• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

terdiri dari data deret waktu (time series) tahunan dengan periode waktu tiga tahun,

yaitu tahun 2001, 2005 dan 2009 dan data cross section 11 negara tujuan utama dan

empat pesaing utama. Jenis data yang diperoleh meliputi data produksi, nilai ekspor, dan volume ekspor. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian (Deptan), Direktorat Jenderal

Perkebunan, United Nations Commodity and Trade Database (UNcomtrade), Food

and agriculture organization (FAO) serta dari studi kepustakaan yang bersumber dari buku-buku dan literatur lain di perpustakaan IPB, yang di akses pada tahun 2011.

3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode yang digunakan untuk melihat keunggulan komparatif hasil

perkebunan Indonesia adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA)

sementara metode yang digunakan untuk menganalisis posisi daya saing sektor

perkebunan Indonesia adalah metode Export Product Dynamic (EPD). Pada

penelitian ini, pengolahan data dilakukan secara bertahap. Tahap yang pertama adalah pengelompokkan data, sedangkan tahap yang berikutnya adalah pengolahan data dalam model analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software

Microsoft Excel.

3.2.1 Revealed Comparative Advantage (RCA)

Salah satu yang dapat menunjukkan indikator perubahan keunggulan

komparatif adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA), RCA

merupakan sebuah indeks yang digunakan untuk mengukur keuntungan maupun kerugian relatif komoditi tertentu pada suatu negara yang tercermin pada pola

perdagangannya. Indeks ini menunjukan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia atau dengan kata lain indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau dapat dilihat dalam ekspornya.

Secara sistematis, Index RCA adalah sebagai berikut :

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i dari Indonesia ke negara j

Xt = Nilai ekspor total negara Indonesia ke negara importir utama Wij = Nilai ekspor komoditi i dunia ke negara j

Wt = Nilai ekspor total dunia ke negara importir utama

Jika nilai indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari satu, (indeks RCA > 1) berarti negara bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia pada komoditas tersebut. Sebaliknya bila nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu lebih kecil dari satu (indeks RCA < 1) berarti keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut rendah atau dibawah rata-rata dunia (Tambunan, 2001).

Dalam Siregar (2010), keunggulan metode RCA adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah, sehingga keunggulan komparatif suatu produk dari waktu ke waktu dapat terlihat secara jelas, selain terdapat keunggulan dalam metode RCA, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu :

1. Asumsi persaingan bebas dan suatu negara dianggap mengekspor keseluruhan

komoditi walaupun kenyataannya tidak.

2. Pengukuran berdasarkan nilai RCA ini mengesampingkan pentingnya permintaan

domestik, ukuran pasar domestik, dan perkembangannya. Xij/Xt

Wij/Wt Indeks RCA =

34

3. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang

berlangsung tersebut sudah optimal.

4. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi dimasa

yang akan datang.

3.2.2 Export Product Dynamics (EPD)

Salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang

tingkat daya saing adalah Export Product Dynamics (EPD). Pendekatan EPD dapat

digunakan untuk mengidentifikasi daya saing suatu produk dan juga untuk mengetahui apakah suatu produk tersebut merupakan produk dengan performa yang memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak. Karena walaupun bukan sebagai komoditi ekspor utama suatu negara, jika pertumbuhan produk dan performanya diatas rata-rata secara terus menerus maka bisa jadi komoditi ini diperhitungkan untuk menjadi sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara tersebut.

Matriks EPD memiliki dua komponen yang berkaitan yaitu daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Mengacu pada Siregar (2010), daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, sedangkan informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari

perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi

dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk

yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah Rising

Star, Falling Star, Lost Opportunity dan Retreat yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks Posisi Daya Saing Share of Country’s Export in World

Trade

Share of Product in World Trade Rising (Dynamic) Falling (Stagnant) Rising (Competitive) Rising Star Falling Star Falling (Non-Competitive) Lost Opportunity Retreat Sumber: Estherhuizen, 2006 diacu dari Siregar, 2010

Untuk lebih mudah melihat posisi komoditi tersebut, Tabel 4 akan dikonversi kedalam Gambar 7 yang berbentuk kuadran dengan sumbu X menggambarkan peningkatan pangsa pasar ekspor negara tersebut di perdagangan dunia atau daya

tarik pasar. Sedangkan sumbu Y menggambarkan peningkatan pangsa pasar produk tersebut diperdagangan dunia atau informasi kekuatan bisnis.

Empat kuadran yang ada, salah satu kuadran akan ditempati sebuah komoditas yang akan diestimasi tingkat daya saingnya sesuai dengan daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnisnya. Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa

pasar tertinggi pada ekspornya sebagai Rising Star atau bintang terang, yang

menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada

produk mereka yang bertumbuh cepat (fast-growing products). Lost Opportunity atau

kesempatan yang hilang, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk

yang kompetitif, adalah posisi yang paling tidak diinginkan. Falling Star atau bintang

jatuh juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika dibandingkan dengan Lost

Opportunity, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, Retreat atau kemunduran biasanya yang paling tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu 'mungkin' diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produk-produk yang dinamik (Bappenas, 2009 diacu dari Siregar, 2010).

Gambar 7. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis dalam EPD Lost

Opportunity

Retreat Falling S tar

Rising S tar Rising

Rising Falling

36

Secara matematis yang dimaksud dengan pangsa pasar ekspor suatu negara

(negara i) dan pangsa pasar produk (produk n) dalam perdagangan dunia adalah

sebagai berikut:

Sumbu x

Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i :

× 100 % − −1 × 100 %

T

Sumbu y

Pertumbuhan daya tarik pasar atau disebut pangsa pasar produk :

× 100 % − −1 × 100 %

T

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i dari Indonesia ke negara j

Xt = Nilai ekspor total negara Indonesia ke negara importir utama Wij = Nilai ekspor komoditi i dunia ke negara j

Dokumen terkait