• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi tentang kebudayaan yang kualitatif dan merupakan studi tentang kebudayaan maka digunakan pendekatan yang mengkombinasikan tehnik-tehnik etnografi dan analisis interpretative yang bertujuan membangun makna berdasarkan kepada data-data lapangan sebagai sebuah studi etnografi maka mengungkapkan sudut pandangan, pelaku kebudayaan merupakan tujuan utama. Untuk digunakan metode observasi terbatas

serta in-depth interview atau wawancara mendalam dengan para informan yang merupakan para pelaku kebudayaan tersebut.

Subjek penelitian adalah masyarakat Alas yang masih memperaktekan tradisi tari dalam adat-istiadat setempat, sebagai representase, akan diambil beberapa orang sebagai informan utama yang mengerti dengan budaya masyarakat Alas khususnya tentang tradisi yang berhubungan dengan seni tradisi.

Selama dilapangan, peneliti melakukan kegiatan wawancara dengan informan dengan mewawancarai lebih berfokus dan tidak berkembang pada data yang kurang relevan. Digunakan pedoman wawancara (interview guide) yang telah disusun sebelumnya proses wawancara sifatnya tidak mengikuti, karena dapat juga terjadi penelitian memperoleh data yang tidak dipekirakan sebelumnya.

Untuk keperluan analisis, hasil wawancara perlu didokumentasikan baik dengan pencatatan (transkripsi) maupun dengan bantuan alat rekam (Tape recorder, video).

Selama pengambilan data, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap apa yang terjadi dilapangan, kegiatan pengamatan selain untuk mengungkap apa yang belum diperoleh dari wawancara juga merupakan penguat (kompirmasi langsung) terhadap data yang diperoleh dari proses wawancara, untuk itu diperlukan catatan lapangan (fieid Notes) yaitu catatan yang ditulis apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refpleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif, catatan lapangan merupakan salah satu instrument, yang sangat penting penelitian kualitatif.

Selain data primer, juga dilakukan pencarian data-data tambahan (data skunder), yang dapat beberapa informan dari pendukung maupun data dokumen yang lain mendukung, semua data yang diperoleh akan dianalisis interpretasi deskriptif untuk lebih memperkuat data dijamin lebih akurat dari data lapangan.

Semua data baik dari pengamatan, wawancara dengan subyek maupun data dari skunder diperifikasi.

Penelitian ini mengutamakan wawancara langsung terhadap tokoh-tokoh adat yang paham dengan budaya dan seni daerah masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara. Penelitian ini menggunakan rekaman dilakukan melalui kamera foto dan video untuk merekam wujud tarian Bello Mesusun yang akan dikaji.

Manakala tehnik wawancara pula akan dijalankan dengan menjumpai para tokoh-tokoh adat dan masyarakat setempat yang paham dengan seni budaya daerah.

Selain dari keterangan-keterangan yang dilakukan diatas, kajian ini juga dijalankan melalui pembacaan dan berkaitan dengan buku-buku topik kajian.

1.7 Tehnik Pengumpulan Data Dan Menganalisis data 1.7.1 Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari sumber-sumber yang ada dilakukan dengan tehnik wawancara dan observasi langsung. Wawancara dilakukan dengan seniman tari dan tokoh adat dan masyarakat yang mengerti tentang seni dan budaya masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara. Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan penelitian dalam upacara adat penyambutan tamu yang dalam acara persembahan tari Bello Mesusun dan latar belakang yang mendasari tatanan nilai simbolisnya.

Observasi penelitian diarahkan untuk mengamati proses upacara dan tehnik -tehnik gerak tarinya sehingga mempunyai gambaran mengenai penyajian pertunjukan dan mengamati pula fungsi dan makna serta asal-usul tari Bello Mesusun secara terperinci.

1.7.2 Tehnik Analisis Data

Untuk menghindari kesulitan dalam analisis data, kegiatan analisis data dilaksanakan bersamaan dengan proses pengumpulan data dan terus berlanjut sampai waktu penulisan dari hasil penelitian dan pengamatan. Model yang digunakan adalah analisis yang memfokuskan pada penelitian yang sangat berguna dalam upaya dan usaha mendeskripsikan atau menjelaskan fenomena yang menjadi sasaran semula.

Tehnik analisis data yang digunakan adalah tehnik deskripsi yaitu sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, data dan fakta yang dikumpul harus diolah dan ditafsirkan.

1.7.3 Validitas Data

Untuk menetapkan keabsahan data serta validitasnya, trigulasi data dan informan interview, ketekunan pengamat bermaksud untuk menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan dalam rangka penelaahan secara rinci pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

1.8 Lokasi Penelitian

Kajian ini akan membahas bagaimana keadaan tari Bello Mesusun pada masyarakat Alas, tulisan ini mengarah kepada “ Analisis Struktur Dan Pola Tari Bello Mesusun Pada Masyarakat Masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara” di daerah setempat, adapun penelitian ini dilaksanakan di daerah Kutacane Aceh Tenggara dibeberapa sanggar tari diantaranya adalah disanggar tari Sepakat Segenep di Gedung Kesenian di Aceh Tenggara, sanggar tari di Lawe Sumur dan di sanggar tari di SMA N I Kutacane. Dengan daftar observasi terlampir serta dilengkapi dengan foto-foto mengenai struktur tari dan pola lantai tari Bello Mesusun, hasil dari penelitian tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.

Sanggar-sanggar tari yang ada di Kutacane Aceh Tenggara pada umumnya masih tetap melestarikan tarian Bello Mesusun, walaupun tarian ini sudah banyak perubahan nya tetapi tidak merubah tradisinya, dan juga disetiap sanggar tari juga melestarikan tarian-tarian yang lain.

Tari Bello Mesusun adalah salah satu tarian tradisional. Tari Bello Mesusun berasal dari daerah masyarakat Alas yang berdiam di Aceh Tenggara, tarian ini sangat berkembang di masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara, penduduk Kabupaten Aceh Tenggara pada umumnya terdiri daris Alas. Semua penduduknya beragama Islam. Letak daerah disekelilinginya bukit-bukit barisan di Kutacane Aceh Tenggara, masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani, pedagang dan pegawai negeri.

Sumber data dalam kajian ini adalah para penari dan pemusik tari Bello Mesusun, pelatih tari dan juga tokoh seniman, tokoh-tokoh adat, masyarakat yang

paham tentang seni dan budaya yang ada di Aceh Tenggara. Dengan demikian diharapkan tesis ini akan mengikut standar kajian yang berlaku di Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.9 Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan hasil penelitian ini diharapkan mempunyai tiga bagian utama yaitu :

Pengantar, hasil penelitian dan kesimpulan bagian pertama dalam tulisan ini adalah pendahuluan yang didalamnya berisikan latar belakang dan permasalahan ruang lingkup dan manfaat penelitian, tujuan penelitian, penulisan tinjauan pustaka, teori dalam penulisan, lokasi penelitian, metode penelitian, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Selanjutnya penulis membahas tentang peranan tari Bello Mesusun pada masyarakat masyarakat, diantaranya adalah :

1. Bagaiaman masyarakat menanggapi tari Bello Mesusun di daerah Kabupaten Aceh Tenggara. Tari Bello Mesusun ditampilkan dalam upacara-upacara apa saja

2. Apa fungsi dan makna tari Bello Mesusun pada masyarakat masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara.

3. Bagaimana bentuk struktur Tari Bello Mesusun.

4. Selanjutnya yang menjadi tujuan penelitian tulisan ini adalah : Mengkaji tentang tanggapan masyarakat terhadap tari Bello Mesusun yang sekarang masih dilestarikan di masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara.

5. Mengkaji tentang apakah tari Bello Mesusun masih ada dalam upacara-upacara adat. Di daerah masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara.

6. Mengkaji struktur tari, dan pola dalam tari Bello Mesusun

Didalam bab dua ini penulis akan menjelaskan tentang tinjauan umum masyarakat masyarakat Alas Kabupaten Aceh Tenggara diantaranya adalah geografi masyarakat Alas ini akan menjelaskan letak wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, selanjutnya asal-usul masyarakat masyarakat Alas didalamnya berisikan tentang sejarah masyarakat Alas dan mitologi masyarakat Alas, dan juga tercantum etnografi Kabupaten Aceh Tenggara, sistem kekerabatan masyarakat masyarakat Alas, mata pencaharian, kampung dan desa, agama dan kepercayaan dan juga tidak tertinggal adalah kesenian masyarakat masyarakat Alas.

Pada bab keempat memaparkan tentang asal-usul tari Bello Mesusun, persembahan tari Bello Mesusun, keberadaan tari Bello Mesusun, pemahaman tentang tari Bello Mesusun, manfaat tari Bello Mesusun, estetika tari Bello Mesusun serta fungsi dan makna tari Bello Mesusun pada masyarakat Alas dalam berbagai aktifitas tradisi seni dan kehidupan sehari-hari maupun yang bersifat ritual, menjelaskan tari Bello Mesusun dalam upacara penyambutan tamu, falsafah bello dalam masyarakat Alas.

Kemudian bab kelima akan membahas berbagai struktur dan dimensi gerak-gerak tari Bello Mesusun dan struktur tari, motif gerak-gerak tari, pola lantai tari, dan komposisi tari, uruttan gerak tari, busana dan aksisoris.

Bab keenam sebagai akhir dari penulisan ini, memuat kesimpulan mengenai keseluruhan dalam pembahasan yang diharapkan dapat menarik benang merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya.

PETA ACEH TENGGARA

BAB II

GAMBARAN UMUM KABUPATEN ACEH TENGGARA

2.1 Sejarah Suku Alas

Ukhang Alas atau khang Alas atau Kalak Alas telah bermukim di lembah Alas, jauh sebelum ada Pemerintah Kolonial Belanda masuk ke Indonesia dimana keadaan penduduk lembah Alas telah diabadikan dalam sebuah buku yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325 (Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.

Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut Kreemer (1922:64) kata

"Alas" berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari Raja Lambing), beliau bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batumbulan.

Menurut Iwabuchi (1994:10) Raja yang pertama kali bermukim di Tanoh Alas adalah terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal dengan nama RAJA LAMBING yaitu keturunan dari RAJA LOTUNG atau dikenal dengan cucu dari GURU TATAE BULAN dari Samosir Tanah Batak, Tatae Bulan adalah saudara kandung dari RAJA SUMBA. Guru Tatae Bulan mempunyai lima orang anak, yaitu Raja Uti, Saribu Raja, Limbong, Sagala, dan Silau Raja. Saribu Raja adalah merupakan orang tuanya Raja Borbor dan Raja Lontung. Raja Lontung mempuyai

tujuh orang anak yaitu, Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar atau yang dikenal dengan siampudan atau payampulan. Pandiangan merupakan moyangnya Pande, Suhut Nihuta, Gultom, Samosir, Harianja, Pakpahan, Sitinjak, Solin di Dairi, Sebayang di Tanah Karo, dan SELIAN di Tanah Alas, Keluet di Aceh Selatan.

Raja Lambing adalah moyang dari merga Sebayang di Tanah Karo dan Selian di Tanah Alas. Raja Lambing merupakan anak yang paling bungsu dari tiga bersaudara yaitu abangnya tertua adalah Raja Patuha di Dairi, dan nomor dua adalah Raja Enggang yang hijrah ke Kluet Aceh Selatan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Pinem atau Pinim. Kemudian Raja Lambing hijrah ke Tanah Karo dimana keturunan dan pengikutnya adalah merga Sebayang dengan wilayah dari Tigabinanga hingga ke perbesi dan Gugung Kabupaten Karo.

Diperkirakan pada abad ke 12 Raja Lambing hijrah dari Tanah Karo ke Tanah Alas, dan bermukim di Desa Batumbulan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Selian. Di Tanah Alas Raja Lambing mempunyai tiga orang anak yaitu Raja Lelo (Raje Lele) keturunan dan pengikutnya ada di Ngkeran, kemudian Raja Adeh yang merupakan moyangnya dan pengikutnya orang Kertan, dan yang ketiga adalah Raje Kaye yang keturunannya bermukim di Batumbulan, termasuk Bathin. Keturuan Raje Lambing di Tanah Alas hingga tahun 2000, telah mempuyai keturunan ke 26 yang bermukim tersebar diwilayah Tanah Alas (Effendy, 1960:36; sebayang 1986:17).

Setelah Raja Lambing kemudian menyusul Raja Dewa yang istrinya merupakan putri dari Raja Lambing. Raja Lambing menyerahkan tampuk

kepemimpinan Raja kepada Raja Dewa (menantunya). Yang dikenal dengan nama Malik Ibrahim, yaitu pembawa ajaran Islam yang termashur ke Tanah Alas. Bukti situs sejarah ini masih terdapat di Muara Lawe Sikap, desa Batumbulan. Malik Ibrahim mempunyai satu orang putera yang diberi nama Alas dan hingga tahun 2000 telah mempunyai keturunan ke 27 yang bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Banda Aceh, Medan, Malaysia dan tempat lainnya.

Ada hal yang menarik perhatian kesepakatan antara putera Raja Lambing (Raja Adeh, Raja Kaye dan Raje Lele) dengan putra Raja Dewa (Raja Alas) bahwa syi’ar Islam yang dibawa oleh Raja Dewa diterima oleh seluruh kalangan masyarakat Alas, tetapi adat istiadat yang dipunyai oleh Raja Lambing tetap di pakai bersama, ringkasnya hidup dikandung adat mati dikandung hukum (Islam) oleh sebab itu jelas bahwa asimilasi antara adat istiadat dengan kebudayaan suku Alas telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.

Pada awal kedatanganya Malik Ibrahim migrasi melalui pesisir bagian timur (Pasai) sebelum ada kesepakatan diatas, ia masih memegang budaya matrealistik dari minang kabau, sehingga puteranya Raja Alas sebagai pewaris kerajaan mengikuti garis keturunan dan merga pihak ibu yaitu Selian. Setelah Raja Alas menerima asimilasi dari Raja Lambing dengan ajaran Islam, maka sejak itulah mulai menetap keturunannya menetap garis keturunannya mengikuti garis Ayah. Raja Alas juga dikenal sebagai pewaris kerajaan, karena banyaknya harta warisan yang diwariskan oleh ayah dan kakeknya sejak itulah dikenal dengan sebutan Tanoh Alas. Setelah kehadiran Selian di Batumbulan, muncul lagi

kerajaan lain yang dikenal dengan Sekedang yang basis wilayahnya meliputi Bambel hingga ke Lawe Sumur. Raja sekedang menurut beberapa informasi pada awal kehadiranya di Tanah Alas adalah untuk mencari orang tuanya yaitu RAJA DEWA yang migran ke Tanah Alas. Raja Sekedang yang merupakan pertama sekali datang ke Tanah Alas diperkirakan ada pertengahan abad ke 13 yang lalu yaitu bernama NAZARUDIN yang dikenal dengan panggilan DATUK RAMBUT yang datang dari Pasai.

Pendatang berikutnya semasa Raja Alas yaitu kelompok Megit Ali dari Aceh pesisir dan keturunannya berkembang di Biak Muli yang dikenal dengan merga Beruh. Lalu terjadi migran berikutnya yang membentuk beberapa marga, namun mereka tetap merupakan pemekaran dari Batumbulan, penduduk Batumbulan mempuyai beberapa kelompok atau merga yang meliputi Pale Dese yang bermukim dibagian barat laut Batumbulan yaitu terutung pedi, lalu hadir kelompok Selian, datang kelompok Sinaga, Keruas dan Pagan disamping itu bergabung lagi marga Munthe, Pinim dan Karo-Karo. Marga Pale Dese merupakan penduduk yang pertama sekali menduduki Tanah Alas, namun tidak punya kerajaan yang tercatat dalam sejarah. Kemudian hadir pula Deski yang bermukim dikampong ujung barat.

2.1.1 Mitologi

Cerita ini merupakan cerita tentang asal mula terciptanya istilah tanah Alas.1

Lama kelamaan danau yang lonjong tersebut menjadi kering dan lantai danau yang telah kering menjelma menjadi dataran luas dan datar tanahnya amat subur.

Pada masa dahulu di daerah yang sekarang bernama Aceh Tenggara terdapat sebuah danau yang cukup luas serta dikelilingi oleh pegunungan yang cukup tinggi. Air danau berasal dari pegunungan disekitarnya.

Bentuk danau itu tidak empat persegi melainkan lonjong, dan diding selatnya yaitu dinding yang mengarah ke Singkil (dari sana berhulu sebuah sungai yang mengalirkan air danau tersebut) agak tipis, tetapi banyak jurang-jurangnya.

Penduduk Alas pada masa dahulu tinggal didaratan pinggir danau. Mereka hidup menangkap ikan, berternak dan bertani.

Pada suatu hari turunlah hujan lebat dipegunungan yang mengelilingi danau tersebut. Air meluap dan menekan dindingnya. Karena air terlalu banyak maka dinding selatan danau pecah sehingga air danau melimpah keluar.

2 Orang-orang Gayo datang ketempat tersebut langsung tahjub dibuatnya.

6

6Sebuah hikayat menyebutkan bahwa Tanah Alas dulunya adalah sebuah danau besar, yang terbentuk pada masa kwartnaire, secara faktual hal ini dapat dilihat dari banyaknya nama desa atau daerah yang masih menggunakan kata Pulo ( pulau), Ujung, dan Tanjung, seperti Pulo Piku, Polunas, Pulo Kemiri, Pulo Gadung, Pulo Latong, Tanjung, Kute Grerat, Kute Ujung Barat.

Selain itu, ditemukan banyak kuburan yang berada diatas gunung, seperti kburan Raja Dewa diatas gunung Lawe Sikap, kuburan Panglima Saridane diatas gunung Batu Bergeh, dan kuburan Panglima Panjang diatas Gunung Panjang. Namaun Alas sendiri di yakini berasal dari kata Alas yang bermakna tikar atau landasan kerena berbentuk lapangan yang sangat luas.

2H.A. Zainuddin :”Tarich Atjeh Nusantara” Medan Puastaka Iskandar Muda (1961:186)

Danau yang kering tersebut tampak seperti tikar, oleh karena itu mereka menamakan daerah itu dengan Alas yang artinya tanah datar seperti tikar. Selain orang-orang Gayo yang datang ketempat tersebut juga ada orang-orang Melayu.

Danau yang kering tersebut tampak seperti tikar, oleh karena itu mereka menamakan daerah itu dengan Alas yang artinya tanah datar seperti tikar. Selain orang-orang Gayo yang datang ketempat tersebut juga ada orang-orang Melayu.

Mereka menyebut dataran yang luas itu dengan sebutan Tanoh Alas yang artinya tanah dasar, yaitu tanah yang menjadi dasar berpijaknya semua pegunungan yang ada disekitarnya.

2.2 Geografi Kabupaten Aceh Tenggara.

Kabupaten Aceh Tenggara dengan Ibukota Kutacane Aceh Tenggara salah satu daerah tingkat dua dalam wilayah administrasi. Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dikelilingi oleh Kabupaten lainya seperti Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat, Sebagian Kabupaten Aceh Tenggara yang memiliki wilayah garis pantai bagian barat, sedangkan garis pantai sebelah timur dimiliki oleh Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Pidie dan sebagian wilayah Kabupaten Aceh Besar.

Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara sebagian besar terdiri dari daratan tinggi sehingga untuk saat ini hubungan ke Medan dari Kabupaten Aceh Tenggara hanya dapat di capai melalui Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan Rikit Gaib, Blangkejeren, dan Kecamata Terangon (Kabupaten Gayo Lues).

Wilayah yang menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari 11 Kecamatan, yaitu Babul Makmur, Babul Rahmat, Babussalam, Badar, Bambel, Bukit Tusam, Darul Hasanah, Lawe Alas, Lawe Bulan, Lawe Sigala-gala, Semadam.

Secara Geografis, Kabupaten Aceh Tenggara terletak 3055’23” – 4016’37”

LU dan 96043’23’-98010’32” BT. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, di sebelah timur dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Timur, di sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Provinsi Sumatera Utara, dan disebelah barat dengan Kabupaten Aceh Selatan. Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara terletak di ketinggian 25-1000 meter di atas permukaan laut, berupa daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Suhu udara berkisar antara 25 sampai 320 Celsius. Secara umum yang menjadi batas pada tiap wilayah Kabupaten Aceh Tenggara banyak menggunakan batas alam terutama batas sungai, seperti hanya dengan sungai Lawe Pakam di wilayah bagian timur yang membatasi Kecamatan Lawe Sigala-Gala dengan Kabupaten Langkat (Provinsi Sumatera Utara).

Secara geografis kabupaten ini diapit oleh dua buah gunung yaitu Gunung Leuser dan Bukit Barisan yang membujur dari utara ke selatan dan dilewati oleh dua buah sungai besar yaitu sungai (lawe) Alas dan Sungai (Lawe) Bulan, kedua sungai ini digunakan untuk pengairan tanah pertanian. Gunung Leuser mempunyai keindahan alam yang amat menarik sehingga Kabupaten Aceh Tenggara banyak di kunjungi oleh para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun asing. Selain memiliki gunung Leuser dengan panoramanya yang indah, kabupaten ini juga memiliki sumber kekayaan alam yakni sumber kekayaan alam berupa bahan galian dan hutan. Sumber kekayaan alam berupa galian yang terdapat di daerah ini antara lain biji timah, batu marmer, biji besi, tembaga, emas,

batubara dan mika, sedangkan sumber kekayaan alam berupa hutan dipekirakan seluas 893,774 hektar. Selain itu, dalam wilayah Kabupaten Aceh Tenggara juga terdapat padang rumput yang luas yang dapat digunakan untuk mengembala hewan ternak.

Luas seluruh wilayah daerah ini sebelum pemekaran adalah 9,950,99 km2 atau 995,099 Ha. Setelah terjadi pemekaran wilayah dengan lahirnya Kabupaten Gayo Lues Pada 10 April 2002, berdasarkan UU No.4/ 2002, wilayah Aceh Tenggara tinggal 4.231,41 km2 dengan sebagian besar wilayah berada di Lembah Alas.

Secara administratif, Kabupaten Aceh Tenggara terbagi dalam 11 Kecamatan, kelurahan, dan 249 desa penyelenggaraan pemerintahan saat ini di pimpin oleh Bupati dan Wakil Bupati yang membawahi unsur sekreteriat daerah, 7 badan, 16 dinas, dan 7 kantor. Kesebelas kecamatan yang ada di Aceh Tenggara adalah Lawe Alas, Lawe Sigala-Gala, Babul Makmur, Bambel, Babussalam, Badar, Darul Hasanah, Lawe Bulan, Bukit Tusam, Semadam, dan Babul Rahmah.

Berdasarkan data statistik tahun 2010 penduduk Kabupaten Aceh Tenggara berjumlah 213.810 jiwa, sedangkan menurut data Regestrasi Penduduk Akhir Tahun 1999 menunjukan bahwa jumlah penduduk Aceh Tenggara mencapai 212.249 jiwa yang terdiri dari 102.810 penduduk laki-laki dan 109.439 penduduk wanita. Dengan demikian, dalam jangka waktu 1 tahun pertumbuhan penduduk Kabupaten Aceh Tenggara sebesar 1,34 persen. Pertambahan penduduk yang terjadi di kabupaten ini disebabkan oleh dua hal, yakni pertambahan penduduk secara alami dan pertambahan penduduk yang disebabkan oleh adanya migrant.

Untuk mengetahui secara lebih terperinci mengenai luas kecamatan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk dalam wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dapat di lihat dalam tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2

Luas Kecamatan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 1999 (sebelum pemekaran).

Luas Kecamatan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 1999 (sebelum pemekaran).

Dokumen terkait