• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Dalam mengkaji pengambilan keputusan oleh petani, lazimnya para ahli ekonomi pertanian bertujuan untuk melakukan evaluasi dengan menerapkan metodologi analisis benefit-cost. Berbeda dari para ahli ekonomi, para ahli antropologi lebih memberikan perhatian pada tujuan menguraikan (describe) pilihan-pilihan petani (Suharjito, 2002). Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisis pengambilan keputusan oleh petani adalah teori ‘real-life choice” yang dikembangkan oleh Gladwin (1980), yang menjelaskan bahwa dalam pengambilan keputusan sehari-hari petani menempuh dua tahap. Pada tahap pertama, petani mengeliminasi semua alternatif yang tidak diinginkan dan pada tahap kedua, yang merupakan intisari dari proses keputusan, petani mengeliminasi aspek-aspek yang tidak relevan, serta menyusun alternatif- alternatif pada aspek-aspek penting.

Tahapan pengambilan keputusan oleh petani secara lengkap, tentang pemilihan jenis tanaman dan pola tanam, akan dapat diketahui dengan menggunakan teori Gladwin ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut akan diidentifikasi, baik faktor-faktor internal (kondisi sosial ekonomi dan biofisik) maupun eksternal (pasar, ketersediaan informasi teknis, jasa pendukung, dan kerangka kebijakan).

Kajian lebih lanjut dilakukan dengan membandingkan pengambilan keputusan pemilihan jenis tanaman dan pola tanam oleh petani, pada sistem penguasaan lahan yang berbeda antara yang berlokasi di lahan hutan negara dan lahan milik. Dengan adanya pengetahuan mengenai tahapan pengambilan keputusan tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan, maka diharapkan program kehutanan masyarakat di masa yang akan datang akan menjadi lebih tepat sasaran. Alur kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran.

Kumpulan alternatif jenis tanaman dan pola tanam

Seleksi Tahap 1 (Elimination by aspect)

Sub kumpulan alternatif jenis tanaman dan pola tanam

Seleksi Tahap 2

(“Intisari” proses pengambilankeputusan)

Keputusan

jenis tanaman dan pola tanam

Rumah tangga petani (unit pengambilan keputusan)

Sistem pertanian

(termasuk dukungan sumberdaya: lahan, tenaga kerja, modal)

Pasar Jasa pendukung Kebijakan Kondisi biofisik Kondisi sosial ekonomi Ketersediaan informasi teknis

15

Definisi Operasional

Beberapa variabel dalam penelitian ini secara garis besar dapat didefinisikan sebagai berikut:

Tabel 1 Definisi operasional variabel dan parameter pengukurannya

Variabel Definisi operasional Parameter pengukuran

Tingkat orientasi produksi

Tingkat konsumsi hasil tanaman oleh rumah tangga petani atau kemampuan untuk menjual hasil tanaman ke pasar terdekat/ pedagang

Tingkat konsumsi:

1)< 25% (komersial)

2) 25-50% (kombinasi)

3) > 50% (subsisten)

Ketinggian/tanah Kesesuaian kualitas lahan dan keadaan lingkungan fisik terhadap budidaya tanaman

Pengalaman petani selama menggarap lahan pertanian: 1)tidak sesuai

2)cukup sesuai 3)sesuai

Persepsi petani dijustifikasi dengan data sekunder pengukuran kondisi biofisik sebagai pembanding Persyaratan air Ketersediaan air di lahan

pertanian yang harus cukup untuk budidaya tanaman

Pengalaman petani selama menggarap lahan pertanian: 1)tidak cukup

2)cukup 3)> cukup

Pengetahuan Kemampuan rumah tangga

petani dalam penguasaan teknik budidaya tanaman

Tingkat penguasaan teknik budidaya:

1) tidak menguasai 2) cukup menguasai 3) menguasai Waktu atau tenaga kerja Ketersediaan waktu atau tenaga

kerja (keluarga atau tenaga kerja upahan) rumah tangga petani untuk budidaya tanaman

Waktu: 1) sedikit 2) cukup 3) banyak Tenaga kerja: 1) 1 orang/ha (sedikit) 2) 2-3 orang/ha (sedang) 3) > 3 orang/ha (banyak) Modal atau kredit Kemampuan rumah tangga

petani untuk mempunyai modal atau kredit untuk memperoleh input yang dibutuhkan (bibit, pupuk, insektisida dan tenaga kerja) untuk budidaya tanaman

Tingkat penguasaan modal atau kredit:

1) < Rp 1.000.000/tahun/ha (kecil)

2) Rp 1.000.000-1.500.000/tahun/ha

(sedang) 3) > Rp 1.500.000/tahun/ha (besar)

Lanjutan

Variabel Definisi operasional Parameter pengukuran

Kemampuan investasi Kemampuan rumah tangga petani untuk memiliki lahan milik dan/atau modal untuk budidaya tanaman pohon sampai menghasilkan

Luas lahan milik:

1) < 0,25 ha (sempit) 2) 0,25-1 ha (sedang) 3) > 1 ha (luas) Jumlah modal: 1) < Rp 3.000.000/ha (kecil) 2) Rp 3.000.000-4.500.000/ha (sedang) 3) > Rp 4.500.000/ha (besar) Luas lahan Luas lahan yang diusahakan oleh

rumah tangga petani secara terus menerus di lahan milik, dan di dalam kawasan hutan yang diberikan ijin pengelolaannya oleh pemerintah kepada petani

Luas lahan milik:

1)< 0,25 ha (sempit)

2)0,25-1 ha (sedang)

3)> 1 ha (luas)

Luas lahan di dalam kawasan hutan: 1)< 1 ha (sempit) 2)1-2,5 ha (sedang) 3)> 2,5 ha (luas) Tingkat produktivitas

Pendapatan dari hasil tanaman yang diterima oleh rumah tangga petani Jumlah pendapatan: 1)< Rp 500.000 (kecil) 2)Rp 500.000-750.000 (sedang) 3)> Rp 750.000 (besar) Tingkat keragaman produksi

Jumlah hasil tanaman yang diterima oleh rumah tangga petani

Jumlah hasil tanaman: 1)sedikit

2)sedang 3)banyak Tingkat kontinuitas

produksi

Jangka waktu pemanenan hasil tanaman oleh rumah tangga petani

Jangka waktu pemanenan: 1)harian

2)musiman 3)tahunan Status lahan Asal usul kepemilikan lahan

oleh rumah tangga petani

Asal usul kepemilikan lahan: 1)warisan

2)beli 3)sewa

4)ijin pengelolaan Kestabilan harga Tingkat kestabilan harga

terhadap hasil tanaman rumah tangga petani

Tingkat kestabilan harga: 1)tidak stabil

2)cukup stabil 3)stabil Akses pasar Jarak ke pasar terdekat/pedagang

untuk menjual hasil tanaman rumah tangga petani

Jarak ke pasar terdekat: 1) > 10 km (jauh)

2) 5-10 km (sedang)

17

Lanjutan

Variabel Definisi operasional Parameter pengukuran

Jasa infrastruktur/ pendukung

Jasa pendukung eksternal yang dibutuhkan untuk mengambil peluang pasar dan produksi untuk rumah tangga petani

Kualitas jasa pendukung: 1) rendah

2) sedang 3) tinggi

Kebijakan Kebijakan, aturan dan peraturan

yang diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk

mendukung budidaya tanaman oleh rumah tangga petani

Tingkat dukungan: 1)tidak mendukung 2)cukup mendukung 3)mendukung Ketersediaan informasi teknis

Informasi mengenai aspek budidaya tanaman, teknik pemanenan dan lain-lain yang disediakan oleh petani yang berhasil, peneliti, penyuluh dan lain-lain Tingkat ketersediaan: 1)tidak tersedia 2)cukup tersedia 3)tersedia Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, menggunakan metodologi studi kasus. Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan bagaimana atau mengapa, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata (Yin 2006). Studi kasus memberikan akses dan peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif, dan menyeluruh terhadap unit sosial yang diteliti (Bungin 2006).

Pendekatan studi kasus yang digunakan tidaklah kaku sifatnya, dan sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan perkembangan fakta empiris yang tengah dicermati. Hal ini tidak berarti terjadinya inkonsistensi, melainkan terhadap fenomena sosial yang menjadi unit analisis, lebih dikedepankan dan diutamakan aspek emik daripada etik-nya. Hal ini menyangkut prinsip dalam penelitian kualitatif. Sebab, fenomena dan praktek-praktek sosial, sebagai sasaran ”buruan” penelitian kualitatif tidak bersifat mekanistik, melainkan penuh

dinamika dan keunikan, dan karenanya tidak bisa diciptakan dalam otak dan menurut kehendak peneliti semata. (Bungin 2006).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung, pada bulan Maret-Mei 2008.

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara, yaitu:

Wawancara

Wawancara studi kasus bertipe open-ended dimana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka mengenai peristiwa yang ada (Yin 2006). Pemilihan sampel (informan kunci) dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Selanjutnya bila dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informasi, maka tidak perlu lagi mencari informan baru dan proses pengumpulan informasi dianggap sudah selesai. Dalam penelitian ini, jumlah informan kunci adalah sebanyak 17 orang yang berusaha di lahan hutan negara, 14 orang di lahan milik, serta 4 orang di lahan hutan negara dan lahan milik.

Dalam pemilihan informan kunci digunakan empat kriteria sebagai berikut (Spradley 1979, diacu dalam Kanto 2006):

a. Subjek yang telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi informasi, serta menghayati secara sungguh- sungguh sebagai akibat dari keterlibatannya yang cukup lama dengan kegiatan yang bersangkutan. Hal ini ditandai oleh kemampuannya dalam memberikan informasi (hapal “di luar kepala”) tentang sesuatu yang ditanyakan.

b. Subyek masih terlibat secara penuh/aktif pada kegiatan yang menjadi perhatian peneliti.

c. Subjek yang mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk diwawancarai.

d. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dipersiapkan terlebih dahulu. Mereka ini tergolong “lugu” (apa adanya) dalam

19 memberikan informasi, sehingga diharapkan dapat diperoleh informasi yang lebih faktual.

e. Subyek yang sebelumnya tergolong masih “asing” dengan penelitian, sehingga peneliti merasa lebih tertantang untuk “belajar” sebanyak mungkin dari subyek yang berfungsi sebagai ”guru baru” bagi peneliti.

Observasi partisipan

Observasi partisipan merupakan suatu bentuk observasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti. Observasi partisipan memberikan peluang kepada peneliti untuk mendapatkan akses terhadap peristiwa-peristiwa atau kelompok-kelompok yang tidak mungkin bisa sampai pada penelitian yang ilmiah. Peluang yang lainnya adalah kemampuan untuk menyadari realitas dari sudut pandang ”orang dalam” dibandingkan orang luar pada studi kasus tersebut (Yin 2006).

Metode Analisis Data

Analisis Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam

Analisis ini dilakukan untuk mengkaji dan menjelaskan pengambilan keputusan oleh petani, yaitu alasan-alasan petani untuk memilih jenis tanaman dan pola tanamnya pada sistem penguasaan lahan yang berbeda, baik di lahan hutan negara maupun lahan milik. Teori yang digunakan adalah teori “real-life choice” yang dikembangkan oleh Gladwin (1980). Teori ini menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan sehari-hari, petani menempuh dua tahap. Pada tahap pertama, serupa dengan teori “elimination by aspect” (Tversky 1972, diacu dalam Gladwin (1980), petani mengeliminasi semua alternatif yang tidak diinginkan berdasarkan aspek-aspek yang dipertimbangkan. Setelah alternatif- alternatif dipersempit menjadi suatu sub kumpulan yang feasible, “intisari” proses keputusan terjadi pada tahap kedua. Pada umumnya, petani melalui tahap pertama ini secara cepat dan proses keputusan yang nyata terjadi pada tahap kedua. Pada tahap ini, petani memilih alternatif-alternatif yang tersisa melalui pertimbangan aspek-aspek dari setiap alternatif. Untuk menyederhanakan proses pengambilan keputusan selanjutnya, dilakukan eliminasi beberapa aspek pada

alternatif-alternatif yang memiliki nilai yang seimbang. Setelah eliminasi aspek- aspek yang tidak relevan, petani memilih salah satu aspek, sebagian atau seluruh, dari alternatif. Bila alternatif pertama tidak lolos dari semua pembatasnya (constraint), alternatif kedua (terbaik kedua) mendapat kesempatan untuk melewati semua batasannya. Jika tidak ada alternatif yang dapat melewati semua pembatasnya, maka strategi lain digunakan.

Secara lebih terperinci, analisis ini diuraikan lebih lanjut sebagai berikut: a. Tahap 1

Ketika dihadapkan dengan sejumlah besar alternatif jenis tanaman dan pola tanam, petani sebagai pengambil keputusan akan mempersempit kumpulan alternatif menjadi suatu sub kumpulan alternatif yang memenuhi beberapa syarat minimal, seperti: tingkat orientasi produksi, ketinggian/tanah, persyaratan air, pengetahuan, waktu/tenaga kerja, modal/kredit, kemampuan untuk investasi tanaman pohon, dan lain-lain. Setelah menjadi suatu sub kumpulan jenis tanaman dan pola tanam yang ”feasible”, maka proses pengambilan keputusan oleh petani yang lebih detail dilakukan pada Tahap 2.

b. Tahap 2

”Inti sari” dari proses keputusan terjadi pada Tahap 2, dimana tahapannya merupakan suatu proses enam langkah, yaitu:

b.1. Langkah 1

Aspek-aspek yang tercakup pada minimal satu alternatif jenis tanaman dan pola tanam didaftar atau dipertimbangkan. Prosedur ini berjalan sangat baik dengan cara membandingkan dua alternatif untuk menghasilkan suatu keputusan. b.2. Langkah 2

Untuk menyederhanakan proses keputusan selanjutnya, beberapa aspek pada jenis tanaman dan pola tanam boleh dieliminasi atau tidak dipertimbangkan oleh petani. Strategi yang digunakan oleh petani untuk mengeliminasi aspek adalah sebagai berikut:

− Jika suatu aspek sedikit atau tidak bermanfaat bagi petani, maka aspek tersebut dieliminasi (atau tidak selalu dipertimbangkan pada Langkah 1). − Jika semua alternatif mempunyai nilai yang sama atau sebanding pada suatu

21 − Jika dua aspek sama atau sebanding kepentingannya dan urutan alternatif- alternatif pada satu aspek berlawanan dengan urutan alternatif-alternatif pada aspek lainnya, maka kedua aspek dieliminasi.

− Jika satu aspek mempengaruhi proses keputusan hanya melalui aspek lainnya dan tidak mempunyai suatu pengaruh yang terpisah, dua aspek dipertimbangkan sebagai satu aspek.

b.3. Langkah 3a

Petani memilih atau menyeleksi satu aspek pada alternatif jenis tanaman dan pola tanam yang diurut dari sub kumpulan aspek-aspek yang tidak dieliminasi. Ada dua cara yang rasional untuk mengurut aspek-aspek tersebut, yaitu:

− Petani menyeleksi aspek dengan kegunaan atau manfaat yang terbesar.

− Petani memilih aspek dalam pengertian suatu fungsi pilihan ”yang tidak dibangun dari pengurutan”.

b.4. Langkah 3b

− Jika alternatif-alternatif berdiri sendiri (mutually exclusive), maka petani mengurut alternatif-alternatif jenis tanaman dan pola tanam pada aspek terurut.

− Jika alternatif-alternatif tidak berdiri sendiri (not mutually exclusive), maka petani mengurut sebagian alternatif jenis tanaman dan pola tanam pada aspek terurut.

b.5. Langkah 4: Pembatas (constraint)

Untuk setiap aspek yang tersisa, petani atau lingkungan (sistem atau konteks sosial ekonomi) menentukan suatu kondisi atau persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh alternatif jenis tanaman dan pola tanam terpilih.

b.6. Langkah 5

Petani meloloskan alternatif-alternatif jenis tanaman dan pola tanam terurut melewati constraint. Suatu alternatif harus lolos semua constraint-nya untuk dipilih. Jika tidak ada alternatif yang lolos semua constraint-nya, maka petani masuk ke Langkah 6. Proses pilihan pada langkah 3-5 dapat disajikan dalam suatu pohon keputusan (decision tree) karena adanya suatu pengurutan

alternatif-alternatif pada suatu aspek dan suatu kelulusan dari alternatif-alternatif untuk melewati constraint.

b.7. Langkah 6

Petani boleh mengikuti satu dari beberapa strategi yang rasional jika tidak ada alternatif-alternatif jenis tanaman dan pola tanam yang lolos semua

constraint, yaitu:

− Petani mengeliminasi aspek terpilih dan kemudian kembali ke Langkah 3a untuk memilih aspek terpilih lainnya; baik aspek dengan kegunaan atau manfaat yang tertinggi berikutnya atau suatu aspek terpilih oleh aturan produksi lainnya. Alternatif-alternatif diurut pada aspek tersebut kemudian alternatif rangking tertinggi pada aspek tersebut dipilih atau Langkah 4 dan 5 diulang.

− Petani tetap mengurut alternatif-alternatif pada aspek terpilih awal dan kembali ke Langkah 4, lalu menurunkan atau mengeliminasi constraint; dan Langkah 5 dimulai.

− Petani tetap mengurut alternatif-alternatif pada aspek dan menyederhanakan pilihan pada alternatif rangking yang tertinggi pada aspek tersebut.

− Petani menunda pengambilan keputusan dan mencari alternatif-alternatif baru atau menunggu untuk melihat apakah suatu alternatif dapat lolos constraint

yang sebelumnya gagal dilewati.

Analisis Finansial

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan pengusahaan lahan hutan negara dan lahan milik dengan jenis tanaman dan pola tanam yang dipilih oleh petani. Kriteria yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) (Tabel 2). NPV merupakan nilai dari suatu proyek setelah dikurangkan dengan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat bunga yang berlaku. BCR merupakan suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh suatu proyek dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek. IRR merupakan tingkat suku bunga yang membuat proyek akan

23 mengembalikan semua investasi selama umur proyek. Jika nilai NPV > 0, BCR > 1, dan IRR > i, maka usaha tani layak untuk diusahakan.

Tabel 2 Indikator yang digunakan dalam perhitungan analisis finansial

Indikator Rumus Kriteria keputusan

NPV

=

+

=

n t t

i

Ct

Bt

NPV

1

(1

)

)

(

NPV > 0 BCR

− = + + = n t t n t t i Ct i Bt BCR 1 1 ) 1 ( ) 1 ( BCR > 1 IRR

=

+

=

n t t

i

Ct

Bt

NPV

1

(1

)

)

(

= 0 IRR > i

Bt = penerimaan kotor petani pada tahun t, Ct = biaya kotor usaha tani pada tahun t, n = lama rotasi, t = periode produksi, i = suku bunga

Struktur Pendapatan Rumah Tangga

Untuk mengetahui kontribusi setiap sumber pendapatan rumah tangga petani pada setiap pola tanam baik di lahan hutan negara maupun lahan milik, dilakukan dengan cara melihat struktur pendapatan rumah tangga petani selama jangka waktu pengusahaan lahan.

Analisis Diversifikasi Portofolio

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kumpulan investasi yang dimiliki oleh petani, dalam hal ini berhubungan dengan jenis tanaman dan pola tanam yang dipilih. Dalam melakukan investasi, petani sering melakukan diversifikasi yaitu pengkombinasian berbagai sarana investasi, dalam hal ini petani tersebut membentuk portofolio. Pembentukan portofolio pada dasarnya dimaksudkan untuk mengurangi resiko yang ditanggung petani. Konsep resiko dijelaskan melalui pengertian keuntungan rata-rata dari keuntungan-keuntungan dengan probabilitas masing-masing dan terjadinya keuntungan yang menyimpang dari harga rata-rata tersebut. Ditunjukkan bahwa petani dihadapkan pada kesukaran dalam menentukan investasi terbaik karena pada umumnya investasi yang

memberikan keuntungan yang besar juga mempunyai resiko tinggi. Melalui pembentukan portofolio, petani dapat mengurangi resiko namun dengan keuntungan yang lebih kecil. Pilihan yang ada bagi petani ialah mendapatkan suatu portofolio yang optimal yaitu yang memberikan keuntungan maksimal dengan resiko tertentu.

Dokumen terkait