• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Pelapisan Mangga (Mangifera Indica L.) Dengan Bionanokomposit Dari Karagenan, Beeswax Dan Nanopartikel Zno

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Pelapisan Mangga (Mangifera Indica L.) Dengan Bionanokomposit Dari Karagenan, Beeswax Dan Nanopartikel Zno"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BAYU MEINDRAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

APLIKASI PELAPISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DENGAN BIONANOKOMPOSIT DARI KARAGENAN,

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Pelapisan Mangga (Mangifera indica L.) dengan Bionanokomposit dari Karagenan,

Beeswax dan Nanopartikel ZnO adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Bayu Meindrawan

(4)

RINGKASAN

BAYU MEINDRAWAN. F251130041. Aplikasi Pelapisan Mangga (Mangifera indica L.) dengan Bionanokomposit dari Karagenan, Beeswax dan Nanopartikel ZnO. Di bawah bimbingan NUGRAHA EDHI SUYATMA, TIEN R. MUCHTADI dan EVI SAVITRI IRIANI

Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia dengan volume ekspor yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi lamanya waktu transportasi menyebabkan mangga mengalami banyak kerusakan. Pelapisan diketahui dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut dengan menunda pemasakan, perubahan warna dan tekstur pada buah, meningkatkan penampilan, menghambat migrasi kelembapan dan kehilangan senyawa volatil, serta mengurangi laju respirasi buah. Salah satu polisakarida alam yang dapat digunakan sebagai agen pelapis dan pembentuk film adalah karagenan. Meskipun memiliki memiliki barier terhadap gas yang baik, film berbasis polisakarida mempunyai ketahahan uap air yang buruk. Beeswax

merupakan salah satu jenis lilin yang dapat menurunkan permeabilitas uap air dari film berbasis polisakarida. Alternatif lain untuk memperbaiki performa film hidrofilik adalah mencampurkan material pengisi berukuran nano ke dalam biopolimer sehingga terbentuk polimer bionanokomposit. Nanopartikel seng oksida (ZnO) merupakan salah satu material pengisi yang dikenal memiliki sifat kimia dan fisik unik termasuk aktivitas antimikroba serta berpotensi untuk memperbaiki performa film berbasis polisakarida.

Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi pelapis bionanokomposit berbahan baku karagenan, beeswax serta nanopartikel ZnO untuk mempertahankan kualitas buah mangga varietas Gedong gincu. Selain itu diteliti juga pengaruh penambahan komponen hidrofobik (beeswax) dan nanopartikel ZnO (NP-ZnO) terhadap sifat fisiko-kimia, mekanis serta barier dari film bionanokomposit yang dihasilkan.

Larutan bionanokomposit dibuat dari kombinasi penambahan beeswax (0 dan 3% v/v) dan nanopartikel ZnO (0, 0.5 dan 1% b/b karagenan) ke dalam polimer karagenan. Analisis morfologi, gugus fungsi (FT-IR), sifat barier dan mekanisnya dilakukan pada 6 formulasi film yang dihasilkan. Pelapisan mangga dilakukan menggunakan teknik celup. Perubahan fisik dan kimia mangga diukur selama penyimpanan.

Hasil penelitian menunjukkan penambahan beeswax dan NP-ZnO ke dalam polimer karagenan menghasilkan morfologi dan warna film bionanokomposit yang berbeda dengan film karagenan murni. Analisis FT-IR menunjukkan adanya interaksi komponen penyusun film yang dibuktikan adanya puncak baru pada 1538 cm-1. Sifat mekanis serta barier uap air dari film karagenan mampu diperbaiki dengan penambahan beeswax dan NP-ZnO. Aplikasi pelapis bionanokomposit dapat menurunkan susut bobot dan produksi CO2, menunda perubahan warna, serta meminimalkan penurunan total asam dan kekerasan mangga selama penyimpanan.

(5)

SUMMARY

BAYU MEINDRAWAN. F251130041. Coating Application on Mango (Mangifera indica L.) by using Bionanocomposite Made From Carrageenan, Beeswax and ZnO Nanoparticles. Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA, TIEN R. MUCHTADI and EVI SAVITRI IRIANI

Mango (Mangifera indica L.) is one of Indonesia's export commodities with the export volume was increasing year by year. However, the long duration of transportation caused mango suffered a lot of damages. Coating is known could overcome those problem by delaying fruit ripening, delaying changes in color and texture, improving the appearance, inhibiting moisture migration and loss of volatile compounds, as well as reducing the rate of respiration. One of natural polysaccharides that can be used as coating material and film-forming agent is carrageenan. Despite have a good barrier against gas, polysaccharide-based films have a poor barrier to water vapor. Beeswax is one type of wax that could reduce the water vapor permeability of polysaccharide-based films. Another alternative to improve the performance of hydrophilic film is an incorporation of nano-sized filler material into biopolymers to create bionanocomposite polymer. Zinc oxide (ZnO) nanoparticles is a filler that has unique chemical and physical properties including antimicrobial activity as well as potent to improve the performance of the polysaccharide-based films.

This study aimed to assess the potential of bionanocomposit coating made from carrageenan, beeswax and ZnO nanoparticles (ZnO NPs) to maintain the quality of mango varieties Gedong Gincu. In addition, it also investigated the effect of addition of hydrophobic component (beeswax) and ZnO NPs to physico-chemical, mechanical and barrier properties of the produced films.

Bionanocomposite solution made by adding combination of beeswax (0 and 3% v / v) and ZnO NPs (0, 0.5 and 1% w/w carrageenan) into carrageenan polymer. Casting technique was used to produce the bionanocomposite film. Analyzis of morphological, functional group (FT-IR), barrier and mechanical properties were conducted to six formulation resulting films. Mango was coated by using dipping technique. The physical and chemical changes of mango were measured during storage.

The results showed that addition of beeswax and ZnO NPs into the polymer resulted in different morphology and color of produced films compared with neat carrageenan film. FT-IR analysis showed interaction between the films component which proved by new peak on 1538 cm-1. The mechanical and water vapor barrier properties of carrageenan films were improved by the addition of beeswax and ZnO NPs. Moreover, the application of bionanocomposite coating could decrease weight loss and CO2 production, delay the color change, decrease reduction in total acid and firmness during mango storage

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

APLIKASI PELAPISAN MANGGA (Mangifera indica L.) DENGAN BIONANOKOMPOSIT DARI KARAGENAN,

BEESWAX DAN NANOPARTIKEL ZnO

BAYU MEINDRAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Aplikasi Pelapisan Mangga (Mangifera indica L.) dengan Bionanokomposit dari Karagenan, Beeswax dan Nanopartikel ZnO

Nama : Bayu Meindrawan

NIM : F251130041

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA Ketua

Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS Anggota

Dr Evi Savitri Iriani, MSi Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA selaku ketua komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pemikirannya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan tugas akhir. Terima kasih kepada anggota komisi pembimbing pertama, Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan serta mengijinkan penulis untuk turut serta dalam proyek Agro-Nanoteknologi 2014/2015 sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada anggota komisi pembimbing kedua, Dr. Evi Savitri Iriani, MSi yang telah menyediakan waktunya dalam membimbing penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Kepada penguji sidang tesis, Dr. Didah Nur Faridah, STP, MSi terima kasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan studinya sehingga akhirnya penulis mendapatkan gelar magister sains. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah membantu memfasilitasi penelitian serta PT Alamanda Bandung yang telah membantu memfasilitasi pengambilan sampel untuk penelitian ini.

Ungkapan terima kasih tak terhingga dihaturkan kepada ayah, ibu dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa dan dukungan sehingga penulis bisa mencapai tahap ini. Terima kasih kepada teman-teman Program Studi Ilmu Pangan, IPB yang telah memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016

(12)

DAFTAR ISI

Karagenan sebagai Agen Pelapis 8

Beeswax (Lilin lebah) 9

Nanokomposit Seng Oksida (ZnO) 10

3 METODE PENELITIAN 15

Waktu dan Tempat 15

Bahan dan Alat 15

Tahapan Penelitian 15

Prosedur Analisis 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Karakterisasi Film Bionanokomposit 20

Morfologi Permukaan 20

Analisis FT-IR 20

Warna Film 22

Laju Transmisi Uap Air 23

(13)

DAFTAR TABEL

1 Syarat mutu SNI mangga (SNI 01-364-2009) 5 2 Penelitian pengaruh pelapisan terhadap mutu mangga 7

3 Kandungan kimia Beeswax 10

4 Penelitian pembuatan polimer nanokomposit ZnO 13

5 Komponen warna (L, a dan b) serta total perbedaan warna (ΔE) film 22

DAFTAR GAMBAR

1 Tingkat kematangan mangga gedong gincu 4

2 Transfer yang dapat dikontrol dengan pelapisan 6

3 Kappa-karagenan 8

4 Ilustrasi berbagai mekanisme aktivitas antimikroba nanopartikel ZnO 11 5 Mikrograf SEM film karagenan dan bionanokompositnya 20 6 Spektra FT-IR film karagenan dan bionanokompositnya 21 7 Penampakan film karagenan dan bionanokompositnya 22 8 Laju transmisi uap air film karagenan dan bionanokompositnya 24 9 Kuat tarik film karagenan dan bionanokompositnya 25 10 Elongasi film karagenan dan bionanokompositnya 25 11 Hasil uji antimikroba film karagenan dan bionanokompositnya 27 12 Susut bobot mangga selama penyimpanan 28

13 Kekerasan mangga selama penyimpanan 29

14 Produksi CO2 mangga selama penyimpanan 31

15 Total asam mangga selama penyimpanan 32

16 Parameter L mangga selama penyimpanan 34 17 Parameter a mangga selama penyimpanan 35 18 Parameter b mangga selama penyimpanan 35 19 Parameter ΔE mangga selama penyimpanan 36 20 Penampakan fisik mangga selama penyimpanan 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir tahapan penelitian 45

2 Diagram alir pembuatan emulsi beeswax 45

3 Diagram alir pembuatan larutan bionanokomposit 46

4 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) kuat tarik film 47

5 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) elongasi film 47

6 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) laju transmisi uap air film 48

7 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna L film 49

8 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna a film 49

9 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna b film 50

10 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) ΔE film 51

11 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) susut bobot mangga 51

12 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) kekerasan mangga 52

(14)

14 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) total asam mangga 55

15 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna L mangga 56

16 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna a mangga 57

17 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) parameter warna b mangga 58

18 Uji sidik ragam dan uji lanjut Tukey (α=5%) nilai ΔE mangga 59

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Mangga merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia dengan volume ekspor yang terus meningkat (Qanytah dan Ambarsari 2011). Dirjen Pengolahan dan Pemasan Hasil Pertanian RI (2014) mencatat pada rentang tahun 2005-2009, ekspor mangga Indonesia sebesar 9480 ton. Jumlah ini lebih besar dua kali lipat dibanding kurun tahun 2001-2004 yaitu 4.485 ton. Sampai 5 tahun terakhir ekspor mangga terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 sebesar 594 ton, kemudian meningkat menjadi 1486 ton pada tahun 2011 dan 1515 ton pada tahun 2012. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (2011) melaporkan bahwa saat ini pangsa pasar ekspor utama buah mangga segar Indonesia adalah Timur Tengah, Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam dimana pengiriman dilakukan melalui transportasi laut. Akan tetapi pengiriman transportasi laut memerlukan waktu yang lama (28-30 hari untuk negara Timur Tengah, 14-21 untuk Hongkong dan 7-14 hari untuk Singapura, Malaysia dan Brunei) sehingga buah mangga banyak mengalami kerusakan sesampainya di negara tujuan. Hal ini disebabkan umur simpan atau daya tahan alamiah buah mangga yang tidak mencapai lebih dari 7 hari. Tingkat kerusakan buah mangga selama proses

distribusi diketahui mencapai 35−40% (Qanytah dan Ambarsari 2011). Beberapa

metode telah dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut sekaligus memperpanjang umur simpan buah mangga diantaranya dengan penyimpanan suhu dingin, penyimpanan atmosfer terkontrol atau termodifikasi, irradiasi, perlakuan kimia dan pelapisan (Liu et al. 2014).

Pelapisan diketahui dapat menunda pemasakan buah klimaterik, menunda perubahan tekstur dan warna pada buah, meningkatkan penampilan, menghambat migrasi kelembapan dan kehilangan senyawa volatil, serta mengurangi laju respirasi (Maftoonazad et al. 2007; Moalemiyan et al. 2011). Pelapis dapat diformulasikan dari berbagai material berbeda seperti lipid, resin, polisakarida dan protein. Berbagai penelitian mengenai pelapisan pada buah mangga untuk memperpanjang masa simpannya telah cukup banyak dilakukan. Kittur et al.

(2001), Zhu et al. (2008) dan Abbasi et al. (2009) menggunakan film berbasis kitosan untuk menjaga kualitas mangga dimana pelapisan ini sangat efektif untuk menghambat laju respirasi, mempertahankan kekerasan, perubahan warna, serangan kapang C.gloeosporioides serta menurunkan pembentukan asam askorbat pada mangga. Sementara itu, Diaz-Sobac et al. (2000) melakukan pencegahan proliferasi lalat buah dan kemunculan antraknosa pada mangga dengan menggunakan campuran hidrospersi berbasis CMC. Moalemiyan et al.

(2011) juga membuat formulasi pelapis buah mangga berbasis pektin untuk mengurangi perubahan fisiologis dan kimiawi mangga pada saat penyimpanan.

Salah satu material alam yang dapat digunakan sebagai agen pelapis adalah karagenan. Karagenan adalah hidrokoloid larut air yang diekstraksi dari alga merah dan sangat potensial sebagai material pembentuk film (Shojaee-aliabadi et al. 2014). Polisakarida anionik tersulfonikasi ini telah diaplikasikan sebagai pelapis pada buah seperti ceri (Larotonda 2007), apel (Ghavidel et al.

(16)

Paulson (2000) menyatakan bahwa sebagian besar film pelapis tunggal yang bersifat hidrofilik (utamanya berbasis polisakarida dan protein) memiliki barier terhadap gas yang baik namun memiliki ketahanan terhadap uap air yang buruk. Beberapa jenis senyawa hidrofobik seperti lipid sering diinkorporasikan ke dalam film hidrokoloid untuk mengatasi masalah tersebut (Shojaee-Aliabadi et al. 2014). Dari berbagai lipid yang telah diteliti, lilin dan asam lemak rantai panjang sangat efektif dalam meningkatkan sifat barier kelembapan dari film hidrofilik (Yang dan Paulson 2000).

Beeswax merupakan salah satu jenis lilin yang tersusun atas 71% lilin ester, 15% hidrokarbon, 8% asam lemak dan 6% material lain (Maftoonazad et al. 2007). Penelitian melaporkan bahwa penambahan beeswax ke dalam film berbasis karagenan (Diova et al. 2013), pati (Han et al. 2006; Muscat et al. 2013), pektin (Maftoonazad et al. 2007) dan sodium kaseinat (Fabra et al. 2008) dapat menurunkan permeabilitas uap air dari film. Aplikasi beeswax sebagai campuran material pelapis buah telah banyak diteliti seperti pada jambu (Ruzaina et al.

2013), plum (Navarro-Tarazaga et al. 2011), alpukat (Maftoonazad dan Ramaswamy 2008) dan stroberi (Velickova et al. 2013).

Alternatif lain untuk memperbaiki performa film hidrofilik adalah mencampurkan material pengisi (filler) berukuran nano ke dalam biopolimer sehingga terbentuk polimer bionanokomposit (Yoksan dan Chiracanchai 2010). Polimer bionanokomposit adalah material baru yang mengandung matriks biopolimer dan partikel pengisi dalam skala nano (≤100 nm) kurang dari 10%. Struktur nano diketahui dapat meningkatkan sifat fungsional, morfologi serta stabilitas dari matriks polimer yang digunakan sebagai film (Slavutsky dan Bertuzzi 2014). Distribusi tidak homogen partikel nano dalam matriks polimer serta interaksi interfasialnya dengan polimer dapat memperbaiki sifat mekanis, termal dan barier gas dari polimer komposit (Yadollahi et al. 2014; Nafchi et al.

2012).

Salah satu material pengisi anorganik yang dapat diinkorporasikan ke dalam film adalah nanopartikel seng oksida (NP-ZnO). Metal oksida ini telah diaplikasikan secara luas dalam industri pengemas dikarenakan memiliki rasio permukaan terhadap volume yang besar, sifat termal dan mekanis yang unik serta telah diterima sebagai substansi GRAS (generally recognized as safe) (Sharon et al. 2010). Selain itu, dalam pengembangan pangan ZnO juga berpotensi sebagai fortifikan mengingat prevalensi defisiensi mineral seng di Indonesia yang cukup tinggi. Penelitian melaporkan bahwa inkorporasi nano partikel ZnO ke dalam film berbasis biopolimer seperti karboksimetil selulosa (CMC), agar, karagenan (Kanmani dan Rhim 2014) dan pati (Nafchi et al. 2012) mampu mengubah morfologi permukaan serta sifat fisik seperti kuat tarik, elongasi serta hidrofobisitas dari film. Selain itu, nano partikel ZnO juga telah diinkorporasikan ke dalam beberapa polimer untuk memproduksi film pengemas antimikroba yang mampu menurunkan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan pangan (Yu et al. 2009, Espitia et al. 2013). Aplikasi polimer nanokomposit berbasis ZnO untuk mempertahankan kualitas buah juga telah banyak dikembangkan seperti nanokomposit PVC/ZnO untuk melapisi apel (Li et al.

(17)

Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji mengenai potensi material pelapis berbahan baku karagenan, beeswax serta nanopartikel ZnO untuk mempertahankan kualitas buah mangga khususnya varietas Gedong gincu serta menguji sifat fisiko-kimia, mekanis serta barier dari film yang dihasilkan.

Perumusan Masalah

Pelapisan buah mangga menggunakan larutan bionanokomposit merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas mangga. Adapun perumusan masalah yang dapat diambil yaitu penambahan beeswax dan nanopartikel ZnO ke dalam matriks polimer karagenan akan berpengaruh terhadap karakteristik fisiko-kimia, barier serta sifat mekanis film bionanokomposit yang terbentuk. Pada akhirnya, performa film pelapis bionanokomposit yang dihasilkan juga akan mempengaruhi kualitas fisik dan kimia buah mangga varietas Gedong gincu selama penyimpanan.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Membuat larutan pelapis bionanokomposit berbahan karagenan, beeswax, dan nanopartikel ZnO serta melakukan karakterisasi film bionanokomposit yang dihasilkan.

2. Mengevaluasi pengaruh aplikasi larutan bionanokomposit tersebut terhadap perubahan kualitas buah mangga varietas Gedong gincu berdasarkan parameter fisik dan kimianya.

Hipotesis

1. Penambahan beeswax sebagai material hidrofobik mampu memperbaiki sifat barier uap air pada film berbasis karagenan.

2. Inkorporasi nanopartikel ZnO pada film berbasis karagenan dapat memperbaiki sifat mekanik dan barier uap air dari film serta dapat memberikan efek sebagai antimikroba.

3. Pelapisan mangga dengan larutan bionanokomposit yang dihasilkan mampu mempertahankan kualitas fisik dan kimia buah lebih baik dibanding tanpa pelapisan.

Manfaat penelitian

(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA lebih dari 87 negara. Varietas mangga sangat beragam, diantaranya arumanis, gadung, gedong gincu, cengkir, golek, bapang, kidang, dan sebagainya (Fahri 2015).

Mangga Gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong. Hal yang membedakan sebutan mangga gedong dengan mangga Gedong gincu adalah waktu panennya. Mangga gedong dipanen pada tingkat kematangan mencapai 60%-70%, sedangkan mangga Gedong gincu dipanen saat buahnya mencapai tingkat kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit buah masih berwarna hijau tua pada bagian atas ujung dan berwarna merah pada pangkal buah. Saat matang, daging buah mangga gedong akan berwarna kuning jingga, sedangkan daging mangga Gedong gincu akan berwarna merah oranye atau kuning kemerahan (Fahri 2015).

Gedong gincu merupakan salah satu varietas mangga yang memiliki peluang ekspor cukup besar dikarenakan buahnya mempunyai aroma yang sangat tajam, warna buah merah menyala dan mengandung banyak serat. Karakteristik ini sangat sesuai dengan permintaan negara importir. Pangsa pasar mangga gedong gincu saat ini didominasi oleh pasar domestik (99%) dan sisanya sudah masuk di pasar internasional yaitu ke Hongkong, Singapura dan Arab Saudi (Ropai et al. 2013).

(19)

Mutu Mangga kimia berupa kandungan kimia (vitamin C, total asam, total padatan terlarut (TPT) dan pH). Karakteristik biologi berupa ada tidaknya mikroorganisme dan penyakit yang terdapat pada buah mangga.

SNI 01-364-2009 mensyaratkan mutu mangga berdasarkan ukuran dibagi menjadi dua kelas yaitu mutu 1 dan mutu 2 yang ditunjukkan pada Tabel 1. Syarat minimum mutu untuk pemutuan mangga yang harus dipenuhi adalah tingkat ketuaan, kekerasan, ukuran, tingkat kerusakan, bebas dari benda-benda asing yang tampak (kotoran), bebas memar, bebas hama dan penyakit, bebas kerusakan akibat temperatur rendah atau tinggi, bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal (kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin), bebas dari aroma dan rasa asing, memiliki kematangan yang cukup (Badan Standarisasi Nasional 2009).

Tabel 1. Syarat mutu SNI mangga (SNI 01-364-2009)

Karakteristik Persyaratan

Mutu I Mutu II

Keseragaman varietas Seragam Seragam Tingkat ketuaan Tua tapi tidak terlalu

matang

Tua tapi tidak terlalu matang

Kekerasan Keras Cukup keras

Ukuran Seragam Kurang seragam

Kerusakan (%) maks 5 10

Kotoran (%) Bebas Bebas

Busuk (%) 1 1

Sumber: Badan Standar Nasional (2009)

(20)

mikrobiologis), tidak ada bintik hitam dan lubang pada kulit, bebas penyakit pascapanen, serta bentuk normal (Satuhu 2000 dalam Rizkia 2004).

Pelapisan Buah Mangga

Mangga tergolong buah yang mudah rusak dengan umur simpan yang sangat pendek. Respirasi puncak saat proses pematangan mangga terjadi pada hari ke-3 atau 4 setelah pemanenan (Abbasi et al. 2009). Masa simpan mangga bervariasi tergantung pada kondisi penyimpanan. Mangga bertahan selama 4-8 hari pada suhu ruang sedangkan pada penyimpanan suhu dingin (13oC) dapat bertahan selama 2-3 minggu (Carillo et al. 2000). Hal ini yang menjadi kendala transportasi komersial buah mangga untuk jarak jauh. Proses pematangan buah mangga meliputi berbagai reaksi biokimia yang menyebabkan meningkatnya respirasi, produksi etilen, perubahan struktur polisakarida yang menyebabkan pelunakan buah, degradasi klorofil, perkembangan pigmen melalui biosintesis karotenoid, serta perubahan karbohidrat atau konversi pati menjadi gula, asam organik, lipid, fenolik dan senyawa volatil (Herianus et al. 2003).

Pelapisan didefinisikan sebagai aplikasi material tipis yang memberikan proteksi disekeliling produk pangan. Pelapisan diketahui mampu mempertahankan stabilitas pangan dengan mengontrol perpindahan kelembapan, O2, CO2, lipid dan senyawa flavor antara produk dan lingkungan sekitarnya (Gambar 2). Pelapis dengan karakteristik permeabilitas yang selektif terhadap O2, CO2 dan etilen dapat mengontrol respirasi buah dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Abbasi et al. 2009).

Gambar 2 Transfer yang dapat dikontrol dengan pelapisan (Marques 2012)

(21)

Tabel 2. Penelitian pengaruh pelapisan terhadap mutu mangga

Masa simpan 20 hari lebih lama

Poliferasi lalat sebesar 75%, dimana kontrol 100% (9 hari)

Diaz-Sobac et

Alphonso Kekerasan buah dipertahankan lebih besar (155-178 N/m) dibanding kontrol (112 N/m)

Pembentukan gula lebih sedikit (21-23 mg/g) dibanding kontrol

Kitosan 2% Tainong Indeks warna buah 58.4% lebih rendah dari kontrol (16 hari)

Kekerasan 43.6% lebih besar dari kontrol (16 hari)

Susut bobot 37% lebih rendah dari kontrol (15 hari)

(22)

Karagenan sebagai Agen Pelapis

Karagenan adalah polisakarida alami larut air yang tersulfonasi. Material ini diekstraksi dari spesies rumput laut (Rhodophyceae) merah serta telah banyak dipelajari untuk industri pangan dan farmaseutikal sebagai penstabil, pengemulsi dan pembentuk gel (Shojaee-aliabadi et al. 2014). Karagenan terbentuk oleh perubahan unit dari D-galaktosa dan 3,6-galaktosa anhidrat (3,6-AG) yang terhubung oleh ikatan α-1,3 dan β-1,4 glikosida. Karagenan diklasifikasikan dengan 3 cara yaitu berdasarkan jumlah dan posisi gugus sulfat, berdasarkan famili dan berdasarkan sifatnya. Karagenan diklasifikasikan menjadi lambda, kappa, iota, nu, mu, theta dan ksi berdasarkan jumlah dan posisi gugus SO3-. Kesemuanya mengandung gugus sulfat sebesar 22-35% (Prajapati et al. 2014). Kappa-karagenan (Gambar 3) hanya mempunyai satu muatan negatif tiap disakarida dengan kecenderungan membentuk gel yang kuat dan rigid. Kekuatan gel inilah yang meningkatkan kemampuan kappa-karagenan untuk membentuk film (Choi et al. 2005; Thanh et al. 2002)

Gambar 3 Kappa-karagenan (Necas dan Bartosikova 2014)

Pelapis berbasis karagenan telah dibuktikan efisien dalam mempertahankan stabilitas buah baik yang terolah minimal maupun utuh. Penelitian yang dilakukan oleh Ghavidel et al. (2013) menunjukkan bahwa pelapisan produk apel terolah minimal menggunakan karagenan mampu menahan kehilangan air sebesar 3.6% selama 15 hari penyimpanan dan secara sensori produk masih diterima hingga 1 minggu. Larotonda (2007) yang mempelajari efek pelapisan karagenan terhadap susut bobot buah ceri menemukan bahwa pelapisan dapat menurunkan susut bobot ceri secara signifikan (p ≤ 0.05) (27% lebih rendah dibanding kontrol) selama 18 hari penyimpanan. Menurut Bico et al. (2009) buah pisang yang diberi pelapisan karagenan dan larutan pengawet yang dikombinasikan dengan atmosfer termodifikasi mengalami susut bobot yang rendah (1.27%) dibanding kontrol (3%) selama 5 hari penyimpanan pada 5oC. Nilai pH mengalami kenaikan yang rendah (5%) dibanding kontrol (7%) setelah disimpan 2 hari pada suhu 5oC. Pelapisan ini juga mampu mempertahankan kekerasan buah sebesar 0.78 N dibanding kontrol yaitu 0.64 N. Hamzah et al.

(23)

bobot dan kehilangan kekerasan dari stroberi serta memiliki ketahanan terhadap kelembapan lebih baik dibanding pelapisan dengan pati.

Beeswax (Lilin lebah)

Lilin merupakan material yang paling efisien untuk mengurangi permeabilitas uap air pada film karena hidrofobisitasnya yang tinggi (kandungan lemak alkohol rantai panjang dan alkana yang tinggi) (Fabra et al. 2008). Beeswax

merupakan salah satu jenis lilin yang dapat digunakan untuk menurunkan permeabilitas uap air film karena hidrofobisitasnya yang tinggi dan berwujud padat pada suhu kamar (Yang dan Paulson 2000). Kemampuan beeswax dalam membatasi difusi uap air dikarenakan kandungan ester dari asam lemak dan lemak alkohol serta senyawa alkana rantai panjangnya yang sangat tinggi (Morillon et al.

2002). Kandungan kimia beeswax secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Pemanfaatan beeswax sebagai campuran polimer untuk memperbaiki performa film serta menjaga kualitas buah telah banyak diteliti. Navarro-Tarazaga

et al. (2011) melaporkan bahwa penambahan beeswax mampu meningkatkan ketahahan film HPMC (hidroksipropil metilselulosa) terhadap uap air dimana semakin besar konsentasi beeswax yang ditambahkan, semakin rendah permeabilitas uap air dari film. Lebih jauh lagi, kandungan beeswax sebesar 20%-40% dalam film HPMC mampu mengurangi susut bobot (hingga 53%) dari buah plum dimana pada konsentrasi 20% sangat efektif dalam memperpanjang masa simpan buah plum. Penggunaan beeswax dalam campuran film kitosan (multilayer dan komposit) diketahui mampu menghambat pemasakan dan mengurangi susut bobot (15-20% lebih rendah dari kontrol) dari buah stroberi terolah minimal (Velickova et al. 2013). Beeswax juga dilaporkan mampu menurunkan permeabilitas uap air film kitosan monolayer dari 4.15x10-11 mol m/m2 s Pa menjadi 2.66x10-11 mol m/m2 s Pa dan 3.66 x10-11 mol m/m2 s Pa pada film multilayer sedangkan pada film komposit permeabilitasnya lebih rendah 2.5 kali dibanding film kitosan monolayer. Maftoonazad dan Ramaswamy (2008) menggunakan campuran pektin dan beeswax sebagai pelapis alpukat. Hasilnya puncak respirasi alpukat (produksi CO2 tertinggi) dengan pelapisan terjadi lebih lambat yaitu pada hari ke-8 (232 ml/kg h) sedangkan kontrol pada hari ke 6 (287 ml/kg h). Susut bobot alpukat dengan pelapisan dilaporkan lebih kecil (9.1%, 20oC) dibanding kontrol (11.5%, 20oC). Selain itu, dilaporkan juga film pektin dengan penambahan beeswax hingga 40% dapat menurunkan permeabilitas uap air namun pada konsentasi lebih dari 40% berkontribusi dalam menaikkan permeabilitas uap air film. Hal ini disebabkan pada konsentrasi tinggi, lipid cenderung membentuk globula yang lebih besar saat pembentukan film. Akibatnya struktur kontinu dari film rusak dan permeabilitasnya meningkat (Maftoonazad et al. 2007).

(24)

(cross-linking) yang kuat dengan permeabilitas yang rendah. Sementara itu, kuat tarik dan elongasi film emulsi justru meningkat seiring menurunnya ukuran partikel beeswax. Akan tetapi, fenomena ini hanya berlaku pada penambahan

Nanokomposit merupakan polimer yang diinkorporasi dengan sejumlah kecil (hingga 5% w/w) partikel berukuran nano yang dapat meningkatkan performa dari polimer tersebut (Sekhon 2014). Pembuatan nanokomposit merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan polimer alam yang diketahui memiliki sifat mekanis dan barier yang buruk. Yu et al. (2009) serta Yoksan dan Chirachancai (2010) menyebutkan bahwa pencampuran homogen antara berbagai jenis biopolimer dengan berbagai macam material pengisi (filler) berukuran nano menghasilkan peningkatan sifat fisik, mekanis serta barier terhadap gas pada film yang terbentuk. Hal ini disebabkan adanya interaksi interfasial yang kuat antara material pengisi, yang memiliki rasio luas permukaan dan volume yang besar, dengan matriks polimer. Lebih jauh lagi, terbentuknya jalur difusi yang berliku dapat meningkatkan ketahahan gas dan uap air dari film. Selain itu, beberapa nano filler seperti logam atau logam oksida diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat dalam melawan bakteri gram positif dan gram negatif maupun kapang patogen (Llorens et al. 2012; Kanmani dan Rhim et al. 2014).

(25)

ZnO + hv→ ZnO + +

+ O2 → + H2O → •OH + H+

+ H+ + H+→ → H2O2

Radikal superoksida ( ) dan hidroksil (•OH) yang bermuatan negatif akan menyerang membran sel bakteri paling luar dan dapat merusak protein, lapisan lemak serta DNA, sedangkan hidrogen peroksida (H2O2) mampu berpenetrasi ke dalam sel sehingga menyebabkan bakteri mati (Tankhiwale dan Bajpai 2012). Lebih dari itu, nanopartikel ZnO juga dilaporkan memiliki muatan positif (zeta potensial + 24 mV) yang sanggup menghasilkan gaya elektrostatis yang kuat dengan bakteri sehingga berujung rusaknya membran sel. Toksisitas dari nanopartikel ZnO secara langsung dihasilkan dari kelarutan ion Zn2+ dalam medium yang mengandung mikroorganisme. Akan tetapi, metal oksida diketahui hanya bersifat toksik pada konsentrasi yang relatif tinggi (Espitia et al. 2012).

Gambar 4 Ilustrasi berbagai mekanisme aktivitas antimikroba nanopartikel ZnO (Espitia et al. 2012)

Beberapa penelitian mengenai pengaruh penambahan nanopartikel seng oksida (ZnO) sebagai material pengisi dalam polimer nanokomposit dirangkum pada Tabel 4.

(26)

permukaan buah kiwi dengan menurunkan laju pertukaran O2 dan CO2. Selain itu, dibanding dengan kontrol, susut bobot sampel dengan pelapisan lebih rendah dimana perlakuan kombinasi gelombang ultrasonik dan pelapisan 1.2 g/L nano ZnO menghasilkan susut bobot paling rendah diantara semua sampel. Susut bobot diketahui berhubungan erat dengan proses transpirasi dan respirasi pada buah (Bico et al. 2009). Pelapisan dengan 1.2 g/L nano ZnO juga menunjukkan tingkat kekerasan buah kiwi paling tinggi diantara semua perlakuan.

Li et al. (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh aplikasi pengemas nanokomposit poli vinil klorida (PVC)/nano ZnO terhadap kualitas buah apel. Hasil pengujian kondisi atmosfir menunjukkan bahwa tingkat O2 dalam pengemas nanokomposit lebih tinggi (8.8%) dibanding pengemas kontrol (2.3%) pada hari ke-12 penyimpanan, sedangkan produksi CO2 dalam pengemas nanokomposit lebih rendah (16.2%) dibanding pengemas kontrol (20.9%). Kebusukan buah terdeteksi sebesar 21.5% untuk apel yang dikemas dengan nanokomposit, sedangkan apel dalam pengemas kontrol sebesar 42.4% pada penyimpanan hari ke-12. Nano partikel ZnO diketahui memiliki aktivitas antibakteri dimana salah satunya mampu menghasilkan hidrogen peroksida yang bersifat bakterisidal. Penyimpanan apel dalam pengemas nanokomposit dilaporkan dapat menjaga kandungan total padatan terlarut dan asam tertitrasi selama penyimpanan. Pengukuran total padatan terlarut menunjukkan bahwa apel yang disimpan dalam pengemas nanokomposit memiliki total padatan terlarut lebih tinggi dibanding sampel dalam pengemas kontrol. Kadar asam tertitrasi pada apel yang disimpan pada pengemas nanokomposit juga dilaporkan lebih tinggi (0.71%) dibanding kontrol (0.42%) pada penyimpanan hari ke-12. Penelitian juga menunjukkan bahwa kadar malonaldehid (MDA), indikator kematangan buah, apel yang disimpan dalam pengemas nanokomposit lebih rendah (53.9 nmoL/g) dibanding kontrol (74.9 nmoL/g). Hal ini berarti pengemas nano ZnO mampu mempertahankan integritas membran buah serta menurunkan akumulasi MDA. Pengemas nanokomposit juga dilaporkan mampu menurunkan aktivitas polifenoloksidase (PPO), enzim yang bertanggung jawab pada proses pencoklatan buah, dimana apel yang disimpan pada pengemas nanokomposit menghasilkan aktivitas PPO yang lebih rendah (9.6 U / g min) dibanding pengemas kontrol (21.5 U / g min). Hasil ini seiring dengan nilai indeks pencoklatan buah yang diukur, dimana dalam rentang hari ke-6 hingga 12 derajat pencoklatan apel dalam pengemas kontrol lebih tinggi dibanding pengemas nanokomposit.

(27)

Tabel 4. Penelitian pembuatan polimer nanokomposit ZnO

Partikel ZnO-CMC terdispersi tidak merata pada matriks GPS dan ditemukan agregasi pada penambahan 5% ZnO-CMC

Kuat tarik komposit meningkat dari 3.94 menjadi 9.81 MPa (5% ZnO-CMC)

Elongasi komposit menurun dari 42.2 menjadi 25.8% (5% ZnO-CMC)

Permeabilitas uap air menurun dari 4.76 x 10-10 menjadi 1.65 x 10-10 g/m s Pa (5%

Kuat tarik film tertinggi pada penambahan 2% ZnO (17.83 MPa) namun menurun seiring meningkatnya konsentrasi ZnO

Elongasi film menurun seiring meningkatnya konsentrasi ZnO

Penambahan 1% ZnO menurunkan laju pertumbuhan E.coli (20 CFU), sedangkan laju pertumbuhan B.subtilis terhambat pada penambahan 2% ZnO (18 CFU)

Nano partikel terdispersi acak, homogen dan tanpa agglomerasi dengan permukaan film kasar

Kuat tarik meningkat 32% (5% ZnO)

Permeabilitas uap air film menurun sebesar serta 38% (5% ZnO)

Penghambatan pertumbuhan E.coli dan

S.aureus sebesar 97% serta 94% (10% ZnO)

Pascual dan Vicente 2014

Agar, CMC, Karagenan/NP-ZnO

Nano partikel ZnO terdistribusi homogen serta ditemukan agregasi

Penambahan ZnO menurunkan nilai komponen warna L* serta a* dan meningkatkan b* serta ΔE

Permeabilitas uap air menurun 9.9% (agar/ZnO), 9.5% (karagenan/ZnO) dan 16.6% (CMC/ZnO)

Kuat tarik menurun 62.4% (agar/ZnO), 72.4% (karagenan/ZnO) dan 20% (CMC/ZnO)

Elongasi meningkat 199.9% (agar/ZnO), 109.9% (karagenan/ZnO) dan 6.1% (CMC/ZnO)

Penambahan ZnO menurunkan viabilitas sel sebesar 2.5 log CFU/ml untuk E.coli dan 3 log CFU/ml untuk L.monocytogenes

(28)

Polimer Hasil Referensi Poli asam laktat

(PLA)NP- ZnO

Kuat tarik nanokomposit menurun sebesar 4% dan 10.4% untuk penambahan ZnO sebesar 5% dan 10%

Modulus elastisitas nanokomposit

meningkat dari 0.86 GPa menjadi 1.2 Gpa

Penambahan ZnO menurunkan >99% jumlah E.coli dan S.aureus setelah 14 hari (5% ZnO) , 7 hari (7.5% ZnO) dan 1 hari (10% ZnO) inkubasi

Silva et al.

2015

Gelatin/NP-ZnO

Nilai komponen warna L dan a menurun sedangkan b dan ΔE meningkat dengan penambahan ZnO

Kuat tarik menurun dari 50 MPa menjadi 22-14 MPa

Elongasi meningkat dari 7.3% menjadi 26.5-33.4%

Permeabilitas uap air meningkat dari 1.25 x 10-9 menjadi 1.99-2.47 x 10-9 g m/m2 Pa s

Sudut kontak tetesan air meningkat dari 52.4o menjadi 59.8-63o

Viabilitas sel L.monocytogenes menurun hingga 5.5 log CFU/ml dalam 6 jam sedangkan E.coli menurun 2 log CFU/ml dalam 12 jam.

Shankar et al.

(29)

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama bulan Oktober 2014 sampai September 2015 di Laboratorium Rekayasa Proses Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Pengolahan dan Laboratorium Nanoteknologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mangga varietas Gedong gincu dengan tingkat kematangan 70-80% (sekitar 90 hari setelah bunga mekar) yang diperoleh dari perkebunan milik petani mangga di dusun Sumber, Cirebon. Bahan kimia untuk membuat larutan bionanokomposit antara lain kappa-karagenan (Sigma Aldrich, Jerman), nanopartikel seng oksida (NP-ZnO) dengan ukuran partikel rata-rata 20 nm (Wako, Jepang), beeswax (lilin lebah) diperoleh dari petani madu di Bogor, gliserol sebagai pemlastis, serta Tween 60 dan Span 60 sebagai bahan pembentuk emulsi. Isolat bakteri E.coli dan S.aureus digunakan untuk uji antimikroba. Bahan kimia yang lain meliputi media Nutrient Agar (NA), NaOH dan indikator phenolptalein (PP).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain magnetic stirer,

stirring hot plate, Ultra turax (IKA, T25, Jerman), Universal Testing Machine

(Instron, USA), Textur Analyzer (CT V1.2Brookfield, USA), Spektrometr FT-IR (Bruker, USA), Scanning Electron Microscopy (SEM) (Carl, Zeiss EVO M10,

beeswax dilanjutkan (2) tahap pembuatan larutan bionanokomposit berbahan baku karagenan, beeswax, dan nanopartikel ZnO menggunakan teknik casting atau cetak. Pada tahap ini dilakukan variasi konsentrasi beeswax dalam bentuk emulsi (0 dan 3% (v/v larutan)) dan konsentrasi nanopartikel ZnO (0, 05 dan 1 % b/b karagenan). Tahapan terakhir (3) yaitu aplikasi larutan nanokomposit sebagai pelapis mangga dengan teknik dipping atau pencelupan. Secara umum, skema penelitian terangkum pada Lampiran 1.

Pembuatan Emulsi Beeswax

(30)

yaitu 29.8 gTween 60 yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 70oC dan 10.9 g Span 60. Sebanyak 140 ml akuades (suhu 70oC) sedikit demi sedikit ditambahkan pada campuran sambil diaduk dengan kuat. Selanjutnya homogenisasi campuran dilakukan pada 8500 rpm selama 15 menit menggunakan

ultra turax. Emulsi yang terbentuk dipindahkan pada wadah lain. Diagram alir tersaji pada Lampiran 2.

Pembuatan Film Bionanokomposit

Pembuatan film bionanokomposit mengacu pada kombinasi dan modifikasi metode yang dilakukan oleh Rhim et al. (2013), Diova et al. (2013) serta Kanmani dan Rhim (2014). Sebanyak 0.5 dan 1% nanopartikel seng oksida (NP-ZnO) (b/b karagenan) dilarutkan dalam 100 ml akuades menggunakan ultra turax. Setelah terdispersi sempurna, ke dalam larutan tersebut ditambahkan 0.8 g karagenan sambil diaduk menggunakan stirring hot plate hingga suhu larutan mencapai 60oC. Selanjutnya, 0.5 ml gliserol dan 3% emulsi beeswax (v/v larutan) dicampurkan ke dalam larutan hingga suhu 80oC dan dipertahankan selama 5 menit. Larutan bionanokomposit yang dihasilkan didiamkan hingga dingin. Sebanyak 25 ml larutan dituang ke dalam cawan petri dan didiamkan selama 48 jam dalam suhu ruang hingga air menguap. Film yang telah kering diangkat dari cawan petri kemudian dibungkus dalam alumunium foil dan disimpan dalam desikator dengan RH=53% selama 48 jam untuk prekondisi sebelum dilakukan karakterisasi. Sebanyak 6 formulasi film dihasilkan yaitu: N0B0 (karagenan), N0B1 (karagenan + beeswax), N0,5B0 (karagenan + 0.5% NP-ZnO), N1B0 (karagenan + 1% NP-ZnO), N0,5B1 (karagenan + 0.5% NP-ZnO + beeswax) serta N1B1 (karagenan + 1% NP-ZnO + beeswax). Diagram alir pembuatan larutan dan film nanokomposit dapat dilihat pada Lampiran 3.

Aplikasi Larutan Bionanokomposit sebagai Pelapis Mangga

Mangga dengan tingkat kematangan 70-80% disortasi berdasarkan ukuran dan warna yang seragam serta dipastikan tidak mengalami kerusakan fisik dan bebas dari serangan hama. Permukaan mangga disterilisasi dengan dicelupkan dalam larutan NaOCl 1% selama 3 menit kemudian dicuci dengan air bersih dan dikeringkan. Mangga kemudian dicelupkan ke dalam larutan pelapis bionanokomposit (volume 500 ml) selama 10-20 detik dan ditiriskan. Mangga tanpa pencelupan dianggap sebagai kontrol. Sampel mangga kemudian disimpan pada suhu 20oC dan dilakukan pengujian secara berkala.

Prosedur Analisis

Karakterisasi Film Bionanokomposit

(31)

Morfologi Permukaan Film (Kanmani dan Rhim 2014)

Morfologi permukaan film diamati menggunakan instrumen Scanning Electron Microscopy (SEM) (Carl, Zeiss EVO M10, USA) yang dioperasikan pada kondisi vakum dan tegangan 13 kV. Sampel film terlebih dahulu dipotong dan dipasang pada speciment holder yang telah dilapisi double-side tape emas. Pengamatan struktur film dilakukan pada perbesaran 1000 dan 5000 kali.

Analisis FT-IR (Kanmani dan Rhim 2014)

Analisis gugus fungsi polimer dalam film menggunakan spektrometer FT-IR (Bruker, USA). Sampel dipotong berbentuk persegi dan ditempatkan pada kuvet dalam instrumen FT-IR. Spektra direkam pada bilangan gelombang 450-4000 cm-1.

Warna Film (Kanmani dan Rhim 2014)

Warna permukaan film diukur menggunakan instrumen Chroma meter (Minolta, Jepang) dengan plat standar warna putih (L = 100, a = -0,01 and b = 0,01) dipakai sebagai latar pengukuran sampel. Parameter warna Hunter L, a dan b dihitung dari rata-rata 5 titik pengukuran yang berbeda dari setiap sampel film. Pengukurang dilakukan dengan 3 ulangan. Total perbedaan warna (ΔE) dihitung

Laju Transmisi Uap Air (ASTM D 1249-90 1993)

Laju transmisi uap air film diukur berdasarkan metode pada ASTM D1249-90 (1993) dengan sedikit modifikasi. Sampel film dipotong dalam bentuk silinder dengan diameter 30 mm dan dilekatkan pada wadah permeansi dengan kemudian disimpan dalam desikator pada 25oC. Gradien RH diantara film dijaga dengan meletakkan CaCl2 anhidrat (RH 2%) di dalam wadah permeansi dan larutan KCl jenuh (RH 97%) dalam desikator. Wadah permeansi ditimbang secara berkala. Laju transmisi uap air film (water vapour transmission rate/ WVTR) (g/m2 jam) dihitung dari kemiringan garis (slope) yang dihasilkan dari analisis regresi bobot sebagai fungsi waktu. Nilai WVTR didapat dari hasil pengukuran 3 sampel film.

WVTR =

Sifat Mekanis (ASTM D 882-02 1993)

(32)

Aktivitas Antimikroba (Thankiwale and Bajpai 2012)

Kemampuan antimikroba film diuji secara kualitatif dengan metode kontak. Metode kontak dilakukan dengan memotong masing-masing formulasi film berbentuk persegi kemudian diletakkan pada media NA yang masing-asming telah diinokulasi bakteri E.coli dan S.aureus. Pembentukan zona bening diamati. Sebelumnya metode sumur digunakan untuk verifikasi kemampuan antimikroba dari NP-ZnO. Serbuk NP-ZnO didispersikan dalam akuades steril kemudian diteteskan kedalam sumur pada media NA yang telah diinokulasi masing-masing dengan bakteri E.coli dan S.aureus. Pembentukan zona bening sekitar sumur diamati.

Analisis Kualitas mangga

Mangga yang telah diberi perlakuan pelapisan dianalisis kualitasnya berdasarkan parameter fisik (susut bobot, kekerasan, warna dan penampakan) dan kimia (produksi CO2 dan total asam). Hasil analisis dibandingkan dengan mangga kontrol atau tanpa perlakuan.

Susut Bobot

Sampel mangga ditimbang menggunakan neraca analitik untuk mengetahui susut bobotnya selama penyimpanan. Pengukuran dilakukan dengan 3 ulangan. Susut bobot mangga dihitung menggunakan rumus:

W (%)

%

Keterangan: w= susut bobot, mi= massa awal, mt= massa akhir.

Kekerasan (Jha et al. 2010 yang dimodifikasi)

Kekerasan mangga diukur menggunakan instrumen texture analyzer

dengan tipe probe TA 39, beban kompresi 4500 g dengan kecepatan kompresi 0.5 mm/s. Kompresi dilakukan pada 5 titik yang berbeda pada tiap buah mangga. Pengukuran dilakukan dengan 2 ulangan. Kekerasan sampel diperoleh dari nilai maksimum (N) rata-rata yang tercatat selama dilakukan kompresi.

Produksi CO2 (Putra 2011)

Laju respirasi mangga dianalisis dengan mengukur produksi CO2 (ppm). Sebanyak 3 buah sampel mangga ditempatkan dalam wadah bervolume 3310 ml (setiap perlakuan 2 wadah atau ulangan) dan ditutup sedemikian rupa (closed system) sebelum diukur menggunakan CO2 meter secara berkala.

Total Asam (AOAC 1984)

(33)

Total asam (%)

Keterangan: P = jumlah pengenceran, BE = berat ekuivalen asam sitrat, N = normalitas NaOH, B = berat sampel

Warna dan Penampakan Fisik Mangga (Iswahyudi 2015 yang dimodifikasi) Warna mangga diuji menggunakan kamera digital Canon IXUS 160. Gambar mangga diambil dalam kondisi terkontrol di lemari potret. Parameter L, a dan b hunter diperoleh dari analisis 30 titik pada gambar menggunakan piranti lunak Adobe Photoshop CS6. Penampakan fisik mangga diamati secara kualitatif. Pengukuran dilakukan dengan 3 ulangan.

Analisis Data

(34)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Film Bionanokomposit

Morfologi Permukaan

Hasil uji morfologi permukaan film menggunakan SEM disajikan pada Gambar 5. Film karagenan (N0B0) menunjukkan struktur yang homogen, kompak dan halus, sedangkan penambahan beeswax menghasilkan film dengan warna permukaan yang berkabut dan tidak seragam (N0B1). Muscat et al. (2013) juga melaporkan bahwa penambahan beeswax kedalam film pati tinggi amilosa mempengaruhi kekasaran permukaan film. Hal ini disebabkan terjadi koalesensi butiran lemak selama proses pengeringan film. Kekasaran film juga akan semakin meningkat jika dispersi larutan pembentuk film tidak stabil (Monedero et al.

2009). Inkorporasi NP-ZnO (film N1B0 dan N1B1) menghasilkan struktur film yang kasar dengan distribusi nanopartikel yang tidak merata. Pengamatan dibawah SEM juga menunjukkan adanya beberapa agregasi NP-ZnO pada permukaan film. Menurut Li et al. (2009b) agregasi nanopartikel metal oksida diketahui dapat menurunkan sifat mekanis film. Kemampuan fotokatalitik film nanokomposit dalam memicu terbentuknya ROS (reactive oxygen species) juga akan menurun (Jassby et al. 2012). Fenomena ini diduga akan berpengaruh pada kemampuan film nanokomposit sebagai pengemas antimikroba. Penelitian lain yang menambahkan NP-ZnO ke dalam biopolimer seperti metil selulosa (Espitia

et al. 2013), agar dan CMC (Kanmani dan Rhim 2014) menghasilkan film dengan morfologi permukaan yang serupa.

Keterangan: a (N0B0), b (N0B1), c (N1B0), d (N1B1). Perbesaaran 1000x dan 5000x Gambar 5 Mikrograf SEM film karagenan dan bionanokompositnya.

Analisis FT-IR

Interaksi yang terjadi antara polimer karagenan, beeswax dan NP-ZnO dipelajari menggunakan teknik spektroskopi menggunakan instrumen FT-IR. Gambar 6 menyajikan masing-masing spektra FT-IR dari film karagenan dan

a b

(35)

bionanokompositnya. Pita serapan yang luas pada bilangan gelombang 3050-3650 cm-1 berkorelasi dengan stretching O-H pada polimer karagenan sedangkan puncak serapan yang muncul pada 2833-2956 cm-1 merupakan frekuensi dari

stretching –CH2 pada karagenan (Rhim dan Wang 2013) dan beeswax (Lim et al. 2015). Puncak serapan gugus amida tipe 1 pada bilangan gelombang 1649 cm-1 muncul pada spektra FT-IR semua film. Hasil olah spektra juga menunjukkan keberadaan serapan yang kuat pada wilayah 1222-1265 cm-1 akibat gugus sulfat ester dan 922-945 cm-1 akibat adanya 3,6-D-galaktosa anhidrat. Puncak khas galaktosa-4-sulfat pada polimer karagenan terlihat pada 848 cm-1 (Distantina et al.

2013). Spektra film yang mengandung komponen beeswax menunjukkan puncak serapan masing-masing pada ~1738 cm-1 dan ~1468 cm-1 yang berasosiasi dengan C=O stretching pada gugus karboksilat dan C-H3 bending pada gugus alkana (Muscat et al. 2013, Lim et al. 2015).

Gambar 6 Spektra FT-IR film karagenan dan bionanokompositnya.

Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6, inkorporasi NP-ZnO menghasilkan model spektra dengan puncak serapan yang serupa sehingga dapat disimpulkan keberadaan nanopartikel tidak mengubah struktur polimer karagenan. Akan tetapi, beberapa puncak serapan mengalami pergeseran ke bilangan gelombang yang lebih tinggi atau rendah dengan penambahan NP-ZnO yang menunjukkan adanya interaksi antara nanopartikel dan matriks polimer karagenan. Sebagai contoh pada pada film karagenan (N0B0) puncak serapan pada 1232 cm-1 bergeser menjadi 1222 cm-1 dengan penambahan 1% NP-ZnO (N1B0) dan 1247 cm-1 pada konsentrasi 0.5% NP-ZnO (N0,5B1). Penambahan beeswax pada polimer karagenan juga menggeser bilangan gelombang puncak serapan dan intensitasnya yang disebabkan oleh adanya interaksi van der Walls. Satu puncak serapan tambahan pada bilangan gelombang 1538 cm-1 muncul pada spektra film yang dihasilkan dari kombinasi antara karagenan, beeswax dan NP-ZNO (N1B1

Bilangan gelombang (cm-1)

T

ra

snm

it

(36)

dan N0,5B1). Menurut Badre et al. (2007) dan Otero et al. (2014) puncak ini merupakan serapan stretching asimetris gugus seng-karboksilat (Zn-COO) hasil interaksi antara beeswax dan NP-ZnO.

Warna Film

Warna film pengemas akan mempengaruhi penampakan secara umum dan penerimaan konsumen. Tabel 5 menunjukkan bahwa warna permukaan film dipengaruhi oleh NP-ZnO dan beeswax. Inkorporasi NP-ZnO menurunkan nilai L secara signifikan seiring bertambahnya konsentrasi nanopartikel. Selain itu, nilai a juga menurun sedangkan nilai b meningkat secara signifikan. Hal ini mengindikasikan kecerahan film menurun sedangkan tingkat kehijauan dan kekuningan film meningkat dengan penambahan NP-ZnO. Serbuk NP-ZnO yang berwarna putih diduga bertanggung jawab dalam menurunkan transparansi dari film karagenan. Hasil yang sama juga dilaporkan pada film berbasis agar dan CMC (Kanmani dan Rhim 2014) serta pati sagu (Nafchi et al. 2012). Sementara itu, keberadaan beeswax di dalam film tidak mempengaruhi kecerahan film namun memberikan efek signifikan pada nilai a dan b film. Muscat et al. (2013) juga melaporkan bahwa penambahan beeswax ke dalam pati tinggi amilosa tidak berefek pada tingkat kecerahan film namun menurunkan nilai a dan meningkatkan nilai b. Total perbedaan warna film meningkat secara nyata seiring meningkatnya konsentrasi NP-ZnO yang ditambahkan. Penambahan beeswax juga memberikan total perbedaan warna yang berbeda nyata dibanding tanpa beeswax. Monedero et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan komponen lemak mampu meningkatkan kekeruhan film.

Tabel 5. Komponen warna (L, a dan b) serta total perbedaan warna (ΔE) film Formulasi 0,5 99,03±0,12pb -0,70±0,03qa 1,16±0,09qc 1,65±0,13qb 1 98,78±0,19pa -0,61±0,04qb 1,13±0,07qb 1,77±0,16qc Keterangan: Hasil merupakan rata-rata tiga ulangan ± SD. Perbedaan huruf (a-c: NP-ZnO, p-q:

beeswax) menunjukkan beda nyata pada uji lanjut Tukey dengan α = 5%.

Keterangan: a (N0B0), b (N0,5B0), c (N1B0), d (N0B1), e (N0,5B1), f (N1B1).

(37)

Laju Transmisi Uap Air

Kemampuan film untuk melewatkan uap air dapat ditentukan dengan mengukur laju transmisi uap air (water vapor transmission rate/WVTR) film. Gambar 8 menunjukkan inkorporasi NP-ZnO menurunkan nilai WVTR secara signifikan. Hasil ini serupa dengan penelitian sebelumnya dimana penambahan NP-ZnO ke dalam polimer karagenan mampu menurunkan permeabilitas uap air dari film dari 1.89 menjadi 1.71x10-9 g/m Pa s (Kanmani dan Rhim 2014). Nanopartikel dilaporkan mampu membentuk jalur berliku bagi molekul air untuk melewati matriks film (Yu et al. 2009). Studi lain juga menyatakan bahwa permeabilitas uap air dari nanokomposit film pati terplastisasi gliserol/ZnO (Ma et al. 2009) dan pati sagu/ZnO (Nafchi et al. 2012) menurun seiring meningkatnya konsentrasi NP-ZnO. Pada penelitian ini, nilai WVTR film karagenan menurun 6.89% dengan penambahan 0.5% ZnO dan 9.00% dengan inkorporasi 1% NP-ZnO. Semakin besar konsentrasi nanopartikel yang ditambahkan diduga meningkatkan jumlah jalur berliku bagi molekul uap air pada matriks film sehingga permeabilitas uap air film menurun. Gambar 8 juga memperlihatkan bahwa nilai WVTR film karagenan menurun secara signifikan oleh keberadaan komponen hidrofobik (beeswax) dalam matriks film. Hasil yang sama juga didapatkan dengan penambahan beeswax ke dalam film berbasis pati tinggi amilosa (Muscat et al. 2013) dan poli asam laktat (Lim et al. 2015). Beeswax

tersusun atas ester alkohol dan alkana rantai panjang yang sangat efektif dalam membatasi difusi air (Kristo et al. 2007). Pada penelitian ini, inkorporasi 1% NP-ZnO yang dikombinasikan dengan beeswax menciptakan efek sinergis terbaik dalam menurunkan WVTR film (formulasi N1B1).

Sifat Mekanis

Sifat mekanis film yang diuji dalam penelitian ini adalah parameter kuat tarik dan elongasi. Gambar 9 dan 10 menunjukkan bahwa inkorporasi NP-ZnO ke dalam polimer karagenan meningkatkan kuat tarik film secara signifikan tetapi tidak berpengaruh pada nilai elongasi (p>0.05). Tidak ada perbedaan signifikan antara penambahan 0.5% dan 1% NP-ZnO (p>0.05). Serupa dengan hasil penelitian ini, Ma et al. (2009) melaporkan bahwa inkorporasi NP-ZnO ke dalam polimer pati terplastisasi gliserol meningkatkan kuat tarik film dari 3.94 menjadi 10.80 MPa sedangkan elongasi menurun dari 42.2% menjadi 20.4%. Peningkatan area kontak antara matriks polimer dengan nanopartikel diduga menjadi sebab tingginya kuat tarik film nanokomposit (Rhim dan Wang 2013). Nanopartikel ZnO mampu mengisi celah diantara rantai polimer sehingga membatasi pergerakan matriks dan berujung pada meningkatnya kuat tarik film (Li et al.

2009b). Sementara itu, Yu et al. (2009) mencoba menjelaskan fenomena ini menggunakan model persamaan Nicholais dan Narkis dimana kuat tarik film komposit berhubungan dengan gaya adhesi yang dihasilkan antara matriks polimer dan material pengisi. Jika interaksi interfasial (gaya adhesi) yang terjadi antara polimer dan nanopartikel ZnO sempurna, maka beban yang diberikan kepada film disalurkan ke material pengisi sehingga tidak ada pengurangan area kontak pada film. Pengurangan area kontak pada film diasumsikan sebagai penurunan kuat tarik.

(38)

Hasil ini serupa dengan dengan penelitian Muscat et al. (2013) yang menyatakan bahwa penambahan 5% beeswax ke dalam pati tinggi amilosa dapat menurunkan kuat tarik dari 31.6 menjadi 25.8 MPa sedangkan elongasi meningkat dari 4.3 menjadi 9.2%. Menurut Monedero et al. (2009) komponen beeswax mampu meningkatkan derajat diskontinuitas matriks polimer sehingga perubahan bentuk film dapat diminimalkan. Semakin rendah kuat tarik film, fleksibilitas film semakin meningkat. Beeswax mengandung hidrokarbon tak jenuh yang bertanggung jawab pada fleksibilitas film (Kristo et al. 2007). Selain itu, keberadaan komponen pengemulsi seperti Span 60 dan Tween 60 dalam emulsi

beeswax mampu memberikan efek sebagai pemlastis sehingga mampu meningkatkan elongasi film.

Gambar 8 Laju transmisi uap air film karagenan dan bionanokompositnya. Perbedaan huruf (a-c: NP-ZnO, p-q: beeswax) menunjukkan beda nyata pada uji lanjut Tukey dengan α = 5%.

(39)

Gambar 9 Kuat tarik film karagenan dan bionanokompositnya. Perbedaan huruf (a-c: NP-ZnO, p-q: beeswax) menunjukkan beda nyata pada uji lanjut Tukey dengan α = 5%.

Gambar 10 Elongasi film karagenan dan bionanokompositnya. Perbedaan huruf

(40)

Aktivitas Antimikroba

Aktivitas antimikroba film diuji menggunakan metode kontak dimana sebelumnya dilakukan verifikasi awal terhadap kemampuan NP-ZnO dalam menghambat mikroba menggunakan metode sumur. Hasil verifikasi (Gambar 11) secara kualitatif menunjukkan bahwa NP-ZnO efektif menghambat pertumbuhan bakteri E.coli (Gram negatif) yang ditandai dengan adanya zona hambat pada media. Pengujian menggunakan bakteri S.aureus (Gram positif) tidak terlihat adanya zona hambat yang terbentuk. Perbedaan aktivitas antimikroba ini disebabkan oleh perbedaan struktur dinding sel dari mikroba. Bakteri Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan tebal dan tersusun atas rantai linier polisakarida yang bertaut silang dengan peptida pendek. Struktur dinding sel yang kompleks ini diketahui menghambat nanopartikel untuk berpenetrasi ke dalam sel (Rhim dan Wang 2014). Paisoonsin et al. (2013) menambahkan bahwa kandungan pigmen karotenoid dalam sel S.aureus dilaporkan mampu bertindak sebagai enzim antioksidan (katalase) yang dapat mengubah H2O2 menjadi senyawa yang aman bagi mikroba, yaitu air dan oksigen. H2O2 merupakan oksiradikal yang sangat toksik bagi mikroba. Sementara itu, selain memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis, bakteri Gram negatif memiliki lapisan membran luar yang bermuatan negatif sehingga memudahkan nanopartikel untuk masuk ke dalam sel (Rhim dan Wang 2014). Hasil ini didukung oleh penelitian Li et al. (2009b) yang melaporkan bahwa NP-ZnO yang diinkorporasikan ke dalam film poliuretan memiliki afinitas terhadap sel E.coli yang kuat dibanding dengan jenis bakteri Gram positif. Oleh karena itu, pada penelitian ini uji film dilanjutkan dengan hanya menggunakan bakteri E.coli.

(41)

Keterangan: a (NP-ZnO 20 nm; E.coli), b (NP-ZnO 20 nm; S.aureus), c (N0B0), d (N0B1), e (N0,5B0), f (N0,5B1), g (N1B0), dan h (N1B1). Panah hitam menunjukkan zona penghambatan.

Gambar 11 Hasil uji antimikroba film karagenan dan bionanokompositnya.

Analisis Kualitas Mangga

Susut Bobot

Susut bobot mangga meningkat signifikan seiring dengan lamanya penyimpanan (p<0.05) ditunjukkan pada Gambar 12. Susut bobot mangga sangat dipengaruhi oleh kehilangan air akibat proses transpirasi serta respirasi. Ngamchuachit (2006) menyatakan bahwa kehilangan air juga menyebabkan perubahan tekanan turgor seluler yang berperan dalam menjaga kekerasan jaringan buah. Menurut Pantastico (1973) laju kehilangan air juga ditentukan oleh bentuk dan struktur lapisan lilin pada permukaan buah. Pada proses pematangan buah, susunan lilin mengalami degradasi dan perubahan komposisi. Hasil pengamatan untuk parameter lain menunjukkan bahwa kenaikan susut bobot sejalan dengan menurunnya kekerasan buah (Gambar 13). Analisis korelasi Pearson mendukung hasil ini dimana susut bobot berkorelasi sangat kuat (R= -0.911, p<0.01) terhadap kekerasan buah (Lampiran 19). Korelasi yang didapatkan bernilai negatif yang berarti semakin bertambah susut bobot, kekerasan buah menurun.

Mangga kontrol tercatat mengalami susut bobot terbesar yaitu 19.84% sedangkan mangga dengan perlakuan kombinasi nanopartikel ZnO dan beeswax

menunjukkan perubahan susut bobot terkecil yaitu 13.05% (N0,5B1) dan 13,62% (N1B1) (hari ke-16 penyimpanan). Tingginya susut bobot mangga kontrol diduga akibat proses kehilangan air yang tidak dihambat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penambahan beeswax dalam komposisi pelapis (N0B1) mampu menurunkan bobot mangga lebih rendah (14.35%) dibanding mangga kontrol dan dengan pelapis karagenan murni (N0B0) (p<0.05). Kittur et al. (2001) melaporkan bahwa pelapisan mangga yang hanya menggunakan polisakarida tunggal tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap susut bobot buah karena cenderung bersifat hidrofilik. Penambahan komponen lemak seperti beeswax

diketahui dapat mengatur keseimbangan komponen hidrofilik-hidrofobik pelapis sehingga meningkatkan efektifitasnya dalam menekan kehilangan air. Penelitian serupa melaporkan bahwa pelapisan mangga menggunakan kombinasi

(42)

polisakarida (pektin) dan lemak (beeswax) mampu menurunkan susut bobot mangga lebih kecil (4.4%) dibanding kontrol (6.3%) setelah 6 hari penyimpanan (Moalemiyan et al. 2011). Gambar 12 juga menunjukkan bahwa penambahan NP-ZnO pada pelapis (formula N1B0) mampu menurunkan susut bobot lebih kecil dibanding kontrol dan dengan perlakukan N0B0 (p<0.05). Keberadaan NP-ZnO dalam material pelapis dilaporkan mampu membatasi pertukaran gas pada permukaan buah serta menurunkan kehilangan air (Meng et al. 2014, ZhaO et al.

2009, Sabarisman et al. 2015). Akan tetapi, pada penambahan 0,5% NP-ZnO (formulasi N0,5B0) diketahui belum dapat menekan susut bobot pada mangga. Sesuai dengan hasil yang didapat dari pengukuran laju transmisi uap air (WVTR), semakin tinggi konsentrasi NP-ZnO dalam komposisi pelapis, maka sifat barier kelembapan akan semakin tinggi.

Gambar 12 Susut bobot mangga selama penyimpanan. Perbedaan huruf menunjukkan beda nyata pada uji lanjut Tukey dengan α = 5%.

Kekerasan

Pelunakan tekstur buah disebabkan oleh perubahan tekanan turgor serta degradasi pati dan polisakarida pada dinding sel. Pektin merupakan jenis polisakarida utama pada dinding sel yang mengalami perubahan selama pematangan, selain selulosa dan hemiselulosa (Tharanathan et al. 2006). Pantastico (1973) menyatakan bahwa senyawa pektin mengalami depolimerasi atau pemendekan rantai dan deesterifikasi atau penghilangan gugus metil dari polimernya selama pematangan buah. Perubahan struktur pektin ini menyebabkan ketegaran buah menjadi berkurang. Gambar 13 memperlihatkan tingkat kekerasan buah mangga mengalami penurunan yang signifikan seiring lamanya penyimpanan (p<0.05). Pada hari ke-18 penyimpanan, mangga kontrol memiliki kekerasan sebesar 5.28 N sementara dengan pelapisan kekerasan mangga berkisar 4.79 – 5.74 N dimana hanya perlakuan N1B1 berbeda nyata dengan kontrol (p<0.05). Baldwin et al. (1999) menyatakan bahwa baik pelapis berbasis polisakarida maupun lemak (lilin karnauba) menghasilkan kekerasan buah mangga yang lebih tinggi (masing-masing 5.3 dan 7 N) dibanding kontrol (2.8 N).

(43)

Penelitian lain melaporkan bahwa kombinasi antara polisakarida dan lemak lebih efektif dalam mempertahankan kekerasan buah mangga (Moalemiyan et al. 2011). Pelapisan diketahui mampu mempertahankan kekerasan dan menunda pelunakan daging buah mangga melalui dua cara yaitu penurunan laju transmisi uap air sehingga mampu menekan kehilangan air serta menunda degradasi komponen yang bertanggung jawab pada kekerasan buah, utamanya pektin tak larut air dan protopektin (Moalemiyan et al. 2011). Menurut Maftoonazad et al. (2008) selama pematangan, aktivitas enzim pektinesterase dan poligalakturonase meningkat sehingga menyebabkan solubilisasi pektin. Rendahnya konsentrasi O2 dan tingginya kadar CO2 dalam atmosfer internal buah yang diberi pelapisan mampu menghambat aktivitas enzim tersebut sehingga tekstur buah dapat dipertahankan. Teori ini didukung dengan hasil pengukuran produksi CO2 (Gambar 14) dimana perlakuan pelapisan pada mangga menghasilkan CO2 lebih rendah dibanding mangga tanpa pelapisan. Pelapisan menyebabkan CO2 tertahan dalam jaringan buah sehingga tidak terekspos keluar. Pada hari ke-6 penyimpanan, saat puncak produksi CO2 akan tercapai, mangga kontrol mengalami penurunan kekerasan tertinggi (44.64%) dibanding semua perlakuan pelapisan (20.37 - 44.23%). Hasil ini didukung analisis korelasi Pearson (Lampiran 19) yang menunjukkan bahwa kekerasan buah secara nyata (p<0.01) berkorelasi negatif (R= -0.682) dengan produksi CO2 dimana semakin rendah produksi CO2, semakin tinggi nilai kekerasan buah atau sebaliknya. Sementara itu, korelasi positif (R=0.782) ditunjukkan oleh hubungan antara kekerasan dan total asam. Secara nyata (p<0.01) semakin tinggi kekerasan buah, semakin tinggi nilai total asam. Akan tetapi pada proses pematangan, kekerasan buah akan menurun akibat pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana sehingga keasaman buah juga menurun.

Gambar 13 Kekerasan mangga selama penyimpanan. Perbedaan huruf menunjukkan beda nyata pada uji lanjut Tukey dengan α = 5%.

Gambar

Tabel 2. Penelitian pengaruh pelapisan terhadap mutu mangga
Tabel 4. Penelitian pembuatan polimer nanokomposit ZnO
Gambar 5 Mikrograf SEM film karagenan dan bionanokompositnya.
Gambar 6 Spektra FT-IR film karagenan dan bionanokompositnya.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan material komposit polimer biasa, polimer-clay nanokomposit terbentuk jika polimer dapat terinterkalasi ke dalam galeri mineral clay sehingga sifat polimer