• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatagunaan lahan kawasan pesisir di Kabupaten Kulon Progo didasar- kan pada karakteristik fisik, finansial usaha tani dan pemanfaatan saat ini. Karak- teristik fisik adalah kondisi sumberdaya alam kawasan menurut parameter fisik dan biotik yang berinteraksi satu sama lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya. Karakteristik finansial usaha tani adalah kemampuan manusia dalam mengekspoitasi sumberdaya alam secara lestari untuk pemanfaatannya yang berkelanjutan. Sedangkan pemanfaatan saat ini adalah penggunaan lahan existing yaitu antara lain kegiatan; perikanan, pari- wisata, pertanian, perdagangan/jasa, permukiman, dan sebagainya.

Selanjutnya dengan menggunakan kriteria kesesuaian lahan, dilakukan analisis terhadap ketiga karakteristik untuk memberikan alternatif penggunaan lahan kawasan pesisir untuk pertanian yang sesuai dengan kondisi sumberdaya alam dan kebutuhan manusia dalam konteks pembangunan berwawasan ling- kungan dan berkelanjutan. Selengkapnya Gambar 1 menunjukkan pendekatan yang digunakan dalam studi ini.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendekatan “kesesuaian lahan” dapat digunakan untuk membuat perencanaan penggunaan lahan untuk perta- nian (khususnya komoditas hortikultura) di kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi penting untuk

Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo Karakte-

ristik Fisik

Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

Karakte- ristik Finansial Usaha Tani

Kriteria Kesesuaian Lahan Fisik dan Finansial Usaha Tani

Perencanaan Penggunaan Lahan Kawasan Pesisir

meminimalisir terjadinya degradasi lingkungan akibat dari perkembangan kota yang tidak terarah (urban sprawl).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo yang men- cakup 4 (empat) kecamatan yaitu; Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur. Penelitian dan pengolahan data berlangsung selama 6 (enam) bulan dimulai pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Desember 2006.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Data fisik meliputi; peta lereng (Shuttle Radar Topographic Mapper/SRTM) skala 1:100.000, peta tanah (BPTP Yogyakarta) skala 1:50.000, peta administrasi, ja- lan dan penggunaan lahan (Bappeda Kabupaten Kulon Progo dan South Java Flood Control Sector Project/SJFCSP Yogyakarta) skala 1:50.000, peta drainase skala 1:50.000 dan data curah hujan (Dinas Pertanian dan Kelautan Kabupaten Kulon Progo). Data sosial budaya meliputi; kependudukan, pendidikan, kesehat- an, sarana prasarana, dan kesenian (BPS Kabupaten Kulon Progo). Keseluruhan data fisik dan sosial budaya merupakan data sekunder. Data ekonomi meliputi; modal, tenaga kerja, biaya produksi, dan jumlah produksi usaha tani; cabai merah, melon dan semangka diperoleh melalui wawancara langsung dengan sebanyak 15 petani sebagai responden yang ada di daerah penelitian.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi; (a) identifikasi karakteristik fisik, ekonomi, sosial budaya dan pemanfaatan lahan kawasan pesisir, (b) analisis sektor basis wilayah dengan metode Location Quetient (LQ),

(c) analisis kesesuaian lahan secara spasial dengan memanfaatkan kemampuan Sistim Informasi Geografi (SIG), dan (d) analisis finansial usaha tani. Selanjutnya dengan menggabungkan keseluruhan hasil analisis tersebut, dirumuskan peren- canaan penggunaan lahan wilayah pesisir. Gambar 2 di bawah ini menunjukkan diagram alir tahapan penelitian.

15

Identifikasi karakteristik fisik, ekonomi, sosial-budaya, dan pemanfaatan lahan

Identifikasi karakteristik fisik, ekonomi, sosial-budaya, dan pemanfaatan la- han dilakukan secara deskriptif. Dengan demikian keseluruhan karakteristik fisik, ekonomi, sosial-budaya, dan pemanfaatan lahan di daerah penelitian dijelaskan secara lengkap sesuai data dan fakta yang ada di lapangan.

Analisis sektor basis wilayah

Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu dan menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda.

Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses peme- nuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan

overlay

overlay m atching

Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian.

Karakteristik Ekonomi Karakteristik Sosial Budaya Analisis Finasial (BCR, IRR, NPV) Location Quetient (LQ) Persyaratan Penggunaan Lahan Peta Penggunaan Lahan Saat Ini Kesesuaian Lahan untuk Hortikultura Tidak Sesuai Sesuai Sektor Basis Wilayah Analisis Usaha Tani

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PESISIR

Karakteristik Fisik - Peta lereng

- Peta curah hujan - Peta tanah

Satuan Lahan

impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar daerah. Sedangkan sektor nonbasis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang.

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan nonbasis dapat digunakan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan per- bandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah (Rustiadi et al.,2005). Asumsi dalam LQ adalah terda- pat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja seragam serta masing-masing industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus disesuai- kan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia. Jika pene- litian dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan ekonominya dapat mem- berikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka dipakai sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenaga kerja, sedangkan jika hasil produksi apa yang berperan dalam ekonomi wilayah maka jumlah hasil produksi yang dipilih sebagai dasar ukurannya. Secara matematis formula LQ adalah sebagai berikut:

.. . . X j X Xi Xij LQij = Keterangan:

LQij = Location Quotient

Xij

= derajat aktifitas ke-j di wilayah ke-i.

Xi.

= total aktifitas di wilayah ke-i.

X.j

= total aktifitas ke-j di semua wilayah.

X..

= derajat aktifitas total wilayah.

Kriteria yang muncul dari perhitungan ini adalah:

§ jika

LQ

> 1 : sektor basis; artinya komoditas j di daerah penelitian memi-

liki keunggulan komparatif,

§ jika

LQ

= 1 : sektor nonbasis; artinya komoditas j di daerah penelitian

tidak memiliki keunggulan, produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan di daerah penelitian sendiri.

§ Jika

LQ

< 1 : sektor nonbasis; artinya komoditas j di daerah penelitian

tidak dapat memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri sehingga diperlu- kan pasokan dari luar daerah.

17

Untuk lebih memperdalam analisis LQ selanjutnya dilakukan analisis Loca- lization Index (LI) dan Specialization Index (SI). Analisis koefisien lokalisasi (

α

) merupakan ukuran relatif konsentrasi pengembangan komoditas tertentu di suatu daerah dibandingkan dengan daerah yang lebih luas dengan besaran tertentu (Warpani, 2000). Hasil perhitungan analisis LI akan menunjukkan apakah pe- ngembangan suatu komoditas terkonsentrasi di daerah tertentu atau tersebar di beberapa daerah. Atau secara umum analisis ini digunakan untuk menentukan daerah mana yang potensial untuk mengembangkan komoditas tertentu. Secara matematis formula LI adalah sebagai berikut:

(

)

{

(

)}

100%

2

1

×

=

pi

Pi

pt

Pt

α

Setelah diperoleh hasilnya maka hasil perhitungan bernilai positif saja yang dijumlahkan searah dengan komoditas yang diselidiki, dengan kriteria sebagai berikut:

§ jika 0 <

α

< 1, artinya pengusahaan komoditas i tersebut menyebar,

§ jika

α

> 1, artinya pengusahaan komoditas i tersebut terkonsentrasi di daerah penelitian.

Analisis koefisien spesialisasi (β) merupakan ukuran relatif suatu daerah dalam melakukan pengkhususan untuk menanam komoditas tertentu dan dihi- tung berdasarkan formula (Warpani, 2000):

(

)

{

(

)}

100%

2

1

×

=

pi

pt

Pi

Pt

β

Hasil perhitungan bernilai positif saja yang dijumlahkan searah dengan daerah yang diselidiki, dengan kriteria:

§ jika 0 < β< 1, artinya bahwa daerah penelitian tidak menspesialisasikan untuk menanam komoditas i,

§ jika β > 1, artinya bahwa daerah penelitian telah menspesialisasikan untuk menanam komoditas i.

Analisis kesesuaian lahan

Tahapan dalam evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara, yaitu: 1. Masing-masing komponen karakteristik lahan (karakteristik fisik) dipetakan

sehingga diperoleh peta tematik/layer untuk masing-masing karakteristik la- han, yaitu; lereng, curah hujan, dan tanah.

2. Selanjutnya peta tematik/layer yaitu; peta lereng, peta curah hujan, dan peta tanah dilakukan operasi tumpang tindih (overlay) untuk mendapatkan peta satuan lahan (land units)/SPT.

3. Langkah berikutnya adalah mencocokkan (matching) masing-masing satuan lahan (land units)/SPT pada peta satuan lahan dengan persyaratan/kriteria penggunaan lahan (land requirements) untuk mendapatkan peta kesesuaian lahan masing-masing jenis tanaman. Pekerjaan pada proses matching ba- nyak dilakukan dalam data tabular. Dalam penelitian ini kelas kesesuaian lahan menggunakan kriteria FAO dalam ”Framework of Land Evaluation” (FAO, 1976) dan mempertimbangkan kriteria kesesuaian lahan untuk komo- ditas pertanian yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah (BPT, 2003) de- ngan beberapa penyesuaian. Kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kelas yaitu:

Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)

Daerah ini tidak mempunyai pembatas (penghambat) yang serius untuk menetapkan perlakuan yang diberikan atau ha- nya mempunyai pembatas yang tidak berarti terhadap peng- gunaannya dan tidak akan menaikkan tingkatan perlakuan yang diberikan.

Kelas S2 : Sesuai (Moderately Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus ditetapkan. Pembatas ini akan meningkatkan tingkatan perla- kuan yang diperlukan.

Kelas S3 : Sesuai Bersyarat (Marginally Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus dite- rapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan/ting- katan perlakuan yang diperlukan.

19

Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan.

Kesesuaian lahan akan ditunjukkan oleh nilai komposit satuan layer yang dilakukan operasi tumpang tindih. Selanjutnya dari angka komposit hasil overlay, kita dapat melakukan penilaian kesesuaian lahan tiap-tiap satuan lahan dengan cara mencocokkan (matching) antara peta hasil overlay dengan faktor pembatas- nya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (lihat pada Lampiran). Pada tahap ini hasil yang diperoleh adalah peta kesesuaian lahan untuk masing-masing ta- naman basis yang telah terpilih pada analisis sektor basis wilayah.

Tahap berikutnya dilakukan operasi overlay antara peta kesesuaian lahan tiap-tiap satuan lahan untuk masing-masing tanaman dengan peta penggunaan lahan saat ini (existing landuse) sehingga akan diperoleh peta yang menunjukkan sebaran spasial kesesuaian lahan menurut karakteristik penggunaan lahan saat ini. Terakhir dilakukan overlay antara peta kesesuaian lahan menurut karakteris- tik penggunaan lahan saat ini dengan peta administrasi kecamatan pesisir. Mela- lui analisa data tabular pada peta hasil overlay tahap akhir ini dapat dilakukan pemilihan alternatif wilayah pengembangan usaha tani untuk komoditas terpilih. Keseluruhan pengolahan data keruangan (spasial) dalam analisis kesesuaian lahan tersebut di atas dilakukan dengan memanfaatkan SIG, yaitu dengan pe- rangkat lunak ArcView versi 3.2.

Analisis usaha tani

Pendekatan yang digunakan untuk memperhitungkan usaha tani adalah berdasarkan kajian ekonomi yaitu melalui analisis finansial. Analisis finansial da- lam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pemanfaatan lahan untuk pertanian (dalam hal ini usaha tani komoditas basis terpilih) secara ekono- mis layak atau tidak layak. Dengan pendekatan analisis finansial maka kriteria yang umum digunakan untuk menilai suatu usaha layak atau tidak layak adalah; (1) Benefit Cost Ratio (B/C ratio), (2) Internal Rate of Return (IRR), dan (3) Net Present Value (NPV).

Benefit Cost Ratio, merupakan merupakan cara evaluasi usaha dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh dengan nilai seka- rang seluruh biaya usaha. Hasil perhitungan B/C ratio ini akan memiliki dua ka- tegori, yaitu jika Net B/C > 1 maka pengusahaan komoditas terpilih tersebut la-

yak, namun jika nilai Net B/C < 1 maka pengusahaan komoditas terpilih tersebut tidak layak.

Rumus matematis B/C ratio adalah sebagai berikut:

(

)

(

)

t t t n t

i

Ratio

C

B

=

B

C

+

=

1

/

1

B

t= manfaat yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha

pada (tahun, bulan, minggu, dan sebagainya) ke-t (Rp.)

C

t= biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan suatu usaha

pada waktu ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut diang- gap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) (Rp.)

i

= merupakan tingkat suku bunga (15%)

t

= periode (1,2,3,...,n)

Internal Rate of Return, merupakan tingkat suku bunga dari unit usaha da- lam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari unit usaha sama dengan 0 (nol). Kriteria dari perhitungan ini adalah, apabila IRR > discount rate maka maka pengusahaan komoditas terpilih layak, namun jika nilai IRR < discount rate maka pengusahaan komoditas terpilih tidak layak. Secara matematis IRR dapat ditulis sebagai berikut:

( )(

)

NPV

NPV

NPV

i

i

i

IRR ' " ' ' " ' − − + =

i

'= tingkat discount rate (DR) pada saat NPV positif

i

"= tingkat discount rate pada saat NPV negatif

NPV

'= nilai NPV positif

NPV

"= nilai NPV negatif

Net Present Value, merupakan selisih antara nilai saat ini (present) dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu. Dari hasil perhitungan NPV ini akan diperoleh dua kriteria, yaitu usaha pertanian komoditas terpilih layak diusahakan jika NPV > 0, atau usaha pertanian komodi- tas terpilih tidak layak diusahakan jika NPV < 0. Formula matematis dari NPV dapat ditulis sebagai berikut:

21

)

(

)

(

=

+

=

n t t t t

i

NPV

B

C

1

1

B

t= manfaat yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha

pada (tahun, bulan, minggu, dan sebagainya) ke-t (Rp.)

C

t= biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan suatu usaha

pada waktu ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut diang- gap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) (Rp.)

i

= merupakan tingkat suku bunga (15%)

t

= periode (1,2,3,...,n)

Analisis perencanaan penggunaan lahan kawasan pesisir

Analisis yang digunakan membuat alternatif penggunaan lahan untuk perta- nian di wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo adalah dengan menggabungkan hasil analisis; identifikasi karakteristik fisik, ekonomi, sosial budaya dan peman- faatan lahan, sektor basis wilayah, kesesuaian lahan, dan finansial usaha tani di daerah penelitian.

Hasil akhir dari seluruh rangkaian analisis tersebut di atas berupa peta pe- rencanaan penggunaan lahan kawasan pesisir untuk pertanian. Untuk lebih me- yakinkan hasil perencanaan ruang yang telah dibuat maka perlu dilakukan

ground check secara acak terhadap daerah-daerah yang terpilih, sehingga hasil perencanaan tersebut sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

Karakteristik Fisik Geografis

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat, dengan posisi geografis pada 110o1’37”-110o16’26” Bujur Timur dan 7o38’42”-7o59’3” Lintang Selatan (Gambar 3). Secara administrasi maka batas wilayahnya adalah:

- Sebelah barat - Sebelah timur - Sebelah utara - Sebelah selatan : : : :

Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah

Kabupaten Sleman dan Bantul Provinsi DI Yogyakarta Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah

Samudera Hindia.

Kabupaten Kulon Progo yang beribukota Wates memiliki luas wilayah da- ratan kurang lebih 586,28 km2 terdiri dari 12 kecamatan, 88 desa, dan 930 pedu- kuhan. Berdasarkan karakteristik topografinya maka wilayah ini dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu:

- Bagian utara : merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ke- tinggian antara 500-1.000 meter dari permukaan air laut, meliputi kecamatan; Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang, dan Kokap.

- Bagian tengah : merupakan daerah punggung perbukitan dengan ketinggi- an antara 100-500 meter dari permukaan air laut, meliputi kecamatan; Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan sebagian Lendah.

- Bagian selatan : merupakan dataran rendah dengan ketinggian sampai de- ngan 100 meter dari permukaan air laut, meliputi kecamat- an; Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan sebagian Keca- matan Lendah.

Daerah penelitian termasuk dalam kategori bagian selatan secara adminis- tratif meliputi 4 kecamatan, 41 desa, dan 339 pedukuhan. Adapun luas wilayah, jumlah desa dan dukuh yang ada di daerah penelitian secara rinci disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

23

Tabel 1 Luas wilayah, jumlah desa dan dukuh di daerah penelitian.

No. Kecamatan Luas (ha) Jumlah desa Jumlah dukuh

1. Temon 3.629,09 15 96

2. Wates 3.200,24 8 68

3. Panjatan 4.459,23 11 100

4. Galur 3.291,23 7 75

Total 14.579,79 41 339

Sumber data: BPS Kabupaten Kulon Progo

390 000 390 000 400 000 400 000 410000 410000 420000 420000 912 000 0 91 20 0 00 9 13000 0 91 30000 9 140000 9140000 915 0000 91500 00 Daer ah Penelitian J AWA T ENGAH DI Y O GY AKART A LAU T J AW A SAMUDERA HIND IA N GA M BAR S I TU A S I LEGEN D A bat as kecamat an bat as kabupat en bat as propinsi bat as pant ai Kecamatan: Temon Wat es Panj at an Galur PETA DAERAH PENELITIAN

N

2 0 2 km

Sumber data: Bappeda Kab. Kulon P rogo

KABUPATEN PURWOREJO KABUPATE N SLEMAN KABUPATE N BANTUL KAB UPAT EN KULON PROGO KAB UPAT EN MAGE LANG

SA MUDE RA HIND IA Iklim

Daerah penelitian memiliki iklim tropis dengan temperatur rata-rata bulanan antara 25,2o - 27,8o C, dengan suhu maksimum mencapai 31,5 o C sedangkan

suhu minimum dapat mencapai 22,8 o C. Kelembaban udara di daerah penelitian berkisar antara 81% hingga 86%. Data curah hujan yang dikumpulkan dari sta- siun pengamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur memperlihatkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember hingga Januari sedangkan curah hujan terendah antara bulan Agustus hingga September setiap tahunnya. Tabel 2 menunjukkan secara rinci rata-rata curah hujan bulanan di masing-ma-

sing kecamatan yang ada di daerah penelitian selama periode tahun 1994 hing- ga 2004.

Tabel 2 Rata-rata curah hujan bulanan menurut kecamatan di daerah penelitian periode tahun 1994-2004.

Kecamatan Bulan

Temon Wates Panjatan Galur

Januari 333 398 164 372 Pebruari 344 402 173 372 Maret 201 239 125 312 April 167 113 83 153 Mei 54 41 27 52 Juni 66 46 13 35 Juli 33 12 8 21 Agustus 8 16 2 6 September 22 4 2 14 Oktober 168 92 93 113 Nopember 368 662 122 290 Desember 341 684 148 421 Jumlah 2.104 2.711 960 2.161

Sumber data: Dinas Pertanian dan Kelautan Kab. Kulon Progo

Secara umum , dari Tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa; (1) Bulan Basah (yaitu curah hujan > 200 mm/bulan) terjadi pada bulan Nopember, De- sember, Januari, Pebruari, dan Maret, (2) Bulan Lembab (yaitu curah hujan antara 100 - 200 mm/bulan) terjadi pada bulan April, dan Oktober, dan (3) Bulan Kering (yaitu curah hujan < 100 mm/bulan) terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September. Sedangkan menurut rata-rata curah hujan tahunan dikategorikan sedang dengan curah hujan antara 2.000 hingga 2.500 mm/tahun (Gambar 4).

Berdasarkan klasifikasi Oldeman (1979) daerah penelitian masuk ke dalam zona agroklimat C2 (5 bulan basah dan 5 bulan kering). Dengan kondisi ini, khu-

susnya pada lahan sawah di daerah penelitian dapat dilakukan usaha tani dengan 2 kali periode tanam, yaitu 1 kali penanaman padi dan 1 kali penanaman palawija atau masing-masing satu kali penanaman padi atau jagung dan palawi- ja. Secara umum ketersediaan air untuk pertanian tidak menjadi kendala bagi para petani, karena di daerah penelitian terdapat jaringan irigasi yang cukup baik dan sumur dengan kedalaman air tanah cukup dangkal.

25

Hidrologi

Kondisi topografi, geologi dan geomorfologi wilayah secara bersama-sama akan membentuk pola-pola aliran sungai yang ada di wilayah tersebut. Pola drai- nase di bagian hulu termasuk tipe dendritik dan bagian hilirnya berpola paralel. Daerah penelitian dilalui oleh tiga sungai yang relatif besar yaitu; (1) Kali Progo dengan lebar + 50 meter memiliki debit air normal 34 m3/detik terletak pada bagian timur daerah penelitian sekaligus menjadi batas administrasi antara Kabupaten Kulon Progo dengan Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, (2) Kali Serang dengan lebar + 20 meter mempunyai debit air normal 12 m3/detik melewati bagian tengah daerah penelitian, dan (3) Kali

Bogowonto mempunyai lebar + 25 meter dengan debit air normal 15 m3/detik terletak di bagian barat daerah penelitian yang sekaligus berbatasan dengan Ka- bupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah, dan beberapa sungai kecil (sebagai- mana ditunjukkan pada Gambar 5).

Sebelum dibangun Waduk Sermo yang terletak di Kecamatan Kokap, dae- rah penelitian terutama sebagian besar wilayah Kecamatan Temon sering me- ngalami banjir apabila musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Saat ini, bencana banjir dan kekeringan dapat diatasi dengan perbaikan jaringan irigasi yaitu pembangunan saluran irigasi Sapon yang melintasi empat kecamat- an di daerah penelitian. Hingga saat ini saluran irigasi Sapon merupakan satu- satunya sarana irigasi terbesar yang ada di daerah penelitian dengan fungsi utama sebagai pendistribusi air untuk irigasi areal-areal pertanian yang ada di wilayah ini.

Sebagian besar penduduk, terutama yang tinggal di desa-desa pesisir di- mana saluran irigasi tidak dapat menjangkau wilayah mereka, selain memanfaat- kan air sungai juga memanfaatkan air tanah dengan cara membuat sumur bor untuk keperluan irigasi. Kedalaman air tanah di daerah penelitian berkisar antara 1,5 hingga 2,5 meter dengan kualitas cukup baik. Santosa (2004) dalam peneli- tiannya menyatakan bahwa sepanjang kepesisiran Kabupaten Kulon Progo me- ngandung air tanah tawar termasuk pada sepanjang satuan gumuk pasir hingga kedalaman + 40 meter dari permukaan tanah. Air tanah payau ditemukan pada sebagian kecil wilayah, yaitu di bagian sebelah barat daerah penelitian mendeka- ti Kali Bogowonto. Selanjutnya Santoso (2004) menyatakan sepanjang pantai Kulon Progo dan wilayah kepesisirannya belum terjadi intrusi air laut melalui akuifer.

27

Topografi

Secara umum karakteristik lereng daerah penelitian sebagian besar relatif datar, yaitu lebih dari 90% wilayah memiliki lereng kurang dari 8% sedangkan sisanya dengan lereng 9 hingga 16%. Secara spasial dapat dikatakan bahwa, Kecamatan Galur seluruh wilayahnya memiliki lereng < 3%, Kecamatan Panjatan dengan lereng < 3-5%, Kecamatan Wates lereng tertinggi 6-8%, dan sebagian kecil wilayah Kecamatan Temon dengan lereng 9-16%. Gambar 6 menunjukkan kondisi kelerengan daerah penelitian.

Tanah

Secara garis besar di daerah penelitian terdapat 5 ordo tanah, yaitu; Enti- sol, Inceptisol, Alfisol, Mollisols, dan Vertisol (BPPT, 2003). Tanah-tanah ordo Inceptisol, Vertisol, dan Mollisols, di daerah penelitian umumnya bertekstur berat (liat). Sedangkan ordo Entisol memiliki tekstur pasir lebih dari 90%. Ordo Entisol terdapat dua sub group yaitu; Typic Tropopsamments dan Typic Udipsamments. Ordo Inceptisol terdapat tiga sub group yaitu; Aeric Halaquepts, Typic Endo- aquepts, dan Typic Eutrudepts. Ordo Alfisol memiliki satu sub group yaitu Typic Endoaqualfs. Ordo Mollisols dengan dua sub group yaitu; Pachic Argiudolls dan Typic Argiudolls. Sedangkan ordo Vertisol mempunyai dua sub group yaitu; Lep- tic Hapluderts/Chromuderts dan Typic Haplusterts.

Jika dilihat persebaran jenis tanah menurut wilayah maka untuk Kecamatan Temon didominasi tanah dengan sub group Typic Endoaqualfs. Sub ordo Pachic Argiudolls dominan terdapat di Kecamatan Wates, sedangkan sub group Typic Endoaquepts dominan terdapat di Kecamatan Panjatan dan Kecamatan Galur. Gambar 8 memperlihatkan sebaran spasial jenis tanah hingga tingkat sub grup

Dokumen terkait