• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan time series

harga kedelai domestik, terdiri atas kedelai lokal dan kedelai impor, yang bersumber dari Kementerian Perdagangan, serta harga kedelai dunia yang bersumber dari bursa Chicago Board of Trade (CBOT). Harga referensi yang digunakan untuk pengujian volatilitas dan integrasi pasar adalah DKI Jakarta, karena Jakarta merupakan salah satu sentra konsumen yang cukup besar selain Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan kedelai pertahun di DKI Jakarta yang mencapai 166 ribu ton1. Selain itu, DKI Jakarta merupakan pintu masuk terbesar untuk kedelai impor. Hasil kajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2012), menyebutkan bahwa sekitar 64% dari impor produk hortikultura masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu, peran kota Jakarta sebagai Ibukota negara dan pusat pemerintahan, menjadikan kota Jakarta sebagai salah satu kota yang mendapat perhatian utama terkait dengan stabilitas harga. Adapun periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2000 hingga 2014. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis volatilitas harga adalah Model ARCH/GARCH. Sementara itu, metode yang digunakan untuk menganalisis integrasi pasar serta transmisi harga menggunakan persamaan regresi berganda dengan model Ravallion.

Metode Analisis Fluktuasi Harga Model ARCH dan GARCH

Data ekonomi time series umumnya memiliki tingkat volatilitas yang cukup tinggi. Perkembangan harga komoditas pertanian seperti kedelai sangat di pengaruhi oleh perubahan cuaca. Pola perubahan cuaca dan perubahan iklim yang sulit diprediksi dapat berdampak pada pergerakan harga komoditi yang fluktuatif dan sulit diprediksi pula. Selain itu, faktor lainnya juga dapat mendorong fluktuasi harga kedelai seperti perubahan pola konsumsi, kebijakan, serta perubahan harga komoditi lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung turut mempengaruhi perkembangan harga kedelai.

Salah satu model yang dapat digunakan untuk menganalisa volatilitas perkembangan harga kedelai adalah model autoregressive conditional heteroscedasticity model (ARCH) dan Generalized autoregressive conditional heteroscedasticity model (GARCH). Model ARCH pertama kali dikembangkan oleh Engle (1982). Model ini mengasumsikan bahwa varian residual dalam data time series tidak konstan atau mengandung heteroskedastisitas

1Poskotanews, Pengrajin Tempe Ancam Demo, diakses dari

(heteroskedasticity). Bentuk dasar dari model ARCH dapat dijelaskan sebagai berikut (Widarjono, 2013): Yt= β0+ β1Xt + et ... (1) Dimana: Yt : variabel dependen Xt : variabel independen

et : variabel gangguan atau kesalahan

Pada umumnya, jenis data time series cenderung memiliki varian dari kesalahan pengganggu (error term) yang konstan dari waktu ke waktu atau homoskedastis. Namun, tingginya volatilitas dalam data time series dapat menyebabkan varian residual dari data tersebut tidak konstan dan berubah-ubah dari satu periode ke periode lainnya, atau mengandung unsur heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi karena data time series menunjukkan unsur volatilitas, maka varian variabel gangguan dari model akan sangat tergantung pada volatilitas variabel gangguan periode sebelumnya atau dengan kata lain, varian variabel gangguan sangat dipengaruhi oleh variabel gangguan pada periode sebelumnya. Maka persamaan dari varian variabel gangguan dalam model ARCH dapat ditulis sebagai berikut:

... (2) Sementara itu, model GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity) merupakan penyempurnaan dari model ARCH yang dikembangkan oleh Bollerslev (1986), yang menyatakan bahwa varian variabel gangguan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel gangguan pada periode sebelumnya, tetapi juga dipengaruhi oleh varian variabel gangguan periode lalu. Maka, persamaan untuk varian variabel gangguan dengan model GARCH secara umum dapat ditulis sebagai berikut:

... (3) Dimana p menunjukkan unsur ARCH dan q menunjukkan unsur GARCH.

Sama halnya dengan model ARCH, model GARCH tidak dapat di estimasi dengan metode OLS (Ordinary Least Square), tetapi menggunakan metode ML (Maximum Likelihood). Untuk mendeteksi keberadaan unsur heteroskedastisitas atau dengan kata lain unsur ARCH di dalam model regresi, dapat menggunakan dua metode yakni: (i) mengetahui pola variabel gangguan kuadrat dari

Correlogram; dan (ii) uji ARCH-LM. Secara informal, ada atau tidaknya unsur ARCH dapat dilihat dari correlogram dari residual kuadrat. Jika nilai

Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) adalah nol pada semua tingkat kelambanan, atau tidak signifikan secara statistik, maka tidak ada unsur ARCH. Metode lain untuk mendeteksi unsur ARCH adalah dengan uji ARCH-LM. Jika nilai probabilita (p-value) lebih kecil dari α (5%),

maka kita dapat menolak hipotesis nol, atau dengan kata lain model yang digunakan mengandung unsur ARCH.

Prosedur Pengukuran Volatilitas dengan Metode ARCH/GARCH

Berdasarkan Sumaryanto (2009), terdapat setidaknya lima tahapan dalam prosedur pengukuran volatilitas dengan metode ARCH/GARCH, yakni:

(1) Persiapan data, mencakup:

i) Kelengkapan data agar tidak ada urutan observasi yang terputus;

ii) Rafinasi perilaku stokastik melalui eliminasi factor-faktor deterministik seperti kecenderungan (trend), musiman (seasonality), dan siklus (cyclus). Untuk data harga, eliminasi cenderung dilakukan dengan melakukan deflasi. Selain rafinasi, lazim pula dilakukan transformasi ke bentuk logaritma.

(2) Uji akar unit (unit root test).

Uji akar unit dilakukan untuk menguji stasioneritas data time series.

Terdapat beberapa metode uji akar unit yang dapat diterapkan seperti Augmented Dickey-Fuller (ADF), Dickey-Fuller GLS (ERS), Phillips- Peron, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah ADF dan Phillips-Peron.

(3) Pendugaan model Autoregressive Moving Average (ARMA).

Estimasi atau pendugaan model ARMA dapat dilakukan setelah data menjadi stasioner, dengan mengikuti prosedur Box-Jenkins (1976).

(4) Menguji keberadaan ARCH.

Tahapan ini dilakukan setelah menemukan bentuk ARMA yang terbaik, yakni dengan mengidentifikasi eksistensi ARCH pada residual ARMA tersebut. Ini dapat dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier atau ARCH- LM test. Keberadaan ARCH nyata jika Ho yang berarti galat ARMA bersifat homoskedastik, berhasil ditolak. Sebagai implikasinya, model yang lebih tepat bukan ARMA melainkan ARCH/GARCH.

(5) Dugaan ARCH/GARCH

Dalam mengestimasi ARCH/GARCH, umumnya diperlukan beberapa kali uji coba bentuk ARCH/GARCH dengan asumsi sebaran yang berbeda – beda sehingga diperoleh koefisien parameter yang memenuhi syarat dan nyata, serta terpenuhi uji DW – test dan Pob. F – test nya. Setelah itu, dilakukan beberapa uji lebih lanjut terhadap residualnya, yaitu: (a) uji ARCH – LM (untuk memastikan bahwa tidak ada efek ARCH yang tersisa); (b) menelaah Correlogram – Q – statistic (CQS), dan Correlogram Squared Residuals (CSR), serta melihat beberapa indikator peramalan seperti Root Mean Square Percentage Error (RMSE), Mean Absolute Percentage Error

(MAPE), Theil Inequality Coefficient (bias proportion, variance proportion, covariance proportion) dan sebagainya. Jika syarat tersebut telah terpenuhi dan hasil uji memuaskan, maka dapat disimpulkan bahwa ARCH/GARCH tersebut telah sesuai.

Gambar 4 Bagan alur prosedur pendugaan ARCH/GARCH

Stasioneritas Data

Dalam analisis time series, informasi apakah data bersifat stasioner merupakan hal yang sangat penting. Variabel-variabel ekonomi yang terus menerus meningkat (dinamis) sepanjang waktu adalah contoh dari variabel yang tidak stasioner. Dalam estimasi koefisien regresi, mengikutsertakan variabel yang non stasioner dalam persamaan mengakibatkan standard error yang dihasilkan menjadi bias. Banyak ditemukan bahwa koefisien estimasi signifikan tetapi sesungguhnya tidak ada hubungan sama sekali (spurious regression). Cara untuk menguji stationeritas sering disebut uji akar unit (unit root). Ada beberapa uji diantaranya Dickey-Fuller (DF) test dan Phillip Peron (PP) test.

Uji akar unit Dickey-Fuller mengasumsikan bahwa residual et adalah residual yang bersifat independen dengan rata-rata nol, varian konstan, dan tidak saling berhubungan atau tidak terdapat autokorelasi. Namun, dalam banyak kasus, residual et sering kali saling berhubungan atau terdapat autokorelasi, sehingga uji stasioneritas selain dilakukan dengan uji Dickey-Fuller, perlu juga dilakukan

Persiapan Data Uji Akar Unit (stasioneritas data)

Tolak Ho (Data sudah stasioner)

Terima Ho (Data tidak stasioner)

Lakuka differencing sa pai

data menjadi stasioner

Tentukan Orde ARMA/ARIMA yang paling sesuai

Uji Keberadaan ARCH

Terima Ho Tolak Ho

Estimasi dengan ARMA/ARIMA

Estimasi dengan ARCH/GARCH

dengan menggunakan metode uji lainnya sebagai pembanding untuk memperkuat hasil akhir.

Metode lain yang digunakan dalam penelitian ini untuk menguji stasioneritas data yakni dengan menggunakan uji Phillips-Perron. Uji ini dilakukan dengan menggunakan metode statistik non-parametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara residual tanpa memasukkan variabel independen kelambanan diferensi (Widarjono, 2007). Salah satu kelebihan dari uji ini adalah adanya asumsi bahwa tidak terdapat bentuk fungsi untuk variabel proses residual sehingga uji PP dikatakan uji non parametrik. Hal ini dapat bermanfaat untuk banyak kasus dan data sampel yang besar, hasil uji stasioneritas dengan PP akan menunjukkan hasil yang bagus (Maruuddani, 2008).

Uji Kointegrasi Engle-Granger

Untuk menganalisis hubungan kointegrasi jangka panjang antara beberapa variabel, dapat menggunakan pendekatan kointegrasi Engle-Granger. Prosedur estimasi dengan pendekatan Engle-Granger menggunakan persamaan sebagai berikut:

Pt = α + β1 Rt + β2 t + et ... (4)

Dimana:

Pt : Harga kedelai di pasar dalam negeri (harga kedelai lokal dan

harga kedelai impor)

Rt : Harga kedelai di pasar referensi (harga kedelai dunia)

t : trend waktu et : error

Persamaan tersebut diatas dilanjutkan dengan pengujian terhadap error dengan menggunakan uji Augmented Dickey – Fuller (ADF):

Δet = et-1 + ∑Ɵk Δet-k + t ... (5)

Dimana: Δet : et – et-1

t μ error acak dari Δet

Hipotesis dari prosedur ini adalah: H0 μ = 0

H1 μ ≠ 0

Metode Analisis Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Model Ravallion

Untuk menganalisis transmisi harga dari satu pasar ke pasar lainnya dengan menggunakan Model Ravallion. Berdasarkan Tahir dan Riaz (1997), model Ravallion selain digunakan untuk menganalisa integrasi pasar juga dapat digunakan untuk menentukan pasar yang memimpin diantara pasar – pasar regional lainnya. Model ini diawali dengan persamaan sebagai berikut:

R = f (P1, P2, P3, …, Pn, X) ... (6)

Pi= fi (R, Xi), i = 2, …, n ... (7)

Dimana:

R : harga pada pasar referensi, dalam penelitian ini menggunakan harga acuan

di pasar kedelai dunia;

P : pasar regional dengan tingkat harga P, dalam penelitian ini menggunakan

harga kedelai lokal dan impor di kota Jakarta;

Xi: vektor yang menunjukkan faktor – faktor lain yang mungkin mempengaruhi

harga pada pasar i (termasuk pasar referensi dan pasar di wilayah sentra produksi lainnya), dalam penelitian ini faktor lain yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (Kurs).

Kedua persamaan diatas hanya mengukur harga pada saat yang sedang berlangsung (saat ini), namun jika dimasukkan pengaruh dari jeda waktu dari harga ke dalam persamaan, makan akan terbentuk sebuah struktur persamaan yang lebih dinamis. Namun, jeda waktu yang digunakan tidak terlalu panjang sehingga di asumsikan bahwa harga pada setiap pasar hanya memiliki satu fase jeda waktu, yakni sebagai berikut:

Pt = aiPt-1 + bi0Rt + bi1Rt-1 + ciXt + εt ... (8)

Untuk i = 1, 2, …, n

Persamaan di atas sensitif terhadap kemungkinan terjadinya multikolinearitas apabila harga di pasar sentra produksi memiliki korelasi yang kuat dengan harga di pasar referensi. Diasumsikan bahwa bentuk diferensiasi pertama dapat mengurangi dampak multi kolinearitas, sebagaimana bentuk (Rt –

Rt-1) dan (Pt – Pt-1) biasanya memiliki korelasi yang lebih lemah dibanding dengan

Rt dan Pt, maka bentuk persamaannya menjadi:

Pt – Pt-1 = aiPt-1 - Pt-1 + bi0Rt + bi1Rt-1 + ciXt+ εt ... (9)

Bentuk bi0Rt-1 ditambahkan pada persamaan sebelah kanan, menjadi:

(Pt – Pt-1) = (ai-1) (Pt-1– Rt-1) + bi0(Rt-Rt-1) + (ai + bi0 + bi1-1)Rt-1 + ciXt + εt ... (10)

Atau dalam bentuk yang lebih sederhana:

Dimana: β1 = ai-1 β2 = bi0

β3 = ai + bi0 + bi1-1 β4 = ci

Dalam penelitian ini, variabel Xt merupakan nilai tukar rupiah terhadap

dollar Amerika. Maka untuk lebih spesifiknya, model Ravallion dalam penelitian ini menjadi:

(Pt – Pt-1) = β1 (Pt-1– Rt-1) + β2 (Rt-Rt-1) + β3Rt-1 + β4Xt + β5Xt-1 + εt ... (12)

Untuk memperoleh interpretasi yang lebih jelas maka persamaan tersebut diatas disederhanakan menjadi: Pt = (1 + β1)Pt-1 + β2(Rt-Rt-1) + (β3 –β1)Rt-1 + β4Xt + β5Xt-1 + εt ... (13) Dimana: b1 = 1 + β1 b2 = β2 b3 = β3 –β1

Maka, persamaan diatas dapat ditulis dengan format yang lebih sederhana, menjadi:

Pt = b1Pt-1 + b2(Rt-Rt-1) + b3Rt-1 + b4Xt + b5Xt-1 + εt ...(14)

Dalam penelitian ini, model Ravallion dimodifikasi menjadi,

(1) Log(PJakt) = α1 log(PJakt-1) + α2 D(log(Pdunia)) + α3 log(Pduniat-1) +

α4 log(kurst) + εt ... (15)

(2) Log(PJakimport) = β1 log(PJakimport-1) + β2 D(log(Pduniat) +

β3 log(Pduniat-1) + β4 log(kurst) + εt ... (16)

Dimana:

Pjakt : Harga kedelai lokal di Jakarta pada periode t (US$/Ton)

Pimporjakt : Harga kedelai impor di Jakarta pada periode t (US$/Ton)

Pduniat : Harga kedelai dunia pada periode t (US$/Ton)

D(Pdunia) : selisih harga kedelai dunia pada periode berjalan dengan periode sebelumnya (Pduniat – Pduniat-1) (US$/Ton)

Kurst : Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika pada periode t

(Rp/US$)

Untuk melihat dampak dari harga pada periode sebelumnya menggunakan

Index Market Connection (IMC). IMC yang dikembangkan oleh Timmer (1987), merupakan rasio dari koefisien pasar lokal terhadap koefisien pasar referensi:  IMC untuk model penduga harga kedelai lokal Jakarta = α1/ α3

Nilai IMC menunjukkan persentase relatif dari harga produsen pada pasar regional yang diperoleh dari harga produsen di pasar regional pada periode sebelumnya dan harga di tingkat pedagang besar di pasar referensi, PIKJ. Keberadaan integrasi jangka pendek terindikasi apabila nilai IMC kurang dari 1 (satu).

Sementara itu, keberadaan integrasi jangka panjang ditunjukkan oleh nilai α2 atau β2 yang mendekati 1 (satu) atau sama dengan 1 (satu). Nilai α2 atau β2 sama

dengan 1 (satu) menunjukkan adanya integrasi secara sempurna dalam jangka panjang. Selain itu, parameter ini juga menunjukkan persentase perubahan harga yang terjadi di pasar referensi, dalam hal ini pasar kedelai dunia, yang ditransmisikan ke pasar regional atau pasar kedelai lokal dan impor di Jakarta.

Dengan menggunakan pendekatan lain, keberadaan integrasi jangka panjang dan jangka pendek dapat dilihat melalui hipotesa sebagai berikut.

1) Integrasi jangka pendek untuk model penduga harga kedelai lokal Jakarta, diformulasikan sebagai berikut:

H0 : α1/α3 = 0

H1 : α1/α3 ≠ 0

Hipotesis diatas dapat juga ditulis menjadi: H0 : α1 = 0

H1 : α1 ≠ 0

Tes statistik dengan menggunakan t-test: tstatistik = (α1 – 0)/S(α1)

Jika hipotesis nol ditolak, artinya pasar tidak terintegrasi dalam jangka waktu pendek.

Sementara itu, untuk menguji integrasi jangka panjang untuk model penduga harga kedelai lokal, formulasi hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : α2 = 1

H1 : α2 ≠ 0

Nilai dari t – statistik diperoleh dari: tstatistik = (α2 – 1)/S(α2)

Jika hipotesis nol ditolak, artinya pasar tidak terintegrasi dalam jangka waktu panjang.

2) Integrasi jangka pendek untuk model penduga harga kedelai impor Jakarta, diformulasikan sebagai berikut:

H0 : β1/β3 = 0

H1 : β1/β3 ≠ 0

Hipotesis diatas dapat juga ditulis menjadi: H0 : β1 = 0

Tes statistik dengan menggunakan t-test: tstatistik = (β1 – 0)/S(β1)

Jika hipotesis nol ditolak, artinya pasar tidak terintegrasi dalam jangka waktu pendek.

Sementara itu, untuk menguji integrasi dalam jangka waktu panjang, formulasi hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : β2 = 1

H1 : β2 ≠ 0

Nilai dari t – statistik diperoleh dari: tstatistik = (β1 – 1)/S(β1)

Jika hipotesis nol ditolak, artinya pasar tidak terintegrasi dalam jangka waktu panjang.

Dokumen terkait