• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Luas

wilayah Kota Pontianak mencapai 107.82 km2 yang terdiri atas 6 Kecamatan dan

29 kelurahan, dengan letak geografis pada 0o 02’ 24” Lintang Utara sampai 0o 05’

37” Lintang Selatan, dan 109o 16’ 25” Bujur Timur sampai dengan 109o 23’ 01”

Bujur Timur. Wilayah terluas adalah Kecamatan Pontianak Utara yaitu 37.22 km2

atau berkisar 34.52% dari luas Kota Pontianak, yang merupakan sentra pertanian lidah buaya di Kota Pontianak (BPS 2012).

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di Kota Pontianak karena merupakan sentra terbesar produksi lidah buaya di Indonesia dan merupakan satu-satunya daerah di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengembangkan agroindustri lidah buaya. Kegiatan persiapan, penelitian lapang, pengolahan dan analisis data serta penyusunan tesis selama 6 bulan, terhitung sejak Bulan April sampai dengan Oktober Tahun 2013. Peta Kota Pontianak yang merupakan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Peta Kota Pontianak yang Berbatasan Langsung dengan Kabupaten Pontianak

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: a. Sumber Data primer

Data primer dalam penelitian ini berasal dari kegiatan observasi, wawancara dan pengisian kuesioner kepada petani terkait harga yang diterima serta jumlah bahan baku lidah buaya yang diperlukan pelaku usaha (pedagang pengecer, pedagang home industry dan pedagang luar pulau). Disamping itu, pengisian kuesioner juga dilakukan terhadap stakeholder yang terkait sebagai pelaku utama pembuat kebijakan yang terlibat dalam pengembangan lidah buaya. Beberapa pihak yang terlibat diantaranya Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan home industry Kota Pontianak, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pontianak, Penyuluh Pertanian. akademisi, petani dan pelaku usaha. b. Sumber Data sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan seperti data jumlah produksi, data penggunaan lidah buaya ditingkat pelaku usaha, data ekspor lidah buaya, data finansial PT. Aloevera Indonesia, data kondisi umum wilayah dan data lainnya yang terkait dengan penelitian.

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Pontianak, Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kota Pontianak Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Pontianak, Aloevera Center Kota Pontianak dan PT. Aloevera Indonesia Cabang Kota Pontianak. Kec. Siantan Kab. Pontianak Kec. Sungai Ambawang Kab. Pontianak

Kec. Sungai Kakap Kab. Pontianak

Kec. Sungai Raya Kab. Pontianak

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, melakukan wawancara dan menyebarkan kuesioner. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan wilayah tersebut merupakan lokasi produksi lidah buaya di Kota Pontianak dan petani masih aktif melakukan kegiatan pertanian lidah buaya. Pengambilan sampel (responden) wawancara dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian. Penentuan jumlah responden dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan pengambilan sampel dari berbagai pihak terkait diantaranya petani, pelaku usaha, pembuat kebijakan dan akademisi. Semua responden berjumlah 50 orang. Kuesioner dimaksud digunakan untuk melakukan analisis Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), analisis marjin pemasaran dan analisis A’WOT (kombinasi analisis AHP dan SWOT).

2. Prediksi permintaan dan prospek lidah buaya mendatang dengan Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) menggunakan responden sebanyak 29 orang, terdiri atas para pelaku usaha lidah buaya (pedagang pengecer, pedagang UKM). Data ekspor menggunakan data sekunder yang diperoleh dari UPTD Aloevera Center Kota Pontianak.

3. Identifikasi pemasaran lidah buaya yang menguntungkan petani lidah buaya menggunakan metode analisis marjin pemasaran. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara ke petani dan pelaku usaha lidah buaya dipilih responden sebanyak 11 orang, yang terdiri atas 6 orang petani, 3 orang pedagang pengecer dan 2 orang pedagang luar pulau. Metode pengambilan sampel berdasarkan metode purposive sampling. Untuk data aktivitas usaha home industry menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Aloevera Center Pontianak.

4. Perumusan strategi kebijakan pengembangan agribisnis lidah buaya dilakukan

dengan analisis A’WOT (kombinasi antara AHP dan SWOT). Metode

pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner. Dalam metode penentuan responden (sampel) dilakukan dengan pendekatan purposive sampling berdasarkan pertimbangan bahwa responden terpilih menguasai hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis tepung lidah buaya. Responden yang dipilih sebanyak 10 orang yang mewakili dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Pontianak, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Pontianak, Kantor Penyuluh Pertanian Kota Pontianak, akademisi, petani dan pelaku usaha .

Pengolahan data dibantu dengan alat analisis berupa software pengolah data meliputi Minitab 15, Microsoft Word dan Microsoft Excell.

Bagan Alir Penelitian

Kota Pontianak sebagai sentra produksi lidah buaya memiliki potensi agroklimat dan tanah gambut yang sangat cocok bagi pertumbuhan lidah buaya.

Berbagai upaya pengembangan lidah buaya telah dilakukan Pemerintah Daerah, namun produksi lidah buaya sampai saat ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Kurangnya pasokan lidah buaya berdampak mengganggu aktivitas perdagangan serta sebagai bahan baku olahan produk agroindustri dan bahan baku untuk memproduksi tepung lidah buaya, sehingga mengakibatkan terhambatnya pengembangan lidah buaya di Kota Pontianak, oleh sebab itu, perlu analisis prediksi permintaan lidah buaya agar diketahui jumlah kebutuhan bahan baku lidah buaya yang digunakan untuk aktivitas perdagangan dan industri lidah buaya. Data penggunaan lidah buaya oleh pelaku pasar akan dianalisis dengan metode Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), kemudian akan diketahui nilai proyeksi permintaan lidah buaya masa mendatang.

Banyak petani yang beralih ke tanaman lain, mengingat usaha tani lidah buaya kurang menguntungkan petani. Petani belum puas dalam memperoleh keuntungan, hal ini disebabkan oleh petani hanya menerima harga yang ditentukan oleh pelaku usaha, sehingga perlu diidentifikasi rantai pemasaran lidah buaya yang menguntungkan petani. Data yang digunakan meliputi data harga, biaya dan keuntungan perdagangan di setiap saluran pemasaran lidah buaya di Kota Pontianak. Data yang telah diperoleh tersebut dianalisis dengan metode analisis margin pemasaran. Diharapkan dengan meningkatnya keuntungan, petani akan semakin bersemangat untuk meningkatkan usahataninya.

Berbagai potensi pasar dari lidah buaya dan produk turunan industrinya, merupakan kesempatan yang baik untuk mengembangkan tepung lidah buaya sebagai bahan baku produk turunan lidah buaya yang meliputi produk pangan, kosmetik dan farmasi. Potensi pasar tepung lidah buaya yang tinggi ini pada gilirannya mampu memberikan pengaruh terhadap pengembangan lidah buaya. Kesempatan dan potensi yang baik ini belum mendorong pelaku usaha dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan agribisnis tepung lidah buaya di Kota Pontianak, sehingga akan dianalisis gambaran perencanaan agribisnis tepung lidah buaya dengan menggunakan metode analisis kelayakan finansial, dengan berdasarkan 3 kriteria utama kelayakan usaha yaitu NPV, IRR dan Net BCR. Adapun data aktivitas usaha diperoleh dari PT. Aloevera Indonesia Cabang Pontianak.

Tepung lidah buaya Kota Pontianak dinilai belum mampu bersaing dengan pesaing-pesaing lain. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan analisis strategi pengembangannya, dengan fokus utama strategi pengembangan pemasaran tepung lidah buaya agar berkualitas dan mampu bersaing dalam pasar domestik dan global. Metode yang digunakan untuk menyusun prioritas strategi pengembangan agribisnis tepung lidah buaya adalah A’WOT, yaitu kombinasi Analytical Hierarchy Process (AHP) dan SWOT (strenghts, weakness, opportunities, threats).

Perumusan strategi dilakukan dan diperoleh setelah mengetahui faktor yang mempengaruhi pengembangan agribisnis tepung lidah buaya dari para stakeholder. Selanjutnya dilakukan pembobotan AHP terhadap prioritas faktor tersebut. Prioritas faktor merupakan hal yang penting dalam merumuskan strategi apa saja yang tepat dilakukan untuk pengembangan agribisnis tepung lidah buaya. Setelah pemberian bobot dilakukan, data diolah kembali dengan software. Prioritas strategi pengambilan keputusan SWOT akan diperoleh dengan mempertimbangkan hasil matriks internal external dan matriks space. Dengan

demikian, berdasarkan hasil tersebut dapat diperoleh suatu output mengenai strategi kebijakan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung agar prioritas strategi dapat dijalan dengan efektif dan efisien. Bagan alir operasional penelitian lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 6.

Metode Analisis Data

Setelah diketahui gambaran umum potensi dan karakteristik daerah berdasarkan data-data yang ada kemudian peneliti melakukan analisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sehingga dapat menjawab permasalahan tentang strategi pengembangan lidah buaya (Aloe vera) pada lahan gambut untuk mendukung pengembangan wilayah Kota Pontianak. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.

Gambar 6 Bagan Alir Operasional Analisis Penelitian

Implikasi kebijakan pengembangan lidah buaya Harga, biaya dan

keuntungan Data finansial Faktor prioritas SWOT Asumsi usaha Analisis kelayakan finansial NPV IRR BCR Net Layak/tidak Pembobotan AHP Matriks IFAS-EFAS Matriksinternal external Matriksspace Matriks SWOT strategi pengembangan Petani dan pelaku usaha Analisis margin pemasaran Pemasaran efisien dan paling menguntungkan Ekspor ARIMA Proyeksi permintaan Permintaan pengecer & pedagang UKM

Tabel 2 Metode Analisis Data

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data

Teknik Analisis Data Output yang diharapkan 1. Menganalisis prediksi dan prospek permintaan lidah buaya mendatang Data ekspor lidah buaya, data penggunaan lidah buaya ditingkat pelaku usaha Wawancara UPTD Aloevera Center Pontianak ARIMA Memprediksi dan prospek permintaan lidah buaya mendatang 2. Menganalisis rantai pemasaran lidah buaya yang menguntungkan petani

Data harga lidah buaya di tingkat petani, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang pengumpul kota dan eksportir Wawancara UPTD Aloevera Center (data ekspor) Analisis Marjin Pemasaran Mengidentifikasi pemasaran lidah buaya yang menguntungkan petani 3. Menganalisis kelayakan finansial industri tepung lidah buaya Data aktivitas usaha agribisnis tepung lidah buaya PT. Aloe vera Indonesia Cabang Pontianak PT. Aloevera Indonesia Cabang Pontianak Analisis Kelayakan Finansial Mengetahui kelayakan finansial industri tepung lidah buaya 4. Menganalisis strategi pengembangan agribisnis lidah buaya Wawancara dan kuesioner Stakeholder terkait dan Akademisi Analisis

A’WOT Menentukan strategi pengembangan agribisnis lidah buaya

Berdasarkan Tabel 2 diatas diketahui tahapan dan teknik analisis yang digunakan di dalam penelitian. Adapun beberapa teknik analisis yang akan digunakan akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Analisis ARIMA dilakukan untuk memprediksi dan prospek permintaan lidah buaya;

2. Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengidentifikasi rantai pemasaran lidah buaya yang menguntungkan petani;

3. Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial industri tepung lidah buaya di Kota Pontianak;

4. Analisis A’WOT (kombinasi AHP dan SWOT) digunakan untuk menentukan strategi pengembangan agribisnis lidah buaya untuk mendukung pengembangan wilayah Kota Pontianak.

Dari berbagai teknik analisis tersebut penting dan sangat terkait untuk memperoleh rumusan strategi pengembangan lidah buaya pada lahan gambut untuk mendukung pengembangan wilayah Kota Pontianak.

Perhitungan Prediksi dan Prospek Permintaan Lidah Buaya

Dalam menghitung prediksi dan menentukan prospek permintaan lidah buaya untuk beberapa tahun mendatang digunakan metode analisis Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Data yang digunakan meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder yang digunakan adalah data laporan penjualan lidah buaya luar pulau yang diperoleh dari Aloevera Center Kota Pontianak. Data primer menggunakan data penggunaan lidah buaya ditingkat pedagang pengecer dan home industry diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengisian kuesioner. Jumlah responden sebanyak 29 (dua puluh sembilan) terdiri atas para pelaku usaha lidah buaya (pedagang pengecer, pedagang UKM). Software yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data adalah menggunakan Minitab 15.

Menurut Shumway et al. (2000), ARIMA merupakan metode peramalan data deret waktu. Model yang dibentuk tersebut mengasumsikan bahwa data bersifat stasioner dalam rataan dan dalam ragam. Stasioner dalam rataan berarti bahwa data tidak menunjukkan pola tren, baik itu tren menaik atau menurun; sedangkan stasioner dalam ragam berarti bahwa simpangan-simpangan lokal data terhadap pola data itu secara umum dapat dikatakan homogen. Pengecekan kedua kondisi stasioner ini dapat dilakukan melalui plot deret waktu.

Model yang dihasilkan dari metode ARIMA ini menurut Shumway et al. (2000) memiliki tiga komponen, yaitu:

a. Komponen regresi diri (Auto Regression/AR) dengan banyaknya ordo disimbolkan dengan p.

b. Komponen differencing, yaitu proses pengurangan data dengan data sebelumnya sedemikian rupa sehingga data deret waktu menjadi stasioner dalam rataan. Banyaknya proses difference tadi disimbolkan dengan d.

c. Komponen rataan bergerak sisaan (Moving Average/MA) dengan banyaknya ordo disimbolkan dengan q.

Oleh karena itu model yang dihasilkan dengan metode ARIMA ini sering disimbolkan dengan ARIMA (p,d,q). Besarnya p dan q ditentukan berdasarkan plot ACF (Auto Correlation Function) dan PACF (Partial Auto Correlation Function) data yang telah stasioner dengan ketentuan pada Tabel 3.

Tabel 3 Syarat Uji Stasioner Data

Model Plot ACF Plot PACF

AR(p) Tail off Cut off setelah jeda ke-p

MA(q) Cut off setelah jeda ke-q Tail off

ARMA(p,q) Cut off setelah jeda ke Cut off setelah jeda ke Langkah-langkah di dalam analisis dengan metode ARIMA menurut Shumway et al. (2000) adalah sebagai berikut ini

1. Periksa kestasioneran data melalui plot deret waktu. Model ARIMA biasanya digunakan jika data tidak stasioner. Untuk menstasionerkan data dapat dilakukan dengan diferensiasi dengan orde tertentu, sehingga model ARIMA

(p,d,q) secara matematis dituliskan sebagai berikut (Shumway et al. 2000):   ( ) ) (B t  B  dimana :  = nilai stasioner B = nilai koefisien

t nilai pada waktu sebelumnya

� = parameter yang menentukan proses pola nilai

t = rangkaian umur ke-t

2. Tentukan nilai p, d dan q. Jika data telah stasioner, maka tidak perlu dilakukan proses differencing, sehingga nilai d = 0. Jika sebaliknya, maka data terlebih dahulu dilakukan differencing agar data menjadi stasioner. Setelah data stasioner, selanjutnya lakukan penentuan nilai p dan q berdasarkan plot ACF dan PACF.

3. Duga model ARIMA dengan nilai p, d dan q pada langkah 2. Setelah nilai p, d dan q diperoleh pada langkah ke-2 di atas, langkah selanjutnya adalah pendugaan model ARIMA (1,0,0).

4. Verifikasi kelayakan model yang dihasilkan pada langkah 3. Dari keluaran di atas didapatkan beberapa indikator kebaikan model berupa besarnya galat baku, log-likelihood, AID dan SBC. Keempat ukuran ini merupakan ukuran besarnya galat dan berguna pembandingan model. Dengan demikian model yang baik adalah model yang memiliki nilai yang kecil pada keempat ukuran tersebut.

5. Lakukan overfitting, yaitu pendugaan model dengan nilai p, d dan q lebih besar dari yang ditentukan pada langkah 2. Dari langkah kedua didapatkan nilai p, d dan q masing-masing sebesar 1.0 dan 0. Pada langkah ini, overfitting dilakukan dengan menerapkan proses pendugaan parameter seperti pada langkah 3 dengan menambah besarnya p menjadi 2.

6. Untuk keperluan peramalan, gunakan model yang paling baik di antara model yang dihasilkan pada langkah 2 dan langkah 5.

Analisis Sistem Pemasaran Lidah Buaya

Analisis sistem pemasaran lidah buaya dilakukan dengan metode analisis marjin pemasaran. Analisis marjin pemasaran dilakukan terhadap berbagai rantai pemasaran yang ditemukan di lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan dalam analisis ini meliputi data primer yang diperoleh dengan metode wawancara yang meliputi data harga yang diterima petani, biaya produksi dan pemasaran (pengepakan, transport, tenaga kerja dan lain-lain) dan keuntungan yang diperoleh di tingkat petani dan pelaku usaha. Pengumpulan data dilakukan dengan metode

wawancara. Jumlah responden yang digunakan sebanyak 11 orang, yang terdiri atas 6 orang petani, 3 orang pedagang pengecer, dan 2 orang pedagang luar pulau. Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling. Kegiatan analisis dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007.

Definisi marjin pemasaran menurut Sudiyono (2001) adalah perbedaan harga ditingkat pengecer (konsumen akhir) dengan harga ditingkat petani. Definisi marjin dibedakan dengan dua cara, yaitu dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani (Daly 1958 dalam Sudiyono 2001) dan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa- jasa pemasaran (Waite et al. 1951 dalam Sudiyono 2001).

Terdapat 2 komponen marjin pemasaran yaitu biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran dan keuntungan (profit) lembaga pemasaran. Apabila dalam pemasaran suatu produk pertanian, terdapat lembaga pemasaran yang melakukan m fungsi-fungsi pemasaran, maka marjin pemasaran secara matematis diformulasikan sebagai berikut (Sudiyono 2001).

M = ∑ ∑ Cij+ ∑ π j

dimana:

M = marjin pemasaran

Cij = biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh

lembaga pemasaran ke-j

π j = keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran ke-j

m = jumlah jenis biaya pemasaran n = jumlah lembaga pemasaran

Setelah dilakukan analisis marjin pemasaran, selanjutnya dilakukan perhitungan derajat keragaman terhadap harga jual lidah buaya yang berlaku di tingkat pelaku usaha. Standard deviation adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat (derajat) variasi kelompok atau ukuran standar penyimpangan dari reratanya. Pengukuran penyimpangan menurut Riduwan et al. (2011) bertujuan menjaring data yang menunjukkan pusat atau pertengahan dari gugusan data yang menyebar. Dikemukakan Riduwan et al. (2011) penggunaan ukuran derajat atau tinggi rendahnya penyimpangan antar data sangat penting, artinya untuk mengetahui derajat perbedaan data yang satu dengan data yang lainnya.

Analisis Kelayakan Finansial Industri Tepung Lidah Buaya

Perhitungan kelayakan finansial agribisnis tepung lidah buaya menggunakan metode analisis kelayakan finansial. Adapun data yang digunakan merupakan data aktifitas usaha industri tepung lidah buaya pada PT. Aloevera Indonesia Cabang Pontianak, yang meliputi data akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tepung lidah buaya dan akumulasi penjualan tepung lidah buaya

j=1 n

i =1 m

yang diterima PT. Aloevera Indonesia Cabang Pontianak. Kegiatan analisis dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007. Kelayakan finansial berdasarkan umur ekonomis perusahaan selama 10 tahun.

Analisis kelayakan finansial tepung lidah buaya bertujuan memberikan gambaran perencanaan agribisnis tepung lidah buaya sehingga dapat menumbuhkembangkan minat para pelaku usaha dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan agribisnis tepung lidah buaya di Kota Pontianak. Di sisi lain, pengembangan agribisnis tepung lidah buaya diharapkan mampu menumbuhkan minat petani untuk meningkatkan usaha pertaniannya, sehingga dapat menjadi produk yang memberikan nilai tambah dalam penyediaan bahan baku industri pengolahan.

Menurut Gittinger (1986), kelayakan finansial pada dasarnya menyangkut perbandingan antara pengeluaran dan pendapatan dari industri atau aktivitas usaha ekonomi. Faktor yang akan dianalisis pada kelayakan finansial agribisnis tepung lidah buaya meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Payback Period. Untuk mengetahui kelayakan finansial dan ekonomi, Rustiadi et al. (2011) mengemukakan digunakan lima kriteria investasi yaitu Payback Period, Benefit Cost Ratio (BCR), Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). Tiga kriteria terakhir lebih umum dipakai dan dipertanggungjawabkan untuk penggunaan-penggunaan tertentu.

NPV merupakan nilai sekarang dari suatu usaha atau industri dikurangi dengan biaya sekarang dari suatu industri pada tahun tertentu. Secara umum rumus matematisnya dituliskan sebagai berikut (Gittinger 1986) :

���= Bt−Ct)

1 + i �

�=1

dimana :

Bt = manfaat yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha atau proyek pada

time series (tahun, bulan, dan sebagainya) ke-t (Rp)

Ct = biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan proyek pada time series ke-t

tidak dilihat apakah biaya tersebut bersifat modal (pembelian peralatan, mesin dan sebagainya) (Rp)

i = tingkat nilai NPV merupakan angka suku bunga yang relevan t = periode (1,2,3,...n)

Menurut (Gittinger 1986), Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai diskonto yang membuat NVP dari kegiatan usaha sama dengan nol. Dengan demikian, IRR merupakan tingkat bunga maksimum ang dapa dibayar oleh kegiatan usaha tersebut untuk sumber daya yang digunakan. IRR merupakan tingkat suku bunga yang membuat usaha atau industri akan mengembalikan semua investasi selama umur usaha atau industri. Jika IRR lebih kecil dengan nilai suku bunga yang berlaku sebagai discount rate, maka NVP usaha atau industri besarnya nol (negative) artinya usaha atau industri sebaiknya tidak dilaksanakan.

Formulasi matematik IRR menurut (Gittinger 1986) adalah :

IRR = i’ + i”- i’ ���′

���′���′′ Dengan kriteria :

1. Apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti usaha dapat dilanjutkan.

2. Jika nilai IRR kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti usaha tidak dapat dilanjutkan.

Net Benefit Cost Ratio merupakan angka perbandingan antara jumlah Present Value yang positif (sebagai pembanding) dengan jumlah Present Value yang negatif (sebagai penyebut). Net BCR menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari cost yang dikeluarkan. Net BCR secara matematis dituliskan sebagai berikut (Gittinger 1986):

��� �= (Bt−Ct)

1 + i �

�=1

dimana :

Bt = benefit kotor sehubungan dengan adanya investasi pada periode ke t

Ct = biaya kotor sehubungan dngan adanya investasi pada periode t

n = umur ekonomi

i = tingkat suku bunga bank Dengan kriteria :

1. Net BCR > 0 berarti NPV > 0, memberikan tanda suatu proyek layak 2. Net BCR < 1 berarti NPV < 0, memberikan suatu tanda proyek tidak layak. 3. Net BCR = 1 berarti NPV = 0, suatu usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi

(marjinal), sehingga terserah kepada penilaian pengambil keputusan.

Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis

Untuk menyusun strategi kebijakan pengembangan agribisnis lidah buaya digunakan metode analisis A’WOT (kombinasi AHP dan SWOT). Responden ditentukan secara purposive sampling, dipilih sebanyak 10 orang yang mewakili dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Pontianak, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Pontianak, UPTD Aloevera Center Kota Pontianak, Kantor Penyuluh Pertanian Kota Pontianak, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Tanjung Pura Kota Pontianak, petani lidah buaya dan pelaku usaha (PT. Aloevera Indonesia). Kegiatan analisis dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007.

Alternatif kebijakan pengembangan agribisnis lidah buaya dengan analisis

A’WOT digunakan agar diperoleh alternatif strategi pengembangannya. Rangkuti (1997) menyatakan untuk penentuan alternatif arahan kebijakan digunakan

metode A’WOT yang merupakan gabungan AHP (analytical hierarchy process) dan SWOT (strenghts, weakness, opportunities, threats). Hal ini berarti penggunaan AHP sudah sesuai untuk mendukung pencapaian tujuan yang

Dokumen terkait