• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang mengambil bahan-bahan penelitian dari beberapa referensi yang ada sehingga dapat membantu penelitian ini. Metode analisis yang digunakan

adalah metode naratif. Menurut Webster dan Metrova dalam Rika, narasi (narrative) adalah suatu metode penelitian di dalam ilmu-ilmu sosial. Inti dari metode ini adalah kemampuannya untuk memahami identitas dan pandangan dunia seseorang dengan mengacu pada cerita-cerita (narasi) yang ia dengarkan ataupun tuturkan di dalam aktivitasnya sehari-hari.

Sumber data diambil dari Al-Qur’an surah Ali Imran. Penelitian ini mengkhususkan pada kisah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Mulyana (2005).

Dalam memindahkan tulisan Arab ke tulisan latin, digunakan pedoman berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987. Sumber data dalam penelitian ini diambil dari Al-Qur’an sebagai data primer dan berbagai literatur seperti skripsi, jurnal, artikel, dan buku yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai data sekunder.

Adapun tahapan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah : 1. Mengumpulkan data referensi dan buku-buku yang berkaitan dengan judul

penelitian, dan dari Al-Qur’an sebagai objek,

2. Mengklasifikasikan dan menganalisis data yang telah dikumpulkan, 3. Menyusun hasil studi secara sistematis dalam bentuk laporan awal, 4. Menyusun laporan akhir.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu

Analisis wacana naratif dalam Al-Qur’an sudah pernah dikaji, yaitu:

a. Toto Edidarmo (2014) mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah telah menganalisis “Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa Dalam Al-Qurʼan”.

Penelitiannya mengkaji seluruh teks ayat Al-Qur’an yang mengandung kisah hidup Nabi Isa dalam Al-Qur’an. Hasil penelitiannya, kelahiran Nabi Isa merupakan suatu mukjizat karena dilahirkan tanpa bapak. Kisahnya dimulai dari kunjungan malaikat kepada Maryam atas perintah Allah.

Ketika itu, malaikat menyerupai manusia yang sempurna.

Kemunculan malaikat membuat Maryam ketakutan lalu berkata:

“Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dari (keburukan) kamu, jika kamu seorang yang bertakwa”. Ia (Jibril) berkata:

“Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS Maryam [19]: 18-19).

Nabi Isa dan beberapa orang rasul telah dilebihkan Allah dari rasul-rasul lain. Firman-Nya: Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata (langsung dengannya) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa Putra Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus…. (QS al-Baqarah [2]: 253) diberi kitab Injil sebagai petunjuk bagi Bani Israil.

Selain menyuruh Bani Israil menyembah Allah dengan menaati Injil, Nabi Isa a.s. mengesahkan kitab Taurat yang diturunkan sebelumnya. Dua firman Allah yang menjelaskan hal ini adalah: Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil yang mengandung petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab sebelumnya, yaitu Taurat, serta

menjadi petunjuk dan pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa. (QS al-Mâ’idah [5]: 46) mempunyai pengikut-pengikut yang setia dan juga yang tidak setia atau yang menentang. Pengikut-pengikutnya yang setia selalu percaya kepada Allah dan kepada Isa. Mereka adalah orang-orang muslim. Firman Allah: “Dan ketika Aku mewahyukan pengikutpengikut yang setia, ʻPercayalah kepadaKu dan rasul-Kuʼ; mereka berkata, ʻKami percaya, dan saksikanlah (wahai rasul) akan kemusliman kami.” (QS al-Mâ’idah [5]: 111). Selain kelahiran yang luar biasa dan turunnya hidangan dari langit, Nabi Isa telah dikaruniai beberapa mukjizat lain. Ayat berikut menjelaskannya: “Ingatlah ketika Allah berkata, ʻWahai Isa Putra Maryam. Ingatlah akan rahmatKu kepadamu, dan kepada ibumu, ketika Aku mengukuhkan kamu dengan Roh Qudus (Suci), untuk berkata-kata kepada manusia di dalam buaian dan setelah dewasa ... dan apabila kamu mencipta daripada tanah liat, dengan izin-Ku, seperti bentuk burung, dan kamu mengembuskan ke dalamnya, lalu jadilah ia seekor burung, dengan izin-Ku, dan kamu menyembuhkan orang buta, dan orang sakit kusta, dengan izin-Ku, dan kamu menghidupkan orang yang mati, dengan izinKuʼ ... lalu orang-orang yang tidak percaya dari mereka berkata, ‘Ini hanyalah sihir yang nyata.ʼˮ (QS al-Ma’idah [5]: 110).

Sebagian umat Kristen percaya bahwa Nabi Isa tidak wafat semasa disalib tetapi diangkat naik ke langit. Akan tetapi, banyak pendapat mengatakan bahwa Nabi Isa telah wafat di bumi, tetapi bukan disalib. Nabi Isa wafat setelah peristiwa penyaliban terhadapnya di sebuah tempat lain yang tidak diceritakan di dalam al-Qurʼan. Besar kemungkinan, Nabi Isa melarikan diri dari tempat penyaliban dan kemudian wafat. Bukti wafat Nabi Isa adalah firman-Nya berikut: (Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu

kamu perselisihkanˮ. (QS Ali ʻImrân [3]: 55). Penelitian ini menggunakan teori Sumarlam (2009) sebagai landasan teori.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti wacana naratif kisah nabi dalam Al-Qur’an. Perbedaannya yaitu, penelitian ini dilihat dari segi isi, objeknya nabi Muhammad, dan menggunakan teori Mulyana. Sedangkan penelitian sebelumnya objek yang digunakan adalah kisah nabi Isa dan menggunakan teori Sumarlam.

b. Setyani Wardhaningtyas (2011) mahasiswa Universitas Negeri Semarang telah menganalisis “Wacana Naratif Short-Short Story Bokkochan Karya Hoshi Shin’ichi”. Hasil penelitiannya, peristiwa yang muncul dalam wacana ini adalah peristiwa tentang seorang pemilik bar yang membuat robot cantik dan seksi.

Robot tersebut dipekerjakan di barnya dan bertugas untuk menemani tamu yang datang untuk minum sake. Karena robot itu cantik dan betul-betul mirip manusia, maka banyak pembeli berdatangan ke bar itu untuk bisa mentraktir dan ngobrol dengan robot yang bernama bokoochan tersebut.

Air yang diminum oleh robot tersebut kemudian dikumpulkan oleh pemilik bar dan kemudian dijual kembali kepada tamu.

Cerita itu berakhir dengan tragis karena akhirnya ada salah satu tamu yang patah hati dengan robot tersebut dan kemudian memberi racun pada sake yang diminum oleh robot itu. Pada akhirnya, sake yang diminum itu dijual kembali kepada para tamu sehingga tamutamu menjadi minum sake yang sudah diberi racun. Adapun tokoh yang muncul dalam cerita tersebut adalah pemilik bar atau disebut bamasuta, bokkochan (robot cantik), seinen (lelaki muda yang tergila-gila kepada robot cantik itu), okyaku (para tamu yang juga menyukai robot cantik itu). Penelitian ini menggunakan teori Yuwono (2005) sebagai landasan teori.

Persamaan penelitian ini dengan sebelumnya yaitu sama-sama meneliti wacana naratif. Perbedaannya yaitu, penelitian ini dilihat dari segi isi, mengambil data dari surah Ali Imran, dan menggunakan teori Mulyana. Sedangkan penelitian sebelumnya mengambil data dari Novel Short-Short Story Bokkochan Karya Hoshi Shin’ichi dan menggunakn teori Yuwono.

c. Jauharotul Ulumiyah telah menganalisis “Narasi Peran Domestik Dalam Film Ki & Ka (Analisis Naratif dalam Film Bollywood Ki & Ka)”. Hasil penelitiannya, Berdasarkan cerita mengenai peran domestik dapat dilihat melalui, Pertama Setting tempat yang ditampilkan oleh sutradara adalah setting tempat apartemen. Konstruksi apartemen yang ditampilkan dalam film Ki dan Ka oleh sutradara dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa telah terjadi perubahan sosiologis budaya India yaitu dahulu wanita India tinggal di rumah dengan tipe extended family sekarang sudah boleh tinggal di apartemen.

Setting waktu yang dipilih oleh sutradara film Ki dan Ka adalah setting waktu India jaman sekarang (saat ini), dimana digambarkan keadaan kota di India yang sudah maju yaitu banyak terdapat gedunggedung bertingkat, jalan raya sudah beraspal, taman kota yang indah, mobil-mobil mewah lalu lalang di jalan raya, banyak terdapat hotel termasuk juga apartemen, restoran, supermarket, tempat-tempat hiburan, dan bandara.

Kedua, karakter Kia dikonstruksi oleh sutradara sebagai seorang perempuan yang modern dimana Kia sudah melupakan tradisi wanita yang sudah menikah harus menggunakan pakaian tradisional seperti menggunakan pakaian sari. Sutradara mengkonstruksi sosok Kia seperti tersebut di atas dengan alasan bahwa sutradara bermaksud menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran dalam adat kebiasaan perempuan India sebagai akibat dari globalisasi dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.

Ketiga, Point of view dalam film “Ki & Ka” yang menjadi narator adalah sang pemeran utama yaitu Kia dan Kabir. Mereka merupakan narator

subyektif yang menceritakan pembagian peran domestik publik dalam keluarga dari kalangan menengah di India. Kia bekerja untuk mencari nafkah di sektor publik sedangkan Kabir memilih untuk berperan di sektor domestik. Perbedaan peran kedua tokoh tersebut berdasarkan gender yang berfungsi untuk membedakan peran antara laki-laki dan perempuan.

Perempuan adalah sosok yang bersifat domestik, sosok yang berada dalam ruangan (rumah) dan punya sifat melayani. Sedangkan laki-laki memiliki sifat sebagai sosok yang berada di lingkungan publik dan dilayani. Pada film Ki & Ka, penulis menemukan beberapa scene yang menggambarkan tentang peran domestik yaitu pasa scene Kia bekerja di luar rumah sedangkan Kabir bertugas di rumah. Kabir mendekorasi rumah, Kabir membeli bahan makanan ke supermarket, Kabir tampil sebagai iklan masak, dan Kabir memasak untuk Kia dan ibunya Kia.

Persamaan penelitian ini dengan sebelumnya yaitu sama-sama meneliti wacana naratif. Perbedaannya yaitu, penelitian ini dilihat dari segi isi, mengambil data dari surah Ali Imran. Sedangkan penelitian sebelumnya mengambil data dari Film Bollywood Ki & Ka.

2.2. Wacana (ثيدح

)/

ḥadīṡun/

Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Kridalaksana dalam Rusminto, 2015: 2).

Al-Khuli (1982: 76) mengistilahkan wacana dengan kata (ثيدح

)/

ḥadīṡun/, yaitu:

ملاكتلا قيرط نع عماسلا لىإ نىعلما لاصيإ : ثيدح

/h}adīṡun: īṣālu al-ma’nā ilā as-sāmi’i ‘an ṭarīqi al-kalāmi/ “Wacana adalah menyampaikan pesan yag bermakna kepada pendengar (pembaca) melalui bahasa atau kata-kata”.

HG Tarigan (Mulyana, 2005: 6) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.

Mulyana (2005: 47-63) menyatakan klasifikasi atau pembagian wacana dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:

1. Berdasarkan bentuk, terdapat 7 jenis wacana yaitu: wacana naratif, wacana prosedural, wacana ekspositori, wacana hortatori, wacana dramatik, wacana epistoleri, dan wacana seremonial

2. Berdasarkan media penyampaian, terdapat 2 jenis wacana yaitu: wacana tulis dan wacana lisan

3. Berdasarkan jumlah penutur, terdapat 2 jenis wacana yaitu: wacana monolog dan wacana dialog

4. Berdasarkan sifat, terdapat 2 jenis wacana yaitu: wacana fiksi dan wacana nonfiksi

5. Berdasarkan isi, terdapat 7 jenis wacana yaitu: wacana politik, wacana sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum dan kriminalitas, dan wacana olahraga dan kesehatan

6. Berdasarkan gaya dan tujuan, terdapat 1 jenis wacana yaitu: wacana iklan

2.1. Wacana Naratif

Kata naratif berasal dari bahasa Inggris narration (cerita) dan narrative (yang menceritakan). Wacana naratif berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis) dengan maksud memberikan arti kepada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik himah dari cerita itu (Rusminto, 2015: 18).

Rani dkk (Rusminto, 2015: 18) menyatakan bahwa wacana naratif merupakan salah satu jenis wacana yang berisi cerita.

Wacana naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah. Uraiannya cenderung ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting sering diberi tekanan atau diulang. Bentuk wacana naratif

umumnya dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan diakhiri dengan penutup (Mulyana, 2005: 48).

Contoh wacana naratif dalam surah Ali Imran:

ْمُحلَ حتْنِل ِهٰ للا حنِّم ٍةحْحْحر احمِبحف ۚ

ْلحقْلا حظْيِلحغ اًّظحف حتْنُك ْوحلحو حكِلْوحح ْنِم اْوُّضحفْ ن حلَ ِب

ۚ ُفْعاحف ْمُهْ نحع

ِرْمحْلَا ِفِ ْمُهْرِواحشحو ْمُحلَ ْرِفْغح تْساحو ۚ

حزحع احذِاحف ِهٰ للا ىحلحع ْلنكحوح تح ف حتْم ۚ

حْيِلِّكحوح تُمْلا ُّبُِيُ حهٰ للا ننِا (

783 )

/Fabimā raḥmatin mina Allāhi linta lahum. Wa law kunta faẓẓan galīẓa al-qalbi lā anfaḍḍū min ḥawlika. Fa’fu ‘anhum wa astagfir lahum wa syāwirhum fī al-amri.

Faiżā ‘azamta fatawakkal ‘ala Allāhi. Inna Allāha yuḥibbu al-mutawakkilīna/

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.

Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal” (Q.S. Ali Imran: 159)

Berdasarkan contoh di atas, wacana naratif yang terdapat dalam ayat tersebut adalah setelah terjadinya perang badar, Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar RA dan Umar bin Khattab RA untuk meminta pendapat mereka tentang para tawanan perang, Abu Bakar RA berpendapat mereka sebaiknya dikembalikan kepada keluarganya dan keluarganya membayar tebusan. Namun, Umar RA berpendapat mereka sebaiknya dibunuh. Yang diperintah membunuh adalah keluarganya dan Rasulullah sulit dalam memutuskan. (H.R. Kalabi).

2.2. Wacana Berdasarkan Isi

Berdasarkan isi, Mulyana (2005: 56-62) membagi wacana menjadi 7, yaitu wacana politik, wacana sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum dan kriminalitas, dan wacana olahraga dan kesehatan.

1. Wacana Politik

Sebagian orang memandang dunia politik sebagai dunia siasat, penuh strategi, dan mungkin kelicikan. Lingkungan politik yang demikian itu pada gilirannya melahirkan istilah-istilah tertentu yang maknanya sangat terbatas.

2. Wacana Sosial

Wacana sosial berkaitan dengan kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari masyarakat.

3. Wacana Ekonomi

Wacana ekonomi berkaitan dengan persoalan ekonomi. Dalam wacana ekonomi, ada beberapa register yang hanya dikenal di dunia bisnis dan ekonomi.

4. Wacana Budaya

Wacana budaya berkaitan dengan aktivitas kebudayaan. Meskipun sampai saat ini ‘kebudayaan’ masih terus diperdebatkan, namun pada wilayah kewacanaan ini, kebudayaan lebih dimaknai sebagai wilayah ‘kebiasaan atau tradisi, adat, sikap hidup, dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari’.

5. Wacana Militer

Wacana jenis ini hanya dipakai, dikembangkan di dunia militer. Instansi militer dikenal sangat suka menciptakan istilah-istilah khusus yang hanya dikenal oleh kalangan militer. Istilah tersebut umumnya dibentuk dengan cara disingkat dan diakronimkan (baik secara silabik maupun alfabetis).

6. Wacana Hukum dan Kriminalitas

Persoalan hukum dan kriminalitas, sekalipun bisa dipisahkan, namun keduanya bagaikan dua sisi dari mata uang : berbeda tetapi menjadi satu kesatuan.

Kriminalitas menyangkut hukum, dan hukum mengelilingi kriminalitas.

7. Wacana Olahraga dan Kesehatan

Sebagaimana halnya wacana hukum dan kriminalitas dunia olahraga dan kesehatan juga bisa dibedakan, meski sebenarnya tetap berkaitan secara padu dan bersifat timbal balik. Dalam hal ini, pilihan kata atau istilah khusus dan bermakna

tertentu baru dapat ditafsirkan dengan benar sepanjang terlebih dahulu diketahui konteks terjadinya wacana tersebut.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, diklasifikasikan, kemudian dianalisis, maka diperoleh hasil sebagai berikut

1. Wacana politik terdapat 17 yaitu pada ayat 7, 26, 28, 31, 61, 73, 93, 100, 121, 154, 166, 167, 175, 181, 183, 187, dan 188.

2. Wacana sosial terdapat 22 yaitu pada ayat 3, 12, 18, 20, 58, 59, 60, 62, 64, 77, 81, 84, 86, 95, 100, 121, 122, 124, 128, 152, 159, 173, dan 199.

3. Wacana ekonomi terdapat 2 yaitu pada ayat 77 dan 187.

4. Wacana budaya terdapat 5 yaitu pada ayat 90, 169, 181, 184, dan 188.

5. Wacana militer tidak ditemukan.

6. Wacana hukum dan kriminalitas terdapat 28 pada ayat 7, 12, 23, 32, 77, 87, 88, 89, 90, 93, 98, 99, 128, 152, 153, 154, 155, 161, 165, 168, 169, 170, 171, 172, 174, 176, 188, dan 199.

7. Wacana olahraga dan kesehatan tidak ditemukan.

3.2. Pembahasan

3.2.1. Isi Wacana Naratif

7 حلحزْ نحاحو ِهْيحدحي حْيح ب احمِّل اًقِّدحصُم ِّقحْلْاِب حبٰتِكتْلا حكْيحلحع حلنزح ن . حلْيِْنِْْلَاحو حةىٰرْون تلا

( ۚ 1 )

/nazzala 'alaika al-kitāba bi al-ḥaqqi muṣaddiqan al-limā baina yadayhi wa anzala at-taurāta wa al-injīl/ “Dia menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Injil” (Ali Imran: 3)

Wacana naratif dalam ayat di atas adalah :

Allah menurunkan kepadamu, wahai Muhammad, Al-Qur’an dengan berbagai bukti dan argumen yang nyata, Allah membenarkan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya yang sesuai dengan apa yang ada pada Al-Qur’an, menurunkan dua kitab agung, yaitu Taurat dan Injil, sebelum turunnya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi Bani Israil (Ash-Shabuni: 395).

Isi wacana naratif pada ayat 3 yaitu:

Termasuk wacana sosial karena Allah memberikan petunjuk bagi Bani Israil berupa kitab-kitab yang diturunkan.

6 ْيِذنلا حوُه . ٌتٰهِبٰشحتُم ُرحخُاحو ِبٰتِكتْلا ُّمُا ننُه ٌتٰمحكتُّْمح ٌتٰيٰا ُهْنِم حبٰتِكتْلا حكْيحلحع حلحزْ نحا ۚ

انمحاحف ۚ حنْيِذنلا

هِلْيِوْأحت حءۤاحغِتْباحو ِةحنْ تِفْلا حءۤاحغِتْبا ُهْنِم حهحباحشحت احم حنْوُعِبنتحيح ف ٌغْيحز ْمِِبِْوُلُ ق ِْفي هحلْ يِوْأحت ُمحلْعح ي احمحو ۚ

ُهٰ للا نلَِا ۚ

هِب اننحمٰا حنْوُلْوُقح ي ِمْلِعْلا ِفِ حنْوُخِسانرلاحو ۚ ۚ

احنِّ بحر ِدْنِع ْنِّم ٌّلُك نلَِا ُرنكنذحي احمحو ۚ

ِباحبْلحْلَا اوُلوُا ۚ (

1 )

/huwa allażī anzala 'alaika kitāba minhu āyātun muḥkamātun hunna ummu al-kitābi wa ukharu mutasyābihātun, fa amma> allażīna fī qulu>bihim zaigun fayattabi’u>na mā tasyābaha minhu ibtigā`a al-fitnati wa ibtigā`a ta`wīlihī, wa mā ya'lamu ta`wīlahū illā allāhu, wa ar-rāsikhụna fi al-'ilmi yaqụlụna āmannā bihī kullun min 'indi rabbinā, wa mā yażżakkaru illā ulu al-albāb/ “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur'an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur'an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal” (Ali Imran: 7).

Wacana naratif yang terdapat dalam ayat di atas adalah:

Allah-lah yang menurunkan Al-Qur’an kepada engkau, wahai Muhammad.

Di dalamnya terdapat ayat-ayat yang jelas dan nyata keterangannya, tidak bercampur aduk dan tidak pula samar, seperti ayat-ayat tentang halal dan haram, itulah pokok dan inti kandungan Al-Qur’an. Di dalamnya terdapat ayat lain yang bagi kebanyakan manusia, pemahamannya cukup samar. Barangsiapa mengembalikan pemahaman ayat mutasyabih kepada makna yang jelas (muhkam), maka dia mendapat petunjuk. Dan barangsiapa melakukan sebaliknya, maka dia tersesat. Karena itu Allah berfirman, adapun orang yang di dalam hatinya melenceng dari petunjuk menuju kesesatan, maka dia mengikuti ayat-ayat mutasyabih dan menafsirkan sekehendak hawa nafsunya. Mereka menafsirkan ayat-ayat mutasyabih sekehendak mereka untuk menebarkan fitnah

(penyimpangan) dalam agama, dan untuk memberikan keraguan kepada para pengikutnya. Mereka melakukan hal itu dengan dalih menafsirkan kalam Allah, sebagaimana yang dilakukan orang Nasrani yang tersesat (Ash-Shabuni: 396).

Isi wacana naratif pada ayat 7 yaitu:

Termasuk wacana politik karena orang-orang yang telah menafsirkan ayat-ayat mutasyabih sekehendak mereka untuk menebarkan fitnah (penyimpangan) dalam agama dan untuk memberikan keraguan kepada para pengikutnya serta termasuk wacana hukum dan kriminalitas karena Allah memberikan petunjuk kepada orang yang mengembalikan pemahaman ayat mutasyabih kepada makna yang jelas (muhkam) dan memberikan kesesatan kepada orang yang melakukan sebaliknya.

1 حمننحهحج ٰلىِا حنْوُرحشُْتَحو حنْوُ بحلْغُ تحس اْوُرحفحك حنْيِذنلِّل ْلُق . ُداحهِمْلا حسْئِبحو ۚ

( 76 )

/qul lillażīna kafarū satuglabūna wa tuḥsyarūna ilā jahannama, wa bi`sa al-mihādu/ “Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang kafir, “Kamu (pasti) akan dikalahkan dan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal” (Ali Imran: 12).

Wacana naratif yang terdapat dalam ayat di atas adalah:

Tatkala Rasulullah menimpakan kekalahan kepada kaum Quraisy dalam Perang Badar, lalu kembali ke Madinah, beliau mengumpulkan orang-orang Yahudi, dan berseru kepada mereka, “Wahai orang-orang Yahudi, masuk Islamlah kalian sebelum Allah menimpakan kalian dengan apa yang telah ditimpakan kepada orang-orang musyrik Quraisy. Kalian telah mengetahui bahwasannya aku adalah seorang nabi yang diutus.”

Mereka menjawab: “Wahai Muhammad, janganlah engkau merasa sombong dengan dirimu hanya karna engkau telah memerangi sekelompok orang-orang Quraisy yang bodoh. Mereka tidak memiliki pengetahuan berperang. Demi Allah, seandainya engkau berperang dengan kami, engkau akan mengetahui bahwa kami adalah para laki-laki ksatria. Engkau tidak sebanding dengan kami.”

(Ash-Shabuni: 404-405).

Maka Allah berfirman, wahai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang Yahudi dan semua orang kafir, bahwa kalian pasti akan dikalahkan di dunia ini.

Di akhirat, kalian kelak akan dikumpulkan lalu digiring menuju neraka Jahannam.

Itulah tempat tinggal dan pembaringan yang seburuk-buruknya yang disediakan untuk mereka di neraka Jahannam (Ash-Shabuni: 406).

Isi wacana naratif pada ayat 12 yaitu:

Termasuk wacana sosial karena sikap bersosial Rasulullah dengan mengajak orang-orang Yahudi untuk masuk Islam serta termasuk wacana hukum dan kriminalitas karena Yahudi dan semua orang kafir pasti akan dikalahkan di dunia dan di akhirat akan dikumpulkan lalu digiring menuju neraka Jahannam.

1 هننحا ُهٰ للا حدِهحش . حلَ

حوُه نلَِا حهٰلِا ۚ اًمِٕىۤاحق ِمْلِعْلا اوُلوُاحو ُةحكتِٕىٰۤلحمْلاحو ۚ

ِطْسِقْلاِب ۚ حلَ ۚ

ُزْ يِزحعْلا حوُه نلَِا حهٰلِا ۚ

ُمْيِكتحْلْا ( 75 )

/syahida allāhu annahū lā ilāha illā huwa wa al-malāikatu wa ulu al-'ilmi qā`iman bi al-qisṭi, lā ilāha illā huwa al-'azīzu al-ḥakīmu/ “Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Maha-bijaksana” (Ali Imran: 18).

Wacana naratif yang terdapat dalam ayat di atas adalah:

Tatkala Rasulullah menetap di Madinah, dua orang pendeta datang dari Syam datang kepada beliau. Ketika keduanya menemui Rasulullah, mereka berdua langsung mengerti sifat-sifat Rasulullah. Keduanya bertanya, “Engkau Muhammad?” Nabi menjawab, “Ya.” Keduanya bertanya kembali, “Apakah engkau Ahmad?” Nabi menjawab, “Ya.”

Keduanya melanjutkan, “Kami bertanya kepadamu tentang sebuah persaksian, jika engkau memberitahu kami mengenai hal itu, maka kami beriman

Keduanya melanjutkan, “Kami bertanya kepadamu tentang sebuah persaksian, jika engkau memberitahu kami mengenai hal itu, maka kami beriman

Dokumen terkait