Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Desain penelitian pendahuluan adalah cross sectional study menggunakan sebagian data dari program Ipteks bagi Wilayah (IbW) dengan
judul “Pemberdayaan Masyarakat melalui Peningkatan Kapasitas Sekolah Dasar
Menuju Perilaku Gizi Seimbang di Kota Bogor” (Dwiriani, Damayanthi, Kustiyah, dan Briawan 2011). Penelitian dilakukan di 10 sekolah dasar di Kota Bogor yaitu empat Sekolah Dasar Negeri (SDN), empat Sekolah Dasar Swasta (SDS), dan dua Madrasah Ibtidaiyah (MI). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan: (1) seluruh SD tersebut merupakan SD yang berada di Kota Bogor, (2) SD tersebut telah mewakili SD yang berada di Kota Bogor dengan adanya SDN favorit, SDS favorit dan MI. Tujuan penelitian pendahuluan adalah untuk melihat kondisi dan keragaan PJAS yang berisiko terhadap ketidakamanan pangan dan untuk menetapkan intervensi yang akan dilakukan pada penelitian lanjutan.
Penelitian lanjutan menggunakan desain pra experimental study dengan one group pretest-posttest design yaitu desain penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol (pembanding) (Riyanto 2011). Dilakukan pada sekolah dasar terpilih pada penelitian pendahuluan berdasarkan analisis risiko ketidakamanan pangan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2011.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Contoh dalam penelitian pendahuluan adalah penjaja PJAS (kantin dan luar sekolah) di sepuluh sekolah dasar di Kota Bogor yang berjumlah 81 orang, sedangkan pada penelitian lanjutan contoh adalah penjaja PJAS di sekolah terpilih (SDN D) yang berjumlah sembilan orang. Penjaja PJAS adalah penjaja di lingkungan sekolah yang berjualan sepanjang hari yang lokasinya tetap di suatu tempat baik di kantin sekolah maupun lingkungan luar sekolah.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan penjaja PJAS menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan yaitu karakteristik penjaja PJAS meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat berjualan, lama berusaha (jam/hari dan tahun), pendapatan, dan sarana
penjualan. Profil PJAS meliputi jenis pangan dan register pangan jajanan yang dijual. Data mengenai lingkungan penjaja PJAS dilihat berdasarkan observasi langsung. Pengetahuan, sikap dan praktek mengenai gizi dan keamanan pangan dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum intervensi (pretest) dan setelah intervensi (posttest). Sedangkan jenis data sekunder diperoleh dari sekolah meliputi profil umum sekolah dan fasilitas yang tersedia. Secara rinci, jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
No Variabel Cara Pengumpulan
Data Primer
1 Karekteristik Penjaja PJAS - Umur
- Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Tempat berjualan
- Lama berusaha (jam/hari dan tahun) - Pendapatan - Sarana penjualan Wawancara menggunakan kuesioner 2 Profil PJAS - Jenis pangan - Register Observasi langsung 3 Lingkungan penjaja PJAS Observasi langsung 4 Pengetahuan dan sikap terhadap gizi dan
keamanan pangan
Wawancara menggunakan kuesioner
(pretest dan posttest)
5 Praktek keamanan pangan Wawancara menggunakan kuesioner
(pretest dan posttest)
Data Sekunder
1 Profil sekolah dan fasilitas Arsip data sekolah Analisis risiko ketidakamanan pangan penelitian pendahuluan didasarkan pada variabel yang mempengaruhi keamanan pangan jajanan anak sekolah yaitu penjaja, pangan dan lingkungan. Hasil yang diperoleh kemudian dirumuskan sehingga terbentuk model upaya mengatasi masalah keamanan pangan melalui pemberian intervensi. Intervensi yang diberikan pada SDN D adalah penyuluhan gizi dan pendampingan kepada seluruh penjaja PJAS. Para penjaja PJAS dikumpulkan dalam satu ruangan kelas dan sebelum dilakukan penyuluhan gizi terlebih dahulu melakukan pretest menggunakan kuesioner terhadap pengetahuan, sikap dan praktek keamanan pangan penjaja PJAS. Penyuluhan gizi dilakukan satu kali selama 1 jam dengan materi berupa syarat makanan sehat, bahaya keamanan pangan dan cara pencegahan, syarat penjaja dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan pangan jajanan, label pangan dan
penggunaan minyak goreng. Setelah penyuluhan gizi, dilakukan pendampingan selama dua minggu dengan pendekatan secara personal kepada penjaja PJAS. Materi pendampingan berupa kebersihan pakaian, alat dan tempat penjaja dalam menjual makanan, menghindari merokok dekat dengan makanan, menutup makanan agar terhindar dari debu dan lalat. Tahap akhir adalah melakukan wawancara kembali menggunakan kuesioner untuk melihat perubahan pengetahuan, sikap dan keamanan pangan penjaja setelah intervensi (posttest).
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan statistika dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows. Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry, cleaning dan analisis.
Data karakteristik penjaja PJAS seperti jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Umur dikelompokkan menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa menengah (41-65 tahun) dan dewasa akhir (>65 tahun) berdasarkan Papalia & Olds (1986). Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi tidak sekolah (TS), tidak tamat SD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Data pekerjaan dikategorikan sebagai pekerjaan utama dan sampingan. Data pendapatan didasarkan pada BPS (2008) dengan pendapatan perkapita kurang dari Rp 176.216,00 termasuk pada kategori miskin, sedangkan lebih dari Rp 176.216,00 termasuk pada kategori tidak miskin.
Pengetahuan gizi, sikap serta praktek keamanan pangan penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan dinilai berdasarkan jumlah benar terhadap pertanyaan yang diberikan, kemudian diskor dan dikelompokkan sesuai kategori yang telah ditetapkan. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS diukur dengan 20 pertanyaan. Jawaban yang diperoleh kemudian diskor 1 jika jawaban benar dan 0 jika jawaban salah, sehingga skor pengetahuan gizi dan keamanan pangan berkisar 0-20. Sikap diukur dari jumlah penjaja PJAS dalam setuju atau tidak setuju terhadap 20 pernyataan yang berkaitan dengan aspek gizi dan keamanan pangan. Pernyataan yang diajukan terdiri dari penyataan positif dan negatif. Skor pada pernyataan positif jika setuju adalah 1 dan tidak setuju adalah 0, sedangkan pada pernyataan negatif skor jika setuju adalah 0 dan tidak setuju adalah 1. Praktek gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS diukur dengan pertanyaan yang menggunakan dua tingkatan skala jawaban, yaitu Ya dan Tidak. Hasil yang diperoleh dari pengetahuan, sikap dan
praktek keamanan pangan dikategorikan menjadi baik, sedang, dan kurang sebagai berikut (Khomsan 2000):
Skor < 60% : Kurang
Skor 60-80% : Sedang
Skor >80% : Baik
Pengkategorian beberapa variabel disajikan secara rinci pada Tabel 2. Tabel 2 Pengkategorian beberapa variabel penelitian
No Variabel Kategori Skala
Pengukuran
Keterangan 1. Karakteristik Penjaja
- Umur Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa menengah (41-65
tahun)
Dewasa akhir (>65 tahun)
Ordinal Papalia & Olds (1986)
- Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan Ordinal Persentase
- Pendidikan TS (0 tahun)
Tidak tamat SD (1-5 tahun) SD (1-6 tahun) SMP (7-9 tahun) SMA (10-12 tahun) Perguruan Tinggi Ordinal Persentase - Pekerjaan Utama
Sampingan Ordinal Persentase
- Tempat berjualan Di dalam sekolah
Di luar sekolah Ordinal Persentase
- Pelatihan/Training terkait gizi
Pernah
Tidak pernah Ordinal Persentase
- Pendapatan Miskin (< Rp 176.216,00 ) Tidak miskin
( > Rp 176.216,00 )
Ordinal BPS (2008) 2. Pengetahuan dan
sikap penjaja PJAS terhadap gizi dan keamanan pangan (pretest dan posttest)
Kurang : skor < 60 Sedang : skor 60-80
Baik : >80 Ordinal Khomsan
(2000) 3. Praktek keamanan
PJAS (pretest dan
posttest) Kurang : skor < 60 Sedang : skor 60-80 Baik : >80 Ordinal Khomsan (2000) Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS version 16.0 for windows. Jenis analisis yang akan dilakukan adalah analisis deskriptif, uji korelasi, serta uji beda. Uji korelasi yang digunakan yaitu korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan anatara pengetahuan gizi dan sikap gizi (pretest dan posttest), pengetahuan dan sikap keamanan pangan (pretest dan posttest), pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan (pretest dan posttest), serta sikap gizi
dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan (pretest dan posttest). Sedangkan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan, sikap gizi dan keamanan pangan, serta praktek keamanan pangan antara pretest dan posttest maka dilakukan uji beda Paired t-test.
Definisi Operasional
Model keamanan pangan adalah suatu cara atau langkah untuk mengatasi masalah keamanan pangan PJAS.
Risiko ketidakamanan adalah faktor-faktor yang menyebabkan pangan jajanan yang dijual tidak aman untuk dikonsumsi didasarkan pada penjaja PJAS, pangan yang dijual dan lingkungan tempat berjualan.
PJAS (Pangan Jajanan Anak Sekolah) adalah makanan dan minuman yang diolah di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap yang dijual di sekitar lingkungan sekolah.
Penjaja PJAS adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung mengelola kantin dan berhubungan langsung dengan makanan dan peralatan makanan mulai dari persiapan bahan pangan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian.
Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan yaitu bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti kempal, pemucat dan penetral.
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan diri.
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan yang meliputi menyediakan air bersih, tempat sampah dan lain sebagainya.
Sarana dan fasilitas adalah sarana yang dimiliki oleh penjaja PJAS yang digunakan untuk persiapan, pengolahan dan penyajian pangan. Pengetahuan Gizi adalah pengetahuan tentan peran makanan dan zat gizi,
serta sumber-sumber zat gizi pada makanan.
Pengetahuan keamanan pangan adalah pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang ditimbulkan jika makanan terkena cemaran dan hal-hal yang harus dilakukan untuk melindungi makanan agar aman.
Sikap Gizi adalah perasaan, keyakinan dan kecenderungan untuk bertindak/berperilaku dalam proses pengolahan PJAS dengan memperhatikan kandungan gizi, sumber zat gizi, dan fungsi zat gizi.
Sikap Keamanan Pangan adalah perasaan, keyakinan dan kecenderungan untuk bertindak/berperilaku dalam proses pengolahan PJAS yang sesuai dengan aturan berlaku sehingga menghasilkan PJAS yang aman.
Praktek keamanan pangan adalah tindakan penjaja PJAS untuk mencegah pangan dari bahaya, yaitu meliputi higiene, penanganan dan penyimpanan, serta sarana dan prasarana.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian PendahuluanPenelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan pada sepuluh sekolah dasar, yaitu empat SDN, empat SDS, dan dua MI di Kota Bogor. Dari kesepuluh sekolah dasar ini, tiga sekolah dasar tidak memilki penjaja dalam lingkungan sekolah (kantin). Tujuan penelitian pendahuluan adalah untuk melihat kondisi dan keragaan PJAS yang berisiko terhadap ketidakamanan pangan dan untuk menetapkan intervensi yang akan dilakukan pada penelitian lanjutan. Gambaran umum mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki pada sepuluh sekolah dasar dapat dilihat pada Lampiran 1.
Karakteristik Penjaja PJAS Jenis Kelamin
Penjaja PJAS berjenis kelamin laki-laki sebesar 70.4% sedangkan perempuan 29.6%. Penjaja PJAS laki-laki paling banyak di SDS B (10.0%) dan MI B (10.0%), sedangkan penjaja PJAS perempuan paling banyak di SDS C (5.0%). Sebaran penjaja PJAS menurut jenis kelamin secara rinci tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jenis kelamin
Sekolah
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
n % n % n % SDN A 7 7.8 2 2.2 9 11.1 SDN B 6 6.7 3 3.3 9 11.1 SDN C 6 6.0 4 4.0 10 12.3 SDN D 6 6.7 3 3.3 9 11.1 SDS A 0 0.0 4 10.0 4 4.9 SDS B 8 10.0 0 0.0 8 9.9 SDS C 4 5.0 4 5.0 8 9.9 SDS D 4 6.7 2 3.3 6 7.4 MI A 8 8.0 2 2.0 10 12.3 MI B 8 10.0 0 0.0 8 9.9 Total 57 70.4 24 29.6 81 100 Umur
Papalia & Olds (1986) membagi usia dewasa menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya/ tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Bagian terbesar (64.2%) penjaja PJAS adalah usia dewasa awal 18-40 tahun (Tabel 4). Kelompok usia ini merupakan kelompok usia dewasa
awal yang memiliki produktivitas tinggi. Usia penjaja PJAS yang lebih tinggi kemungkinan mempunyai pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik daripada penjaja PJAS dengan usia muda karena pengalaman dalam memperoleh akses informasi tentang gizi dan keamanan pangan lebih banyak, baik dari televisi, radio, majalah/koran, petugas kesehatan maupun media lainnya, namun juga memiliki kemungkinan kekurangan informasi tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang terbaru sehingga mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosional. Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir semua sekolah memiliki usia penjaja PJAS pada usia dewasa awal, kecuali SDN C yang memiliki usia penjaja PJAS pada usia dewasa menengah lebih banyak (6.0%).
Tabel 4 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan usia
Sekolah
Umur
18-40 tahun 41-65 tahun >65 tahun Total
n % n % n % n SDN A 8 8.9 1 1.1 0 0 9 11.1 SDN B 5 5.6 4 4.4 0 0 9 11.1 SDN C 4 4.0 6 6.0 0 0 10 12.3 SDN D 5 5.6 4 4.4 0 0 9 11.1 SDS A 3 7.5 1 2.5 0 0 4 4.9 SDS B 6 7.5 2 2.5 0 0 8 9.9 SDS C 5 6.3 3 3.8 0 0 8 9.9 SDS D 3 5.0 3 5.0 0 0 6 7.4 MI A 8 8.0 2 2.0 0 0 10 12.3 MI B 5 6.3 3 3.8 0 0 8 9.9 Total 52 64.2 29 35.8 0 0 81 100.0 Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pendidikan penjaja PJAS merupakan faktor penting dan pendidikan merupakan usaha untuk mengadakan perubahan perilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam menerima, memproses, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi (Contento 2007). Informasi tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan yang diperoleh seseorang (WHO 2000).
Tingkat pendidikan penjaja PJAS dalam penelitian ini antara tidak sekolah hingga strata 1 (S-1). Sebanyak 46.9% penjaja PJAS memiliki tingkat pendidikan SD dan hanya 2.5% penjaja PJAS memiliki tingkat pendidikan Diploma dan Strata (S-1). Pendidikan S-1 terdapat di SDS C, hal ini dilakukan untuk mengisi
waktu luang membantu orang tua dalam mengisi waktu liburan. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pendidikan pada tiap sekolah secara rinci tersaji pada Lampiran 2.
Pekerjaan
Kegiatan berjualan yang dilakukan penjaja PJAS merupakan pekerjaan utama dengan persentase sebanyak 92.6%. Hanya 7.4% yang merupakan pekerjaan sampingan yang ditunjukkan pada SDS C. Hal ini dilakukan untuk mengisi waktu luang selama menunggu anak sekolah di SDS C dan membantu penghasilan keluarga. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pekerjaan pada tiap sekolah secara rinci tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pekerjaan
Sekolah
Pekerjaan
Utama Sampingan Total
n % n % n % SDN A 9 10 0 0 9 11.1 SDN B 9 10 0 0 9 11.1 SDN C 9 9 1 1 10 12.3 SDN D 9 10 0 0 9 11.1 SDS A 4 10 0 0 4 4.9 SDS B 8 10 0 0 8 9.9 SDS C 4 5 4 5 8 9.9 SDS D 6 10 0 0 6 7.4 MI A 9 9 1 1 10 12.3 MI B 8 10 0 0 8 9.9 Total 75 92.6 6 7.4 81 100.0 Tempat Berjualan
Tempat berjualan dari semua sekolah memiliki penjaja PJAS lingkungan luar sekolah sebesar 74.1%. Hanya 25.9% sekolah yang memiliki penjaja di dalam sekolah, terkecuali SDN D, MI A dan MI B yang tidak memiliki penjaja di dalam sekolah (kantin). Pangan jajanan di SDS A dan B merupakan pangan jajanan titipan dan dikelola yayasan yang dijaga oleh tiga orang dalam satu toko. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan tempat berjualan secara rinci tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran penjaja PJAS bedasaran tempat berjualan
Sekolah
Tempat Berjualan
Total Di dalam sekolah Di luar sekolah
n % n % n % SDN A 2 2.2 7 7.8 9 11.1 SDN B 8 8.9 1 1.1 9 11.1 SDN C 1 1.0 9 9.0 10 12.3 SDN D 0 0.0 9 9.0 9 11.1 SDS A 2 5.0 2 5.0 4 4.9 SDS B 1 1.3 7 8.8 8 9.9 SDS C 5 6.3 3 3.8 8 9.9 SDS D 2 3.3 4 6.7 6 7.4 MI A 0 0.0 10 10.0 10 12.3 MI B 0 0.0 8 8.0 8 9.9 Total 21 25.9 60 74.1 81 100
Pelatihan/Training terkait Gizi
Penjaja PJAS hampir dari semua tidak pernah mengikuti pelatihan/training terkait gizi. Hanya 7.4% yang pernah mengikuti pelatihan. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pelatihan/training terkait gizi tiap sekolah secara rinci tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pelatihan/training terkait gizi
Sekolah
Pelatihan
Pernah Tidak pernah Total
n % n % n % SDN A 0 0.0 9 10 9 11.1 SDN B 1 1.1 8 8.9 9 11.1 SDN C 1 1.0 9 9.0 10 12.3 SDN D 1 1.1 8 8.9 9 11.1 SDS A 0 0.0 4 10.0 4 4.9 SDS B 1 1.3 7 8.8 8 9.9 SDS C 1 1.3 7 8.8 8 9.9 SDS D 1 1.7 5 8.3 6 7.4 MI A 0 0.0 10 10.0 10 12.3 MI B 0 0.0 8 10.0 8 9.9 Total 6 7.4 75 92.6 81 100
Jenis pelatihan yang pernah diikuti penjaja PJAS yaitu Mengenal menu dan diit pasien (SDN B), Pemberian makanan tambahan (SDN C), Prinsip higiene dan sanitasi pedagang (SDN D), Bahan pewarna makanan (SDS B), Keamanan Pangan (SDS C), dan Kebersihan makanan (SDS D).
Lama Berusaha Penjaja PJAS
Semakin lamanya berusaha sebagai penjaja PJAS, diharapkan pengetahuan, pengalaman, dan informasi tentang jajanan sehat yang diperoleh lebih baik, dan dengan pengetahuan, pengalaman, dan informasi yang baik akan membentuk perilaku yang baik. Pengetahuan, pengalaman, dan sumber informasi merupakan dasar untuk terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo 2003). Lama berusaha penjaja PJAS dilakukan dalam dua kategori, lama waktu berusaha dalam satu hari (jam) dan lama berusaha (tahun). Sebaran penjaja PJAS berdasarkan lama berusaha (jam dan tahun) secara rinci tersaji pada Tabel 8 dan Tabel 9.
Tabel 8 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan lama berusaha (jam/hari)
Sekolah
Lama Berjualan (jam/hari)
Total <5 jam 5-10 jam >10 jam
n % n % n % n % SDN A 0 0.0 7 7.8 2 2.2 9 11.1 SDN B 2 2.2 7 7.8 0 0.0 9 11.1 SDN C 1 1.0 9 9.0 0 0.0 10 12.3 SDN D 2 2.2 5 5.6 2 2.2 9 11.1 SDS A 0 0.0 4 10.0 0 0.0 4 4.9 SDS B 2 2.5 5 6.3 1 1.3 8 9.9 SDS C 0 0.0 8 10.0 0 0.0 8 9.9 SDS D 3 5.0 3 5.0 0 0.0 6 7.4 MI A 0 0.0 7 7.0 3 3.0 10 12.3 MI B 0 0.0 8 0.0 0 0.0 8 9.9 Total 10 12.3 63 77.8 8 9.9 81 100.0
Penjaja PJAS berjualan sehari rata-rata 5-10 jam yaitu 77.8%. Hanya 9.9% yang dilakukan >10 jam dalam satu hari. Semua penjaja PJAS SDS A dan MI B berjualan dalam selang waktu 5-10 jam dalam satu hari. Sedangkan berdasarkan tahun, hampir dari sebagian penjaja PJAS lama berusaha sebagai penjaja PJAS tersebar pada kurun waktu 1-5 tahun yaitu 46.9%. tidak sedikit juga penjaja PJAS yang telah melakukan usaha sebagai penjaja PJAS dalam waktu >10 tahun yaitu sebanyak 23.5%. Hal ini dilakukan dengan alasan karena bekerja sebagai penjaja PJAS pendapatan yang diperoleh cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hanya 12.3% penjaja PJAS sebagai penjaja PJAS yang <1 tahun dan paling banyak terdapat pada penjaja PJAS di SDN C dibandingkan sekolah lainnya.
Tabel 9 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan lama berjualan (tahun)
Sekolah
Lama Berjualan (Tahun)
Total <1 tahun 1-5 Tahun 5-10 Tahun >10 Tahun
n % n % n % n % n % SDN A 1 1.1 4 4.4 2 2.2 2 2.2 9 11.1 SDN B 4 4.4 3 3.3 1 1.1 1 1.1 9 11.1 SDN C 2 2.0 4 4.0 1 1.0 3 3.0 10 12.3 SDN D 0 0.0 6 6.7 1 1.1 2 2.2 9 11.1 SDS A 1 2.5 3 7.5 0 0.0 0 0.0 4 4.9 SDS B 1 1.3 5 6.3 1 1.3 1 1.3 8 9.9 SDS C 0 0.0 5 6.3 1 1.3 2 2.5 8 9.9 SDS D 1 1.7 1 1.7 3 5.0 1 1.7 6 7.4 MI A 0 0.0 3 3.0 3 3.0 4 4.0 10 12.3 MI B 0 0.0 4 5.0 1 1.3 3 3.8 8 9.9 Total 10 12.3 38 46.9 14 17.3 19 23.5 81 100 Sarana Penjualan
Proyek Makanan Jajanan IPB (1993), usaha makanan jajanan dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan cara berjualannya, yaitu pedagang berpangkal (Stationary units), pedagang berpangkal di perkampungan (Residential units), dan berdagang keliling (Ambulatory units). Penjaja makanan dalam kantin sekolah termasuk sebagai pedagang berpangkal, namun untuk penjaja luar merupakan gabungan dari pedagang berpangkal dan keliling karena pada saat jam sekolah penjaja luar berpangkal di sekitar sekolah dan setelah jam sekolah usai mereka berdagang keliling.
Sarana penjualan yang digunakan penjaja PJAS sebagian besar adalah toko/warung dan gerobak berkisar 25.9% hingga 50.6%. Sarana toko/warung yang digunakan paling banyak di SDN B dan SDS C karena berjualan di dalam sekolah (kantin), sedangkan sarana gerobak lebih banyak digunakan di SDN A dan MI A oleh penjaja luar (tidak ada kantin). Persentase penjaja PJAS yang menggunakan gerobak tinggi dikarenakan banyaknya penjaja luar lingkungan sekolah yang berjualan menetap saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dan berkeliling setelah kegiatan belajar mengajar usai. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana penjualan secara rinci tersaji pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana penjualan
Sekolah
Sarana Penjualan
Toko/Warung Gerobak Bakul/Pikulan Meja Total
n % n % n % n % SDN A 2 2.2 7 7.8 0 0.0 0 0 9 11.1 SDN B 5 5.6 3 3.3 1 1.1 0 0 9 11.1 SDN C 3 3.0 5 5.0 0 0.0 2 2 10 12.3 SDN D 1 1.1 6 6.7 2 2.2 0 0 9 11.1 SDS A 2 5.0 2 5.0 0 0.0 0 0 4 4.9 SDS B 1 1.3 3 3.8 4 5.0 0 0 8 9.9 SDS C 5 6.3 2 2.5 1 1.3 0 0 8 9.9 SDS D 1 1.7 2 3.3 3 5.0 0 0 6 7.4 MI A 0 0.0 4 4.0 4 4.0 2 2 10 12.3 MI B 1 1.3 7 8.8 0 0.0 0 0 8 9.9 Total 21 25.9 41 50.6 15 18.5 4 5 81 100 Profil PJAS
Profil PJAS merupakan gambaran pangan jajanan anak sekolah yang meliputi jenis pangan dan jenis register. Pangan jajanan di sekolah umumnya dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:
1. Makanan sepinggan, misalnya nasi goreng, nasi soto, mie baso, mie ayam, gado-gado, siomay, batagor, dan sejenisnya.
2. Makanan camilan, seperti tahu goreng, cilok, martabak mini, martabak telur, keripik, dan sejenisnya
3. Minuman, seperti es campur, es teh, es sirup, es mambo, dan sejenisnya 4. Buah-buahan, seperti papaya potong, melon potong, semangka, nenas dan
sejenisnya. Kantin Sekolah
Hasil pengumpulan data PJAS yang dijual di kantin dikelompokkan sebagai makanan sepinggan, makanan camilan, minuman dan buah. Secara keseluruhan jenis pangan yang dijual paling banyak adalah jenis camilan yaitu sebesar 69.1% dan hanya 0.6% yang menjual jenis buah. Hal ini mencerminkan bahwa banyaknya penjaja PJAS menjual makanan camilan disebabkan karena anak sekolah dasar umumnya lebih menyukai makanan camilan sebagai makanan jajanan dibanding jenis pangan lainnya di sekolah. Jenis buah yang dijual yaitu berupa rujak yang dijual di SDN B. Sebaran profil PJAS di kantin menurut jenis pangan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran profil PJAS di kantin menurut jenis pangan
Sekolah
Kantin
Total Mak.Sepinggan Camilan Minuman
Buah- buahan n % n % n % n % n % SDN A 3 1.5 16 8 1 0.5 0 0 20 11.2 SDN B 5 1.4 23 6.2 8 2.2 1 0.3 37 20.8 SDN C 3 2.3 10 7.7 0 0.0 0 0 13 7.3 SDN D 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0 0 0 SDS A 3 2.3 10 7.7 0 0.0 0 0 13 7.3 SDS B 3 0.7 33 7.2 10 2.2 0 0 46 25.8 SDS C 9 6.4 5 3.6 0 0.0 0 0 14 7.9 SDS D 3 0.9 26 7.4 6 1.7 0 0 35 19.7 MI A 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0 0 0 MI B 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0 0 0 Total 29 16.3 123 69.1 25 14.0 1 0.6 178 100.0 Pangan jajanan yang dijual di kantin paling banyak terdapat di SDS B dengan jumlah camilan paling banyak dibandingkan sekolah lainnya. Hal ini karena kantin menyediakan berbagai macam jenis chiki dan wafer yang memang paling banyak dibeli oleh anak-anak ketika istirahat, dan banyaknya jenis camilan yang disediakan di kantin ini baik dalam bentuk kemasan maupun dalam bentuk makanan siap saji. Hasil pengumpulan data terhadap PJAS, tidak ada satu sekolah pun yang menjual pangan jajanan olahan sayur, padahal sayur-sayuran sangat penting untuk dikonsumsi dan membiasakan anak-anak untuk mengonsumsi sayur sejak dini.
Dengan diberlakukannya UU No.8 Tahun 1999 yang memberikan suatu jaminan kepastian hukum bagi konsumen untuk menuntut hak-hak kepada pelaku usaha yang tidak benar atau informasi yang menyesatkan melalui label. Register pangan merupakan bagian dari label pangan, oleh karena itu label pangan yang merupakan informasi produk harus jelas dan benar mengenai produk yang bersangkutan. Informasi pada label yang tidak benar dapat menyebabkan kejadian yang dapat berakibat fatal bagi konsumen.
Menurut hasil penelitian BPOM, jenis register pangan dikelompokkan menjadi MD (produk dalam negeri), ML (produk luar negeri), SS (siap saji), TTD (tidak terdaftar), dan PIRT (industri rumah tangga). Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan kelompok PJAS yang dijual di kantin, sebanyak 53% termasuk dalam kelompok MD, selanjutnya 37% SS, 7% PIRT dan 3% TTD.
Tidak ditemui PJAS dengan kelompok ML. Jenis PJAS kelompok MD paling banyak ditemui karena kantin lebih banyak menyediakan PJAS dalam bentuk chiki dan wafer.
Gambar 2 Profil register PJAS di kantin Lingkungan Luar Sekolah
Hasil pengumpulan data PJAS yang dijual di lingkungan luar sekolah dikelompokkan sebagai makanan sepingan, makanan camilan, minuman dan buah. Dari sejumlah 138 jenis pangan jajanan yang dijual dari keseluruhan sekolah, jumlah makanan camilan paling banyak dibanding tiga kelompok lainnya, yaitu sebesar 54.4%, selanjutnya kelompok minuman yaitu 25.4%. Jenis jajanan dalam bentuk buah memiliki nilai yang paling rendah (1.4%) dan hanya SDN C saja yang menjual jenis jajanan buah dalam bentuk rujak dan buah potong. Sebaran profil PJAS di luar lingkungan sekolah menurut jenis pangan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran profil PJAS di luar sekolah menurut jenis pangan
Sekolah
Luar Sekolah
Total Mak.Sepinggan Camilan Minuman
Buah- buahan n % n % n % n % n % SDN A 2 1.1 7 3.7 10 5.3 0 0 19 13.8 SDN B 0 0 1 0.5 0 0.0 0 0 1 0.7 SDN C 8 4.2 13 6.8 1 0.5 2 1.1 24 17.4 SDN D 2 1.1 20 10.5 6 3.2 0 0 28 20.3 SDS A 5 2.6 3 1.6 0 0.0 0 0 8 5.8 SDS B 1 0.5 4 2.1 3 1.6 0 0 8 5.8 SDS C 1 0.5 4 2.1 5 2.6 0 0 10 7.2 SDS D 1 0.5 3 1.6 1 0.5 0 0 5 3.6 MI A 5 2.6 14 7.4 7 3.7 0 0 26 18.8 MI B 1 0.5 6 3.2 2 1.1 0 0 9 6.5 Total 26 18.8 75 54.4 35 25.4 2 1.4 138 100 53% 0% 37% 3% 7% MD (Makanan Dalam Negeri)
ML (Makanan Luar Negeri) SS (Siap Saji)
TTD (Tidak Terdaftar) PIRT (Produk Industri Rumah Tangga)
Jenis pangan jajanan camilan yang banyak dijual di luar sekolah adalah jenis sosis goreng, telur gulung, bakso tusuk dan sejenisnya yang penyajiannya