• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Tahap Satu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Tahap Satu

Penelitian tahap satu terdiri dari koleksi dan karakterisasi, ekstraksi senyawa

bioaktif, dan uji antibakteri menggunakan dua bakteri uji yang mewakili bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, yaitu S. aureus dan E. coli.

4.1.1. Koleksi dan karakterisasi

Sampel karang lunak hasil transplantasi dikoleksi dari Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu tepatnya pada daerah Area Perlindungan Laut (APL) pada titik koordinat 06045’,6” LS dan 106032’,45” BT diambil dengan menggunakan peralatan Scuba Diving pada kedalaman 3 m dan 10 m. Karang lunak hasil transplantasi ini diambil di rak-rak yang sengaja dibuat sebagai media pertumbuhan, setelah itu dimasukkan ke dalam plastik tahan panas yang telah berisi metanol sampai terendam dan ditransportasikan dalam keadaan dingin. Foto dari karang lunak hasil transplantasi ini dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan hasil karakterisasi bentuk, warna, dan morfologi (Manuputty 2002) jenis karang lunak yang ditransplantasikan ini adalah jenis Sinularia sp. Hasil identifikasi dari karang lunak Sinularia sp. mempunyai bentuk polip Autosoid, bentuk pertumbuhannya merambat (encrusting), bentuk kapitulumnya bertangkai pendek, warnanya coklat muda, dan daerah penyebarannya pada kedalaman kurang dari 20 m (Manuputty 2002).

Sinularia sp. termasuk famili Alcyoniidae. Karang lunak ini umumnya ditemukan pada daerah rataan terumbu sampai kedalaman 20 meter. Beberapa jenis hanya ditemukan pada kedalaman tertentu saja (15-20 meter). Karang lunak ini mempunyai polip monomorfik, yaitu tidak mempunyai sifonoid dan retraktil. Koloninya bertangkai dan merambat (encrusting). Mempunyai kapitulum lebar, lobata pada yang merambat, yang bertangkai digitata, aborescen atau glomerata. Tangkai berwarna senada dengan kapitulum, kecuali Sinularia flexibilis tangkainya berwarna putih, kapitulum lentur, dan berwarna krem. Warna koloni krem, coklat muda atau abu-abu. Anggota dari marga Sinularia sangat banyak sehingga untuk membedakan jenis yang satu dengan yang lainnya tidak cukup

hanya dengan ciri-ciri morfologinya saja. Untuk itu harus dibedakan dari bentuk sklerit atau spikulanya (Manuputty 2002).

(a) Sinularia sp. (3 m) atas air (b) Sinularia sp. (3 m) bawah air

(c) Sinularia sp. (10 m) atas air (d) Sinularia sp. (10 m) bawah air Gambar 20. Foto karang lunak Sinularia sp. pada dua kedalaman berbeda (3 m

dan 10 m)

Transplantasi atau fragmentasi karang lunak yang dikembangkan ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan jumlah karang lunak yang ada di alam, sebagai salah satu cara untuk mendapatkan karang lunak komersial tanpa merusak alam, dan mengkaji kandungan bioaktif yang terdapat didalamnya. Selain ditumbuhkan di alam, fragmentasi atau transplantasi karang lunak dapat pula dilakukan di kolam terkontrol. Sampai saat ini parameter yang diamati pada karang lunak hasil transplantasi adalah tingkat pertumbuhan, reproduksi dan kandungan senyawa bioaktifnya. Jenis karang lunak yang biasanya ditransplantasikan adalah dari genus Sinularia, Lobophytum, Sarcophyton,

Gorgonian, dan Dendronephtya (Oren dan Benayahu 1997). Penempatan rak

transplantasi biasanya ditempatkan pada kedalaman 3 meter dan 10 meter dengan dasar kedalaman 1-5 meter merupakan kategori kedalaman dangkal untuk pertumbuhan karang lunak dan kedalaman 6-10 meter merupakan kategori kedalaman dalam bagi pertumbuhan karang lunak (English et al. 1994).

Data pendukung berupa hasil analisa kualitas air yang dilakukan di lapangan dan di laboratorium dari penelitian Nugroho (2008) terlihat pada Tabel 7 merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi.

Tabel 7. Hasil analisis kualitas air perairan tempat transplantasi karang lunak

Sinularia sp di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Parameter Satuan man (m) Kedala- Pengamatan Bulan ke- Kisaran Baku mutu

I II III IV V VI Suhu ºC 3 28.3 28.5 29.3 29.1 29.3 28.9 28,3-29,3 28-30 10 27.8 27.5 27.4 27.3 27.1 27.3 27,1-27,8 Kecerahan meter 3 4.3 3 3 1 1 1-4,3 > 5m Keasaman (pH) - 3 8 7.5 - - - - 7.5-8 7-8,5 10 8 8 - - - - 8 Oksigen terlarut (DO) mg/l 3 5.24 5.44 5.77 5.57 5.54 5.64 5,24-5,77 > 5 10 5.65 5.24 5.73 5.69 5.67 5.24 5,24-5,73 Salinitas 3 33 32 - - - - 32-33 33-34 10 33 32 - - - - 33-33 Nitrat mg/l 3 0.001 <0.005 <0.005 0.008 0,09 <0.005 <0,005-0,09 0.008 10 0.09 0.007 <0.005 0.011 0.09 0.011 <0,005-0,09 Nitrit mg/l 3 0.005 0.165 <0.005 0.020 0,007 0,005 <0,005-0,165 - 10 0.007 0.124 0.133 0.051 0 0.007 0,004-0,124 Fosfat mg/l 3 0.001 0.978 0.009 0.008 0.01 0.001 0,001-0,978 0.015 10 0.014 0.843 0,018 0.038 0.01 0.04 0,009-0,843 Arus permukaan cm/s 26.27 19.2 19.17 20.12 - - 19,17-26,27 - Sumber : Nugroho (2008)

Catatan : 1. Pengamatan parameter fisika-kimia perairan dilakukan dari bulan Juli – Desember 2007.

2. Baku mutu merujuk pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang baku mutu kualitas air untuk biota laut No. 179 tahun 2004.

Tabel 7 memperlihatkan hasil pengamatan parameter fisika-kimia perairan. Suhu, salinitas, dan derajat keasaman (pH) memperlihatkan kisaran fluktuasi yang kecil. Hal ini terjadi karena pada saat pengamatan berlangsung masih dalam musim yang sama yaitu musim timur. Kisaran tersebut berada pada kisaran aman untuk kehidupan di ekosistem terumbu karang.

Kisaran suhu yang diperoleh dari penelitian ini pada kedalaman 3 m adalah 28,3 – 29,3 ºC sedangkan pada kedalaman 10 m kisarannya adalah 27,1 - 27,8 ºC.

Kisaran suhu pada kedalaman 3 m berada di atas kisaran suhu yang mendukung pertumbuhan optimum, karena menurut Birkeland (1997) karang akan tumbuh optimum pada kisaran suhu 26 -28 ºC. Walaupun demikian, kisaran suhu yang diperoleh dari penelitian ini masih dalam kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan karang.

Arus sebagai salah satu parameter fisik yang diukur memiliki peranan dalam memindahkan sedimen yang menempel pada karang maupun yang ikut melayang dalam kolom perairan. Arus juga berperan dalam pemindahan nutrien, larva dan sedimen (Tomascik et al., 1997). Arus pada lokasi penelitian berkisar antara 19,17 cm/dt – 26,27 cm/dt. Arus pada lokasi penelitian ini dipengaruhi oleh pasang surut di daerah penelitian.

Kecerahan pada lokasi penelitian berkisar antara 1,0 – 4,3 meter. Hal ini menunjukan kecerahan pada lokasi penelitian kurang baik, karena menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 179 Tahun 2004, baku mutu kecerahan untuk kehidupan biota adalah lebih dari 5 meter. Kecerahan mempangaruhi cahaya yang masuk dalam perairan. Cahaya dibutuhkan oleh zooxanthellae yang bersimbiosis dengan karang lunak pada proses fotosintesis. Tetapi menurut Fabricius (2001) ada beberapa karang lunak yang dapat tumbuh pada perairan yang cukup keruh seperti Sinularia, Lobophytum, Sarcophyton dan

Klixum.

Nutrien, seperti nitrit, nitrat dan fosfat, mempengaruhi pertumbuhan alga di ekosistem terumbu karang. Alga akan cenderung tumbuh lebih baik pada perairan yang kaya akan nutrien. Pada Tabel 2, hasil pengukuran kandungan nitrit, nitrat dan fosfat cenderung lebih tinggi di kedalaman 10 meter daripada di kedalaman 3 meter. Hasil tersebut mengakibatkan pada rak transplantasi di kedalaman 10 meter lebih banyak ditumbuhi alga.

4.1.2. Ekstraksi komponen bioaktif

Tahap ekstraksi merupakan tahap awal penapisan komponen bioaktif dari

sampel karang lunak hasil transplantasi di alam. Ekstraksi secara harfiah artinya adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang menjadi sumber komponennya. Ekstraksi menggunakan pelarut dapat digolongkan

menjadi dua cara, yaitu fase cair dan fase organik. Fase cair biasanya dilakukan dengan air sebagai pelarut, sedangkan cara fase organik dilakukan dengan pelarut organik. Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan melakukan pemisahan bahan yang telah diekstrak. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode ekstraksi biasa (metode modifikasi Rachmaniar 1995). Metode ini merupakan metode fase organik karena dalam prosesnya digunakan pelarut organik, yaitu berupa metanol.

Tahap ekstraksi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam larutan dengan atau tanpa pengadukan yang disebut dengan maserasi. Pelarut yang digunakan adalah metanol p.a karena diduga Sinularia sp. mempunyai kandungan senyawa polar. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Fikri (2007) dan Gunawan (2007) yang melakukan proses ekstraksi bertingkat pada lima jenis karang lunak hasil alam termasuk Sinularia sp. Ekstrak dengan rendemen dan hasil uji aktivitas yang terbaik adalah yang diekstrak dengan pelarut metanol. Proses maserasi dilakukan selama 2x24 jam dengan pengadukan menggunakan

water shaker bath, tujuannya agar terjadi tumbukan antara partikel yang dapat

memperbesar kemungkinan pengikatan dan pemecahan sel sehingga komponen bioaktif dapat keluar dari jaringan dan larut dalam pelarut.

Tahap selanjutnya, yaitu tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel karang lunak dari pelarut yang telah mengandung bahan aktif. Untuk memisahkan pelarut dari senyawa bioaktif yang terikat, maka dilakukan evaporasi dengan suhu 37 0C. Penggunaan suhu evaporator vakum yang tidak terlalu tinggi (30-40) 0C bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa bioaktif (Harborne 1987).

Rendemen hasil ekstraksi terhadap dua sampel karang lunak Sinularia sp. pada kedalaman 3 dan 10 meter dengan menggunakan pelarut metanol dapat dilihat pada Gambar 20. Bobot dari ekstrak kedua jenis sampel karang lunak

Sinularia sp. digunakan untuk mengetahui nilai rendemen. Rendemen merupakan

perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot awal yang digunakan dan dinyatakan dalam persen (%). Rendemen dari kedua karang lunak

Sinularia sp. disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 21. Data

rendemen ekstrak komponen bioaktif disajikan pada Lampiran 5.

Gambar 21. Rendemen dari karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi pada dua kedalaman berbeda

Berdasarkan Gambar 21 diketahui bahwa rendemen terbesar dari karang lunak Sinularia sp. adalah pada kedalaman 3 meter yaitu sebesar 1,56 %, sedangkan ekstrak pada kedalaman 10 meter sebesar 1,38 % yang diekstrak menggunakan pelarut polar (metanol). Hart (1987) menjelaskan bahwa pelarut metanol mempunyai berat molekul yang rendah sehingga memudahkan pembentukan ikatan hidrogen dan air pada jaringan sampel, sehingga banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder (Lenny 2006). Penggunaan metanol sebagai pelarut tunggal untuk mengekstrak kandungan senyawa bioaktif

Sinularia sp. hasil transplantasi juga didasarkan pada hasil penelitian Fikri (2007)

dan Gunawan (2007) yaitu dari kelima jenis sampel karang lunak yang diekstrak dengan tiga jenis pelarut yang berbeda, yaitu pelarut polar (metanol), semi polar (etil asetat) dan non polar (heksana), pelarut polar (metanol) mempunyai nilai rendemen yang terbesar yang menandakan bahwa banyak bahan senyawa dari sampel yang larut dalam metanol dan hasil uji aktivitas antibakteri yang terbaik.

Perbedaan rendemen karang lunak Sinularia sp. yang ditransplantasikan pada dua kedalaman berbeda diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana karang lunak ditumbuhkan. Berikut merupakan data hasil pengukuran

pertumbuhan Sinularia sp. selama ditransplantasikan yang disajikan dalam bentuk histogram hasil penelitian Nugroho (2008) dari bulan Juni-Desember 2007.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 Ju n i Ju li A g u tu s S ep te m b er O k to b er N o v em b er D es em b er Ju n i Ju li A g u tu s S ep te m b er O k to b er N o v em b er D es em b er 3 meter 10 meter Kedalaman R a ta -r a ta u k u ra n f ra g m e n (c m ) Panjang Lebar

Gambar 22. Histogram ukuran Sinularia sp. hasil transplantasi pada dua kedalaman berbeda (sumber : Nugroho 2008)

Rata-rata ukuran panjang dan lebar Sinularia sp. meningkat secara bertahap. Pada kedalaman 3 meter diperoleh hasil yang cenderung lebih baik daripada pada kedalaman 10 meter. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain, adalah (a) pada kedalaman 3 meter karang lunak yang ditransplantasikan memperoleh cahaya yang cukup; (b) pada kedalaman 3 meter masih terkena gelombang sehingga banyak mendapat suplai oksigen. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah pada kedalaman 10 meter rak transplantasi cenderung lebih banyak ditumbuhi oleh alga sehingga terjadi kompetisi ruang antara karang lunak yang ditransplantasi dengan alga yang tumbuh pada rak (Gambar 23).

Alga

Gambar 23. Kompetisi antara alga dan karang lunak yang ditransplantasikan. Pertumbuhan mutlak Sinularia sp. pada kedalaman 3 meter lebih baik daripada pada kedalaman 10 meter. Pertumbuhan mutlak panjang Sinularia sp. pada kedalaman 3 meter adalah 1,61 cm, sedangkan untuk kedalaman 10 meter adalah 1,23 cm. Pertumbuhan mutlak lebar Sinularia sp. pada kedalaman 3 meter adalah 1,89 cm, untuk kedalaman 10 meter adalah 1,37 cm (Nugroho 2008).

Berdasarkan hasil pengukuran pertumbuhan panjang dan lebar karang lunak

Sinularia sp. kedalaman 3 meter mempunyai pertumbuhan yang lebih baik

daripada kedalaman 10 meter. Hasil pengukuran tersebut mempunyai korelasi positif dengan nilai rendemen, dimana Sinularia sp. kedalaman 3 meter rendemennya lebih besar daripada kedalaman 10 meter. Murniasih (2003) menyebutkan bahwa tingkat keragaman dari senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh mahluk hidup yang hidup di laut dipengaruhi oleh lingkungan dimana mahluk tersebut hidup yakni, seperti kadar garam (salinitas), intensitas cahaya, arus, suhu, pH, kecerahan, dan kompetisi dengan orgainsme lain.

4.1.3. Uji aktivitas antibakteri

Suatu antibakteri/antibiotik dikatakan mempunyai aktivitas terhadap bakteri jika mempunyai ketentuan kekuatan sebagai berikut, luas daerah hambatan 20 mm atau lebih masuk kategori sangat kuat, daerah hambatan antara 10-20 mm masuk kategori kuat, daerah hambatan antara 5-10 mm masuk kategori sedang dan daerah hambatan 5 mm atau kurang masuk kategori lemah (Davidstout 1971).

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi dilakukan dengan menguji aktivitasnya terhadap dua bakteri yang mempunyai sifat patogen uji yaitu E. coli dan S. aureus yang merupakan

perwakilan dari bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Pada pengujian aktivitas antibakteri terhadap dua bakteri uji ini digunakan konsentrasi ekstrak dan kontrol sebesar 300 µg/disk. Hasil pengujian aktivitas daya hambat dari ekstrak karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi terhadap dua jenis bakteri patogen disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Aktivitas daya hambat ekstrak Sinularia sp. pada konsentrasi 300

µg/disk.

Karang lunak Bakteri

Diameter zona hambat

Ekstrak metanol Kontrol

(kloramfenikol)

Sinularia sp. (3 m) E. coli - 10 mm

S. aureus - 12 mm

Sinularia sp. (10 m) E. coli 1,1 mm 12 mm

S. aureus 2 mm 14 mm

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa ekstrak karang lunak hasil transplantasi Sinularia sp. pada kedalaman 3 meter tidak mempunyai aktivitas antibakteri yang ditunjukkan dengan tidak adanya daya hambat. Ekstrak karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi pada kedalaman 10 meter memiliki aktivitas antibakteri yang lemah terhadap kedua jenis bakteri patogen yang diuji yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 1,1 mm untuk bakteri E. coli dan diameter zona hambat sebesar 2 mm untuk bakteri S. aureus.

Perbedaan aktivitas antibakteri dari kedua jenis ekstrak karang lunak hasil transplantasi ini terhadap dua perwakilan bakteri gram positif dan negatif yang bersifat patogen diduga karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana karang lunak ini ditumbuhkan, yaitu pada kedalaman 3 meter didukung oleh faktor lingkungan yang lebih baik untuk pertumbuhan bila dibandingkan di kedalaman 10 meter seperti pada hasil analisa kualitas air, pengukuran pertumbuhan, dan rendenmen Hal ini mengakibatkan karang lunak yang ditransplantasikan di kedalaman 10 meter lebih banyak menggunakan energi dalam tubuhnya untuk bertahan hidup pada kondisi yang lingkungan yang kurang kondusif dengan memproduksi metabolit sekunder untuk bertahan hidup dibandingkan untuk

pertumbuhannya. Soedharma et al. (2008) yang melakukan penelitian tentang kandungan senyawa bioaktif spons laut pada dua kedalaman berbeda yaitu 7 meter dan 15 meter menunjukkan bahwa pada kedalaman 15 meter rata-rata nilai diameter zona hambatnya lebih besar dari pada di kedalaman 7 meter. Menurut hasil penelitian Hans (2004) diketahui bahwa senyawa bioaktif ekstrak organisme laut yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan yang rendah berbeda dengan senyawa bioaktif ekstrak organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan yang tinggi dalam hal kemampuan menghasilkan metabolisme sekunder. Mahluk hidup yang hidup pada lumgkungan yang tingkat gangguannya tinggi kandungan senyawa bioaktif yang lebih besar daripada organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan rendah.

Hasil penelitian Gunawan (2007) yang melakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak kasar karang lunak Sinularia sp. dengan pelarut metanol terhadap dua bakteri patogen E. coli dan S. aureus menunjukkan nilai hambat sebesar 2 mm pada bakteri E. coli dan 5 mm pad bakteri S. aureus. Perbedaan diameter zona hambat ekstrak kasar Sinularia sp. hasil alam dengan transplantasi ini diduga karena pada hasil transplantasi yang berumur 10 bulan ini energi yang ada lebih banyak dipakai untuk pertumbuhan dan memperbaiki bagian tubuh yang luka akibat perlakuan awal saat proses transplantasi. Gambar 24 dan 25 menunjukkan besarnya diameter zona hambat pada ekstrak kasar karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi pada kedalaman 3 dan 10 meter terhadap dua jenis bakteri patogen E. coli dan S. aureus.

(A) (B)

Gambar 24. Hasil uji aktivitas antibakteri karang lunak Sinularia sp hasil transplantasi kedalaman 3 meter terhadap bakteri (A) E. coli (B) S. aureus

(A) (B) Gambar 25. Hasil uji aktivitas antibakteri karang lunak Sinularia sp. hasil

transplantasi kedalaman 10 meter terhadap bakteri (A) E. coli

(B)S. aureus

Dokumen terkait