• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Modal Sosial Terhadap Perekonomian di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Modal Sosial Terhadap Perekonomian di Indonesia"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK MODAL SOSIAL TERHADAP

PEREKONOMIAN DI INDONESIA

EDWIN TRIYOGA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Modal Sosial

Terhadap Perekonomian di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

2

RINGKASAN

EDWIN TRIYOGA. Dampak Modal Sosial Terhadap Perekonomian di Indonesia. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan WIWIEK RINDAYATI.

Salah satu unsur institusi di dalam masyarakat yang penting bagi perekonomian adalah modal sosial. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlalu terpengaruh, di mana perekonomian dunia pada tahun 2008 diguncang dengan adanya krisis global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang tidakcukup berarti di mana pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 6.01%. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4.58%. Pada tahun 2010 kondisi perekonomian Indonesia kembali menunjukkan kondisi yang cukup baik, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 tumbuh 6.1%. Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup drastis di tahun 2009 dan kenaikannya pada tahun 2010 serta peningkatan modal sosial dari tahun 2007 ke 2009 perlu ditelaah dan dianalisis lebih lanjut, terutama karena kinerja perekonomian yang cukup bagus pada tahun 2010 yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu bertahan dan mengalami peningkatan. Apakah kondisi ini hanya disebabkan karena berkurangnya tekanan krisis ekonomi global atau karena negara ini memiliki modal sosial yang baik sehingga dapat pulih dari penurunan pertumbuhan ekonomi dengan cepat.

Penelitian ini memiliki empat tujuan: pertama mengidentifikasi kondisi karateristik modal sosial masyarakat di Indonesia. Kedua; menganalisis unsur-unsur modal sosial yang dominan dalam menentukan tinggi rendahnya modal sosial di Indonesia. Ketiga; menganalisis tipologi pertumbuhan ekonomi dengan kondisi modal sosial di Indonesia. Tujuan keempat yaitu mengkaji pengaruh modal sosial terhadap perekonomian di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan dua alat analisis utama: analisis faktor yang digunakan dalam pembentukan modal sosial dan regresi ordinary least square yang digunakan untuk melihat dampak modal sosial terhadap perekonomian di Indonesia.

Dengan menggunakan data cross section seluruh provinsi di Indonesia diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) Nilai modal sosial provinsi di Indonesia memiliki rata-rata 68.80 yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki modal sosial yang relatif baik; (2) Kepercayaan (trust) memiliki kontribusi yang dominan dibandingkan unsur dari modal sosial yang lain sebesar 49.86%; (3) Analisis tipologi menunjukkan sebesar 66.67% provinsi di Indonesia menggambarkan pola hubungan yang positif antara modal sosial dan pertumbuhan ekonomi. (4) Hasil pengujian model regresi menunjukkan bahwa modal sosial memiliki memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pendapatan perkapita, yang berarti modal sosial mendukung perekonomian secara terus menerus.

(5)

3

SUMMARY

EDWIN TRIYOGA. The Impacts of Social Capital on Economic in Indonesia. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and WIWIEK RINDAYATI.

One of the elements of institution in society that is very important for economy is social capital. In the recovery period after the financial crisis, the

2004–β007 period, Indonesia’s economic growth reverted upward by 5.03 to 6.35

percent with an average growth of 5.64 percent during that period. The interesting

part is that Indonesia’s economic growth wasn’t really affected whereas the world

economy in 2008 was shaken by the global crisis. Indonesia’s economic growth experienced insignificant decline in 2008 at 6.01 percent. In 2009, the economic growth was recorded at 4.58 percent. In 2010, the economy of Indonesia was in fairly good condition, with 6.1 percent economic growth. The quite drastic decline

of Indonesia’s economic growth in β009 and its rise in β010 as well as the

increase of social capital from 2007 to 2009 need to be observed and analysed further, especially because the fairly good economic performance in 2010 shows that Indonesia’s economic growth can survive and improve. It is still undecided whether this condition is the result of reducing global financial crisis pressure or because this country has good social capital that allows speedy recovery from economic growth decline.

This study has four objective: first; identify the condition of community’s social capital characteristics in Indonesia. Second; analyze the elements of social capital are dominant in determining the level of social capital in Indonesia. Third; analyze the typology economic growth with social capital conditions in Indonesia. The fourth objective is to find out the effect of social capital on economic in all the provinces of Indonesia.

The study used two main analysis instruments: factor analysis method aims to obtain social capital indexes and the constituent factors according to the provinces

in Indonesia, and ordinary least square regression is used to see the impact of

social capital on economics in Indonesia.

By using cross-sectional data from all the provinces of Indonesia, it can be concluded as follows: (1) The values of social capital in the provinces of Indonesia were on average 68.80 indicating that societies in Indonesia have relatively good social capital. (2) Trust has the dominant contribution compared with other factor of social capital is 49.86 percent. (3) Typological analysis indicates that 66.67 percent of provinces in Indonesia described the pattern of relationship between social capital and economic growth. (4) Based on regression model found that social capital has a significant positive effect on income per capita, which means that the influence of those factors support growth continuously.

(6)

4

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

5

DAMPAK MODAL SOSIAL TERHADAP

PEREKONOMIAN DI INDONESIA

EDWIN TRIYOGA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(8)

6

(9)

7 Judul Tesis : Dampak Modal Sosial Terhadap Perekonomian di Indonesia Nama : Edwin Triyoga

NIM : H151114124

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

8

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah tentang modal sosial, dengan judul Dampak Modal Sosial terhadap Perekonomian di Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec dan Ibu Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses penulisan tesis ini, serta kepada Bapak Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S selaku penguji luar komisi yang telah memberikan kritik dan masukan untuk menyempurnakan tesis ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pimpinan Badan Pusat Statistik yang telah memberikan dukungan untuk penulis selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan istri atas segala doa dan kasih sayangnya.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama akademisi dan pemerintah.

(11)

9

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Tinjauan Teori 5

Tinjauan Empiris 10

Kerangka Pemikiran 13

Hipotesis Penelitian 13

3 METODE PENELITIAN 14 Jenis dan Sumber Data 14 Metode Analisis 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Pembentukan Variabel Modal Sosial 24 Gambaran Umum 29 Tipologi Modal Sosial dan Pertumbuhan Ekonomi 42 Analisis Regresi Modal Sosial terhadap PDRB Per Kapita 43

5 SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 51

(12)

10

DAFTAR TABEL

1 Defiinisi Modal Sosial 7

2 Definisi Trust 8

3 Unsur, Variabel dan Katagori Jawaban untuk Pengukuran Modal Sosial 14

4 Tipologi Daerah atas Dasar Modal Sosial dan Pertumbuhan Ekonomi 21

5 Penghitungan Kaiser's Measure of Sampling Adequacy (MSA) 24

6 Iterasi Pertama Penghitungan Analisis Faktor 25

7 Iterasi Kedua Penghitungan Analisis Faktor 26

8 Component Tranformation Matrix Penghitungan Analisis Faktor Iterasi Kedua 27

9 Iterasi Ketiga Penghitungan Analisis Faktor 27

10 Component Tranformation Matrix Penghitungan Analisis Faktor Iterasi Ketiga 28

11 Hasil Regresi Model Modal Sosial terhadap PDRB Per Kapita 46

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2004-2011 Error! Bookmark not defined. 2 Kerangka Pemikiran 12 3 Scree Plot Iterasi Ketiga Penghitungan Analisis Faktor 29 4 Indeks Modal Sosial Provinsi di Indonesia 30 5 Kontribusi Unsur-unsur terhadap Modal Sosial Indonesia 33 6 Kontribusi Unsur-unsur terhadap Modal Sosial Provinsi di Indonesia 34 7 Perbandingan Indeks Modal Sosial dan Pertumbuhan Ekonomi 41 8 Transmisi Modal Sosial dan Pertumbuhan Ekonomi 41 9 Tipologi Daerah Provinsi di Indonesia Menurut Modal Sosial dan Pertumbuhan Ekonomi 42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis Faktor Modal Sosial 51 2 Penghitungan Pembobot Analisis Faktor Unsur Modal Sosial 53 3 Penghitungan Pembobot Analisis Faktor Unsur Modal Sosial 54

4 Hasil Penghitungan Nilai Modal Sosial dan Unsurnya 55

5 Hasil Penghitungan Kontribusi Unsur Modal Sosial 56

6 Indikator Ekonomi Indonesia Tahun 2009 57

(13)

11

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses perubahan dan transformasi jangka panjang yang melibatkan berbagai faktor yang menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan. Dalam konteks yang ada selama ini, pembangunan dinilai keberhasilan ataupun kegagalannya dengan menggunakan indikator yang lebih banyak bernuansa ekonomi. Pembangunan yang dilaksanakan sangat menekankan pada bidang ekonomi yang utamanya adalah pertumbuhan ekonomi. Sugiyanto (2010) mengemukakan bahwa paradigma baru dalam ekonomi adalah melihat pembangunan secara multidimensi mulai dari proses perubahan struktur sosial, perilaku, dan institusi nasional yang sama dengan percepatan pertumbuhan ekonomi. Perubahan struktur sosial, perilaku dan institusi tersebut tercermin dalam berbagai perspektif sosial seperti sikap saling percaya, toleransi akan perbedaan, partisipasi dalam kelompok, dan hubungan antar anggota masyarakat yang cenderung masih diabaikan.

Tanpa bermaksud mengabaikan pengaruh dari berbagai indikator-indikator ekonomi yang ada, semua sadar bahwa indikator modal sosial juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam peningkatan pertumbuhan. Arsyad (2010) menegaskan bahwa negara-negara dengan institusi yang lebih baik akan mampu mengalokasikan sumberdaya secara lebih efisien, sehingga perekonomian bisa bekerja lebih baik. North (1990) mendefinisikan institusi tersebut sebagai aturan-aturan yang diciptakan untuk mengatur berbagai interaksi manusia. Selain aturan-aturan formal, aturan tersebut mencakup aturan informal yang terdiri dari norma sosial, konvensi, adat istiadat, sistem nilai dan modal sosial yang secara bersama-sama membuat tatanan yang baik dalam berkehidupan.

Putnam (1993) menyatakan modal sosial saat ini dipandang sebagai resep utama dalam perkembangan pembangunan ekonomi. Di dalam tulisannya tersebut juga dikemukakan bahwa berbagai studi telah membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat di wilayah Asia Timur disebabkan oleh adanya kegiatan ekonomi yang menyangga pada modal sosial yang baik. Hal ini didukung oleh pendapat Hasbullah (2006) bahwa modal sosial memiliki pengaruh yang tinggi terhadap perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi. Hal ini didukung oleh pendapat

Peradigma baru ini dimulai ketika para ahli ekonomi mulai merasakan

adanya ketidakberhasilan aplikasi dan implementasi ’mahzab ekonomi neo

-klasik’. Sebagaimana ditegaskan oleh Fukuyama (2000) bahwa perkembangan

(14)

12

karakteristik jaringan sosial, pola-pola imbal balik, dan kewajiban-kewajiban bersama, di mana unsur-unsur penting ini disebut dengan modal sosial (Fukuyama 2000).

Lebih lanjut hal ini sangat menarik apabila ditinjau dalam kasus pembangunan ekonomi di Indonesia, khususnya pada indikator perkembangan pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat pada grafik berikut:

Sumber: BPS

Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2004-2011

Pada periode pemulihan setelah krisis ekonomi yakni periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali naik. yaitu sebesar 5.03 sampai 6.35% dengan rata-rata pertumbuhan pada periode tersebut sekitar 5.64%. Hal yang menarik adalah ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlalu terpengaruh. di mana perekonomian dunia pada tahun 2008 diguncang dengan adanya krisis global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang tidak cukup berarti di mana pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 6.01%, turun 0.34% dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2007.

Uniknya dampak adanya krisis global ini justru baru dirasakan pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 ternyata mengalami penurunan yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4.58%. jika dibandingkan tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 1.38%. Pada tahun 2010 kondisi perekonomian Indonesia kembali menunjukkan kondisi yang cukup baik. pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 tumbuh 6.1% meningkat dibandingkan tahun 2009 dan mampu lebih tinggi dari tahun 2008.

Perumusan Masalah

Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup drastis di tahun 2009 dan kenaikannya pada tahun 2010 perlu ditelaah dan dianalisis lebih lanjut, terutama karena kinerja perekonomian yang cukup bagus pada tahun 2010 yang

5.03 5.69

5.5

6.35

6.01

4.63

6.2 6.46

4 4.5 5 5.5 6 6.5 7

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(15)

13 menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu bertahan dan mengalami peningkatan. Apakah kondisi ini hanya disebabkan karena berkurangnya tekanan krisis ekonomi global atau karena negara ini memiliki modal sosial yang baik sehingga dapat pulih dari penurunan pertumbuhan ekonomi dengan cepat. Sebagaimana ketika Indonesia diprediksi akan mengalami lost generation paska krisis 1997/1998 di Indonesia (Sulhin 2004). Indonesia digambarkan akan berada pada suatu kondisi di mana masyarakatnya secara umum kehilangan arah dan pegangan, pertumbuhan ekonomi yang buruk, kemiskinan yang kronis, pengangguran yang membengkak, dan kasus gizi buruk yang kenyataannya tidak terjadi. Muncul kembali sebuah pertanyaan apakah Indonesia masih memiliki nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai penyangga dalam krisis dan self endowment yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang baik. Tercatat 3 kali Indonesia terkena dampak krisis yaitu tahun 1998, 2007, dan 2011 namun Indonesia masih tetap bertahan. Hal ini diartikan secara lugas oleh Ismalina (2009) bahwa kondisi tersebut merupakan representasi mekanisme kebertahanan hidup masyarakat melalui modal sosial masyarakat Indonesia. Kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya menjadi alasan yang cukup kuat untuk menganalisis modal sosial masyarakat di Indonesia dalam menunjang pembangunan khususnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian ada beberapa pandangan negatif terhadap interaksi masyarakat Indonesia yang melahirkan modal sosial. Pernyataan negatif tersebut menyebutkan adanya kondisi faktor kultural yang melemah, semangat gotong royong yang memudar, kebersamaan yang menjadi ”individualistik”, serta keengganan untuk berpartisipasi dan bergaul. Koentjaraningrat (2004) menyatakan bahwa manusia Indonesia mengidap mentalitas yang lemah, yaitu konsepsi atau pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan yang sudah lama mengendap dalam alam pikiran masyarakat, karena terpengaruh atau bersumber kepada sistem nilai budaya (culture value system) sejak beberapa generasi yang lalu, dan yang baru timbul sejak zaman revolusi yang tidak bersumber dari sistem nilai budaya pribumi. Artinya, kelemahan mentalitas manusia Indonesia diakibatkan oleh dua hal yaitu karena sistem nilai budaya negatif yang berasal dari bangsa sendiri dan dari bangsa lain.

Penelitian ini diharapkan mampu mengungkapkan seberapa besar faktor modal sosial akan mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Terlebih lagi penelitian modal sosial (social capital) merupakan penelitian yang menarik dan penting untuk dibahas, kendati bahan dan kajian yang ada di Indonesia sangat terbatas, ditambah lagi memasukkan dimensi modal sosial sebagai salah satu komponen dalam pertumbuhan ekonomi tidaklah mudah.

(16)

14

pembahasan mengenai aspek modal sosial, maka penelitian ini memfokuskan pada permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi karakteristik modal sosial masyarakat di Indonesia? 2. Unsur modal sosial manakah yang memiliki peran dominan dalam

menentukan tinggi rendahnya modal sosial di Indonesia?

3. Apakah di Indonesia memiliki pola pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan kondisi modal sosialnya?

4. Apakah terdapat pengaruh antara variabel-variabel modal sosial dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

Tujuan Penelitian

Setelah melihat latar belakang dan rumusan permasalahan di atas. maka dirumuskan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kondisi karateristik modal sosial masyarakat di Indonesia. 2. Menganalisis unsur-unsur modal sosial yang dominan dalam menentukan

tinggi rendahnya modal sosial di Indonesia.

3. Menganalisis tipologi pertumbuhan ekonomi dengan kondisi modal sosial di Indonesia.

4. Mengkaji pengaruh modal sosial terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Dengan diketahuinya kondisi modal sosial di Indonesia, dapat disimpulkan penyebab modal sosial disebuah wilayah lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain.

2. Dengan diketahuinya unsur utama modal sosial di Indonesia, dapat disimpulkan penyebab modal sosial di sebuah wilayah lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain.

3. Dengan tipologi pertumbuhan ekonomi dengan kondisi modal, kita bisa melihat wilayah-wilayah yang memiliki pertumbuhan dan modal sosial di atas rata-rata, dan alasan beberapa daerah yang tidak mengikuti pola tersebut. 4. Mengetahui hubungan antara modal sosial dengan petumbuhan ekonomi di

Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

15

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori

Modal Sosial dan Pembangunan

Pembangunan dapat dimaknai sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat secara menyeluruh menuju kehidupan yang lebih baik. Namun. sering dijumpai gambaran kehidupan di mana kegagalan pembangunan membuktikan adanya beragam jenis kebijakan dan program yang dilakukan tidak dapat menghasilkan sesuatu yang maksimal seperti yang diharapkan. Seiring dengan itu. keinginan untuk belajar dari kekeliruan tersebut sangat tipis sehingga program dan kebijakan yang terbukti gagal terus diulang. Begitu besarnya dana pembangunan yang telah dibelanjakan dan dikeluarkan tetapi daya dongkraknya amat kecil. Hal ini disebabkan kebijakan-kebijakan yang diimplementasikan senantiasa berbenturan dengan tembok kokoh nilai-nilai tradisional, ketiadaan semangat kekeluargaan, hilangnya rasa saling mempercayai, keterisolasian budaya dan sejenisnya. Banyak contoh dan ragam kebijakan yang sebetulnya positif tetapi tidak banyak menghasilkan perubahan seperti yang diharapkan, karena ada kekuatan lain yang sering diabaikan. Kekuatan ini bersumber dari nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang sering juga

disebut dengan ‘modal sosial’.

Modal sosial merupakan energi pembangunan yang cukup besar. Masing-masing entitas sosial memiliki tidak saja tipologi melainkan juga konfigurasi nilai dan norma yang sangat menentukan derajat kerekatan sosial dan kolaborasi sosial dalam masyarakat. Dimensi ini akan berpengaruh kuat pada karakteristik perilaku masyarakat dan respon yang ditunjukkan terhadap setiap kebijakan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah. Apa pun rencana dan proyek yang dirancang akan senantiasa berhadapan dengan faktor-faktor yang dapat memperlancar atau bahkan menggerogoti pembangunan itu sendiri. Dalam hal ini peran modal sosial sangat menentukan.

Fukuyama (2000) dengan meyakinkan berargumentasi bahwa modal sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial sebagai condisia sine qua non (syarat mutlak) bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi. Di dalamnya. merupakan komponen kultural bagi kehidupan masyarakat modern. Modal sosial yang lemah akan mengurangi semangat gotong-royong, menambah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Awal Pemikiran Modal Sosial

(18)

16

yang merupakan konsep modern dari modal sosial di abad berikutnya memiliki dasar-dasar teoritis yang cukup kuat. Seperti apa yang telah dilakukan oleh Marx dan Engles dengan konsep solidaritas yang terikat (bounded solidarity) yang menggambarkan tentang kemungkinan munculnya pola hubungan dan kerja sama yang kuat ketika suatu kelompok berada dalam tekanan negara atau kelompok lainnya (Woolcock 1998).

Hasbullah (2006) menyebutkan bahwa kajian pertama yang cukup komprehensif tentang modal sosial terutama pada pembahasan mengenai suatu unit sosial berlangsung pola-pola hubungan timbal balik yang didasari oleh prinsip-prinsip kebajikan bersama (social virtues), simpati dan empati (altruism). serta tingkat kohesivitas hubungan antarindividu dalam suatu kelompok (social cohesivity).

Definisi dan Perspektif Modal Sosial

Sampai saat ini kesepahaman dan kesepakatan dalam mendefinisikan dan menentukan ukuran modal sosial yang memadai secara ilmiah dan berlaku secara universal belum tercapai. Akibatnya, modal sosial sering didefinisikan menurut perspektif yang berbeda-beda.

BPS (2010) menyatakan bahwa terjadi kesalahpahaman terkait definisi modal sosial yang ada di masyarakat, yakni:

1. Modal sosial dianggap sebagai konsep yang kompleks, multidimensi, multitafsir dan cenderung abstrak.

2. Ketidakjelasan pola keterkaitan yang berlaku secara universal antara modal sosial dengan aspek keamanan, ketertiban dan kesejahteraan.

3. Pemahaman keliru yang menganggap bahwa seluruh fakta sosial (norma, kebiasaan, adat istiadat dan budaya) yang berkembang di tingkat lokal merupakan modal sosial.

4. Penilaian yang berbeda terhadap fakta sosial yang berkembang di masyarakat sehingga muncul pertanyaan besar apakah modal (capital) dapat mengalami kenaikan maupun penurunan dalam kuantitas dan kualitasnya sejalan dengan perubahan waktu.

Beberapa definisi yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengukur modal sosial, ditampilkan pada Tabel 1.

Tokoh-tokoh tersebut memiliki perbedaan penekanan terhadap unsur-unsur pembentuk modal sosial sehingga mempengaruhi pendekatan analisisnya. Meskipun demikian. inti konsep modal sosial memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas kehidupan dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus-menerus.

(19)

17 Tabel 1 Definisi Modal Sosial

Sumber Definisi Modal Sosial

(1) (2)

Bourdieu dalam Richardson

(1986)

Modal sosial merupakan agregasi dari sumber daya aktual maupun potensial terkait dengan kepemilikan jejaring kokoh dari hubungan yang bersifat resmi atas jalinan kerja dan pengakuan bersifat timbal balik.

Coleman (1988)

Modal sosial inheren dalam struktur relasi antarindividu. Struktur relasi dan jaringan inilah yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma dan sangsi sosial bagi para anggotanya.

Putnam (1993)

Menggambarkan fitur yang dimiliki oleh organisasi sosial seperti sikap percaya, norma, dan jejaring, mampu memperbaiki efisiensi masyarakat melalui fasilitasi berbagai tindakan terkoordinasi. Adler dan

Kwon (2002)

Modal sosial merupakan gambaran dari keterikatan internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan kohesifitas dan keuntungan-keuntungan bersama dari proses dan dinamika modal sosial yang terdapat dalam struktur yang dimaksud.

Cohen dan Prusak (2001)

Modal sosial sebagai indeks dari hubungan yang aktif antarmasyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust) kesalingpengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dilakukan secara efektif dan efisien.

Fukuyama (2000)

Keberadaan dari sekumpulan nilai-nilai informal tertentu (spesifik) yang bersifat instan atau norma yang dianut bersama seluruh anggota kelompok yang memungkinkan kerja sama di antara anggota kelompok tersebut

Hasbullah (2006) merangkumnya dengan memaparkan bahwa jati diri modal sosial yang sebenarnya adalah nilai-nilai dan norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak dan bertingkah laku, serta berhubungan dengan pihak lain yang mengikat kepada proses perubahan dan upaya masyarakat yang untuk mencapai suatu tujuan. Nilai dan unsur tersebut terwujud dalam sikap partisipatif, sikap saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya, kemauan masyarakat atau kelompok tersebut untuk secara terus-menerus proaktif baik dalam mempertahankan nilai, membentuk jaringan-jaringan kerja sama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru, yang keseluruhannya diperkuat oleh nilai-nilai dan norma yang mendukungnya. Unsur Pembentuk Modal Sosial

(20)

18

menjadi tiga dimensi, yaitu:

1. Struktural (structural dimension) yaitu sesuatu yang memfasilitasi aksesibilitas terhadap sumber daya sehingga mendorong terbentuknya interaksi sosial di masyarakat. Pendekatan ini meliputi: kelompok dan jejaring.

2. Relasional (relational dimension) yaitu dimensi kemampuan yang berakar pada hubungan seperti respects. friendship seperti dan kejujuran (trustworthiness). Pendekatan ini meliputi: sikap percaya dan toleransi. 3. Kognitif (cognitive dimension) yaitu sesuatu yang mendasari individu untuk

berperan dalam meningkatkan kesejahteraan dan manfaat sosial dalam masyarakat. Pendekatan ini meliputi solidaritas.

Inti dari pembahasan tentang modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerja sama membangun suatu jaringan dalam suatu pola interaksi yang timbal balik dan saling menguntungkan. dan dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat untuk mencapai tujuan bersama. Hasbullah (2006) menjelaskan unsur-unsur pembentuk modal sosial adalah sebagai berikut.

1. Jaringan. Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah asosiasi berikut membangun jaringannya. Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility).

2. Resiprocity (timbal-balik). Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antarindividu dalam suatu kelompok atau antarkelompok. Pola pertukaran merupakan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa altruism (kepedulian dan mementingkan kepentingan orang lain).

3. Trust atau kepercayaan didefinisikan oleh beberapa tokoh yang tertuang pada tabel berikut:

Tabel 2 Definisi Trust

Sumber Definisi Trust

(1) (2)

Fukuyama (2000)

Dimensi trust merupakan warna dari suatu sistem kesejahteraan bangsa. Kemampuan berkompetisi akan tercipta dan dikondisikan oleh satu karakteristik yang tumbuh di masyarakat yaitu trust. Putnam

(1993)

Trust adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa orang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. atau paling tidak. orang lain tidak akan melakukan tindakan yang merugikan diri dan kelompoknya.

(21)

19 4. Cooperativeness (kerja sama atau gotong royong). Menurut Coleman nilai-nilai kerja sama bertindak sebagai pembatas kepentingan pribadi dan mengarahkan individu untuk berkontribusi dalam penyediaan berbagai jenis barang-barang untuk kepentingan umum (Knack dan Keefer 1997).

5. Norma sosial. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial (Knack dan Keefer 2007). Aturan kolektif ini misalnya, menghormati orang yang lebih tua, menghormati pendapat orang lain, norma hidup sehat, dan sebagainya. Aturan-aturan kolektif tersebut merupakan contoh dari norma sosial.

6. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah sesuatu ide yang turun temurun dianggap benar dan penting oleh kelompok masyarakat, misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras, dan kompetisi. Nilai senantiasa memiliki kandungan konsekuensi yang ambivalen. Nilai harmoni misalnya, yang oleh banyak pihak dianggap sebagai pemicu keindahan dan kerukunan hubungan sosial yang tercipta, ternyata di sisi lain dipercaya pula dapat menghalangi kompetisi dan produktivitas.

7. Tindakan proaktif merupakan salah satu unsur penting modal sosial. yang berupa keinginan kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Melibatkan diri bukan hanya bertujuan untuk mencari kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dari sisi material tapi juga kekayaan hubungan hubungan social, dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama.

Pengukuran Modal Sosial

BPS (2010) menyebutkan bahwa kesulitan utama yang dihadapi dalam mengukur modal sosial adalah penentuan indikator yang mampu secara baik merepresentasikan konsep modal sosial. Kesulitan ini terjadi karena dimensi modal sosial seringkali tidak berlaku umum bagi setiap masyarakat terkait dengan perbedaan aspek sosiologis maupun geografis. Analisis modal sosial yang telah berkembang selama ini juga lebih bersifat kontekstual (menurut bidang kajian yang relevan), dan dengan cakupan masyarakat yang bersifat lokal (terbatas). Akibatnya. pencarian instrumen yang mampu merepresentasikan modal sosial yang berlaku universal serta dapat diperbandingkan antarwilayah geografis menjadi kegiatan yang tidak mudah. Sementara itu, pengukuran modal sosial secara kuantitatif perlu dilakukan agar dampak perubahan modal sosial terhadap berbagai pencapaian pembangunan masyarakat menjadi mudah untuk dievaluasi.

(22)

20

Grootaert dkk. (2004) yang dirilis oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa modal sosial dapat dikuantitatifkan dan dianalisis dengan metoda statistika tertentu, dengan instrumen pengukuran modal sosial yang salah satunya dikelompokkan ke dalam dimensi input, yang meliputi:

1. Kelompok dan jejaring (groups and networks). Faktor ini memuat pola dan cakupan partisipasi, kontribusi yang diberikan maupun diterima individu dalam berbagai jenis kelompok (organisasi) sosial dan jejaring informal, serta bagaimana keterlibatan individu tersebut dapat berubah antarwaktu.

2. Sikap percaya dan solidaritas (trust and solidarity). Faktor ini mencakup persepsi dan sikap percaya terhadap tetangga sekitar, aparatur penyedia layanan publik, serta sikap saling membantu antaranggota masyarakat beserta kemungkinan perubahannya antarwaktu.

Pertumbuhan Ekonomi

Pentingnya modal fisik pada umumnya dan pendidikan pada khususnya telah ditekankan dalam teori pertumbuhan di tahun 1980-an dan 1990-an, dalam model pertumbuhan endogen dan mengembangkan model pertumbuhan neoklasik. Salah satu metode estimasi kuantitas adalah menggunakan fungsi produksi, dalam hal ini diperlukan untuk estimasi manfaat pengeluaran biaya bagi pendidikan dan peningkatan modal manusia, tidak ada cara tertentu untuk aplikasi variabel modal manusia dalam fungsi produksi. Model fungsi produksi Cobb-douglas yaitu

Dalam fungsi produksi ini, Y adalah produk domestik bruto, L adalah angkatan kerja, K adalah modal fisik dan S adalah modal sosial, A adalah teknologi. Α, dan mengindikasikan elastisitas produksi terhadap modal fisik, angkatan kerja dan modal sosial.

Tinjauan Empiris

Selama beberapa dekade terakhir. pembangunan ekonomi. terutama di negara-negara berkembang telah mengalami perbaikan, dari sebelumnya growth oriented, menjadi human paradigm. Namun demikian, dampak positif dari pembangunan dan kebijakan yang dibuat masih belum optimal. Oleh karena itu mulai tumbuh kesadaran di kalangan ekonom untuk melibatkan faktor kultural dan mendayagunakan lembaga-lembaga dalam masyarakat untuk mengoptimalkan hasil dari proses pembangunan.

Putnam (1993) menjelaskan perbedaan pertumbuhan ekonomi wilayah Italia Utara dengan Italia Selatan. Perbedaan tersebut berkaitan dengan struktur sosial yang ada di masing-masing wilayah. Wilayah Italia Utara memiliki struktur sosial horisontal sedangkan struktur sosial di wilayah Italia Selatan lebih berbentuk hirarkhi. Modal sosial diukur dari indeks perluasan civic community, keterlibatan warga negara dan efisiensi pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan konvergensi lebih cepat dan keseimbangan pendapatan terjadi pada tingkat yang lebih tinggi di wilayah dengan modal sosial yang lebih besar.

(23)

21 memenuhi syarat yang terdaftar di Sekolah Dasar tahun 1960 dan di Sekolah Menengah tahun 1960. Pendapatan perkapita 1980 dan tingkat harga barang-barang investasi 1980. Hasil dari penelitian tersebut adalah trust dan norma sosial berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dampak trust terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi di negara-negara miskin. Hal ini karena jika trust dalam suatu negara tinggi, maka tidak diperlukan adanya sistem kontrak yang membutuhkan biaya yang tinggi, sehingga biaya transaksi menjadi lebih rendah, sehingga meningkatkan produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kerja sama masyarakat dan trust berpengaruh signifikan terhadap investasi dan pendapatan per kapita. Semakin tinggi trust di suatu negara, semakin tinggi investasi di negara tersebut. Tingginya investasi tentunya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan per kapita.

Christoforou (2003) menggunakan analisis regresi guna menunjukkan peran modal sosial dalam memperkokoh pertumbuhan ekonomi di Yunani. Dalam penelitian tersebut modal sosial merujuk kepada hubungan sosial yang berdasarkan norma. jaringan kerjasama dan rasa percaya mempengaruhi pasar dan pemerintah dalam menguatkan collective action antarpelaku dan memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi sosial. Regresi dilakukan terhadap indeks keanggotaan individu. Regresi juga dilakukan antara pendapatan perkapita masyarakat dan indeks keanggotaan masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa tradisi kewargaan yang rendah menghambat reformasi dan pembangunan di Yunani. Perilaku partisipasi masyarakat tidak saja ditentukan oleh determinan individu tetapi juga determinan agregat dari modal sosial. Peningkatan dalam tingkat pendidikan dan kesempatan kerja akan meningkatkan intensif untuk berpartisipasi dalam kelompok sehingga menguatkan indeks modal sosial.

Beugelsdijk dan Schaik (2005) melakukan penelitian dengan menggeneralisasi penelitian Putnam (1993) di 54 negara Eropa pada kurun waktu 1950-1998. Penelitian ini menggunakan modal sosial terutama dalam bentuk rasa saling percaya dan aktivitas organisasi (associational activity). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak hanya keberadaan jaringan kerjasama saja yang memacu pertumbuhan ekonomi wilayah tetapi juga tingkat keterlibatan aktual di dalam jaringan tersebut. Dalam penelitian tersebut Beugelsdijk dan Schaik juga memodelkan hubungan antara modal sosial dan pertumbuhan dengan menggunakan data dari European Value Studies (EVS) untuk mengujinya. Modal sosial dibedakan atas bonding dan bridging sesuai dengan pendapat Putnam. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa modal sosial yang lebih tinggi dapat mendongkrak (crowd out) pertumbuhan ekonomi wilayah. Semakin kuat modal sosial yang bersifat bridging akan menguatkan pertumbuhan ekonomi karena partisipasi dalam jaringan kerja interkomunitas mengurangi insentif untuk melakukan kegiatan rent seeking dan berlaku curang.

(24)

22

kemiskinan.

Musai, et al (2011) melakukan penelitian mengenai hubungan antara modal sosial dan pertumbuhan ekonomi pada Negara Iran dan 75 negara lain di dunia pada tahun 2008 dengan menggunakan model pertumbuhan endogen. Pada penelitian ini digunakan persamaan Cobb-Douglas dengan menganggap bahwa produk domestik bruto merupakan fungsi Cobb-Douglas dari modal social, modal fisik dan tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan dari modal sosial, modal fisik dan tenaga kerja secara statistik tinggi dan signifikan terhadap produk domestik bruto. Selanjutnya penelitian ini berhasil menunjukkan efek positif dari modal sosial terhadap pertumbuhan ekonomi. melalui peningkatan modal sosial yang menjadi penyebab peningkatan produk domestik bruto.

Nademi, et al (2012) melakukan penelitian untuk melihat pola hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan modal sosial di negara-negara industri di periode 2000-2007. Ada tiga hal yang dihasilkan dalam penelitian ini, yakni: 1. Hasil penelitian dengan uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa

pertumbuhan ekonomi menyebabkan modal sosial menjadi meningkat, namun begitu hal itu tidak terjadi sebaliknya di mana modal sosial tidak menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi.

2. Terdapat hubungan kointegrasi antara modal sosial dan pertumbuhan ekonomi.

3. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap modal sosial adalah asimetris kuadratik. Hal ini dapat diartikan bahwa sebelum pertumbuhan ekonomi mencapai ambang batas maka pertumbuhan ekonomi memiliki efek negatif pada modal sosial, namun setelah pertumbuhan ekonomi mencapai tingkat ambang batas maka pertumbuhan ekonomi memiliki efek positif pada modal sosial.

Kerangka Pemikiran

Krisis global yang terjadi tahun 2008 juga berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis sebesar 1.38%. Namun pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia pulih dengan cepat. meningkat menjadi 6.20%. Apakah kondisi ini hanya disebabkan karena berkurangnya tekanan krisis ekonomi global atau karena negara Indonesia memiliki modal sosial yang baik sehingga dapat pulih dari penurunan pertumbuhan ekonomi dengan cepat.

(25)

23

Gambar 2 Alur Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penulisan ini adalah terdapat hubungan yang positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan modal sosial di Indonesia.

Krisis global tahun 2008

 Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun

2009 menurun drastis sebesar 1.38%

 Tahun 2010 pertumbuhan ekonomi

Indonesia pulih dengan cepat, meningkat menjadi 6.2%

Berkurangnya tekanan

krisis ekonomi global?

Indonesia memiliki modal sosial yang baik?

Unsur-Unsur Modal Sosial

 Sikap percaya (trust)

 Toleransi

 Kelompok (groups)

 Solidaritas

 Jejaring (network)

Pertumbuhan Ekonomi

 Pengaruh modal sosial terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia

 Karateristik modal sosial di Indonesia

 Unsur dominan yang menentukan tinggi

rendahnya modal sosial

 Tipologi pertumbuhan ekonomi dengan

(26)

24

3 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dari hasil olah raw data SUSENAS serta data yang sudah diterbitkan oleh BPS (Badan Pusat Statisik). Data yang dikumpulkan merupakan data cross section seluruh provinsi di Indonesia tahun 2009.

Jenis-jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data pada blok vii (keterangan modal sosial) kuesioner SUSENAS modul sosial budaya dan pendidikan tahun 2009 dengan sampel rumah tangga yang mencakup 291 888 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Semua keterangan rumah tangga tersebut diupayakan mengelompok dalam 4 (empat) unsur pembentuk modal sosial yang disesuaikan dengan dimensi input yang disampaikan oleh Grootaert et al (2004) dalam BPS (2010), yaitu unsur kelompok dan jejaring (groups and networks), unsur sikap percaya dan solidaritas (trust and solidarity) ditambah dengan toleransi (tolerance) karena toleransi dalam konteks Indonesia dianggap melengkapi konsep modal sosial.

Tabel 3 Unsur, variabel dan katagori jawaban untuk pengukuran modal sosial

Unsur Nama Variabel Katagori Jawaban

(1) (2) (3) 2. Percaya pada aparatur RT/SLS

terkecil 3. Percaya pada pengurus kelompok

masyarakat 4. Percaya pada aparatur desa/kelurahan 1 (Tidak Peduli)

2 (Tidak Percaya) 3 (Kurang Percaya) 4 (Percaya)

(27)

25

Unsur Nama Variabel KatagoriJawaban

(1) (2) (4)

5. Percaya untuk menitipkan anak 1 (Tidak Peduli) 2 (Tidak Percaya) 3 (Kurang Percaya) 4 (Percaya)

5 (Sangat Percaya) 6. Percaya untuk menitipkan rumah 1 (Tidak Peduli)

2 (Tidak Percaya)

1. Perasaan bertetangga dengan suku bangsa lain 2. Perasaan bertetangga dengan agama

lain 3. Tanggapan jika akan didirikan tempat

ibadah agama lain 4. Tanggapan tentang orang lain yang

tingkat hidupnya lebih tinggi

1. Kebiasaan saling bersilaturahim 1 (Tidak Pernah) 2 (Jarang)

3 (Kadang-kadang) 4 (Sering )

5 (Sangat sering) 2. Kebiasaan saling mengantar makanan 1 (Tidak Pernah)

2 (Jarang)

3 (Kadang-kadang) 4 (Sering)

(28)

26

Unsur Nama Variabel Katagori Jawaban

(1) (2) (3)

1. Kesiapan membantu peminjam uang 1(Tidak mau) 2 (Ragu) 3 (Terpaksa) 4 (Siap Membantu) 5 (Sangat siap) 2. Kemudahan mendapat pinjaman uang 1 (Sangat sulit)

2 (Sulit)

1. Banyaknya ART usia 10 tahun ke atas yang memiliki sahabat 2. Banyaknya keluarga yang menjadi

sahabat 3. Banyaknya organisasi yang diikuti 1 (0 perkumpulan)

3 (1 perkumpulan) 5 (>1 perkumpulan) Sumber: BPS, 2010

2. PDRB per kapita ADHK. BPS (2012) menjelaskan bahwa PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita. Madsen (2006) dalam Pillai (2011) menyebutkan bahwa dihampir semua negara, PDB per kapita digunakan sebagai patokan untuk mengukur kemajuan ekonomi bangsa. Peningkatan PDB per kapita menandakan pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk penelitian ini, data yang digunakan adalah PDRB per kapita atas dasar harga konstan tiap provinsi tahun 2009 dalam satuan ribu (000) rupiah dari publikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

3. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) adalah semua barang modal baru yang digunakan/dipakai sebagai alat untuk berproduksi. Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) adalah nilai neto dari investasi yang besarnya didapatkan dari nilai investasi bruto (PMTB) dikurangi dengan indeks. PMTB mencakup pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri.

(29)

27 Metode Analisis

Pengukuran Modal Sosial

Hasil dari penghitungan modal sosial ini bersifat eksploratif berasal dari eksplorasi data mentah (data driven) dari keterangan rumah tangga. Keterangan rumah tangga yang diperoleh merupakan data hasil pendataan pada rumah tangga SUSENAS 2009 yang tersebar di semua wilayah provinsi. Selanjutnya eksplorasi dan pembentukan modal sosial dilakukan dengan menggunakan metoda analisis faktor (factor analysis). yang bertujuan untuk mendapatkan indeks modal sosial beserta faktor pembentuknya menurut provinsi di Indonesia.

Metode Analisis Faktor

Pengukuran indeks modal sosial dilakukan secara eksploratori terhadap data SUSENAS tahun 2009. Data tersebut berisi pertanyaan yang termasuk di dalam dimensi input modal sosial. Pendekatan pengukuran secara eksploratori dilakukan karena konsep modal sosial yang hendak diukur merupakan konsep multidimensi yang direpresentasikan oleh beberapa pertanyaan. Susunan pertanyaan tersebut perlu dievaluasi sehingga secara statistik diyakini mampu merepresentasikan konsep modal sosial yang hendak diukur. Metode statistik yang paling tepat dalam melakukan eksplorasi data modal sosial adalah analisis faktor.

Analisis faktor merupakan suatu metoda analisis statistik multivariat yang memiliki kegunaan utama untuk mereduksi data ataupun membuat ikhtisar data. Metoda statistik ini sering digunakan untuk mengukur interrelasi antarbeberapa variabel teramati dan kemudian menjelaskan variabel-variabel teramati tersebut dalam bentuk dimensi inti (dikenal sebagai faktor). Dengan menggunakan analisis faktor maka dapat diidentifikasi dimensi-dimensi terpisah yang diukur dari data tersebut dan menentukan sebuah pembobot faktor (factor loading) bagi setiap variabel teramati dalam suatu faktor (Hair et al. 2010).

Metode statistik ini juga sering digunakan untuk mengukur validitas variabel teramati secara lebih komprehensif melalui identifikasi variabel-variabel inti (faktor) yang dapat menjelaskan korelasi pada suatu kelompok variabel teramati (Johnson dan Wichern 2007). Analisis faktor juga sering digunakan untuk menginvestigasi sejumlah faktor serta mengidentifikasi faktor mana yang merepresentasikan suatu konstruk atau konsep.

Ho (2006) menyebutkan bahwa terdapat 2 metoda analisis faktor. yaitu. 1. Metoda ‘Principal Component’ dilakukan dengan proses antara lain.

a. Menemukan sebuah kombinasi linier beberapa variabel teramati (sebuah komponen) yang menggambarkan secara maksimal variasi-variasi yang ada pada variabel-variabel teramati asli (original observed variables). b. Menemukan komponen lain yang menggambarkan secara maksimal

variasi-variasi pada variabel-variabel teramati yang tersisa di mana komponen ini tidak terkorelasi dengan komponen yang telah dibentuk c. Proses ini dilakukan secara berturut-turut sampai ditemukan

komponen--komponen maksimal sebanyak jumlah variabel teramati asli.

2. CFA (common factor analysis) digunakan dengan justifikasi kalau tujuan utama hanya mengenali/mengidentifikasi faktor yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian.

(30)

28

1. Communality merupakan suatu besaran yang menerangkan seberapa besar faktor dapat menjelaskan varians setiap variabel teramati. Komunalitas merupakan proporsi keragaman variabel teramati pada observasi ke-i yang dapat dijelaskan oleh faktor umum (common factor) dan sisanya dijelaskan oleh faktor khusus (unique factor).

2. Eigenvalue merupakan nilai yang menggambarkan besarnya varians terhitung oleh sebuah faktor.

3. Scree plot merupakan plot nilai varians pada setiap faktor untuk menentukan jumlah faktor yang ingin dipertahankan.

4. Loading factor adalah suatu nilai korelasi antara faktor umum dengan masing-masing variabel teramati (observed variable). Semakin besar nilainya semakin erat hubungan antara keduanya.

Kaiser Meyer Oikin (KMO)

Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah terambil telah cukup untuk difaktorkan. Hipotesis dari KMO adalah sebagai berikut:

Ho : Jumlah data cukup untuk difaktorkan. H1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan. Statistik uji: disimpulkan jumlah data telah cukup untuk dilakukan analisis faktor.

Uji Bartlett (kebebasan antarvariabel)

(31)

29 Dengan

k

r = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R (matrik korelasi).

r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal. Daerah penolakan H0jika,

Maka variabel-variabel saling berkorelasi hal ini berarti terdapat hubungan antarvariabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan terutama metoda analisis komponen utama dan analisis faktor.

Identifikasi Faktor

Indeks modal sosial diukur menggunakan dataset nasional. Model yang dihasilkan dari hasil analisis faktor terhadap dataset nasional tersebut merepresentasikan kondisi yang berlaku secara nasional. Selanjutnya. indeks modal sosial setiap provinsi dihitung menggunakan model nasional tersebut. Dengan demikian. nilai modal sosial antarprovinsi yang dihasilkan dapat diperbandingkan secara langsung karena diukur dengan model dan standar ukur yang sama secara nasional.

Untuk menghasilkan susunan faktor (model) yang menggambarkan indeks modal sosial nasional yang valid secara statistik maka dilakukan beberapa tahapan kalkulasi faktor secara berulang (iteratif) dan berurut (sekuensial). Kriteria yang diperhatikan untuk menilai apakah susunan faktor yang dihasilkan pada suatu tahapan kalkulasi tertentu merupakan susunan yang paling optimal adalah sebagai berikut:

1. Nilai eigen value lebih dari 1 (satu). 2. Nilai persentase varians setidaknya 60%.

3. Nilai loading factors pada setiap variabel lebih besar dari 0.55.

Jika pada suatu tahapan kalkulasi faktor ternyata terjadi setidaknya salah satu dari 3 (tiga) kriteria di atas yang tidak dipenuhi, maka tahapan iteratif dan sekuensial selanjutnya dilaksanakan. Variabel yang tidak memenuhi kriteria di atas akan dikeluarkan dari kelompok data dan dilanjutkan dengan eksekusi program terhadap variabel-variabel tersisa di kelompok data. Tahapan ini dilakukan secara iteratif dan sekuensial sampai dihasilkan susunan faktor yang memenuhi ketiga kriteria di atas (BPS 2010).

Pengukuran bobot setiap variabel

Bobot (penimbang) bagi setiap variabel pada suatu faktor dihitung berdasarkan hasil susunan faktor optimal pembentuk indeks modal sosial di atas. Bobot setiap variabel dihitung berdasarkan nilai loading factors’s pada variabel yang bersangkutan dan nilai rotation sums of squared loading ( percent of variance) pada faktor yang terbentuk (BPS 2010).

Pengukuran bobot bagi setiap variabel dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu:

1. Penghitungan bobot tiap variabel dalam faktor dengan formula. B =

(3.6)

dimana:

B = nilai bobot.

(32)

30

RLF = rata-rata loading factor dalam satu factor.

RSSL = nilai rotation sums of squared loading ( persen of variance) 2. Penghitungan bobot tiap variabel dalam faktor dengan formula.

b=

(3.7) dimana:

b = nilai bobot ternormalisasi. B = nilai bobot.

JB = jumlah semua bobot. Pengukuran Skor Modal Sosial

Pengukuran skor modal sosial bagi setiap provinsi dilakukan dalam 2 (dua) tahapan yaitu pengukuran skor modal sosial dari agregat rumah tangga dan pengukuran indeks modal sosial (BPS 2010).

1. Pengukuran skor modal sosial. Setiap rumah tangga memiliki nilai modal sosial yang melekat pada setiap individu anggota rumah tangga tersebut. Nilai modal sosial pada setiap rumah tangga tersebut kemudian diagregasi menggunakan rata-rata tertimbang sehingga dihasilkan skor modal sosial provinsi. Skor modal sosial tersebut akan bernilai antara 1 (satu) dan 5 (lima). Pengukuran skor modal sosial pada setiap provinsi dilakukan dengan menggunakan formula berikut.

SProvinsi =

∑ ∑

(3.8) dimana:

SProvinsi = skor modal sosial provinsi.

bi = nilai bobot ternormalisasi untuk variabel ke-i.

xij = nilai variabel ke-i untuk rumah tangga ke-j.

n = jumlah rumah tangga di provinsi.

2. Pengukuran indeks modal sosial. Nilai skor modal sosial yang memiliki rentang nilai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tersebut perlu ditransformasi menjadi sebuah nilai indeks dengan rentang nilai antara 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus). Skor indeks modal sosial dalam bentuk indeks tersebut menjadi mudah diinterpretasikan. Formula indeks modal sosial adalah:

MSprovinsi= (Sprovinsi/5)x 20 (3.9) dimana MSprovinsi merupakan nilai indeks modal sosial yang dimiliki oleh provinsi berskala 0-100, sedangkan Sprovinsi adalah nilai skor modal sosial pada provinsi yang masih berskala 1 sampai dengan 5 (modifikasi formula BPS 2010).

3. Nilai skor indeks modal sosial pada setiap provinsi dilengkapi dengan nilai kontribusi setiap subdimensi pembentuk modal sosial. Besarnya kontribusi setiap subdimensi dihitung berdasarkan formula berikut.

Ks =

∑ ∑

(3.10)

dimana:

Ks = kontribusi subdimensi terhadap skor indeks modal sosial.

bi = nilai bobot ternormalisasi untuk variabel ke-i suatu subdimensi.

xij = nilai variabel ke-i untuk rumah tangga ke-j

Snasional = nilai skor modal sosial nasional.

(33)

31 modal sosial dibentuk oleh beberapa subdimensi yang masing-masing memiliki kadar kontribusi yang berbeda-beda. Unsur yang memiliki nilai kontribusi paling besar menunjukkan bahwa unsur tersebut paling berperan dalam pembentukan indeks modal sosial masyarakat di setiap provinsi. Tinggi rendahnya kontribusi suatu unsur pembentuk modal sosial pada suatu provinsi mencerminkan pola interaksi sosial masyarakat di wilayah provinsi tersebut.

Analisis Tipologi Daerah

Tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi sektoral daerah. (Widodo 2006). Berdasarkan teknik tipologi dasar tersebut kemudian dimodifikasi bagaimana pencapaian pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan kondisi modal sosial antarprovinsi. Tipologi daerah dilakukan dengan membagi daerah berdasarkan dua indikator utama. Pertama adalah dengan menentukan pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan kedua modal sosial sebagai sumbu horisontal. Daerah provinsi yang diamati dapat dibagi menjadi 4 (empat) klasifikasi.

Tabel 4 Tipologi daerah atas dasar modal sosial dan pertumbuhan Ekonomi

Indeks Modal

ekonomi tinggi namun modal sosialnya rendah.

Kuadran I: Daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan modal sosial yang tinggi.

Metode Regresi Ordinary Least Squares

Gujarati (2010) menyebutkan bahwa analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari satu variable, yaitu peubah tak bebas (dependent variable), terhadap satu atau lebih variabel lainnya, yaitu peubah bebas (independent variable), yang diketahui atau nilai tetap (dalam repeated sampling) dari variabel penjelas.

Secara umum model persamaan yang dipakai dalam analisis regresi Ordinary Least Squares untuk populasi dapat dituliskan sebagai berikut.

(34)

32

Adapun penduganya adalah:

yi = bo + b1ix1i + b2ix2i +... + bkixki + ei. (3.12) dimana i = 1. 2. 3. 4. ... n

Spesifikasi Model

Model regresi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(3.13) dimana:

pdrbpkpti = Produk domestik regional bruto per kapita atas dasar harga konstan (000) rupiah provinsi i tahun 2009

pmtbi = Pembentukan modal tetap bruto provinsi i tahun 2009

angkeri = Angkatan kerja provinsi i tahun 2009

= Indeks modal sosial provinsi i tahun 2009. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) sering digunakan secara informal sebagai ukuran dari kecocokan (goodness of fit) model regresi walaupun untuk menentukan kebaikan dari kecocokan suatu model tidak hanya dilihat dari besar R2 saja. Koefisien determinasi (R2) dapat diintepretasikan sebagai proporsi total keragaman dependent variabel yang dapat dijelaskan oleh model regresi.

Pemeriksaan Asumsi Model

Asumsi yang harus dipenuhi oleh suatu persamaan model regresi linier berganda adalah:

1. Rata-rata nilai penggangu dari setiap kesalahan sama dengan nol, dinotasikan dengan E(εi) = 0. untuk semua nilai i.

2. Covarian (i. Xi) = 0, artinya unsur residual/error dengan peubah bebasnya tidak saling berkorelasi. Asumsi ini akan secara otomatis terpenuhi jika Xi bukan merupakan bilangan yang random (acak).

3. Asumsi Kenormalan. residual/error berdistribusi normal ε ~ N (0, 2)

4. Kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama (homoscedasticity) dinotasikan E(εi2) =2.

5. Tidak ada korelasi antara kesalahan penggangu (autokorelasi). E(εi. εj) = 0;

i ≠ j

6. Tidak terdapat multikolinearitas. Asumsi Kenormalan

Pemeriksaan terhadap asumsi kenormalan dimaksudkan untuk mengetahui distribusi residual/error. Razali (2011) menyebutkan bahwa pemeriksaan kenormalan adalah dengan menggunakan plot P-P dan Q-Q. Jika sebaran identik dengan garis lurus pada normal plot maka asumsi kenormalan terpenuhi.

Asumsi Homoscedasticity

(35)

33 dari residu dengan nilai taksiran, jika plot membentuk pola tertentu maka asumsi ini tidak terpenuhi (Gujarati 2010).

Asumsi tidak terdapat Multikolinearitas

Multikolinearitas (multicolinearity) didefinisikan sebagai korelasi antara beberapa peubah independen. Multikolinearitas berakibat pada tidak dapat ditentukannya koefisien peubah independen dan sangat besarnya standar variasi koefisien tersebut. Uji ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara peubah independen. Cara mendeteksi ada/tidaknya multikoliniearitas adalah dengan teori L.R Klein, yaitu memakai VIF (Variance Inflation Faktor). Jika nilai VIF lebih besar dari 5 atau tolerance (1/VIF) adalah 0.01 atau kurang, mengindikasikan adanya multikoliniearitas.

Asumsi Autokorelasi

Autokorelasi menggambarkan terdapatnya hubungan antar error. Adanya autokorelasi ini menyebabkan parameter yang akan diestimasi menjadi tidak efisien. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi menggunakan Durbin-Watson (d). Hipotesis uji ini adalah:

H0 : tidak terdapat autokorelasi. H1 : terdapat autokorelasi.

Jika nilai d > 4 - dL maka H0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi atau d < dL maka H0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.

Pengujian parameter model

Terdapat dua tahap pengujian yaitu uji serentak dan uji parsial (individu). 1. Uji keseluruhan parameter (overall f test)

Setelah diperoleh model regresi linier berganda selanjutnya dilakukan uji F untuk menguji keabsahan model secara keseluruhan.

F hitung adalah

2. Uji individual parameter (t-test)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui hubungan peubah tertentu dengan peubah tidak bebas. Pengujian tentang nilai koefisien regresi parsial dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:

(36)

34

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembentukan Variabel Modal Sosial

Uji Kelayakan Variabel

Selanjutnya dalam analisis faktor tahap pertama yang harus dilakukan adalah menilai mana saja variabel yang dianggap layak (appropriateness) untuk dimasukkan dalam membentuk modal sosial. Berdasarkan hasil uji kelayakan variabel nilai KMO dan Bartlett’s test adalah 0.696 signifikan dengan tingkat signifikansi 99%.

Asumsi Kecukupan Data

Mengacu pada Hair et al. (2010) bahwa sekelompok data dikatakan memenuhi asumsi kecukupan data adalah jika nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA) lebih besar daripada 0.5. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai MSA terkecil adalah 0.569 untuk keterangan perasaan bertetangga dengan agama lain dan yang terbesar adalah 0.866 untuk percaya terhadap pemerintah. Uji kecukupan data atau sampel telah terpenuhi sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis faktor. Berikut hasil lengkap dari nilai MSA.

Tabel 5 Penghitungan Kaiser's Measure of Sampling Adequacy (MSA)

Anti-image Correlation

Measures of Sampling Adequacy

(MSA)

(1) (2)

Percaya terhadap pemerintah 0.866

Percaya terhadap Aparat RT/SLS terkecil 0.727

Percaya terhadap Pengurus Kelompok Masyarakat 0.748

Percaya terhadap Aparat Desa/Lurah 0.790

Percaya menitipkan anak 0.621

Percaya menitipkan rumah 0.627

Kebiasaan bersilahturahim 0.701

Kebiasaan saling mengantarmakanan 0.705

Banyaknya ART 10 thn+ yang memiliki sahabat 0.769

Kemudahan mendapat pinjaman 0.761

Kesiapan membantu meminjam uang 0.741

Perasaan bertetangga dengan suku bangsa lain 0.614

Perasaan bertetangga dengan agama lain 0.569

Tanggapan jika akan didirikan tempat ibadah agama lain 0.638

Tanggapan jika bertetangga dengan orang yg tingkat hidup lebih tinggi 0.797

Banyaknya Keluarga Yang menjadi sahabat 0.656

Banyaknya Organisasi yang diikuti 0.686

(37)

35 Analisis Faktor

Susunan faktor yang dihasilkan dari proses kalkulasi pertama menghasilkan 6 faktor yang meliputi 17 variabel. Model tersebut memiliki kemampuan dalam menjelaskan keragaman data sebesar 58.42%. Tabel 6 menunjukkan hasil iterasi pertama dari analisis faktor.

Tabel 6 Iterasi pertama penghitungan analisis faktor

No Nama Variabel Loading

factor's

1 Percaya terhadap pemerintah 0.507 13.818 Percaya

terhadap

3 Percaya terhadap Pengurus

Kelompok Masyarakat

0.816

4 Percaya terhadap Aparat

Desa/Lurah

0.811

5 Perasaan bertetangga dengan

suku bangsa lain

0.762 11.042 Toleransi

beragama dan suku bangsa

6 Perasaan bertetangga dengan

agama lain

0.872

7 Tanggapan jika akan

didirikan tempat ibadah

agama lain

0.699

8 Kebiasaan bersilahturahim 0.483 10.359 Kelompok dan

Solidaritas

Dikeluarkan

9 Kebiasaan saling

mengantarmakanan

0.593

10 Kemudahan mendapat

pinjaman

0.700

11 Kesiapan membantu

meminjam uang

0.713

12 Percaya menitipkan anak 0.868 9.041 Percaya

terhadap tetangga

13 Percaya menitipkan rumah 0.856

14 Banyaknya ART 10 thn+

16 Banyaknya Organisasi yang

diikuti

0.202 Dikeluarkan

17 Tanggapan jika bertetangga

dg orang yg tingkat hidup

(38)

36

kemampuan dalam menjelaskan keragaman data sebesar 64.075%. Tabel 7 menunjukkan hasil iterasi kedua dari analisis faktor.

Tabel 7 Iterasi kedua penghitungan analisis faktor

No Nama Variabel Loading

factor's

2 Percaya terhadap Pengurus

Kelompok Masyarakat

0.845

3 Percaya terhadap Aparat

Desa/Lurah

0.821

4 Perasaan bertetangga dengan suku

bangsa lain

0.775 14.245 Toleransi

beragama

dan suku

bangsa

5 Perasaan bertetangga dengan agama

lain

8 Kemudahan mendapat pinjaman 0.739

9 Kesiapan membantu meminjam

uang

0.750

10 Percaya menitipkan anak 0.870 11.880 Percaya

terhadap tetangga

11 Percaya menitipkan rumah 0.867

12 Banyaknya ART 10 thn+ yang memiliki sahabat

0.660 9.216 Jejaring

13 Banyaknya Keluarga Yang menjadi sahabat

0.832

Sumber: Hasil olahan

Berdasarkan penghitungan tersebut maka susunan faktor tersebut merupakan susunan yang paling optimal dengan seluruh nilai eigen value lebih dari 1, nilai persentase varians di atas 60%, serta nilailoading factor’s pada setiap variabel lebih besar dari 0.55. Kendati demikian ketika dilihat dari penghitungan component transformation matrix pada faktor ketiga yakni jejaring dan kelompok memiliki korelasi yang rendah yakni di bawah 0.5 atau sebesar 0.499. Keterangan dengan loading factor’s terendah akan dikeluarkan pada iterasi berikutnya yakni kebiasaan saling mengantarmakanan dengan nilai loading factor’s sebesar 0.582. Tabel 8 menunjukkan component transformation matrix dari iterasi kedua analisis faktor.

(39)

37 Tabel 8 Component transformation matrix penghitungan analisis faktor

iterasi kedua

Tabel 9 Iterasi ketiga penghitungan analisis faktor

No Nama Variabel Loading

factor's

1 Percaya terhadap Aparat

RT/SLS terkecil

0.865 18.027 Percaya terhadap aparatur dan

kelompok

2 Percaya terhadap

Pengurus Kelompok

Masyarakat

0.844

3 Percaya terhadap Aparat

Desa/Lurah

0.822

4 Perasaan bertetangga

dengan suku bangsa lain

0.775 15.434 Toleransi beragama dan suku

bangsa

5 Perasaan bertetangga

dengan agama lain

0.878

6 Tanggapan jika akan

didirikan tempat ibadah agama lain

0.688

7 Percaya menitipkan

anak

0.872 12.910 Percaya terhadap tetangga

8 Percaya menitipkan

rumah

0.868

9 Kemudahan mendapat

pinjaman

0.758 11.412 Solidaritas

10 Kesiapan membantu

meminjam uang

12 Banyaknya Keluarga

Yang menjadi sahabat

0.832

Gambar

Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2004-2011
Tabel 1 Definisi Modal Sosial
Tabel 2 Definisi Trust
Gambar 2 Alur Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persyaratan pada ruang meliputi aspek akustik, pencahayaan, penghawaan, dan keamanan yang ada pada ruang-ruang di dalam rental office berbasis coworking space Persyaratan ruang

Artikel ini berusaha menunjukkan bagaimana Teori Offense-Defense dapat menjelaskan kebijakan reformasi pertahanan Jepang memungkinkan negara tersebut memainkan peran

Kameni je umivaonik ukrašen nizom geometrijski stilizi- ranih četverolatičnih cvjetova. Vertikalni pragovi ukrašeni su vegetabilnom dekoracijom – lisnatom povijušom koja izlazi

Rekayasa perangkat lunak yang sukses tidak hanya membutuhkan kemampuan komputasi seperti algoritma, pemrograman, dan basis data yang kuat, namun juga perlu penentuan tujuan

In this report, through conversations with experts at the intersection of data and sports, we will explore advances in the sports industry, from predictive analytics that work from

Aspirasi benda asing bronkus adalah masalah yang sering pada anak-anak dan merupakan masalah serius serta bisa berakibat fatal. Sebagian besar aspirasi benda asing di

Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan di sekolah (