• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODOLOGI

3.3. Metode Penelitian

Jarum ose Shaker bath Spektrofotometer Cawan petri Paper disc Tabung reaksi Tabung reaksi Tabung reaksi Tabung reaksi Tabung reaksi Tabung reaksi Tabung reaksi Tabung reaksi Tabung reaksi Penangas air Air Garam dapur Larva A. salina Ekstrak sampel karang Media NB

Media agar 2 jenis bakteri uji Sampel Asam sulfat 2 N Pereaksi Dragendorff Pereaksi Meyer Pereaksi Wagner Sampel Kloroform Anhidrida asetat Asam sulfat pekat Sampel Magnesium Amil alkohol Alkohol Sampel HCl 2 N Sampel Etanol 70 % FeCl3 5 % Asam sulfat pekat Pereaksi molisch Sampel Pereaksi benedict Sampel Pereaksi biuret Sampel Larutan ninhidrin 0,1 % 3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap satu yaitu koleksi dan karakterisasi, ekstraksi bahan aktif, dan uji aktivitas antibakteri. Tahap dua, yaitu uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC), uji toksisitas menggunakan metode

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dari ekstrak kasar karang lunak Sinularia sp.

hasil transplantasi pada umur 10 bulan dan uji fitokimia untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat pada bahan.

3.3.1. Penelitian tahap satu

Penelitian tahap satu merupakan penapisan awal komponen bioaktif antibakteri dari karang lunak hasil transplantasi (Sinularia sp.) di kedalaman 3 dan 10 meter yang dipanen pada umur 10 bulan. Tahap ini terdiri dari koleksi dan karakterisasi, ekstraksi bahan aktif, dan uji aktivitas antibakteri.

(1). Koleksi dan karakterisasi

Sampel karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi diambil pada kedalaman berbeda yaitu kedalaman 3 m dan 10 m pada umur 10 bulan dari Perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu ini diambil dengan Scuba Diving pada bulan Februari 2008. Peta lokasi pengambilan sampel disajikan pada lampiran 1. Karang lunak Sinularia sp. diambil sebanyak 300-500 g/sampel, kemudian dimasukkan ke dalam plastik tahan panas yang telah diberi metanol. Berikutnya sampel tersebut ditransportasikan dalam keadaan dingin dengan menggunakan

cool box yang diberi es. Setelah sampai di laboratorium, kemudian dilakukan

proses preparasi dimana sampel karang lunak ditimbang masing-masing 100 gram pada tiap kedalaman. Penimbangan ini bertujuan untuk menentukan rendeman dari ekstrak yang didapat. Setelah ditimbang sampel karang lunak diberi label, difoto dan dikarakterisasi menurut Manupputy (2002).

(2). Ekstraksi bahan aktif sampel karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi (Rachmaniar 1995 yang dimodifikasi)

Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, yaitu metanol p.a. Diagram alir ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 17. Maserasi pertama kali dilakukan pada sampel sebanyak 100 gram yang didapatkan dari 20 koloni karang lunak transplantasi yang telah dihancurkan dan ditambahkan pelarut metanol sebanyak 200 ml selama 24 jam pada suhu ruang. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring hingga diperoleh residu dan filtrat yang diinginkan (ekstrak metanol). Filtratnya kemudian dievaporasi hingga didapatkan pelarut dan ekstrak yang terpisah (ekstrak metanol). Apabila ekstrak dalam bentuk cairan, maka dilakukan pengeringan suhu dingin (freze drying) hingga dihasilkan filtrat dalam bentuk serbuk. Setelah didapatkan filtrat dalam bentuk pasta, kemudian dimasukkan dalam botol kaca steril yang ditempatkan dalam lemari pendingin untuk menjaga agar kandungan bioaktif dari sampel tidak rusak.

Gambar 17. Metode ekstraksi bahan aktif Sinularia sp. (Rachmaniar 1995 yang dimodifikasi)

(3). Uji aktivitas antibakteri (Noer dan Nurhayati 2006)

Uji ini dilakukan terhadap sampel karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi yang telah diekstrak dengan menggunakan pelarut polar (metanol). Tahapan dari uji ini meliputi persiapan media cair, persiapan media padat, dan prosedur uji aktivitas antibakteri. Bakteri uji yang digunakan antara lain E. coli dan S. aureus. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar (Kirby-Bauer) menggunakan kertas cakram (paper disc).

Filtrat Ampas

Ekstrak Evaporasi

Ekstrak disimpan dalam lemari pendingin

Soft coral segar (100g) Dipotong kecil-kecil

Ekstrak kasar (diblender)

Maserasi dengan metanol80% (b/v) (400 ml;24 jam)

Ekstrak disaring dengan kertas saring milipore

a). Persiapan media cair

Penyegaran bakteri uji, yaitu E. coli, S. aureus menggunakan media cair

Nutrient Broth. Nutrient Broth (Oxoid) ditimbang sebanyak 0,72 gram kemudian

dilarutkan ke dalam 60 ml akuades, media tersebut dihomogenkan menggunakan

hotplate pada suhu ±100 oC, setelah homogen, bahan dipipet 9 ml kedalam tabung

reaksi dan masing-masing tabung ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil. Sebelum digunakan, media disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit. Media didinginkan di tempat yang steril pada suhu ruang.

b). Persiapan suspensi bakteri

Sebanyak satu ose bakteri uji dimasukkan ke dalam media cair yang telah dingin secara aseptik. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18 jam dengan optical density (OD) antara 0,5-0,8 (Lalitha 2004) pada panjang gelombang 600 nm.

c). Persiapan media padat

Media padat yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri, yaitu

media agar Muller Hinton. Sebanyak 11,78 gram serbuk media agar

Muller Hinton dilarutkan dalam 310 ml akuades lalu diatur pH nya menjadi 7,0.

Larutan dihomogenkan menggunakan hotplate pada suhu ± 100 oC. Larutan dipipet 20 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan masing-masing tabung ditutup menggunakan kapas dan alumunium foil. Sebelum digunakan, media disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Media didiamkan di laminar (clean bench) aseptik sampai agar membeku. Setelah membeku, media disimpan dalam refrigerator.

d). Prosedur uji aktivitas antibakteri (Noer dan Nurhayati 2006)

Sebanyak 20 ml media agar Muller Hinton dalam keadaan cair, ditambahkan 20 µl bakteri uji yang telah diukur optical density (OD) pada panjang gelombang 600 nm dengan menggunakan pipet mikro. Agar yang telah ditambahkan bakteri uji dihomogenkan dengan vortex, kemudian segera dituangkan ke dalam cawan petri steril dan digoyangkan membentuk angka delapan agar bakteri lebih menyebar secara merata atau dengan memutar cawan petri tersebut sampai semua bakteri dan media Muller Hinton tercampur merata.

Media agar tersebut didiamkan dalam clean bench aseptik selama 15 menit atau sampai agar membeku. Setelah membeku, media disimpan dalam refrigerator selama 30 menit yang bertujuan untuk menghindari resiko tumbuhnya bakteri uji lebih awal sebelum diletakkan paper disc yang diberi ekstrak karang lunak. Posisi cawan yang direfrigerasi dalam keadan terbalik ini mempunyai maksud untuk menghindari jatuhnya air yang terbentuk selama proses pembekuan agar Muller

Hinton bila cawan diletakkan dalam keadaan tidak dibalik yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan bakteri uji pada media Muller Hinton.

Setiap paper disc diberi ekstrak dengan konsentrasi 15.000 ppm sebanyak 20 µl sehingga didapat konsentrasi eksrak per paper disc sebesar 300 µg, ekstrak dipipet 10 µl sebanyak dua kali untuk setiap paper disc dengan menggunakan pipet mikro. Kemudian paper disc dibiarkan sampai mengering atau pelarutnya menguap dalam clean bench steril. Contoh perhitungan penentuan konsentrasi ekstrak per disk disajikan pada Lampiran 2.

Setelah 30 menit, masing-masing paper disc diletakkan dalam cawan petri berisi agar dan bakteri yang telah direfrigerasi tadi dengan menggunakan pinset yang telah disterilkan terlebih dahulu, kemudian disimpan kembali dalam refrigerator selama kurang lebih 30 menit dengan posisi cawan terbalik. Selanjutnya, cawan tersebut diinkubasi dalam keadaan terbalik selama 18-20 jam dengan suhu 37 oC. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dengan mengamati zona hambatan yang terbentuk di sekeliling paper disc. Antibakteri dikatakan positif jika terbentuk zona hambatan berupa zona bening di sekeliling paper disc dan antibakteri negatif ditandai dengan tidak terbentuknya zona bening. Setelah diketahui diameter zona hambat yang terbentuk pada cawan petri, kemudian diukur lebarnya zona hambat yang terbentuk dengan menggunakan penggaris atau alat ukur yang lain. Besarnya diameter zona hambat diukur dengan cara mengurangi diameter zona hambat yang terbentuk pada cawan petri uji dengan diameter paper disc. Setelah diameter zona hambat diukur kemudian dilakukan proses dokumentasi terhadap hail ujiMetode uji penapisan awal seyawa antibakteri dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Tahapan uji penapisan awal antibakteri (Noer dan Nurhayati 2006)

3.3.2. Penelitian tahap dua

Penelitian tahap dua merupakan penelitian terhadap sampel karang lunak

Sinularia sp. dengan perlakuan kedalaman berbeda (mempunyai aktivitas

antibakteri terbaik) pada penelitian tahap satu. Penelitian tahap dua ini terdiri dari identifikasi sampel, uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC), dan uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan uji fitokimia.

Inokulasi bakteri (20 µl) kedalam 20 ml media cair

Zona bening

Penghomogenan dengan vortex

Penuangan agar ke dalam cawan petri steril

Pendinginan selama 15 menit (sampai agar beku)

Peletakkan ke refrigerator dalam Keadaan terbalik selama 30 menit

Paper disc diberi ekstrak

20 µl konsentrasi 15.000 ppm

Paper disc diletakkan di cawan petri yang

berisi bakteri uji

Inkubasi suhu 37 °C selama 18-20 jam dalam posisi terbalik

(1). Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Meyer et al. 1982, McLaughlin Rogers 1998 dan Carballo et al. 2002)

Secara umum metode BSLT dilakukan untuk memprediksi toksisitas suatu bahan dan digunakan untuk mendeteksi toksin fungal, logam berat, toksin sianobakteria, dan aktivitas pestisida. Metode ini biasanya dilakukan dalam uji pendahuluan untuk penapisan aktivitas farmakologis pada produk alam (Carballo et al. 2002 ; Guerrero et al. 2004). Diagram alir dari uji toksistas BSLT dapat dilihat pada Gambar 19

Gambar 19. Diagam alir uji toksisitas dengan A. salina (McLaughlin 1998) Pada uji ini digunakan larva A. salina sebagai hewan uji. Mula-mula telur

A. salina diteteskan di dalam air laut buatan (38 gram garam dapur dalam 1000 ml

air biasa) di bawah lampu TL 40 watt. Setelah 48 jam telur menetas menjadi naupli instar III/IV yang bentuknya seperti berudu dengan ukuran rata-ratanya

20 mg telur A. salina

LC50

Pemasukan dalam 500 ml air laut 38 ppt, pH 7,5

Pencahayaan 48 jam (sampai menetas)

Pemasukan 10 ekor A. salina ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml air laut yang tercampur

ekstrak 1000, 100, 10 ppm dan kontrol

Pencahayaan 24 jam

Pengamatan dan penghitungan A.salina yang

mati Penentuan LC50

sekitar 1 cm yang siap digunakan sebagai hewan uji. Larva A. salina dimasukkan sebanyak 10 ekor larva A. salina ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan ekstrak sampel dengan konsentrasi 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm dan ditambahkan air laut buatan sampai volume 5 ml. Air laut buatan tanpa pemberian ekstrak (0 ppm) digunakan sebagai kontrol. Setiap perlakuan serta kontrol dibuat tiga kali ulangan. Semua tabung reaksi diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam di bawah penerangan lampu TL 40 watt. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah A. salina yang mati pada tiap konsentrasi. Penentuan harga LC50 (ppm) dilakukan dengan menggunakan analisis probit dan persamaan regresi. Tabel probit disajikan pada lampiran 3 dan contoh perhitungan penentuan LC50 disajikan pada lampiran 4. Bila masing-masing ekstrak yang diuji kurang dari 1000 µg/ml maka dianggap menunjukkan aktivitas biologik (Anderson 1991).

(2). Uji Minimum Inhibitory Concentration (modifikasi Lopez et al. 1993)

Minimum Inhibitory concentration (MIC) dilakukan untuk mengetahui

konsentrasi minimum dari tiap ekstrak untuk dapat menghambat aktivitas pertumbuhan dari bakteri uji, beberapa tahapan dalam proses MIC, yaitu prekultur bakteri uji, dan perhitungan MIC.

(a). Prekultur bakteri uji

Prekutur dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri uji sebanyak 1 ose dan dimasukkan dalam media LB kemudian diinkubasi dalam shaker bath

pada suhu ruang dan diukur OD menggunakan spektrofotometer dengan

λ=600 nm. Prekultur dilakukan bertujuan untuk mendapatkan suspensi bakteri uji

dengan OD antara 0,5-0,8 (Lalitha 2004).

(b). Perhitungan MIC

Ekstrak karang lunak hasil penapisan yang mempunyai aktivitas penghambatan yang cukup tinggi dilanjutkan dengan penentuan MIC. Metode yang digunakan adalah metode difusi agar. Caranya, yaitu menyiapkan cawan petri yang berisi medium agar yang telah diinokulasi dengan mikroorganisme yang masing-masing terdiri dari E. coli, dan S.aureus menggunakan metode tuang. Setelah itu sejumlah paper disc atau kertas cakram steril yang telah berisi

zat anti bakteri dengan konsentrasi berbeda-beda diletakkan diatas permukaan agar tersebut dan diinkubasi selama waktu 18 jam. Selama inkubasi zat anti mikroba akan terdifusi atau tersebar dari paper disc atau kertas cakram steril yang telah berisi zat antibakteri dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Tiap paper disc diberi konsentrasi ekstrak yang berbeda-beda dimulai dari konesntrasi yang rendah sampai tinggi dengan tujuan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa bakteri uji dapat terhambat pertumbuhannya. Konsentrasi pada uji MIC dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Konsentrasi pada uji MIC (dalam satuan yang berbeda) Konsentrasi ekstrak

(ppm)

Konsentrasi ekstrak per paper disc (µg)

Konsentrasi kloramfenikol (ppm) Konsentrasi kloramfenikol per paper disc (µg) 20.000 400 20.000 400 18.000 360 18.000 360 16.000 320 16.000 320 14.000 280 14.000 280 12.000 240 12.000 240 10.000 200 10.000 200 2000 40 2000 40 200 4 200 4 3. Uji fitokomia

Identifikasi senyawa kimia yang berperan sebagai antibakteri dalam karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi dengan perlakuan kedalaman yang berbeda dilakukan terhadap senyawa-senyawa, yaitu alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, molish, benedict, biuret, dan ninhidrin.

(a). Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner, dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff.

Pereaksi Meyer dibuat dengan menambahkan 1,36 raksa klorida dengan 0,5 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna.

Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambah 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat.

Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran antara 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga.

(b). Steroid/triterpenoid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering, lalu kedalamnya ditambahkan 10 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali, kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

(c). Flavonoid

Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran HCl 37 % dan etanol 95 % dengan volume sama) dan ditambahkan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

(d). Saponin (uji busa)

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya senyawa saponin.

(e). Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3)

Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70 %. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5 %. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan.

(f). Uji molisch

Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan.

(g). Uji benedict

Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.

(h). Uji biuret

Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambah 4 ml pereaksi biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya senyawa peptida.

(i). Uji ninhidrin

Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1 %. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru manunjukkan reaksi yang positif terhadap adanya asam amino.

3.4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Pada uji aktivitas antibakteri yakni memilih sampel karang lunak

Sinularia sp. yang memiliki zona hambat terbaik terhadap empat bakteri uji,

kemudian karang lunak yang terpilih di uji lanjut pada uji MIC dan uji toksisitas. Pada uji MIC, nilai MIC ditentukan dengan menentukan konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada uji toksisitas, penentuan harga LC50 dilakukan dengan menggunakan analisis probit menggunakan tabel probit (Fisher dan Yates diacu dalam Akhila et al. 2007) dan persamaan regresi menggunakan microsoft excel 2003.

Dokumen terkait