• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan dan minuman (Saparinto & Diana 2006). Pangan dan gizi merupakan komponen yang sangat penting dalam pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dalam meningkatkan status gizi.

Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena anak sekolah adalah generasi penerus. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian asupan zat gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Namun, pemberian makanan pada anak tidak selalu dilaksanakan dengan baik, yang dapat mengakibatkan gangguan pada organ-organ dan sistem tubuh anak (Judarwanto 2006).

Masa usia sekolah merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak menuju masa remaja sehingga asupan zat gizi yang cukup dan keamanan makanan yang dikonsumsi sangat penting untuk diperhatikan, salah satunya adalah makanan jajanan. Makanan jajanan sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah dan umumnya dikonsumsi oleh anak sekolah. Kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan sangat popular di kalangan anak-anak sekolah. Mengonsumsi makanan jajanan yang tidak aman dan tidak sehat dapat menyebabkan anak terkena penyakit dan dapat menurunkan status gizi anak (Haryanto 2002). Menurut penelitian Februhartanty & Iswarawanti (2004) di Bogor, bahwa makanan yang dikonsumsi oleh pelajar waktu sekolah menyumbang asupan gizi sebanyak 36% energi, 29% protein dan 52% zat besi.

Makanan jajanan sekolah perlu mendapatkan perhatian yang serius karena sangat berisiko terhadap cemaran biologi dan kimia. BPOM tahun 2004 menemukan 60% jajanan yang dijual sekolah dasar (SD) di Indonesia tidak memenuhi standar keamanan mutu dan keamanan pangan. Pada tahun 2007

terjadi 28 kejadian luar biasa (KLB) di Bogor merupakan keracunan pangan (16%), dimana terjadi di lingkungan sekolah dan pangan jajanan berkontribusi sebesar 28.5% sebagai pangan penyebab KLB. Siswa SD merupakan kelompok yang paling sering (67%) mengalami keracunan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) (BPOMRI 2008).

Penelitian yang dilakukan di Bogor oleh Februhartanty & Iswarawanti (2004) menemukan Salmonella Paratypi A di 25%-50% sampel minuman yang dijual di pedagang kaki lima. Banyak kasus dan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dalam jajanan sekolah banyak mengandung bakteri yang berbahaya bagi kesehatan anak-anak. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan illegal seperti boraks (pengempal yang mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik, yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit- penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia, serta mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku pada anak sekolah meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autis. Pengaruh jangka pendek penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ini menimbulkan gejala-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar (Judarwanto 2006).

Selain masalah BTP, perilaku penjaja PJAS juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Masalah yang sering timbul mulai dari proses persiapan, pengolahan dan pada saat penyajian makanan dilokasi jualan. Selain itu juga kebiasaan penjual makanan jajanan yang patut mendapat perhatian adalah penggunaan bahan tambahan non pangan seperti pemanis, pewarna, pengeras dan lain-lain yang digunakan hampir pada setiap makanan. (Fardiaz & Fardiaz 1994). Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008 yang dilakukan oleh SEAFAST dan Badan POM RI mengungkapkan bahwa >70% penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan pangan yang kurang baik termasuk higiene dari penjaja PJAS (Andarwulan, Madanijah, Zulaikhah 2009).

Ketidaktahuan tentang bahan makanan dapat menyebabkan pemilihan makanan yang salah dan rendahnya pengetahuan gizi akan menyebabkan sikap masa bodoh terhadap makanan tertentu. Menurut Khomsan (2002) untuk mengatasi masalah gizi, masyarakat perlu memperoleh bekal pengetahuan gizi. Memiliki pengetahuan gizi tidak berarti seseorang mau mengubah kebiasaan makannya. Mereka mungkin mengerti tentang protein, karbohidrat, vitamin, dan zat gizi lainnya yang diperlukan untuk keseimbangan diit. Tetapi mereka tidak pernah mengaplikasikan pengetahuan gizi di dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat pentingnya peranan pangan jajanan yang sehat dan aman bagi anak- anak sekolah serta banyaknya masalah yang terjadi akibat makanan jajanan, maka perlu dicari model upaya mengatasi masalah keamanan pangan Sekolah Dasar di Kota Bogor.

Perumusan Masalah

Makanan jajanan anak sekolah dasar merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan anak sekolah dasar, namun banyak terdapat permasalahan mengenai praktek keamanan PJAS yang meliputi kurangnya higiene dan sanitasi dari penjaja PJAS maupun penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Rendahnya kualitas pangan jajanan mungkin berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan dari penjaja PJAS mengenai keamanan pangan. Berdasarkan kondisi ini, perlu dianalisis risiko ketidakamananan PJAS sehingga dapat dikembangkan sebagai model upaya mengatasi masalah keamanan pangan jajanan anak Sekolah Dasar di Kota Bogor.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan model upaya mengatasi masalah keamanan pangan jajanan anak Sekolah Dasar di Kota Bogor.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis risiko ketidakamanan pada penelitian pendahuluan

2. Merumuskan model untuk mengatasi masalah keamanan pangan PJAS di Kota Bogor.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi sebagai alternatif upaya mengatasi masalah keamanan pangan PJAS dan pengetahuan tentang pentingnya keamanan makanan jajanan yang sehat dan bebas dari pengunaan BTP yang tidak diperbolehkan oleh pemerintah. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah dalam menentukan penerapan kebijakan keamanan pangan kepada penjaja makanan yaitu pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. Bagi pemerintah, hasil ini diharapkan bermanfaat untuk menyusun kebijakan program di bidang pangan dan gizi khususnya makanan jajanan pada anak sekolah dasar.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait