa ahli, kateter foley disebutkan memiliki keuntungan yang lebih signifikan bila dibandingkan dengan preparat prostaglandin.1 Kenyataan inilah yang menyebabkan pemakaian foley kateter dalam proses pematangan serviks menjadi meningkat. Penggunaan kateter balon dan obat farmakologi secara bersamaan telah menunjukkan keefektifan dalam pematangan serviks.36

Beberapa penelitian melaporkan efek samping dari pematangan serviks dengan menggunakan kateter foley, yang paling sering dijumpai adalah demam intrapartum atau postpartum dan perdarahan pervaginam setelah pemasangan kateter foley. Efek samping yang paling jarang ditemukan adalah ketuban pecah dini ataupun prolapsus tali pusat. 36

Akhir-akhir ini, extra-amniotic saline infusion (EASI) merupakan modifikasi yang sukses dari kateter balon dalam pematangan serviks. Dari 13 penelitian dimana kateter balon digunakan untuk pematangan serviks dengan atau tanpa EASI melaporkan bahwa metode ini dapat menambah skor Bishop dan mengurangi jarak dari induksi sampai persalinan.13,36

e. Metode Surgikal

1. Striping of the membran

Striping of the membran dapat meningkatkan aktifitas dari phospolipase A2 dan prostaglandin F2 (PGF 2 ) yang diketahui dapat menyebabkan dilatasi pada serviks dan menstimulasi prostaglandin.1,16 Caranya adalah dengan memasukkan jari telunjuk melalui serviks sehingga menyentuh selaput ketuban, lalu menggerakkan jari secara sirkuler dengan perlahan

untuk melepaskan membran yang menempel pada segmen bawah rahim.1,3,16 Resiko dari tindakan ini adalah infeksi, perdarahan, pecah ketuban secara tiba-tiba dan rasa ketidaknyamanan pada pasien. Dari review Cochrane, striping of the membrane sendiri tidak banyak memberikan efek klinis yang bermakna, tetapi bila digunakan sebagai tambahan terapi pada pemakaian oksitosin dapat mempercepat persalinan spontan.1,3

2. Amniotomi

Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan selaput ketuban baik di bagian depan (fore water) maupun di bagian belakang (hind water) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter Mc Donald klem).31

Beberapa teori mengemukakan bahwa :

o Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat membuka serviks.

o Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah di dalam rahim kira-kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim.

o Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana didalamnya banyak terdapat saraf-saraf yang merangsang kontrraksi rahim.31

Amniotomi telah terbukti dapat meningkatkan produksi prostaglandin. Resiko yang dihubungkan dengan metode ini adalah prolapsus funikuli,

kompresi funikuli, infeksi pada ibu dan janin, deselerasi DJJ, perdarahan pada plasenta previa atau plasenta letak rendah dan juga dapat menyebabkan luka pada janin.1,13 Bila setelah dilakukan amniotomi dikerjakan, 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda permulaan persalinan

Dokumen terkait