• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama bulan Oktober 2014 sampai September 2015 di Laboratorium Rekayasa Proses Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Pengolahan dan Laboratorium Nanoteknologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mangga varietas Gedong gincu dengan tingkat kematangan 70-80% (sekitar 90 hari setelah bunga mekar) yang diperoleh dari perkebunan milik petani mangga di dusun Sumber, Cirebon. Bahan kimia untuk membuat larutan bionanokomposit antara lain kappa-karagenan (Sigma Aldrich, Jerman), nanopartikel seng oksida (NP-ZnO) dengan ukuran partikel rata-rata 20 nm (Wako, Jepang), beeswax (lilin lebah) diperoleh dari petani madu di Bogor, gliserol sebagai pemlastis, serta Tween 60 dan Span 60 sebagai bahan pembentuk emulsi. Isolat bakteri E.coli dan S.aureus digunakan untuk uji antimikroba. Bahan kimia yang lain meliputi media Nutrient Agar (NA), NaOH dan indikator phenolptalein (PP).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain magnetic stirer,

stirring hot plate, Ultra turax (IKA, T25, Jerman), Universal Testing Machine

(Instron, USA), Textur Analyzer (CT V1.2Brookfield, USA), Spektrometr FT-IR (Bruker, USA), Scanning Electron Microscopy (SEM) (Carl, Zeiss EVO M10, USA), Chroma meter (Minolta, Jepang) instrumen uji permeabilitas uap air, neraca analitik (WPS 600 Radwag, USA), CO2 meter (Lutron GCH, USA), kamera digital (Canon IXUS 160, Jepang), mikrometer alat gelas serta alat penunjang lainnya.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini meliputi 3 tahapan yaitu (1) tahap pembuatan emulsi

beeswax dilanjutkan (2) tahap pembuatan larutan bionanokomposit berbahan baku karagenan, beeswax, dan nanopartikel ZnO menggunakan teknik casting atau cetak. Pada tahap ini dilakukan variasi konsentrasi beeswax dalam bentuk emulsi (0 dan 3% (v/v larutan)) dan konsentrasi nanopartikel ZnO (0, 05 dan 1 % b/b karagenan). Tahapan terakhir (3) yaitu aplikasi larutan nanokomposit sebagai pelapis mangga dengan teknik dipping atau pencelupan. Secara umum, skema penelitian terangkum pada Lampiran 1.

Pembuatan Emulsi Beeswax

Pembuatan emulsi beeswax mengacu pada metode yang dilakukan oleh Ramnanan-Singh (2012). Sebanyak 20.3 g Beeswax ditimbang dan dilelehkan menggunakan hot plate pada suhu 70oC. Kemudian ditambahkan pengemulsi

yaitu 29.8 gTween 60 yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 70oC dan 10.9 g Span 60. Sebanyak 140 ml akuades (suhu 70oC) sedikit demi sedikit ditambahkan pada campuran sambil diaduk dengan kuat. Selanjutnya homogenisasi campuran dilakukan pada 8500 rpm selama 15 menit menggunakan

ultra turax. Emulsi yang terbentuk dipindahkan pada wadah lain. Diagram alir tersaji pada Lampiran 2.

Pembuatan Film Bionanokomposit

Pembuatan film bionanokomposit mengacu pada kombinasi dan modifikasi metode yang dilakukan oleh Rhim et al. (2013), Diova et al. (2013) serta Kanmani dan Rhim (2014). Sebanyak 0.5 dan 1% nanopartikel seng oksida (NP-ZnO) (b/b karagenan) dilarutkan dalam 100 ml akuades menggunakan ultra turax. Setelah terdispersi sempurna, ke dalam larutan tersebut ditambahkan 0.8 g karagenan sambil diaduk menggunakan stirring hot plate hingga suhu larutan mencapai 60oC. Selanjutnya, 0.5 ml gliserol dan 3% emulsi beeswax (v/v larutan) dicampurkan ke dalam larutan hingga suhu 80oC dan dipertahankan selama 5 menit. Larutan bionanokomposit yang dihasilkan didiamkan hingga dingin. Sebanyak 25 ml larutan dituang ke dalam cawan petri dan didiamkan selama 48 jam dalam suhu ruang hingga air menguap. Film yang telah kering diangkat dari cawan petri kemudian dibungkus dalam alumunium foil dan disimpan dalam desikator dengan RH=53% selama 48 jam untuk prekondisi sebelum dilakukan karakterisasi. Sebanyak 6 formulasi film dihasilkan yaitu: N0B0 (karagenan), N0B1 (karagenan + beeswax), N0,5B0 (karagenan + 0.5% NP-ZnO), N1B0 (karagenan + 1% NP-ZnO), N0,5B1 (karagenan + 0.5% NP-ZnO + beeswax) serta N1B1 (karagenan + 1% NP-ZnO + beeswax). Diagram alir pembuatan larutan dan film nanokomposit dapat dilihat pada Lampiran 3.

Aplikasi Larutan Bionanokomposit sebagai Pelapis Mangga

Mangga dengan tingkat kematangan 70-80% disortasi berdasarkan ukuran dan warna yang seragam serta dipastikan tidak mengalami kerusakan fisik dan bebas dari serangan hama. Permukaan mangga disterilisasi dengan dicelupkan dalam larutan NaOCl 1% selama 3 menit kemudian dicuci dengan air bersih dan dikeringkan. Mangga kemudian dicelupkan ke dalam larutan pelapis bionanokomposit (volume 500 ml) selama 10-20 detik dan ditiriskan. Mangga tanpa pencelupan dianggap sebagai kontrol. Sampel mangga kemudian disimpan pada suhu 20oC dan dilakukan pengujian secara berkala.

Prosedur Analisis

Karakterisasi Film Bionanokomposit

Karaketerisasi film bionanokomposit yang dihasilkan meliputi pengamatan morfologi permukaan, analisis FT-IR, warna, pengukuran laju transmisi uap air, serta sifat mekanis (kuat tarik dan elongasi) sedangkan aktivitas antimikroba film diamati secara kualitatif.

Morfologi Permukaan Film (Kanmani dan Rhim 2014)

Morfologi permukaan film diamati menggunakan instrumen Scanning Electron Microscopy (SEM) (Carl, Zeiss EVO M10, USA) yang dioperasikan pada kondisi vakum dan tegangan 13 kV. Sampel film terlebih dahulu dipotong dan dipasang pada speciment holder yang telah dilapisi double-side tape emas. Pengamatan struktur film dilakukan pada perbesaran 1000 dan 5000 kali.

Analisis FT-IR (Kanmani dan Rhim 2014)

Analisis gugus fungsi polimer dalam film menggunakan spektrometer FT-IR (Bruker, USA). Sampel dipotong berbentuk persegi dan ditempatkan pada kuvet dalam instrumen FT-IR. Spektra direkam pada bilangan gelombang 450-4000 cm-1.

Warna Film (Kanmani dan Rhim 2014)

Warna permukaan film diukur menggunakan instrumen Chroma meter (Minolta, Jepang) dengan plat standar warna putih (L = 100, a = -0,01 and b = 0,01) dipakai sebagai latar pengukuran sampel. Parameter warna Hunter L, a dan b dihitung dari rata-rata 5 titik pengukuran yang berbeda dari setiap sampel film. Pengukurang dilakukan dengan 3 ulangan. Total perbedaan warna (ΔE) dihitung menggunakan persamaan

ΔE = [(ΔL)2

+ (Δa)2

+ (Δb)2 ] 0,5

dimana ΔL, Δa dan Δb merupakan perbedaan warna antara plat standar dan sampel film.

Laju Transmisi Uap Air (ASTM D 1249-90 1993)

Laju transmisi uap air film diukur berdasarkan metode pada ASTM D1249-90 (1993) dengan sedikit modifikasi. Sampel film dipotong dalam bentuk silinder dengan diameter 30 mm dan dilekatkan pada wadah permeansi dengan kemudian disimpan dalam desikator pada 25oC. Gradien RH diantara film dijaga dengan meletakkan CaCl2 anhidrat (RH 2%) di dalam wadah permeansi dan larutan KCl jenuh (RH 97%) dalam desikator. Wadah permeansi ditimbang secara berkala. Laju transmisi uap air film (water vapour transmission rate/ WVTR) (g/m2 jam) dihitung dari kemiringan garis (slope) yang dihasilkan dari analisis regresi bobot sebagai fungsi waktu. Nilai WVTR didapat dari hasil pengukuran 3 sampel film.

WVTR =

Sifat Mekanis (ASTM D 882-02 1993)

Sifat mekanis film dianalisis mengacu pada metode ASTM D 882-02 (2002) menggunakan instrumen Universal Testing Machine (Instron, USA). Film dipotong dengan pola tertentu berukuran 2cm x 7cm. Initial grip diatur pada 17 mm dengan kecepatan tarik 20 mm/menit. Kuat tarik (MPa) ditentukan dengan membagi beban maksimum (N) dengan area cross section awal film (m2) sedangkan nilai elongasi merupakan persentase pemanjangan film sebelum film putus. Nilai kuat tarik dan elongasi merupakan rata-rata dari 3 kali pengukuran setiap sampel.

Aktivitas Antimikroba (Thankiwale and Bajpai 2012)

Kemampuan antimikroba film diuji secara kualitatif dengan metode kontak. Metode kontak dilakukan dengan memotong masing-masing formulasi film berbentuk persegi kemudian diletakkan pada media NA yang masing-asming telah diinokulasi bakteri E.coli dan S.aureus. Pembentukan zona bening diamati. Sebelumnya metode sumur digunakan untuk verifikasi kemampuan antimikroba dari NP-ZnO. Serbuk NP-ZnO didispersikan dalam akuades steril kemudian diteteskan kedalam sumur pada media NA yang telah diinokulasi masing-masing dengan bakteri E.coli dan S.aureus. Pembentukan zona bening sekitar sumur diamati.

Analisis Kualitas mangga

Mangga yang telah diberi perlakuan pelapisan dianalisis kualitasnya berdasarkan parameter fisik (susut bobot, kekerasan, warna dan penampakan) dan kimia (produksi CO2 dan total asam). Hasil analisis dibandingkan dengan mangga kontrol atau tanpa perlakuan.

Susut Bobot

Sampel mangga ditimbang menggunakan neraca analitik untuk mengetahui susut bobotnya selama penyimpanan. Pengukuran dilakukan dengan 3 ulangan. Susut bobot mangga dihitung menggunakan rumus:

W (%)

% Keterangan: w= susut bobot, mi= massa awal, mt= massa akhir. Kekerasan (Jha et al. 2010 yang dimodifikasi)

Kekerasan mangga diukur menggunakan instrumen texture analyzer

dengan tipe probe TA 39, beban kompresi 4500 g dengan kecepatan kompresi 0.5 mm/s. Kompresi dilakukan pada 5 titik yang berbeda pada tiap buah mangga. Pengukuran dilakukan dengan 2 ulangan. Kekerasan sampel diperoleh dari nilai maksimum (N) rata-rata yang tercatat selama dilakukan kompresi.

Produksi CO2 (Putra 2011)

Laju respirasi mangga dianalisis dengan mengukur produksi CO2 (ppm). Sebanyak 3 buah sampel mangga ditempatkan dalam wadah bervolume 3310 ml (setiap perlakuan 2 wadah atau ulangan) dan ditutup sedemikian rupa (closed system) sebelum diukur menggunakan CO2 meter secara berkala.

Total Asam (AOAC 1984)

Penetapan total asam dilakukan dengan titrasi mengacu pada metode AOAC. Sebanyak ± 10 g sampel dimasukkan dalam labu ukur 250 ml dan diencerkan menggunakan akuades. Filtrat diambil sebanyak 25 ml dan diberi beberapa tetes indikator PP kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0.1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah muda. Titrasi dilakukan dengan 2 ulangan. Total asam (%) dihitung menggunakan rumus:

Total asam (%)

Keterangan: P = jumlah pengenceran, BE = berat ekuivalen asam sitrat, N = normalitas NaOH, B = berat sampel

Warna dan Penampakan Fisik Mangga (Iswahyudi 2015 yang dimodifikasi) Warna mangga diuji menggunakan kamera digital Canon IXUS 160. Gambar mangga diambil dalam kondisi terkontrol di lemari potret. Parameter L, a dan b hunter diperoleh dari analisis 30 titik pada gambar menggunakan piranti lunak Adobe Photoshop CS6. Penampakan fisik mangga diamati secara kualitatif. Pengukuran dilakukan dengan 3 ulangan.

Analisis Data

Hasil karakterisasi film bionanokomposit dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan konsentrasi NP-ZnO (3 level) sebagai faktor I dan konsentrasi beeswax (2 level) sebagai faktor II. Pada hasil pengukuran kualitas mangga, formulasi pelapis dan lama penyimpanan dijadikan faktor. Uji lanjut Tukey pada α = 5% dilakukan jika ada beda nyata antar perlakuan. Uji sidik ragam (ANOVA) dilakukan menggunakan piranti lunak SPSS 22.0.

Dokumen terkait