• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dari hasil olah raw data SUSENAS serta data yang sudah diterbitkan oleh BPS (Badan Pusat Statisik). Data yang dikumpulkan merupakan data cross section seluruh provinsi di Indonesia tahun 2009.

Jenis-jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data pada blok vii (keterangan modal sosial) kuesioner SUSENAS modul sosial budaya dan pendidikan tahun 2009 dengan sampel rumah tangga yang mencakup 291 888 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Semua keterangan rumah tangga tersebut diupayakan mengelompok dalam 4 (empat) unsur pembentuk modal sosial yang disesuaikan dengan dimensi input yang disampaikan oleh Grootaert et al (2004) dalam BPS (2010), yaitu unsur kelompok dan jejaring (groups and networks), unsur sikap percaya dan solidaritas (trust and solidarity) ditambah dengan toleransi (tolerance) karena toleransi dalam konteks Indonesia dianggap melengkapi konsep modal sosial.

Tabel 3 Unsur, variabel dan katagori jawaban untuk pengukuran modal sosial

Unsur Nama Variabel Katagori Jawaban

(1) (2) (3) S ikap pe rc aya ( tr us t )

1. Percaya pada keputusan/kebijakan pemerintah 1 (Tidak Peduli) 2 (Tidak Percaya) 3 (Kurang Percaya) 4 (Percaya) 5 (Sangat Percaya) 2. Percaya pada aparatur RT/SLS

terkecil 1 (Tidak Peduli) 2 (Tidak Percaya) 3 (Kurang Percaya) 4 (Percaya) 5 (Sangat Percaya) 3. Percaya pada pengurus kelompok

masyarakat 1 (Tidak Peduli) 2 (Tidak Percaya) 3 (Kurang Percaya) 4 (Percaya) 5 (Sangat Percaya) 4. Percaya pada aparatur desa/kelurahan 1 (Tidak Peduli)

2 (Tidak Percaya) 3 (Kurang Percaya) 4 (Percaya)

25

Unsur Nama Variabel KatagoriJawaban

(1) (2) (4)

5. Percaya untuk menitipkan anak 1 (Tidak Peduli) 2 (Tidak Percaya) 3 (Kurang Percaya) 4 (Percaya)

5 (Sangat Percaya) 6. Percaya untuk menitipkan rumah 1 (Tidak Peduli)

2 (Tidak Percaya) 3 (Kurang Percaya) 4 (Percaya) 5 (Sangat Percaya) T oler ans i (tol er anc e)

1. Perasaan bertetangga dengan suku bangsa lain 1 (Tidak senang) 2 (Kurang senang) 3 (Tidak masalah) 4 (Senang) 5 (Sangat senang) 2. Perasaan bertetangga dengan agama

lain 1 (Tidak senang) 2 (Kurang senang) 3 (Tidak masalah) 4 (Senang) 5 (Sangat senang) 3. Tanggapan jika akan didirikan tempat

ibadah agama lain

1 (Tidak senang) 2 (Kurang senang) 3 (Tidak masalah) 4 (Senang)

5 (Sangat senang) 4. Tanggapan tentang orang lain yang

tingkat hidupnya lebih tinggi

1 (Tidak senang) 2 (Kurang senang) 3 (Tidak masalah) 4 (Senang) 5 (Sangat senang) Ke lom pok ( gr oups )

1. Kebiasaan saling bersilaturahim 1 (Tidak Pernah) 2 (Jarang)

3 (Kadang-kadang) 4 (Sering )

5 (Sangat sering) 2. Kebiasaan saling mengantar makanan 1 (Tidak Pernah)

2 (Jarang)

3 (Kadang-kadang) 4 (Sering)

26

Unsur Nama Variabel Katagori Jawaban

(1) (2) (3) S oli da rit as

1. Kesiapan membantu peminjam uang 1(Tidak mau) 2 (Ragu) 3 (Terpaksa) 4 (Siap Membantu) 5 (Sangat siap) 2. Kemudahan mendapat pinjaman uang 1 (Sangat sulit)

2 (Sulit) 3 (Tidak Pasti) 4 (Mudah) 5 (Sangat mudah) Je jar ing (ne tw or k)

1. Banyaknya ART usia 10 tahun ke atas yang memiliki sahabat

1 (Tidak ada) 2 (Sebagian kecil) 3 (Separuhnya) 4 (Sebagian besar) 5 (Semua ART) 2. Banyaknya keluarga yang menjadi

sahabat 1 (0-2 keluarga) 2 (3-4 keluarga) 3 (5-6 keluarga) 4 (7-10 keluarga) 5 (>10 keluarga) 3. Banyaknya organisasi yang diikuti 1 (0 perkumpulan)

3 (1 perkumpulan) 5 (>1 perkumpulan) Sumber: BPS, 2010

2. PDRB per kapita ADHK. BPS (2012) menjelaskan bahwa PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita. Madsen (2006) dalam Pillai (2011) menyebutkan bahwa dihampir semua negara, PDB per kapita digunakan sebagai patokan untuk mengukur kemajuan ekonomi bangsa. Peningkatan PDB per kapita menandakan pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk penelitian ini, data yang digunakan adalah PDRB per kapita atas dasar harga konstan tiap provinsi tahun 2009 dalam satuan ribu (000) rupiah dari publikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

3. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) adalah semua barang modal baru yang digunakan/dipakai sebagai alat untuk berproduksi. Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) adalah nilai neto dari investasi yang besarnya didapatkan dari nilai investasi bruto (PMTB) dikurangi dengan indeks. PMTB mencakup pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri.

4. Angkatan kerja adalah jumlah penduduk berusia produktif yang sedang bekerja dan mencari pekerjaan. Indikator ini menggambarkan secara kasar bagian dari penduduk berusia kerja yang terlibat aktif dalam kegiatan perekonomian.

27 Metode Analisis

Pengukuran Modal Sosial

Hasil dari penghitungan modal sosial ini bersifat eksploratif berasal dari eksplorasi data mentah (data driven) dari keterangan rumah tangga. Keterangan rumah tangga yang diperoleh merupakan data hasil pendataan pada rumah tangga SUSENAS 2009 yang tersebar di semua wilayah provinsi. Selanjutnya eksplorasi dan pembentukan modal sosial dilakukan dengan menggunakan metoda analisis faktor (factor analysis). yang bertujuan untuk mendapatkan indeks modal sosial beserta faktor pembentuknya menurut provinsi di Indonesia.

Metode Analisis Faktor

Pengukuran indeks modal sosial dilakukan secara eksploratori terhadap data SUSENAS tahun 2009. Data tersebut berisi pertanyaan yang termasuk di dalam dimensi input modal sosial. Pendekatan pengukuran secara eksploratori dilakukan karena konsep modal sosial yang hendak diukur merupakan konsep multidimensi yang direpresentasikan oleh beberapa pertanyaan. Susunan pertanyaan tersebut perlu dievaluasi sehingga secara statistik diyakini mampu merepresentasikan konsep modal sosial yang hendak diukur. Metode statistik yang paling tepat dalam melakukan eksplorasi data modal sosial adalah analisis faktor.

Analisis faktor merupakan suatu metoda analisis statistik multivariat yang memiliki kegunaan utama untuk mereduksi data ataupun membuat ikhtisar data. Metoda statistik ini sering digunakan untuk mengukur interrelasi antarbeberapa variabel teramati dan kemudian menjelaskan variabel-variabel teramati tersebut dalam bentuk dimensi inti (dikenal sebagai faktor). Dengan menggunakan analisis faktor maka dapat diidentifikasi dimensi-dimensi terpisah yang diukur dari data tersebut dan menentukan sebuah pembobot faktor (factor loading) bagi setiap variabel teramati dalam suatu faktor (Hair et al. 2010).

Metode statistik ini juga sering digunakan untuk mengukur validitas variabel teramati secara lebih komprehensif melalui identifikasi variabel-variabel inti (faktor) yang dapat menjelaskan korelasi pada suatu kelompok variabel teramati (Johnson dan Wichern 2007). Analisis faktor juga sering digunakan untuk menginvestigasi sejumlah faktor serta mengidentifikasi faktor mana yang merepresentasikan suatu konstruk atau konsep.

Ho (2006) menyebutkan bahwa terdapat 2 metoda analisis faktor. yaitu. 1. Metoda ‘Principal Component’ dilakukan dengan proses antara lain.

a. Menemukan sebuah kombinasi linier beberapa variabel teramati (sebuah komponen) yang menggambarkan secara maksimal variasi-variasi yang ada pada variabel-variabel teramati asli (original observed variables). b. Menemukan komponen lain yang menggambarkan secara maksimal

variasi-variasi pada variabel-variabel teramati yang tersisa di mana komponen ini tidak terkorelasi dengan komponen yang telah dibentuk c. Proses ini dilakukan secara berturut-turut sampai ditemukan

komponen--komponen maksimal sebanyak jumlah variabel teramati asli.

2. CFA (common factor analysis) digunakan dengan justifikasi kalau tujuan utama hanya mengenali/mengidentifikasi faktor yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian.

BPS (2010) mengadopsi istilah teknis yang digunakan dalam analisis faktor sebagai berikut:

28

1. Communality merupakan suatu besaran yang menerangkan seberapa besar faktor dapat menjelaskan varians setiap variabel teramati. Komunalitas merupakan proporsi keragaman variabel teramati pada observasi ke-i yang dapat dijelaskan oleh faktor umum (common factor) dan sisanya dijelaskan oleh faktor khusus (unique factor).

2. Eigenvalue merupakan nilai yang menggambarkan besarnya varians terhitung oleh sebuah faktor.

3. Scree plot merupakan plot nilai varians pada setiap faktor untuk menentukan jumlah faktor yang ingin dipertahankan.

4. Loading factor adalah suatu nilai korelasi antara faktor umum dengan masing-masing variabel teramati (observed variable). Semakin besar nilainya semakin erat hubungan antara keduanya.

Kaiser Meyer Oikin (KMO)

Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah terambil telah cukup untuk difaktorkan. Hipotesis dari KMO adalah sebagai berikut:

Ho : Jumlah data cukup untuk difaktorkan. H1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan. Statistik uji: KMO =

 



p 1 i p 1 i p 1 j 2 ij p 1 j 2 ij p 1 i p 1 j 2 ij a r r (3.1) i = 1. 2. 3. .... p dan j = 1. 2. .... p.

rij = Koefisien korelasi antara variabel i dan j.

aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j.

Apabila nilai KMO lebih besar dari 0. 5 maka terima Ho sehingga dapat disimpulkan jumlah data telah cukup untuk dilakukan analisis faktor.

Uji Bartlett (kebebasan antarvariabel)

Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antarvariabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1. X2. …. Xp independent (bersifat saling bebas), maka matriks korelasi antarvariabel sama dengan matriks identitas. Untuk menguji kebebasan antarvariabel. uji Bartlett menyatakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : ρ = I. H1 : ρ≠ I. Statistik uji:

  p i ik k r p r 1 1 1 . k = 1. 2. .... p (3.2)



  k i ik r p p r ) 1 ( 2 (3.3)

 

2 2 2 ) 1 )( 2 ( ) 1 ( 1 ) 1 ( ˆ r p p r p         (3.4)

29 Dengan

k

r = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R (matrik korelasi).

r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal. Daerah penolakan H0jika,

  2( 1)( 2)/2; 1 2 2 2 ( ) ˆ ( ) ) 1 ( ) 1 (             

 

p p p k k k i ik r r r r r n T (3.5)

Maka variabel-variabel saling berkorelasi hal ini berarti terdapat hubungan antarvariabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan terutama metoda analisis komponen utama dan analisis faktor.

Identifikasi Faktor

Indeks modal sosial diukur menggunakan dataset nasional. Model yang dihasilkan dari hasil analisis faktor terhadap dataset nasional tersebut merepresentasikan kondisi yang berlaku secara nasional. Selanjutnya. indeks modal sosial setiap provinsi dihitung menggunakan model nasional tersebut. Dengan demikian. nilai modal sosial antarprovinsi yang dihasilkan dapat diperbandingkan secara langsung karena diukur dengan model dan standar ukur yang sama secara nasional.

Untuk menghasilkan susunan faktor (model) yang menggambarkan indeks modal sosial nasional yang valid secara statistik maka dilakukan beberapa tahapan kalkulasi faktor secara berulang (iteratif) dan berurut (sekuensial). Kriteria yang diperhatikan untuk menilai apakah susunan faktor yang dihasilkan pada suatu tahapan kalkulasi tertentu merupakan susunan yang paling optimal adalah sebagai berikut:

1. Nilai eigen value lebih dari 1 (satu). 2. Nilai persentase varians setidaknya 60%.

3. Nilai loading factors pada setiap variabel lebih besar dari 0.55.

Jika pada suatu tahapan kalkulasi faktor ternyata terjadi setidaknya salah satu dari 3 (tiga) kriteria di atas yang tidak dipenuhi, maka tahapan iteratif dan sekuensial selanjutnya dilaksanakan. Variabel yang tidak memenuhi kriteria di atas akan dikeluarkan dari kelompok data dan dilanjutkan dengan eksekusi program terhadap variabel-variabel tersisa di kelompok data. Tahapan ini dilakukan secara iteratif dan sekuensial sampai dihasilkan susunan faktor yang memenuhi ketiga kriteria di atas (BPS 2010).

Pengukuran bobot setiap variabel

Bobot (penimbang) bagi setiap variabel pada suatu faktor dihitung berdasarkan hasil susunan faktor optimal pembentuk indeks modal sosial di atas. Bobot setiap variabel dihitung berdasarkan nilai loading factors’s pada variabel yang bersangkutan dan nilai rotation sums of squared loading ( percent of variance) pada faktor yang terbentuk (BPS 2010).

Pengukuran bobot bagi setiap variabel dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu:

1. Penghitungan bobot tiap variabel dalam faktor dengan formula. B =

(3.6) dimana:

B = nilai bobot.

30

RLF = rata-rata loading factor dalam satu factor.

RSSL = nilai rotation sums of squared loading ( persen of variance) 2. Penghitungan bobot tiap variabel dalam faktor dengan formula.

b=

(3.7) dimana:

b = nilai bobot ternormalisasi. B = nilai bobot.

JB = jumlah semua bobot. Pengukuran Skor Modal Sosial

Pengukuran skor modal sosial bagi setiap provinsi dilakukan dalam 2 (dua) tahapan yaitu pengukuran skor modal sosial dari agregat rumah tangga dan pengukuran indeks modal sosial (BPS 2010).

1. Pengukuran skor modal sosial. Setiap rumah tangga memiliki nilai modal sosial yang melekat pada setiap individu anggota rumah tangga tersebut. Nilai modal sosial pada setiap rumah tangga tersebut kemudian diagregasi menggunakan rata-rata tertimbang sehingga dihasilkan skor modal sosial provinsi. Skor modal sosial tersebut akan bernilai antara 1 (satu) dan 5 (lima). Pengukuran skor modal sosial pada setiap provinsi dilakukan dengan menggunakan formula berikut.

SProvinsi = ∑ ∑

(3.8) dimana:

SProvinsi = skor modal sosial provinsi.

bi = nilai bobot ternormalisasi untuk variabel ke-i. xij = nilai variabel ke-i untuk rumah tangga ke-j. n = jumlah rumah tangga di provinsi.

2. Pengukuran indeks modal sosial. Nilai skor modal sosial yang memiliki rentang nilai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tersebut perlu ditransformasi menjadi sebuah nilai indeks dengan rentang nilai antara 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus). Skor indeks modal sosial dalam bentuk indeks tersebut menjadi mudah diinterpretasikan. Formula indeks modal sosial adalah:

MSprovinsi= (Sprovinsi/5)x 20 (3.9) dimana MSprovinsi merupakan nilai indeks modal sosial yang dimiliki oleh provinsi berskala 0-100, sedangkan Sprovinsi adalah nilai skor modal sosial pada provinsi yang masih berskala 1 sampai dengan 5 (modifikasi formula BPS 2010).

3. Nilai skor indeks modal sosial pada setiap provinsi dilengkapi dengan nilai kontribusi setiap subdimensi pembentuk modal sosial. Besarnya kontribusi setiap subdimensi dihitung berdasarkan formula berikut.

Ks = ∑ ∑

(3.10)

dimana:

Ks = kontribusi subdimensi terhadap skor indeks modal sosial. bi = nilai bobot ternormalisasi untuk variabel ke-i suatu subdimensi. xij = nilai variabel ke-i untuk rumah tangga ke-j

Snasional = nilai skor modal sosial nasional.

Nilai kontribusi ini menyatakan besarnya sumbangan yang diberikan oleh setiap unsur terhadap indeks modal sosial pada setiap provinsi. Indeks

31 modal sosial dibentuk oleh beberapa subdimensi yang masing-masing memiliki kadar kontribusi yang berbeda-beda. Unsur yang memiliki nilai kontribusi paling besar menunjukkan bahwa unsur tersebut paling berperan dalam pembentukan indeks modal sosial masyarakat di setiap provinsi. Tinggi rendahnya kontribusi suatu unsur pembentuk modal sosial pada suatu provinsi mencerminkan pola interaksi sosial masyarakat di wilayah provinsi tersebut.

Analisis Tipologi Daerah

Tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi sektoral daerah. (Widodo 2006). Berdasarkan teknik tipologi dasar tersebut kemudian dimodifikasi bagaimana pencapaian pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan kondisi modal sosial antarprovinsi. Tipologi daerah dilakukan dengan membagi daerah berdasarkan dua indikator utama. Pertama adalah dengan menentukan pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan kedua modal sosial sebagai sumbu horisontal. Daerah provinsi yang diamati dapat dibagi menjadi 4 (empat) klasifikasi.

Tabel 4 Tipologi daerah atas dasar modal sosial dan pertumbuhan Ekonomi

Indeks Modal Sosial

Indeks Modal Sosial < Rata-Rata

Indeks Modal Sosial > Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi (1) (2) (3) Pertumbuhan Ekonomi > Rata-Rata

Kuadran II: Daerah

dengan pertumbuhan

ekonomi tinggi namun modal sosialnya rendah.

Kuadran I: Daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan modal sosial yang tinggi.

Pertumbuhan Ekonomi < Rata-Rata

Kuadran III: Daerah

dengan pertumbuhan

ekonomi dan modal

sosial yang rendah.

Kuadran IV: Daerah dengan modal sosial tinggi namun

pertumbuhan ekonominya

rendah.

Metode Regresi Ordinary Least Squares

Gujarati (2010) menyebutkan bahwa analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari satu variable, yaitu peubah tak bebas (dependent variable), terhadap satu atau lebih variabel lainnya, yaitu peubah bebas (independent variable), yang diketahui atau nilai tetap (dalam repeated sampling) dari variabel penjelas.

Secara umum model persamaan yang dipakai dalam analisis regresi Ordinary Least Squares untuk populasi dapat dituliskan sebagai berikut.

i ki ki i i i i i X X X Y 01 1 2 2 ...  (3.11) dimana i = 1. 2. 3. 4. ... n

32

Adapun penduganya adalah:

yi = bo + b1ix1i + b2ix2i +... + bkixki + ei. (3.12) dimana i = 1. 2. 3. 4. ... n

Spesifikasi Model

Model regresi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(3.13) dimana:

pdrbpkpti = Produk domestik regional bruto per kapita atas dasar harga konstan (000) rupiah provinsi i tahun 2009

pmtbi = Pembentukan modal tetap bruto provinsi i tahun 2009

angkeri = Angkatan kerja provinsi i tahun 2009 = Indeks modal sosial provinsi i tahun 2009.

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) sering digunakan secara informal sebagai ukuran dari kecocokan (goodness of fit) model regresi walaupun untuk menentukan kebaikan dari kecocokan suatu model tidak hanya dilihat dari besar R2 saja. Koefisien determinasi (R2) dapat diintepretasikan sebagai proporsi total keragaman dependent variabel yang dapat dijelaskan oleh model regresi.

Pemeriksaan Asumsi Model

Asumsi yang harus dipenuhi oleh suatu persamaan model regresi linier berganda adalah:

1. Rata-rata nilai penggangu dari setiap kesalahan sama dengan nol, dinotasikan dengan E(εi) = 0. untuk semua nilai i.

2. Covarian (i. Xi) = 0, artinya unsur residual/error dengan peubah bebasnya tidak saling berkorelasi. Asumsi ini akan secara otomatis terpenuhi jika Xi bukan merupakan bilangan yang random (acak).

3. Asumsi Kenormalan. residual/error berdistribusi normal ε ~ N (0, 2)

4. Kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama (homoscedasticity) dinotasikan E(εi2) =2.

5. Tidak ada korelasi antara kesalahan penggangu (autokorelasi). E(εi. εj) = 0; i ≠ j

6. Tidak terdapat multikolinearitas. Asumsi Kenormalan

Pemeriksaan terhadap asumsi kenormalan dimaksudkan untuk mengetahui distribusi residual/error. Razali (2011) menyebutkan bahwa pemeriksaan kenormalan adalah dengan menggunakan plot P-P dan Q-Q. Jika sebaran identik dengan garis lurus pada normal plot maka asumsi kenormalan terpenuhi.

Asumsi Homoscedasticity

Dalam estimasi menggunakan data cross section, masalah yang umum timbul adalah heteroskedastisitas atau varians residual yang tidak seragam. Kalau terjadi heteroskedastisitas. taksiran parameter berdasarkan Ordinary Least Square akan tetap unbiased dan konsisten, tetapi tidak efisien, artinya mempunyai varians yang lebih besar dari varians minimum. Untuk mengujinya dengan melihat plot

33 dari residu dengan nilai taksiran, jika plot membentuk pola tertentu maka asumsi ini tidak terpenuhi (Gujarati 2010).

Asumsi tidak terdapat Multikolinearitas

Multikolinearitas (multicolinearity) didefinisikan sebagai korelasi antara beberapa peubah independen. Multikolinearitas berakibat pada tidak dapat ditentukannya koefisien peubah independen dan sangat besarnya standar variasi koefisien tersebut. Uji ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara peubah independen. Cara mendeteksi ada/tidaknya multikoliniearitas adalah dengan teori L.R Klein, yaitu memakai VIF (Variance Inflation Faktor). Jika nilai VIF lebih besar dari 5 atau tolerance (1/VIF) adalah 0.01 atau kurang, mengindikasikan adanya multikoliniearitas.

Asumsi Autokorelasi

Autokorelasi menggambarkan terdapatnya hubungan antar error. Adanya autokorelasi ini menyebabkan parameter yang akan diestimasi menjadi tidak efisien. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi menggunakan Durbin-Watson (d). Hipotesis uji ini adalah:

H0 : tidak terdapat autokorelasi. H1 : terdapat autokorelasi.

Jika nilai d > 4 - dL maka H0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi atau d < dL maka H0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.

Pengujian parameter model

Terdapat dua tahap pengujian yaitu uji serentak dan uji parsial (individu). 1. Uji keseluruhan parameter (overall f test)

Setelah diperoleh model regresi linier berganda selanjutnya dilakukan uji F untuk menguji keabsahan model secara keseluruhan.

F hitung adalah ) /( ) R -y(1 y' 1) -(k )/ y(R y' F 2

Dokumen terkait