• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret-April dan Agustus 2013 dilokasi kawasan wisata hutan payau di Tritih Kulon Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada luas area wisata yang sudah beroperasi sebesar 10 ha dan luas area pengembangan wisata sebesar 172 ha. Penentuan setiap stasiun penelitian sudah diwakili dari ruang lingkup area wisata, dipertajam dengan melakukan survei awal berupa pengamatan kondisi ekosistem mangrove, aksesibilitas dan posisi geografis. Setiap stasiun lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Kerangka Penelitian

Adapun kerangka penelitian ini adalah (1) meneliti dan menganalisis kondisi ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan, (2) mengidentifikasi dan memetakan bentuk pengelolaan yang terkait dengan kebijakan pengelolaan wisata hutan payau, (3) menentukan kriteria dan skenario kebijakan pengelolaan, (4) menentukan bobot kriteria, dan (5) menentukan prioritas skenario kebijakan dan (6) menyusun strategi pengembangan kawasan wisata hutan payau. Kerangka penelitian disajikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Kerangka penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data primer meliputi survei, observasi lapangan dan dokumentasi. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengumpulan data disajikan pada Tabel 3.1.

Kawasan Wisata Hutan Payau Di Tritih Kulon Kab. Cilacap Survei Observasi Dokumentasi Pustaka Wawancara Kondisi Saat ini Bentuk Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Payau Kriteria: Bioekologi - Kesehatan mangrove - Produktivitas ekosistem - Kualitas habitat - Potensi objek kunjungan - Daya dukung biomassa Sosial ekonomi

- Penerimaan daerah wisata

- Jumlah tenaga kerja - Keuntungan sektor informal - Kepuasan - Potensi Kunjungan Kelembagaan - Lembaga pengelola - Kebijakan Perlindungan Ekosistem - Partisipasi Masyarakat Penentuan Kriteria dan Skenario Penentuan Bobot Kriteria Perumusan Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Payau Penentuan Prioritas Skenario (Simulasi) Analisis Kesesuaian dan Daya dukung Wawancara Diskusi Wawancara Diskusi Multi Criteria Analysis (MCA) Skenario: Wanawisata Ekowisata Wisata Pantai Kerapatan Ketebalan Jenis Pasut Objek biota Panjang track Pemetaan Bentuk Pengembangan Review Kebijakan Kawasan Wisata Hutan Payau

Tabel 3.1 Alat dan bahan

No. Alat dan Bahan Kegunaan

1 Tali Menentukan stasiun transek 1x1, 5x5 dan 10x10

2 Rollmeter Mengukur jarak tanaman

3 Jangka sorong Mengukur diameter batang mangrove 4 GPS Menentukan koordinat lokasi penelitian

5 Kamera Mengambil dokumentasi

6 Tongkat Menentukan kedalam substrat 7 Buku identifikasi

mangrove

Mengidentifikasi jenis spesies mangrove

8 Kuisioner Mengetahui pendapat masyarakat mengenai ekowisata mangrove

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari hasil interview, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dokumen resmi, ataupun data-data yang dapat dijadikan petunjuk lainnya untuk digunakan dalam mencari data dengan interpretasi yang tepat. (Moleong, 2002). Metode eksploratif, bertujuan untuk menggali secara luas hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu (Arikunto, 1993).

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam metode pengumpulan data antara lain adalah:

Metode Penentuan Stasiun

Metode penentuan stasiun dipilih atas beberapa alasan: a. Mewakili ekosistem mangrove di setiap stasiun seperti:

Cluster mangrove dari yang baik, sedang dan rusak  Kerapatan ekosistem mangrove

 Biomassa kayu, ikan dan kerang

 Jenis spesies yang menjadi ciri tersendiri  Luas lahan ekosistem mangrove

b. Keanekaragaman biota mangrove

c. Pasang surut kawasan ekosistem mangrove d. Interaksi pengunjung terhadap wisata hutan payau e. Lokasi yang rentan terhadap tekanan lingkungan

Daerah penelitian dibagi menjadi lima stasiun, yaitu stasiun I, stasiun II, stasiun III, stasiun IV dan stasiun V. Masing-masing stasiun dibagi menjadi tiga plot stasiun yaitu a, b, dan c. Garis transek ditarik tegak lurus atau sejajar dengan sungai.

Metode Sampling

Metode sampling menggunakan contoh acak sistematik (systematic random sampling), yaitu melakukan prosedur dengan menentukan stasiun yang diperlukan, selanjutnya membagi stasiun yang memugkinkan untuk diambil dalam program monitoring (Setyobudiandi dkk. 2009). Skema pengambilan sampel disajikan pada Gambar 3.3.

Contoh (sampel) terdistribusi secara beraturan setelah contoh sampel pertama A dipilih secara acak dan contoh berikutnya sesuai pertambahan nilai k=N/n hingga terkumpul sejumlah 10 contoh (n=10); garis tersebut merupakan gambaran populasi yang diamati.

Gambar 3.3 Skema pengambilan contoh acak sistematik 1. Bioekologi

Sampling mangrove dilakukan dengan menggunakan metode sample plot yang merupakan modifikasi dari cara yang digunakan oleh Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974). Pada masing-masing stasiun penelitian terdapat 3 plot yang berukuran 10 x 10 m, di dalam plot 10 x 10 m dibuat subplot 5x5 m dan di dalam subplot 5x5 m dibuat subplot 1x1 m disajikan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Denah plot pada masing-masing stasiun Pengambilan sampel mangrove meliputi pohon, anakan dan semai: a) Pohon: diameter batang pohon ≥ 4 cm (diambil pada plot 10x10 m)

 Apabila batang bercabang di bawah ketinggian sebatas dada (1,3 m)

dan tiap cabang (diameter batang pohon ≥ 4 cm) maka diukur sebagai

dua pohon yang terpisah

 Apabila cabang batang berada di atas setinggi dada atau sedikit di atasnya maka diameter diukur pada ukuran setinggi dada atau di bawah cabangnya

 Apabila batang mempunyai akar udara, maka diameter diukur 30 cm di atas tonjolan tertinggi

 Apabila batang tidak lurus dan cabang terdapat ketidaknormalan, poin pengukuran maka diameter diambil pada 30 cm di atas atau di bawah setinggi dada.

b) Anakan: 1 cm ≤ diameter batang pohon < 4 cm, tinggi > 1 m (diambil

pada subplot 5x5 m) ketinggian pohon diukur dari bagian pohon paling bawah yang menyentuh tanah hingga daun pohon bagian ujung teratas.

c) Semai: h pohon < 1 m (diambil pada subplot 1x1 m). Data yang dicatat dalam data sheet adalah berupa spesies, jumlah spesies dan persentase penutupan terhadap subplot 1x1 m.

3.5 a 3.5 b

Gambar 3.5 a Pengukuran diameter pohon setinggi dada b. Prosedur pengukuran diameter pohon (English et al. 1994)

Sampling mangrove diidentifikasi dengan buku panduan pengenalan mangrove yang mengacu pada Noor dkk (2006). Data yang diperoleh langsung dicatat kedalam kertas data Sheet dan ditulis menggunakan pensil agar apabila terkena air tidak luntur.

Sampling kerang dilakukan secara kualitatif yaitu dengan tidak memperhitungkan volume atau kedalaman substrat. Caranya dengan membentangkan kuadran transek berukuran 1 m x 1 m. Pengambilan sampel kerang dilakukan pada saat air surut sehingga memudahkan pengambilannya. Metode pengukuran kerang menurut Carpenter dan Niem (1998) diukur panjang, tebal, dan lebar cangkangnya yang disajikan pada Gambar 3.6.

Penentuan kualitas perairan pesisir didapatkan dari data sekunder meliputi suhu, pH, salinitas, DO dan pasang surut.

2. Sosial ekonomi

Adapun sampling sosial ekonomi diambil dari masyarakat sekitar kawasan wisata hutan payau, antara lain:

a) Masyarakat Lokal

Data masyarakat lokal yang diambil terdiri dari data primer melalui wawancara langsung dan kuisioner mengenai mata pencaharian, pendapatan, persepsi, aktivitas. Data sekunder meliputi jumlah penduduk, tenaga kerja, penggunaan lahan, fasilitas pendidikan, sarana dan prasarana.

b) Pengunjung

Data pengunjung dikumpulkan secara langsung melalui wawancara dengan responden menggunakan teknik observasi terencana (pedoman dengan kuesioner) meliputi:

 Data karakter responden (umur, asal, lama kunjungan, jumlah rombongan wisata dan biaya wisata).

 Persepsi pengunjung (motivasi, atraksi yang diminati, fasilitas dan infrastruktur, harapan)

c) Nelayan

Data nelayan berupa data primer melalui teknik observasi langsung dan wawancara. Pengambilan data secara faktual dan konkrit mengenai keadaan nelayan sebagai populasi yang dijadikan sampel.

3. Kelembagaan

Data lembaga pengelola kawasan dikumpulkan secara langsung melalui wawancara serta menggunakan teknik observasi terencana kepada pegawai Perhutani, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Kelautan dan Perikanan, kecamatan, desa dan kelompok masyarakat.

Analisis Data Analisis Trade-off

Analisis ini digunakan sebagai penentuan skenario kebijakan dengan pendekatan Multi criteria analysis (MCA), bermanfaat untuk mengidentifikasi rangking dari alternatif skenario masa depan. Brown et al. (2001) menjelaskan tahapan MCA yakni: (1) menjelaskan skenario, (2) mengklarifikasi alternatif skenario, (3) menentukan kriteria, dan (4) mengumpulkan data. Penelitian ini melibatkan stakeholder terkait dalam proses analisis dimulai dari penentuan kriteria kebijakan pengembangan, skenario masa depan, penentuan bobot masing-masing kriteria, hingga strategi implementasi kebijakan yang memiliki prioritas tertinggi melalui diskusi dan wawancara. Penentuan skor dari setiap kriteria dan sub kriteria digunakan metode kuantifikasi untuk setiap jenis data yang diperoleh dengan mengkonversi nilai-nilai yang diperoleh dengan rumus:

2. Kategori skor semakin kecil semakin baik:

Keterangan:

X : Nilai yang akan ditransformasi kedalam skor Xmaks : Nilai maksimum

Xmin : Nilai minimum

Penentuan kriteria didasarkan pada tiga indikator yakni bioekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan. Ketiga aspek tersebut dirinci berdasarkan kondisi kawasan wisata hutan payau yang disajikan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Kriteria penentuan kebijakan

Formula yang digunakan untuk menghitung rata-rata setiap kriteria adalah rata-rata geometri dengan rumus: rata-rata kriteria ke-i (ai) = jumlah skor subkriteria ke-i dibagi banyaknya subkriteria ke-i. Skor rata-rata setiap kriteria (ai) kemudian dikalkulasi dengan bobot setiap kriteria, sehingga diperoleh nilai akhir berupa jumlah skor dari setiap skenario (II). Skor tertinggi menunjukan rangking prioritas kebijakan yang terpilih. Formula yang digunakan adalah :

IIj = Jumlah aij x boboti Keterangan:

IIj : Jumlah skor skenario j

aij : Skor rata-rata kriteria i untuk skenario j boboti : Skor bobot kriteria ke-i

Hasil pengukuran terhadap kondisi bioekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan dikalkulasi dan dibobot kemudian dimasukan ke dalam skenario

Pengembangan Kawasan Wisata Hutan Payau

Sosial Ekonomi

Daya Dukung Biomassa Produktivitas Mangrove

Kesehatan Mangrove Kualitas Habitat

Potensi Objek Kunjungan

Tenaga Kerja dan Pendidikan Pendapatan asli daerah

dari wisata

Benefit Sektor Informal Kepuasan Potensi Kunjungan Kebijakan Perlindungan Lembaga Pengelolaa Partisipasi Masyarakat Bioekologi Kelembagaan

pengembangan wisata hutan payau yang telah disepakati. Hasil kalkulasi matriks dampak skenario terhadap masing-masing kriteria disajikan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Matrik dampak skenario

Kriteria Sub Kriteria Skor

A B C

Bioekologi Kesehatan mangrove (ind/ha)

Daya Dukung Pembentukan Biomass (juta kg ha)

Produktivitas mangrove (kg/ha) Kualitas habitat (mg/l)

Potensi Objek kunjungan (ha)

Rataan bio bio bio

Sosial ekonomi

Penerimaan daerah dari wisata (Rp) Jumlah tenaga kerja terlibat (orang) Benefit sektor informal (Rp) Kepuasan (%)

Potensi Kunjungan (orang/minggu)

Rataan sosek sosek sosek Kelembagaan Lembaga pengelola (instansi)

Kebijakan perlindungan ekosistem (peraturan)

Partisipasi masyarakat (kegiatan)

Rataan Kel Kel Kel

Rataan Total IIA IIB IIC

Analisis trade-off dengan pendekatan multi kriteria dipenuhi dengan beberapa kriteria:

1. Bioekologi

 Kesehatan mangrove

Analisis vegetasi mangrove menggunakan metode Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) meliputi:

a. Basal area

Basal area merupakan penutupan areal mangrove oleh batang pohon. Basal area didapatkan dari pengukuran diameter batang pohon mangrove yang diukur secara melintang (Cintron dan Novelli 1984).

2 2 4 . cm D BA

Keterangan: BA : Basal Area (cm2)

π : 3,14

D : Diameter batang (cm) b. Kerapatan

Kerapatan adalah jumlah individu per unit area (Cintron dan Novelli 1984).

% 100 (ha) transek area Luas A spesies individu Jumlah A) (spesies K  

c. Kerapatan relatif

Kerapatan relatif merupakan prosentase kerapatan masing-masing spesies dalam transek (English et al. 1997).

Keterangan: KR : Kerapatan Relatif (%)

ni : Jumlah individu spesies A (ind)

N : Jumlah total individu seluruh spesies (ind) d. Indeks dominansi

Indeks dominansi merupakan derajat pada dominansi dari satu, beberapa atau banyak spesies (Odum 1993).

D = Σ (ni/N)2

Keterangan: D : Indeks dominansi

ni : Jumlah individu spesies ke-i (ind) N : Jumlah total individu (ind)

Kriteria indeks dominansi menurut Simpson (1949) in Odum (1993), 0<D<0,5: Tidak ada spesies mendominasi, 0,5<D<1 : Terdapat spesies mendominasi e. Dominansi relatif

Dominansi relatif merupakan prosentase penutupan suatu spesies terhadap suatu areal yang didapatkan dari nilai basal area (English et al. 1997).

DR = 100 % (Bai/BA) Keterangan: DR : Dominansi relatif (%)

Bai : Total basal area tiap spesies ke i (cm2) BA : Basal area dari semua spesies (cm2) e. Indeks keanekaragaman

Indeks keanekaragaman merupakan karakteristik dari suatu komunitas yang menggambarkan tingkat keanekaragaman spesies dari organisme yang terdapat dalam komunitas tersebut (Odum 1993).

H' =

s i N ni N ni 1 ) / ln( ) / (

Keterangan: H' : Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiever ni : Jumlah individu spesies ke-i (ind)

N : Jumlah total individu (ind)

Kriteria H’<1 artinya rendah, 1≤ H' ≤ 3 artinya sedang dan H’>3 berarti tinggi

(Wilhm dan Dorris 1986). f. Indeks keseragaman

Indeks keseragaman merupakan perbandingan antara nilai keanekaragaman dengan logaritma natural dari jumlah spesies (Odum 1993).

J' =

Keterangan: J' : Indeks Keseragaman spesies

H' : Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiever S : Jumlah spesies (ind)

) ( ' S Ln H ) ( 100 ) (spesiesA % ni/N KR = x

Besarnya indeks keseragaman spesies menurut Krebs (1989) berkisar 0–1: J'≤0,4 artinya rendah, 0,4<J'<0,6 artinya sedang, J'≥0,6 artinya tinggi.

g. Indek nilai penting (INP)

Indeks nilai penting diperoleh untuk mengetahui tingkat dominasi suatu spesies pada suatu areal (Kusmana dan Istomo 1995).

INP = KR +FR+ DR

Keterangan: KR : Kerapatan Relatif (%) FR : Frekuensi Relatif (%) DR : Dominansi Relatif (%)

 Kualitas habitat

Analisis indeks pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air, dan dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Persamaan indeks pencemaran menurut KepMenLH 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air :

Table 3.3 Kriteria penilaian indeks pencemaran

Ketentuan evaluasi Kriteria

0 ≤ PIj ≤ 1,0 → memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 ≤ PIj ≤ 5,0 → tercemar ringan

5,0 ≤ PIj ≤ 10 → tercemar sedang

≥ 10 → tercemar berat

Sumber: KepMenLH, 2003

Pengelolaan kualitas air atas dasar indeks pencemaran akan memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air suatu peruntukan serta untuk memperbaiki kualitas badan air jika terjadi penurunan akibat bahan pencemar.

 Produktivitas ekosistem mangrove

Penetapan persamaan allometrik yang akan dipakai merupakan tahapan penting proses pendugaan biomassa.

a. Biomassa batang mangrove

Setiap persamaan allometrik dikembangkan berdasarkan kondisi tegakan dan variasi jenis tertentu yang berbeda satu dengan yang lain disajikan pada Tabel 3.4.

% 100 x = persentasi Total spesies per Individu Persentasi DR % 100 x =

Frekuensi seluruh jenis Total jenis suatu Frekuensi FR % 100 x = jumlah Total spesies per individu Jumlah KR

Tabel 3.4 Perhitungan biomassa

Jenis Rumus Sumber

Bruguiera gymnoriza Rizhopora mucronata

Y = b x (DBH2H)a Suzuki E et al. 1983

Rizhopora apiculata Wtop = 0.235 x (DBH)2.42 Ong et al. 2004 in Komiyama et al. 2008

Avecennia marina Wtop = 0.308 x (DBH)2.11 Comley and McGuinness 2005 in Komiyama et al. 2008 Avecennia alba Ws = 0,079211 x (DBH)2,470895 Chukwamdeel and Anunsiriwat 1997 dalam Sutaryo D 2009 Sonneratia alba Y = 0,2301 - 0,5382D2 + 0,3370D2 + 0,0474D2H Codilan et al. 2009 b. Bobot ikan

Penentuan nilai biomassa ikan dapat dihitung menggunakan nilai indeks konstanta a dan b, dengan diketahui berdasarkan ukuran panjang ikan melalui perhitungan (Love 1993).

W = a L b

Keterangan: W : Berat (kg)

a, b : Indeks konstanta berasal dari Fishbase

L : Nilai tengah panjang ikan (cm) c. Biomassa kerang

Biomassa sering digunakan untuk mengetahui nilai kepadatan populasi berdasarkan berat (Brower et al. 1990).

Keterangan: D : Kepadatan populasi (ind/m2) X : Jumlah individu yang diukur (ind) M : Luas pengambilan contoh (m2)

Keterangan: B : Biomassa (kg)

∑w : Jumlah berat individu contoh (gr) n : Jumlah individu contoh (ind) 2. Sosial ekonomi

Analisis sosial ekonomi menggunakan (1) metode deskriptif, suatu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dokumen resmi, ataupun data-data yang dapat dijadikan petunjuk lainnya untuk digunakan dalam mencari data dengan interpretasi yang tepat (Moleong 2002), (2) metode eksploratif, bertujuan untuk menggali secara luas hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu (Arikunto 1993).

3. Kelembagaan

Menggunakan analisis stakeholder, suatu sistem pengumpulan informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, mengkategorikan informasi dan menjelaskan kemungkinan konflik antar kelompok yang memungkinkan terjadinya trade-off (Brown et al. 2001). Berdiskusi dengan stakeholder akan dapat mengungkapkan pandangan tentang keberadaan stakeholder penting lainnya. Identifikasi setiap stakeholder akan lebih mudah jika dikategorikan menjadi empat kategori yakni: pemerintah (pengambil kebijakan), pengunjung, kelompok masyarakat lokal dan peneliti.

Pengumpulan informasi dalam kegiatan ini dilakukan dengan teknik wawancara dan kuisioner terhadap wakil dari semua stakeholder yang teridentifikasi. Indikator yang digunakan dalam menilai tingkat kepentingan adalah: (1) Bioekologi, (2) sosial ekonomi, dan (3) kelembagaan. Hasil dari penentuan kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder terhadap kegiatan akan disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara tingkat kepentingan dengan pengaruh. Preferensi kategori stakeholder primer dan sekunder sangat penting karena merupakan stakeholder yang memiliki derajat kepentingan yang relatif tinggi. Kategori stakeholder dari hasil pemetaan tersebut akan digunakan untuk penentuan stakeholder yang terlibat dalam penentuan kriteria, skenario, dan perumusan strategi pengembangan kawasan wisata hutan payau di Tritih Kulon Kabupaten Cilacap.

Analisis Kesesuaian

Analisis kesesuaian lahan menurut Yulianda (2007) dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kawasan bagi pengembangan wisata. Hal ini didasarkan pada kemampuan wilayah untuk mendukung kegiatan yang dapat dilakukan pada kawasan tersebut dengan rumus:

Keterangan :

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata. N

i = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor) N

maks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Perhitungan dalam analisis kesesuaian lahan didasarkan pada beberapa parameter yang merupakan faktor pendukung terhadap kegiatan yang dilakukan pada wilayah yang disediakan. Masing-masing parameter tersebut memiliki bobot penilaian berdasarkan tingkat kepentingannya untuk mendukung kegiatan yang dilakukan. Skor penilaian merupakan klasifikasi yang diperoleh dari hasil pengamatan kondisi dilapangan. Nilai dari setiap parameter merupakan hasil perkalian dari bobot dan skor, kemudian dijumlahkan nilai dari seluruh parameter. Penentuan kesesuaian kawasan dilihat berdasarkan prosentase kesesuaian, yang diperoleh dari perbandingan antara jumlah nilai dari seluruh parameter sesuai pengamatan dilapangan dengan nilai maksimum yang mungkin diperoleh. Matrik kesesuaian disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Matriks kesesuaian lahan kategori wisata mangrove No. Parameter Bobot Kategori

S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori S3 Skor Kategori N Skor 1. Ketebalan mangrove (m) 5 >500 3 >200-500 2 50-200 1 <50 0 2. Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 >10-15 2 5-10 1 <5 0 3. Jenis mangrove 3 >5 3 3-5 2 1-2 1 0 0 4. Pasang surut (m) 1 0-1 3 >1-2 2 >2-5 1 >5 0 5. Objek biota 1 Ikan, udang, kepiting, moluska, reptil, burung 3 Ikan, udang, kepiting, moluska 2 Ikan, moluska 1 Salah satu biota air 0 Sumber : Yulianda (2007) Keterangan: Nilai maksimum = 39

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 75%-100% S2 = Sesuai, dengan nilai 50%-<75%

S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 25%-<50% N = Tidak sesuai, dengan nilai <25%

Analisis Daya Dukung

Daya Dukung Kawasan (DDK) menurut Yulianda (2007) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Apabila gangguan tersebut dalam jumlah yang besar maka dapat terjadi kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, dalam pengembangan kegiatan wisata hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Analisis daya dukung diperlukan dalam pengembangan wisata dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari. Perhitungan Daya Dukung Kawasan diperoleh dengan rumus:

Keterangan

DDK = Daya Dukung Kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area

Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan (m) Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m)

Wt = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata 1 hari (jam) Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan

Tertentu (jam)

Daya Dukung Kawasan diharapkan sesuai dengan kebutuhan manusia akan ruang, diasumsikan dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh pengunjung lainnya, yang disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Potensi ekologis pengunjung dan luas area kegiatan Jenis kegiatan Pengunjung

(K) Unit Area (Lt) Keterangan Wisata Mangrove

1 50 m Dihitung panjang track, setiap orang 50 m

Sumber: Yulianda, 2007

Waktu kegiatan pengunjung (Wp) selama ± 2 jam dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt) selama ± 8 jam. Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam.

Analisis Strategi Pengembangan

Analisis yang digunakan untuk menentukan strategi pengembangan kawasan wisata hutan payau adalah dengan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan (Rangkuti 2005).

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi adalah matriks SWOT, dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi, dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah:

1. Penentuan faktor strategi internal dan eksternal:

a) Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan.

b) Memberi bobot masing-masing faktor sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.

c) Menghitung rating untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruh/ respon terhadap pengembangan kawasan wisata (nilai 4=sangat penting, 3 penting, 2=cukup penting, 1=kurang penting).

d) Mengalikan bobot dengan rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Penentuan faktor strategi internal dan eksternal yang disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.8.

Tabel 3.7 Faktor strategi internal

Faktor-faktor strategi Bobot Rating Skor Kekuatan

Kekuatan

Tabel 3.8 Faktor strategi eksternal

Faktor-faktor strategi Bobot Rating Skor Peluang

2. Pembuatan matriks SWOT

Menghubungkan unsur-unsur dalam matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi, yang ada empat kemungkinan stategi yang disajaikan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Matriks SWOT Faktor Strategi Internal Faktor Strategi Eksternal STRENGTHS (S)

Tentukan faktor-faktor kelemahan internal WEAKNESSES (W)

Tentukan kekuatan internal OPPORTUNITIES (O) Tentukan faktor-faktor peluang eksternal STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang TREATHS (T) Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi

ancaman

STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan dan

menghindari ancaman 3. Pembuatan tabel ranking alternatif strategi

Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan menentukan ranking prioritas strategi dalam pengelolaan ekosistem pesisir untuk pengembangan kawasan wisata hutan payau. Jumlah skor diperoleh dari penjumlahan semua skor di setiap faktor-faktor strategi yang terkait. Ranking

akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai yang terkecil dari semua strategi yang ada.

Dokumen terkait