• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk jelly drink cincau hijau-rosela dalam kaleng antara lain daun cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) segar yang didapatkan dari Bogor, karagenan, bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) kering, H2O, dan sukrosa.

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam analisis antara lain metanol teknis, asam galat (Sigma), reagan Folin-Ciocalteau (Merck), natrium karbonat (Merck), 2,2-difenil-1-pikrihidrazil (DPPH) (Sigma) , asam askorbat (Merck), asam sulfat (Merck), natrium hidroksida (Merck), etanol 95 % (Merck) dan aseton 80 % (Merck).

Alat

Alat-alat yang digunakan untuk membuat produk jelly drink cincau hijau- rosela dalam kaleng antara lain kompor, panci, baskom, blender, wadah plastik bertutup, double seamer, neraca analitik, kain saring, gelas ukur plastik, kaleng dimensi 307x113, waterbath, dan refrigerator. Alat yang digunakan untuk analisis produk antara lain neraca analitik, food processor, termokopel, thermorecorder, labu takar berbagai volume, labu erlenmeyer, gelas piala, corong gelas, kertas saring Whatman no.42, pipet tetes, pipet Mohr berbagai volume, mikropipet (Eppendorf), freeze drier (Eppendorf), tabung reaksi bertutup, penangas air, cawan alumunium, desikator, reflux, corong Buchner, pompa vakum, alu dan mortar, spektrofotometer Spectronic 20, tabung sentrifuge, dan sentrifuge (Eppendorf).

Metode Percobaan

Pembuatan Produk Jelly Drink Cincau Hijau-Rosela dalam Kaleng

Pembuatan gel cincau hijau ( Susantikarn 2014)

Gel cincau hijau dibuat dengan tahapan yang digambarkan pada Gambar 3.

Daun cincau hijau yang segar dibuang tangkai dan tulang daunnya, kemudian dicuci bersih dengan air. H2O dengan perbandingan 1:10 ditambahkan dan dihancurkan bersama-sama daun cincau hijau dengan blender, kemudian disaring untuk mendapatkan ekstrak cincau hijau. Ekstrak cincau hijau kemudian

Daun cincau hijau segar tanpa tangkai dan tulang

Pencucian bersih dengan air Penambahan H2O 100 °C sebanyak 1:10

Penghancuran dengan blender

Penyaringan dengan kain saring

Penambahan 2 % karagenan Ekstrak cincau hijau

Pengadukan sambil pemanasan 100 °C

Pembentukan gel selama semalam di dalam refrigerator

Gel cincau hijau

Gambar 3 Diagram alir pembuatan gel cincau hijau

ditambahkan karagenan sebanyak 2 % yang telah dilarutkan dengan H2O panas. Kemudian, proses pencampuran dilakukan sambil diaduk dan dipanaskan. Setelah karagenan larut sempurna, pemanasan dihentikan dan pembentukan gel dilakukan selama semalam di dalam refrigerator.

Pembuatan ekstrak rosela (Susantikarn 2014)

Ekstrak rosela dibuat dengan tahapan yang digambarkan pada Gambar 4.

Bunga rosela kering dan H2O sebanyak 1:62 ditambahkan dengan 15 % gula pasir, kemudian dilakukan proses pemanasan selama 30 menit. Ekstrak rosela yang telah mencapai suhu ruang disimpan di dalam refrigerator.

Pengalengan jelly drinkcincau hijau-rosela

Gel cincau hijau dan ekstrak rosela dengan perbandingan 4:5 dimasukkan ke dalam kaleng berdimensi ukuran 307x113 sampai benar-benar penuh. Kemudian, kaleng ditutup dengan double seamer, dan siap untuk dipasteurisasi. Prosedur Optimasi Proses Pasteurisasi

Pasteurisasi dilakukan pada tiga tingkat suhu yaitu 65 °C, 75 °C, dan 85 °C. Optimasi proses pasteurisasi dilakukan dengan uji penetrasi panas. Kaleng yang akan diisi sampel dilubangi bagian bawahnya untuk pemasangan termokopel. Ujung termokopel dipasang di pusat geometris kaleng. Agar tidak bocor, kaleng yang sudah terpasang termokopel ditutup dengan gasket. Kemudian, kaleng diisi dengan produk. Ujung termokopel harus berada di dalam gel cincau hijau dan dipastikan terus menancap selama proses pasteurisasi. Ini disebut sebagai titik terdingin produk. Kaleng yang sudah berisi produk ditutup dengan kondisi tidak ada headspace antara tutup kaleng dengan batas atas produk. Selanjutnya kaleng diperiksa agar tidak ada kebocoran. Kaleng tersebut dimasukkan ke dalam keranjang dan dipenuhi dengan kaleng lain yang berisi produk dan telah dipasang termokopel. Ujung lain termokopel dipasang pada

Bunga rosela kering

Penambahan H2O dengan perbandingan 1:62 dan gula pasir sebanyak 15 %

Pemanasan 100 °C selama 30 menit

Ekstrak rosela

Gambar 4 Diagram alir pembuatan ekstrak rosela

thermorecorder. Kemudian, keranjang berisi kaleng dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 65 °C. Pencatatan suhu yang dilakukan oleh thermorecorder dilakukan dengan selang satu menit. Pemanasan dilakukan sampai tidak ada peningkatan suhu produk yang tercatat pada thermorecorder. Cara ini juga dilakukan untuk suhu 75 °C dan 85 °C. Hasil pencatatan suhu dan waktu diolah dengan metode Trapezoidal atau metode umum untuk mendapatkan nilai Pv (pasteurization value) cummulative.

Data Pv cummulative dari seluruh termokopel pada tiap tingkatan suhu pasteurisasi diseleksi dan dipilih data yang menunjukan nilai Pv cummulative terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa produk mengalami worst case scenario. Nilai Pv cummulative kemudian diplot ke dalam kurva hubungan antara waktu (sumbu x) dan Pv cummulative (sumbu y). Acuan kondisi proses 6D85 diwakilkan dengan garis linier di dalam kurva. Titik persinggungan antara garis suhu perlakuan dengan garis linier menunjukkan kombinasi suhu dan waktu pasteurisasi.

Prosedur Analisis Sifat Fungsional

Persiapan sampel (AOAC 2012)

Seluruh isi kaleng produk dihancurkan menggunakan food processor. Sejumlah sampel diambil sesuai dengan yang dibutuhkan untuk analisis, sedangkan sisa sampel dimasukkan ke dalam wadah tertutup yang kedap cahaya agar terhindar dari dekomposisi. Wadah sampel disimpan di dalam refrigerator.

Kandungan fenolik total (Orak 2006)

Sampel sebanyak 3 gram dan diekstrak dengan 5 mL metanol 50 %. Sampel disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit pada suhu ruang. Sebanyak 0.2 mL supernatan sampel ditambahkan 15.8 mL akuades dan 1 mL reagen Folin Ciocalteau 50 % kemudian dihomogenisasi. Larutan sampel didiamkan selama 8 menit kemudian ditambahkan 3 mL larutan Na2CO3 20 %, dihomogenisasi dan didiamkan selama 2 jam di dalam ruangan gelap. Sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm yang akan memberikan kompleks berwarna biru. Hasil serapannya dinyatakan sebagai mg GAE/g sampel. Larutan Na2CO3 20 % disiapkan dengan menimbang 5 gram Na2CO3 kemudian dilarutkan ke dalam 20 mL akuades dan dididihkan. Larutan didiamkan selama 24 jam. Larutan Na2CO3 20 % disaring dan ditepatkan volumenya sampai 25 mL. Asam galat digunakan sebagai standar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 mg/mL.

Aktivitas antioksidan (Brand-Williams et. al 1995 dengan modifikasi)

Sampel sebanyak 3.0 gram diekstrak menggunakan 5 mL metanol 50 %. kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit pada suhu ruang. Supernatan sampel diencerkan menggunakan metanol 50 % dengan berbagai konsentrasi (10, 25, 50, 75, dan 100 ppm). Ekstrak sampel masing- masing konsentrasi sebanyak 100 μL diambil dan ditambahkan dengan 5 mL DPPH 50 μM. Campuran sampel dihomogenisasi dan diinkubasi 30 menit di dalam ruang gelap, kemudian serapannya diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm. Asam askorbat digunakan sebagai standar dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Blanko sampel dibuat dengan

mengganti 100 μL larutan sampel dengan metanol. Aktivitas antioksidan sampel ditentukan oleh besarnya hambatan serapan radikal radikal DPPH melalui perhitungan presentase inhibisi serapan DPPH dengan persamaan berikut :

Keterangan : A blanko = absorbansi blanko A sampel = absorbansi sampel

Nilai IC50 (Half Maximal Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi antioksidan (ppm) yang mampu memberikan persen penghambatan radikal sebanyak 50 % dibanding kontrol melalui suatu persamaan garis antara 50 % daya hambatan dengan sumbu konsentrasi, kemudian masukkan ke persamaan y = a + bx dimana y = 50 dan nilai x menunjukkan IC50.

Total klorofil (AOAC 2012)

Sampel dikeringkan menggunakan freeze drier sebelum analisis dilakukan. Sebanyak 0.5 gram sampel kering dihancurkan menggunakan mortar dan alu dan diekstrak dengan 10 mL aseton 80 %. Kemudian sampel diekstrak kembali menggunakan 5 mL aseton 80 % sampai warna hijau sampel hilang dan warna pengekstrak bening. Kemudian ekstrak disentrifuse pada 5000 rpm selama 5 menit. Total klorofil sampel ditentukan dengan metode spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 660 nm dan 642 nm. Total klorofil dihitung dengan persamaan berikut :

Keterangan : E = volume total ekstrak

DWS = bobot sampel kering (dried weight sample)

Kadar serat kasar (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 2-4 gram (W1) ditambahkan 50 mL H2SO4 1.25 % dan didihkan selama 30 menit menggunakan reflux. Sebanyak 50 mL NaOH 3.25 % ditambahkan ke dalam sampel lalu dididihkan selama 30 menit dengan pendingin tegak. Kemudian sampel dalam keadaan panas disaring vakum menggunakan corong Buchner dan kertas Whatman no. 42 yang telah diketahui bobot keringnya (W2). Endapan yang terdapat di dalam kertas kemudan dicuci menggunakan H2SO4 panas, akuades panas, dan etanol 96 %secara berturut-turut. Kertas yang berisi endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 °C sampai tercapai bobot konstan. Kertas yang telah kering diletakkan di dalam desikator sampai dingin dan ditimbang (W3). Kadar serat kasar dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan : W1 = bobot sampel

W2 = bobot kering kertas Whatman no.42

Dokumen terkait