• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Kerangka Pemikiran

Umumnya pemanfaatan sumberdaya di perairan Gugus Pulau Nain adalah budidaya rumput laut. Pemanfaatan yang tidak terkendali telah mendorong timbulnya penurunan produksi rumput laut. Kondisi ini menunjukkan bahwa sumberdaya perairan tersebut belum dikelola secara berkelanjutan, apabila dibiarkan akan terjadi penurunan produksi berulang kali yang nantinya berpengaruh terhadap keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya itu sendiri. Ini juga akan berdampak pada penurunan kesejahteraan pembudidaya rumput laut.

Dalam usaha budidaya rumput laut perlu diterapkan suatu pengelolaan yang tepat dengan memperhatikan sumber dan jenis bibit, kesesuaian lahan, mencegah penurunan kualitas perairan, dan dampak ekonominya sehingga akan meningkatkan produktifitas usaha budidaya. Pada prinsipnya, penelitian ini untuk mendapatkan suatu informasi pengelolaan usaha budidaya rumput laut berdasarkan berbagai kriteria yang mencakup aspek biologi, ekologi dan sosial ekonomi. Skema kerangka pemikiran penelitian seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian.

Perikanan Tangkap Perikanan

Budidaya

KJA Rumput laut

Tidak diteliti Metode Produksi turun 1.Primer 2. Sekunder 1.Uji tumbuh 2. Kualitas air 3. Sosek 1.Pertumbuhan 2. Kesesuaian 3. Daya dukung 4. CBA Pengalaman meneliti Data & Info

Jenis data

Untuk para pengambil kebijakan dan pengusaha

Penelitian

Manfaat

5. DEA

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap di Gugus Pulau Nain, Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Gambar 5).

Tahap I : Uji pertumbuhan rumput laut, diikuti dengan pengamatan parameter kualitas air. Pada tahap ini dilakukan juga wawancara dengan berpedoman pada kuisioner. Tahap ini dilakukan mulai Januari 2007

–Juni 2008.

Tahap II : Monitoring dan evaluasi lewat uji pertumbuhan rumput laut serta pengamatan kualitas air yang dilakukan pada bulan Mei – Agustus 2009 dan Juni – September 2010.

Tahap III : Pengamatan distribusi potensi bahan pencemar serta pengamatan parameter kualitas air di sekeliling Perairan Gugus Pulau Nain. Pada tahap akhir ini dilakukan juga wawancara yang berpedoman pada kuisioner. Tahap ini dilakukan pada bulan Mei 2011.

Sumber: modifikasi dari Google maps 2011 (not to scale)

Gambar 5 Lokasi penelitian dan titik-titik pengamatan.

Tahap I : Pertumbuhan rumput laut dan pengamatan kualitas air di areal

budidaya rumput laut (2007 – 2008).

Pertumbuhan rumput laut dan pengamatan kualitas air di luar areal

budidaya rumput laut (2007 – 2008).

Tahap II : Evaluasi dan monitoring 2009 dan 2010.

Tahap III : Pengamatan distribusi potensi bahan pencemar di perairan (2011).

Pengamatan kualitas air sekeliling pulau (2011).

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Jenis data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung pada lokasi penelitian melalui uji pertumbuhan rumput laut, pengukuran parameter kualitas air, dan kuisioner. Data sekunder dilakukan melalui penelusuran pustaka dari jurnal dan laporan penelitian, serta data dari instansi terkait. Jenis data penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis data primer dan sekunder penelitian

No Jenis Data Parameter Alat/Metode 1 2 3 Biologi rumput laut Data fisika Data kimia -Pertambahan berat (g) -Biota pengganggu - Kedalaman (m) - Kecerahan (m) - Keterlindungan - Kec. arus (cm/detik) - Substrat dasar perairan - Suhu (0C) - Salinitas (ppt) - TSS (mg/l) - Derajat keasaman/pH - Nitrat (mg/l) - Fosfat (mg/l) - Tali panjang - Buku identifikasi

- Batu duga/data sekunder - Pinggan secchi

- Visual & wawancara - Layang-layang(drift float) - Visual & wawancara - Termometer - Salinometer - Laboratorium Baristand - pH meter - Spektrofotometer (Lab.) - Spektrofotometer (Lab.) 4 Budidaya rumput laut - Wawancara - Data sekunder - Kuisioner - Instansi terkait 5 Sosial – ekonomi - Wawancara - Data sekunder - Kuisioner - Instansi terkait 3.3.2 Pengambilan data 1) Pertumbuhan rumput laut

Penelitian ini untuk mendeskriptifkan keadaan yang aktual dan mengkaji penyebab dari gejala tertentu dengan tujuan mendapatkan data pengembangan usaha budidaya rumput laut. Kajian survei dan percobaan melalui analisis ekologis dan biologis rumput laut Kappaphycus alvarezii yang digunakan sebagai bibit di Perairan Gugus Pulau Nain.

a) Uji pertumbuhan rumput laut dimulai pada bulan Januari 2007 – April 2008, dilakukan percobaan sebanyak 9 siklus penanaman (9 kali panen), masa pemeliharaan membutuhkan waktu selama 45 hari (6 minggu).

b) Percobaan dilakukan pada 5 stasiun pengamatan di areal budidaya (rataan karang) dan 5 stasiun di luar areal budidaya (lereng karang) dengan menempatkan satu unit wadah budidaya di masing-masing stasiun (Gambar 6). c) Rumput laut uji adalah Kappaphycus alvareziiyang sering disebut ’Cottonii’. d) Uji pertumbuhan dengan beda kedalaman yaitu: di permukaan (0 cm), 50 cm

dan 100 cm di bawah permukaan air.

e) Percobaan lanjutan sebagai monitoring dan evaluasi dilakukan pada bulan Mei

–Agustus 2009 di areal budidaya di 5 stasiun pada titik percobaan yang sama dengan percobaan pertama pada tahun 2007 – 2008. Pada bulan Juni – September 2010 dilakukan di luar areal budidaya pada 5 stasiun yang sama seperti tahap penelitian di tahun 2007 – 2008 (Gambar 6).

f) Keseluruhan uji pertumbuhan dimulai dengan persiapan wadah sebagai kerangka untuk pengikatan bibit. Wadah berukuran 3 x 3 x 1,5 m3, pelampung diameter 20 cm, pelampung Y-50, pelampung botol plastik, tali induk dan tali jangkar PE 10 mm, tali bantalan 8 PE mm, tali ris PE 4 mm, tali rafiah, pemberat dan jangkar beton ± 20 kg (Gambar 5).

Gambar 6 Instalasi wadah uji pertumbuhan Kappaphycus alvarezii.

g) Penentuan penggunaan bibit rumput laut uji ini didasarkan pada jenis yang dibudidaya di Perairan Gugus Pulau Nain. Bibit rumput laut dipilih dari

tanaman yang masih segar, sehat, kenyal, muda, dan banyak cabang. Berat awal bibit yang ditanam adalah 100 gram. Masing-masing bibit di tanam pada kedalaman 0 cm, 50 cm, dan 150 cm (Gambar 7).

h) Pengamatan dan penimbangan perubahan bobot rumput laut dilakukan pada awal pemeliharaan, kemudian setiap interval waktu 15 hari (2 minggu).

Gambar 7 Konstruksi wadah dan posisi tanam rumput laut (Mudeng 2007).

2) Pengukuran kualitas air di areal budidaya rumput laut

a) Pengamatan parameter air dilakukan di setiap stasiun.

b) Sampel air diambil pada permukaan air laut dan di kedalaman 1 meter.

c) Parameter air yang diamati langsung yaitu kecepatan arus, kecerahan, kedalaman, dasar perairan, suhu, salinitas, dan pH.

d) Parameter nitrat dan fosfat terlarut dianalisis di Laboratorium Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Manado.

3) Pengukuran kualitas air di sekitar permukiman penduduk

a) Pengamatan parameter air pada 11 stasiun, terdiri dari 20 titik di sekeliling pulau (sejajar garis pantai) ditentukan secara sengaja. Stasiun I di depan Desa Nain dengan kepadatan pemukiman yang relatif sedikit, St. II di depan Desa Nain dengan kepadatan pemukiman yang padat, dan St. III di depan sumur

‘Aer jere’ yang merupakan tempat aktivitas tinggi penggunaan air tawar. St. IV dan V di bagian selatan pulau, St. VI di sisi selatan Kampung Tarente, St. VII di depan Kampung Tarente, St. VIII di sisi utara Kampung Tarente, St. IX

di sisi Timur Desa Tatampi, St. X di depan Desa Tatampi, dan St. XI di sisi barat Desa Tatampi (Gambar 5 & 8).

b) Pengamatan ke arah laut dilakukan pada Stasiun I, II dan III. Pada St. I ditarik garis 450 ke arah selatan dari garis pantai, St. II tegak lurus garis pantai, dan St. III 450 ke arah utara dari garis pantai (Gambar 8).

c) Titik awal (0) ditentukan pada ketinggian air 1 meter, ditandai dengan patok kayu. Antar titik berikutnya berjarak 50 m (titik 1), 100 m (titik 2), dan 200 m (titik 3) ke arah laut, kemudian ditandai dengan pelampung (Gambar 8). Pengambilan sampel air dilakukan pada permukaan dan di tengah kolom air. Pengambilan sampel air di tengah kolom air tergantung kedalaman perairan. d) Parameter air yang diukur yaitu: nitrat, fosfat dan total padatan tersuspensi

(TSS) yang dianalisis di Laboratorium Balai Industri dan Standarisasi (Baristand) Manado.

Sumber: Google maps (2011) dan foto koleksi pribadi.

Gambar 8 Titik awal pengukuran kualitas air di sekitar permukiman penduduk. Pengamatan di titik awal dilakukan saat air bergerak surut, sedangkan pada titik lainnya, dimulai berturut-turut dari titik 3, 2, dan 1 pada saat air akan bergerak pasang. Clark (1986) menyatakan bahan-bahan pencemar yang ada di kawasan pesisir akan mengikuti arus pasang surut. Bahan-bahan terperangkap

St.1 St.2 St.3

dalam suatu jarak tertentu (terakumulasi), sesuai dengan Pariwono et al. (1989) yang menyatakan bahwa pasang surut akan menggerakan massa air secara horisontal yang akan membawa bahan pencemar. Pasut selain membantu proses pengenceran juga merupakan salah satu fenomena alam yang berperan dalam penyebaran zat pencemar.

1) Data sosial, ekonomi, dan kelembagaan budidaya rumput laut

Data sosial ekonomi di Pulau Nain dikumpulkan secara langsung dengan cara wawancara yang berpedoman pada kuisioner. Data jumlah penduduk, mata pencaharian, dan tingkat pendidikan diperoleh dari Kantor Desa Nain, Kantor Kecamatan Wori, dan Badan Pusat Statistik. Letak desa dan kampung di Pulau Nain seperti pada Gambar 9.

Responden ditetapkan secara sengaja yaitu penduduk yang termasuk dalam usia angkatan kerja 15 – 64 tahun yang berjumlah 1.671 orang (Pandelaki, 2011). Menurut Mondiringin (2005) 90% penduduk Desa Nain beraktivitas di bidang budidaya daya rumput laut, baik sebagai pembudidaya, pekerja, penampung dan penjual. Jumlah angkatan kerja sebanyak 1.671, yang berusaha di bidang rumput

Sumber: Google maps (2011) & Foto koleksi pribadi

laut diperkirakan berjumlah 1.504 orang. Dalam penelitian ini jumlah responden ditetapkan dengan menggunakan rumus Slovin (1960) in Hikmat (2002):

2

1

Ne

N

n

(1) dimana : N = populasi n = responden

e = nilai kesalahan yang ditentukan (10%).

Berdasarkan persamaan ini maka dari 1.504 orang dipilih sebanyak 94 responden sebagai target wawancara.

3.3.3 Analisis data

1) Parameter pertumbuhan

Parameter yang diukur adalah pertambahan berat maka yang diukur langsung adalah data berat (gram) rumput laut uji selama penelitian. Parameter yang ditelaah adalah:

a) Laju pertumbuhan harian (Penniman et al. 1986) :

G (%) = [(Wt/W0)1/t– 1] x 100% (2)

dimana: G = laju pertumbuhan per hari (%) Wt = berat pada saat pengukuran (gram) Wo = berat awal (gram)

T = waktu penelitian (hari) b) Pertumbuhan mutlak (Effendie 1997):

∆W = Wt – Wo (3)

dimana: ∆W = pertumbuhan mutlak dalam berat (gram) Wt = berat pada saat pengukuran (gram) Wo = berat awal (gram)

Pengamatan epifit dan hama pada rumput laut diamati selama penelitian. Sampel yang belum diketahui identitasnya dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisi silika gel sebagai pengawet, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati dengan menggunakan mikroskop.

2) Kesesuaian lahan

Pengamatan spasial dengan menggunakan pendekatan sistem informasi geografis (SIG) adalah untuk mendapatkan bobot dan skor dalam menentukan kelas kesesuaian lahan. Proses yang dilakukan melalui tahapan penyusunan basis data spasial dan teknik tumpang susun serta menentukan daya dukung atau daya tampung lahan dalam kawasan yang ditentukan.

Analisis ketersedian ruang ini didasarkan pada kesesuaian perairan yang mendukung budidaya rumput laut. Kesesuaian ruang perairan secara spasial menggunakan parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang merupakan prasyarat kelayakan budidaya rumput laut. Selanjutnya ditentukan tingkat kelayakan dengan memberikan bobot pada setiap parameter yang terukur berdasarkan hasil studi pustaka dan informasi dari para pakar. Matriks skoring dapat dilihat pada Tabel 4. Bobot terbesar sampai terkecil diberikan berdasarkan besarnya pengaruh parameter terhadap kegiatan budidaya rumput laut.

Pengisian tabel skoring mengikuti langkah-langkah berikut:

a) Pengisian nilai pada kolom 3 untuk nilai teramati adalah hasil pengukuran langsung dan analisis laboratorium.

b) Pengisian nilai pada kolom 6,7, dan 8 berdasarkan kolom 3: - Skor 5 untuk kisaran nilai yang diinginkan

- Skor 2 untuk kisaran nilai yang dibolehkan

- Skor 0 untuk kisaran nilai di luar yang diinginkan dan dibolehkan c) Pengisian nilai pada kolom 9 :

- Bobot 3 apabila paramater sangat berpengaruh pada kelangsungan usaha budidaya rumput laut

- Bobot 2 apabila parameter cukup berpengaruh pada kelangsungan usaha budidaya rumput laut

- Bobot 1 apabila parameter tidak terlalu berpengaruh pada kelangsungan usaha budidaya rumput laut

d) Pengisian nilai pada kolom 10 berdasarkan nilai perkalian antara nilai skor dengan nilai bobot untuk masing-masing parameter.

Tabel 4 Skoring areal budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii

Parameter Satuan Ter-

amati Sangat sesuai Sesuai

Skor

Bobot Nilai 0 2 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kec. arus cm/det 20 – 30 1 –19atau31–45 3

Kecerahan % 80 – 100 60 – 79 3

Keterlindungan - Terlindung Ckp terlindung 3

Kedalaman m 1 – 15 16 – 30 3

Salinitas ppt 32 – 34 28 – 31 2

Substrat - Pasir bkarang Pasir blumpur 3

Suhu 0C 29 – 31 25 – 28 2 pH - 6,5 – 8,5 6 – 9 2 Fosfat mg/l 0,9 – 3 0,1 – < 0,9 2 Nitrat mg/l 0,02 – 1 0,01 – < 0,02 atau 1 – 2 2 Sumber: modifikasi dari Kamlasi (2008), Pong-Masak et al. (2008), Masitasari (2009).

Total nilai dari hasil perkalian nilai skor dengan bobot dipakai untuk menentukan klas kesesuaian lahan budidaya rumput laut berdasarkan karakteristik kualitas perairan dengan perhitungan sebagai berikut:

(4) dimana:

I = interval klas kesesuaian lahan ai = faktor pembobot

Xn = nilai tingkat kesesuaian lahan

k = jumlah kelas kesesuaian lahan yang diinginkan Berdasarkan rumus, diperoleh interval kelas dan nilai (skor) kesesuaian lahan sebagai berikut:

78 – 99 = Sangat sesuai (S1) 57 – 77 = Sesuai (S2) 17 – 56 = Tidak Sesuai (N)

Dalam penelitian ini kelas kesesuaian lahan/perairan dibedakan pada tiga tingkatan yang didefinisikan oleh FAO 1976 in Hardjowigeno etal. (2001):

Sangat sesuai, yaitu perairan tidak mempunyai faktor pembatas yang berat atau hanya mempunyai faktor pembatas yang kurang berarti (minor) dan secara nyata tidak akan menurunkan produktivitas perairan ubudidaya rumput laut. Sesuai, yaitu perairan mempunyai faktor pembatas yang agak berat dan akan mempengaruhi produktivitas perairan untuk kegiatan budidaya rumput laut dan ikan kerapu. Dalam pengelolaannya diperlukan tambahan masukan (input) teknologi dan tingkat perlakuan.

Tidak sesuai, yaitu perairan mempunyai faktor pembatas yang sifatnya permanen, sehingga tidak sesuai untuk budidaya rumput laut dan ikan kerapu.

3. Analisis daya dukung

Analisis daya dukung adalah untuk mengestimasi jumlah unit budidaya yang dapat didukung pada potensi areal yang ditentukan sebelumnya. Analisis daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut di perairan Gugus Pulau Nain dilakukan pendekatan dengan kapasitas luas areal budidaya yang sesuai, dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut menurut Rauf (2007) adalah:

a. Luas perairan budidaya rumput laut yang sesuai

Luas perairan budidaya rumput laut yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian dengan menggunakan SIG.

b. Kapasitas perairan

Kapasitas perairan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus yang secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologis tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut:

Gambar 10 Skema unit budidaya rumput laut (modifikasi dari Rauf 2007).

l

2

l

1

L

1

L

2

p

1

p

2

(5) dimana:

KA = Kapasitas areal

∆L = L2 – L1

L1 = Luas unit budidaya

L2 = Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya

l1 = lebar unit budidaya

l2 = lebar yang sesuai untuk satu unit budidaya

p1 = panjang unit budidaya

p2 = panjang yang sesuai untuk satu unit budidaya

Kapasitas perairan ditentukan dari selisih antara luas perairan yang sesuai dengan luas unit budidaya dibagi dengan luas perairan yang sesuai kali 100%. Luas unit budidaya (L1) ditentukan berdasarkan luas rata-rata unit budidaya yang

ada di Perairan Gugus Pulau Nain, yaitu 12 m2. Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya (L2) ditentukan berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian areal. Daerah yang

berwarna biru merupakan jarak antara unit budidaya yang diasumsikan 2 m yaitu duakali lebar maksimal badan perahu yang dipakai petani rumput laut dalam melakukan aktivitasnya di Perairan Gugus Pulau Nain.

c. Luasan unit budidaya

Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut dengan setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang diterapkan. Dalam kajian ini luasan satu unit budidaya didasarkan pada metode long line dengan ukuran 20 x 60 m2 atau 0,12 ha.

d. Daya dukung perairan

Daya dukung perairan menunjukkan kemampuan maksimal lahan untuk mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

DDARL = LAS x KA (6)

dimana:

DDARL = Daya dukung areal budidaya rumput laut (ha)

LAS = Luas areal yang sesuai (ha) KA = Kapasitas areal (ha)

Jumlah unit wadah budidaya yang dapat didukung berdasarkan daya dukung yang diperoleh menggunakan persamaan:

JUBRL =

. (7) dimana:

JUBRL = jumlah unit budidaya rumput laut (unit)

DDA = daya dukung areal perairan (ha) LUB = luas unit budidaya (unit/ha)

4. Distribusi limbah

Pada bagian ini, analisis dilakukan secara deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Menurut Best (1982) in Hartoto (2009), penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Selanjutnya Hartoto (2009) menyatakan penelitian deskriptif sering disebut noneksperimen karena tidak dilakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Penelitian ini juga memerlukan tindakan yang teliti pada setiap komponennya agar dapat menggambarkan subjek atau objek yang diteliti mendekati kebenarannya.

5. Cost benefit analysis (CBA)

CBA telah digunakan secara luas untuk menilai kelayakan suatu kegiatan usaha (Fauzi & Anna 2003). Metode ini pada prinsipnya merupakan proses untuk menilai tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan teori data dan model. Keunggulan metode ini adalah sangat praktis digunakan sehingga menjadi alat analisis ekonomi yang sangat populer. Walaupun demikian menurut Fauzi & Anna (2003) metode ini mempunyai kelemahan, yaitu tidak cukup mampu menangkap aliran keuntungan dan biaya yang terkait dengan aliran barang dan jasa dari sumberdaya alam serta cenderung mengurangi berbagai informasi menjadi satuan tunggal dalam bentuk nilai uang.

a) Net Present Value (NPV). Metode NPV merupakan metode yang memperhatikan nilai waktu dari uang. Metode ini menggunakan suku bunga diskonto yang akan mempengaruhi arus dari uang. NPV dapat dihitung dari selisih nilai proyek pada awal tahun dikurangi dengan tingkat bunga diskonto. Secara matematik rumus menghitung NPV dapat dituliskan sebagai berikut:

(8) dimana:

t = 1,2, …

i = interest rate (discount rate)

= the discount factor

Metode ini memperhatikan nilai waktu uang, maka arus kas masuk (cash inflow) yang digunakan dalam menghitung NPV (nilai sekarang bersih) adalah arus kas masuk yang didiskontokan atas dasar discount rate tertentu (biaya modal dan tingkat bunga yang berlaku umum). Selisih antara PV penerimaan kas dengan PV pengeluaran kas dinamakan NPV. Kriteria keputusan adalah:

Jika NPV bertanda positif (NPV > 0), maka rencana investasi diterima. Jika NPV bertanda negatif (NPV < 0), maka rencana investasi ditolak.

b) Net Benefit Cost Ratio (NBC ratio). Benefit-cost ratio adalah cara evaluasi usaha dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh suatu usaha dengan nilai sekarang seluruh biaya usaha. Rumus BCR dapat ditulis sebagai berikut:

(9) Apabila BCR lebih besar dari 0 (BCR>0) maka usaha tersebut menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan, namun bila BCR sama dengan 0 (BCR=0) maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (marjinal) sehingga usaha tersebut dilanjutkan atau tidak terserah pengambil keputusan, sedangkan bila BCR kurang dari 0 (BCR<0) maka usaha tersebut merugikan sehingga tidak layak untuk dilaksanakan.

6) Data envelopment analysis (DEA)

DEA merupakan metode untuk mengukur efisiensi relatif yang mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan metode-metode yang lain. Menurut Fauzi & Anna (2005) pengukuran efisiensi dengan DEA tidak semata- mata diukur dari rasio output dan input, tetapi juga memasukkan faktor pembobotan dari setiap output dan input yang digunakan. DEA dapat mengukur efisiensi relatif dengan berbagai kendala yang ada. Di dalam DEA, efisiensi diartikan sebagai target untuk mencapai efisiensi maksimum dengan kendala relatif efisiensi dari seluruh unit yang tidak boleh melebihi 100%. Dengan mengidentifikasi alokasi input dan output, dapat dianalisis lebih jauh penyebab ketidakefisiensian. Secara matematis efisiensi relatif di dalam DEA merupakan solusi dari persamaan :

max m m i ij i m k kj k w y E v x

(10) dengan kendala : 1 m m i ij i k kj k w y

untuk setiap unit ke j

v x

w

i dan

v

k masing-masing adalah bobot output ke i dan bobot input ke k.

Selanjutnya dinyatakan bahwa pemecahan masalah pemrograman matematis di atas akan menghasilkan nilai Em yang maksimum sekaligus nilai

bobot (w dan v) yang mengarah ke efisiensi. Jadi, jika nilai = 1, unit ke-m tersebut dikatakan efisien relatif terhadap unit yang lain. Sebaliknya, jika nilai lebih kecil dari 1, unit lain dikatakan lebih efisien, relatif terhadap unit m, meskipun pembobotan dipilih untuk memaksimisasi unit m. Melalui teknik linearisasi, persamaan (10) dapat dirubah menjadi persamaan linier sehingga pemecahan melalui pemrograman linear dapat dilakukan. Linearisasi persamaan di atas menghasilkan persamaan:

dengan kendala:

wi, vk ≥ ɛ

Salah satu manfaat dilakukannya linearisasi adalah dapat dilakukan pemecahan pemrograman linear di atas dengan persamaan dual dari persamaan (11). Primal dan dual variable dari persamaan (11) dapat ditulis kembali sebagai:

Model primal

max

m m i ij i

E

w y

dengan kendala: —vk≤ —ɛ k = 1, 2…m —wi ≤ —ɛ i = 1, 2…t = 1, 2…n Variabel dual 0

Dengan demikian dual dari persamaan (11) dapat ditulis sebagai: min : ; 1... ; 1... , , 0 m m i k i k kj m k kj j j i ij j ij j j i k Z S S dengan kendala x Z S x k m S y y i t S S                     

(12)

Dokumen terkait