• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap I meliputi analisa komposisi kimia, analisa asam amino, dan ekstraksi senyawa bioaktif dari kerang mas ngur (Atactodea striata). Tahap II meliputi pengujian inhibitor topoisomerase I, penentuan MIC ekstrak aktif, pengujian kelompok senyawa kimia (protein, asam amino bebas, karbohidrat, alkaloid, steroid, terpenoid dan saponin), isolasi golongan senyawa aktif inhibitor topoisomerase I.

3.3.1 Analisa Komposisi Kimia dan Asam Amino (AOAC 1995)

3.3.1.1 Analisa Komposisi Kimia Atactodea striata

Analisa komposisi kimia yang dilakukan meliputi kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat. Analisa komposisi kimia dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan, Departemen ITP, IPB Bogor.

Analisa kadar air dilakukan dengan terlebih dulu memanaskan cawan (bersih) dalam oven pada suhu 102oC – 105oC selama 10-12 jam, kemudian dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang (A). Selanjutnya, kedalam cawan dimasukkan 1-4 gram kerang Atactodea striata kering yang telah dihaluskan (diblender) lalu ditimbang (B). Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 102oC - 105oC sampai beratnya konstan. Setelah itu, dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang (C). Kadar air dapat dihitung dengan rumus :

% 100 (%) x A B C A air Kadar − − = Keterangan : A = berat cawan kosong (gram)

B = berat cawan berisi contoh sebelum dioven (gram) C = berat cawan berisi contoh setelah dioven (gram)

Analisa kadar abu dilakukan dengan terlebih dulu cawan porselin dipijarkan dalam tanur bersuhu 650°C ± 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Sebanyak 2 g kerang Atactodea striata kering yang telah dihaluskan (diblender) ditimbang dalam cawan tersebut (B), kemudian dipanaskan dalam oven sampai hampir kering dan selanjutnya diabukan dalam tanur yang bersuhu 650°C sampai diperoleh abu yang berwarna putih (± 24 jam). Selanjutnya abu didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang (C). Kadar abu dapat

27

dihitung dengan rumus :

% 100 (%) x A B C A air Kadar − − = Keterangan : A = berat cawan kosong (gram)

B = berat cawan berisi contoh sebelum pengabuan (gram) C = berat cawan berisi contoh setelah pengabuan (gram)

Analisa kadar lemak dilakukan dengan terlebih dulu labu soxhlet kosong (bersih) dikeringkan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (B). Sebanyak 2 gram (A) kerang Atactodea striata kering yang telah dihaluskan (diblender), dikeringkan dalam oven (105°C) terlebih dahulu selama ± 2 jam di atas kertas saring bebas lemak, Selanjutnya contoh yang sudah kering dibungkus dengan kertas saring kemudian diekstraksi. Lemak diekstrak menggunakan pelarut heksana selama 6 jam. Pemanasan labu soxhlet dilakukan dengan penangas air bersuhu 70°C - 80°C. Setelah waktu ekstraksi cukup, heksana yang tersisa dalam labu soxhlet diuapkan sampai habis di dalam oven 100°C, lalu didinginkan dalam desikator dan segera ditimbang hingga diperoleh berat konstan (C). Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus :

% 100 (%) X A B C lemak Kadar = −

Keterangan : A = berat contoh (gram)

B = berat labu kosong kering (gram)

C = berat labu berisi minyak setelah ekstraksi (gram)

Analisa kadar protein kerang Atactodea striata kering dilakukan dengan perhitungan total nitrogen secara semi-mikro Kjeldahl dan dikalikan dengan 6,25 (faktor konversi protein-nitrogen). Kerang Atactodea striata kering yang telah dihaluskan (diblender), ditimbang sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 ml, dan ditambahkan tablet Kjeldahl 2 buah. Selanjutnya ditambahkan 15 ml H2SO4 lalu didestruksi selama ± 30 menit sampai diperoleh

cairan yang berwarna hijau jernih. Cairan didinginkan, kemudian ditambah akuades 5 ml dan dipindahkan ke tabung destilasi dengan hati-hati, lalu dibilas dengan akuades 5-10 ml. Selanjutnya ke dalam tabung destilasi ditambahkan sebanyak 10 - 12 ml larutan NaOH (60 g NaOH + 5 g Na2S2O35H2O dalam 100 ml akuades) sampai

ditampung dengan gelas erlenmeyer 125 ml yang berisi 10 ml larutan H3BO4 dan 2-3

tetes indikator campuran metil merah dan metil biru. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah menjadi merah muda. Analisis blanko dilakukan seperti prosedur di atas tanpa menggunakan bahan yang dianalisa. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :

% 100 ) ( 25 , 6 007 , 14 ) ( (%) x gr contoh berat x x N x b a protein Kadar = − Keterangan :

a = volume (ml) HCl untuk titrasi larutan contoh b = volume (ml) HCl untuk titrasi larutan blanko N = normalitas larutan HCl

14,007 = berat atom nitrogen

6,25 = faktor konversi protein-nitrogen untuk ikan dan produk sampingannya Perhitungan kadar serat kasar dilakukan dengan melarutkan sampel kering sebanyak 1 gram dengan 100 ml H2SO4 1,25%, kemudian dipanaskan hingga

mendidih dan di destruksi selama 30 menit. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih kemudian dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan 100 ml NaOH 1,25% selama 30 menit. Lalu disaring dengan cara seperti di atas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1,25% mendidih, 2,5 ml air sebanyak tiga kali dan 25 ml

alkohol. Residu berserta kertas saring dipindahkan ke cawan poselin dan dikeringkan dalam oven 130°C selama 2 jam. Setelah dingin residu beserta cawan porselin ditimbang (A), lalu dimasukkan dalam tanur 600°C selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B). Kadar serat kasar dapat dihitung dengan rumus : 100 (%) 2 1 3 x w w w kasar serat Kadar = − Ketetangan :

W1 = bobot residu setelah dibakar dalam tanur = B - (bobot cawan) ; B : bobot residu + cawan W2 = berat contoh (gram)

W3 = bobot residu sebelum dibakar dalam tanur

29

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan menggunakan metode by difference, yaitu pengurangan 100 % dengan jumlah dari hasil analisis kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

3.3.1.2.Analisa Asam Amino Atactodea striata

Analisa asam amino meliputi asam amino esensial dan non esensial. Analisa asam amino ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Bogor.

Sampel kerang Atactodea striata kering dianalisis lebih lanjut dengan metode High Performance Liquid Cromatography (HPLC). Sebelum digunakan, perangkat HPLC harus dibilas dulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe yang akan digunakan juga harus dibilas dengan aquades. Analisa asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu: (1) tahap pembuatan hidrolisat protein ; (2) tahap pengeringan; (3) tahap derivatisasi; (4) tahap injeksi serta analisis asam amino.

(1) Tahap pembuatan hidrolisat protein

Untuk preparasi sampel yaitu tahap pembuatan hidrolisat protein, sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dihancurkan. Selanjutnya ditambahkan dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 ml, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan peni upan dengan gas nitrogen (N) untuk menghilangkan gas O2 sebelum diekstraksi. Hal ini

dimaksudkan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Proses pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. Setelah pemanasan selesai, hidrolisat protein disaring dengan menggunakan milipore berukuran 45 mikron.

(2) Tahap pengeringan

Hasil saringan diambil sebanyak 10 µl dan ditambahkan dengan 30 µl larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trietilamin dengan perbandingan 2:2:1. Setelah Kadar karbohidrat (%) = 100% - % kadar (air + abu + protein + lemak +

100% x g) (0,25 sampel Bobot BMA x 5ml x mol/ml 2,5 x standar area luas sampel area luas (%) amino Asam =

ditambahkan larutan pengering, dilakukan pengeringan dengan pompa vakum untuk mempercepat pengeringan dan mencegah oksidasi.

(3) Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antar larutan metanol, pikoiotiosianat, dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 ml asetonitril 60% dan natrium asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali dengan menggunakan milipore berukuran 0,45 mikron.

(4) Injeksi ke HPLC

Hasil saringan diambil sebanyak 20 µl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Untuk perhitungan konsentrasi asam amino pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino :

Temperatur Kolom : 38oC

Jenis kolom : Pico tag 3.9 x 150 nm coulomb Kecepatan alir eluen : Sistem linier gradien (1 ml/menit)

Program : Gradien

Tekanan : 3000 psi

Fase gerak : Asetonitril 60 % dan Natrium asetat 1 M 40 %

Detektor : UV, 254 nm

Merk : Waters

Kandungan asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus yaitu presentase asam amino dalam 100 g sampel :

31

3.3.2 Ekstraksi Senyawa Bioaktif Atactodea striata (Harborne 1987)

Ekstraksi dilakukan dengan metode ekstraksi bertingkat yang dimodifikasi. Pelarut yang digunakan adalah heksana (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar). Serbuk kerang mas ngur (Atactodea striata) ditimbang 50 gr, dimasukkan ke dalam erlenmeyer selanjutnya ditambah pelarut he ksana 100 ml, ditutup dengan alumunium foil agar pelarut tidak menguap, kemudian dimaserasi selama 24 jam. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring. Residu ditambah pelarut etil asetat 100 ml, ditutup alumunium foil, dimaserasi selama 24 jam, setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring. Residu ditambah pelarut metanol 100 ml, ditutup alumunium foil, dimaserasi selama 24 jam.

Masing-masing filtrat yang dihasilkan, dievaporasi dengan suhu yang sesuai dengan pelarut yang digunakan (± 40o

C) sampai terbentuk ekstrak yang berupa pasta. Selanjutnya ekstrak dari masing-masing pelarut disebut ekstrak he ksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol. Masing-masing ekstrak yang terbentuk kemudian dicuci dengan menggunakan masing-masing pelarut (he ksana, etil asetat, metanol) sebagai berikut :

1) Pelarut heksana ditambahkan pada ekstrak heksana, pelarut etil asetat pada ekstrak etil asetat, dan pelarut metanol pada ekstrak metanol. Perbandingan volume pelarut dan ekstrak adalah 2 : 1. Selanjutnya campuran dishaker selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam pada suhu 4oC.

2) Bila terdapat endapan maka lapisan atasnya di pipet. Selanjutnya di evaporasi sampai berbentuk pasta. Ekstrak dilarutkan dengan masing-masing pelarut kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu 4oC. Bila masih terdapat endapan maka di pipet lapisan atasnya dan di evaporasi, kemudian ditambahkan pelarut dan didiamkan 24 jam pada suhu 4oC. Proses pencucian ini dilakukan sampai tidak terdapat endapan, dengan demikian ekstrak yang diperoleh benar-benar telah bebas dari komponen-komponen lain yang ikut pada saat ekstraksi.

Setelah pencucian, masing-masing ekstrak hasil evaporasi dikerok dan dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian disimpan pada suhu 4°C. Diagram alir proses ekstraksi bahan aktif kerang mas ngur (Atactodea striata) dapat dilihat pada Gambar 8.

Atactodea striata

Gambar 8 Diagram alir proses ekstraksi bahan akti f dari Atactodea striata

3.3.3 Uji Inhibitor Topoisomerase I (TopoGen 2006)

Ekstrak ditambah dengan 13 µ l ddH2O, 2 µl DNA supercoil, 2 µl buffer

TGS, 2 µl ekstrak, dan 2 µl enzim DNA topoisomerase, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah itu, reaksi dihentikan dengan menambah 2 µl SDS 10%. Sisa enzim dinonaktifkan dengan 1 µl Proteinase-K (20 µg/µl) selama 60 menit pada suhu 37oC. Selanjutnya, 2 µl buffer loading dan 20 µl CIA (Chloroform Isoamil Alkohol) ditambahkan kedalam reaksi, kemudian divorteks. Lapisan atas dianalisis menggunakan elektroforesis dengan gel agarosa 1% pada 55 volt selama 3 jam dan dilakukan pewarnaan dengan etidiumbromida untuk penentuan kualitatif bentuk DNA nick dan supercoil. Aktivitas inhibisi enzim ditentukan dengan kemampuan enzim untuk merubah bentuk DNA supercoil menjadi DNA bentuk nick/relaxed untuk topoisomerase I. Enzim DNA topoisomerase yang digunakan adalah Human Topoisomerase I Drug Screening Kit dari topoGen. Kontrol positif adalah camptothecin.

Aktivitas inhibitor topoisomerase I memilik dua mekanisme yaitu mekanisme berbentuk poison, jika senyawa dapat menstabilkan ikatan enzim dan

Maserasi 24 jam dengan heksana Penghancuran Filtrasi Filtrat I Evaporasi

Ekstrak Heksana Residu

Maserasi 24 jam dengan etil asetat

Filtrasi Filtrat II Evaporasi Ekstrak Etil Asetat Maserasi 24 jam dengan metanol

Filtrasi Filtrat III Evaporasi Ekstrak Metanol Residu Residu P E N C U C I A N

33

substrat sehingga terjadi peningkatan Open Circular (OC). Aktivitas hambatan katalitik ditunjukkan dengan tetap utuhnya substrat DNA.

3.3.4 Uji Kelompok Senyawa Kimia

Pengujian untuk mengetahui kelompok senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak aktif meliputi uji ninhidrin untuk menentukan adanya asam amino bebas, Molish untuk menentukan adanya karbohidrat dalam suatu bahan, Lieberman Burchard untuk menentukan adanya steroid dalam suatu bahan, Bradford untuk mengetahui adanya protein dalam suatu bahan. Uji ini dilakukan dengan terlebih dulu masing-masing ekstrak ditimbang sebanyak 0,1 gr kemudian dilarutkan dalam masing-masing pelarut sebanyak 5 ml (Bintang, 1999). Selain itu juga dilakukan uji alkaloid, saponin, flavonoid, steroid (Harborn 1987).

3.3.4.1 Uji Ninhidrin

Uji ninhidrin dilakukan untuk menentukan adanya asam amino bebas dalam suatu bahan. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino bebas (gugus amida) membentuk senyawa berwarna ungu, sedangkan dengan prolin dan hidroksiprolin ninhidrin berwarna kuning. Cara pengujian adalah sebagai berikut : ekstrak aktif Atactodea striata 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dibubuhi larutan ninhidrin 1 ml, lalu dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 5 menit. Bila terlihat warna ungu berarti positif. Uji ini dilakukan secara duplo.

Pada prinsipnya asam amino bebas akan terhidrolisis melalui proses pemanasan dengan terputusnya ikatan karbon yang mengikat gugus amida (-NH2)

dan gugus karbonil (-COOH) sehingga ninhidrin akan mengisi kekosongan elektron (bereaksi) pada gugus amida dan membentuk senyawa berwarna ungu sebagai indikasi adanya asam amino bebas pada bahan yang diuji.

3.3.4.2 Uji Molish

Uji ini adalah uji umum untuk menentukan adanya karbohidrat dalam suatu bahan. Karbohidrat akan dipecah oleh asam sulfat pekat menjadi gugus furfural yang akan bereaksi dengan sulfonat alfa-naftol membentuk senyawa berwarna ungu. Pereaksi Molish terdiri atas alfa-naftol 5% dalam etanol 95% yang selalu dibuat segar. Uji ini dilakukan secara duplo. Cara pengujiannya kedalam 1 ml ekstrak dibubuhi 2 tetes pereaksi Molish lalu ditambahkan asam sulfat pekat

melalui dinding tabung secara hati-hati. Bila terbentuk lapisan berwarna ungu, berarti positif mengandung karbohidrat karena terjadi reaksi kondensasi antara furfural dengan alfa-naftol. Bila tidak ada karbohidrat maka akan berwarna hijau.

Pada umumnya monosakarida stabil dalam larutan asam yang encer walaupun dipanaskan, tetapi apabila dipanaskan dengan asam kuat yang pekat seperti asam sulfat pekat, monosakarida membentuk gugus furfural sebagai reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari senyawanya. Gugus furfural yang terbentuk akan memberikan warna ungu bila bereaksi dengan alfa naftol, sehingga reaksi ini dapat dijadikan sebagai reaksi pengenal untuk karbohidrat.

3.3.4.3 Uji Bradford

Uji ini untuk mengetahui adanya protein dalam suatu bahan. Cara pengujiannya adalah ekstrak 1 ml dimasukkan kedalam tabung kemudian ditambah dengan 1 ml pereaksi Bradford. Tabung ditutup rapat dengan parafilm dan dikocok dengan cara membalikkan tabung perlahan-lahan beberapa kali. Kemudian didiamkan selama lima menit atau paling lama satu jam. Bila terbentuk warna biru, berarti positif mengandung protein.

Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam-asam amino dan dihubungkan dengan ikatan peptida. Secara umum, rumus molekul protein terdiri atas sebuah atom karbon (C) yang mengikat sebuah gugus ami da (-NH2),

sebuah gugus karboksil (COO-), sebuah atom hidrogen (H) dan sebuah gugus alkil (R). Apabila sebuah molekul protein diberi pereaksi bradford yang terdiri dari larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air maka ion logam (Cu) akan direduksi oleh protein (gugus COO-) sehingga terbentuk Cu2O yang diindikasikan dengan

terbentuknya warna biru. 3.3.4.4 Uji Alkaloid

Cuplikan sampel ditambah kloroform dan beberapa tetes amonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam

diambil kemudian ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih untuk pereaksi Meyer, endapan merah untuk pereaksi Dragendorf dan endapan coklat untuk pereaksi Wagner.

35

Menurut Suradikusumah (1989), alkaloid umumnya dinyatakan sebagai senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang merupakan bagian dari sistem siklik. Atom nitrogen ini hampir selalu dalam bentuk gugus amina atau amida. Substituen oksigen umumnya dalam bentuk gugus fenol (-OH), metoksil (-OCH3) atau metilendioksi (-O2CH3). Penggunaan pereaksi Dragendorf,

Meyer dan Wagner didasarkan pada reaksi oksidasi yang mana logam-logam pada pereaksi merupakan oksidator ya ng membawa elektron sehingga terlepasnya atom H misalnya dari gugus OH dan selanjutnya berikatan dengan gugus amina atau amida yang diindikasikan dengan terbentuknya warna. Warna yang terbentuk tergantung pada logam yang terdapat pada pereaksinya, misalnya Iodida pada pereaksi Dragendorf akan memberikan warna merah.

Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisah-misahkan jenis alkaloid. Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismut, tungsten, atau jood. Pereaksi Meyer mengandung kalium jodida dan merkuri klorida, pereaksi Dragendorf mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit berair, pereaksi Burchard mirip dengan pereaksi Wagner dan mengand ung kalium jodida dan jood. Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam hal sensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda (Sastrohamidjojo 1996).

3.3.4.5 Uji Saponin

Sampel sebanyak 1 gr ditambahkan air secukupnya selanjutnya dipanaskan pada air mendidih (water bath) selama 5 menit. Setelah proses pemanasan, larutan didinginkan kemudian dikocok. Jika timbul busa yang bertahan lebih dari 10 menit menunjukkan adanya saponin.

Busa yang terbentuk secara stabil pada larutan cair disebabkan karena bahan yang diekstrak mengandung surfaktan yaitu senyawa glikosida yang berfungsi sebagai detergen alami. Biasanya saponin memiliki satu atau lebih monosakarida yang mudah terhidrolisis dengan panas dan dalam keadaan dingin bila dikocok mudah membentuk busa yang stabil (Rao 1996).

3.3.4.6 Uji Flavonoid

Sampel sebanyak 1 gr ditambahkan metanol 30% sampai sampel terendam kemudian dipanaskan sampai didapatkan filtrat yang pekat. Setelah pemanasan, filtrat yang diperoleh ditaruh ke dalam papan uji (spot plate), kemudian ditambahkan H2SO4. Jika pada penambahan asam sulfat terbentuk warna merah

maka positif mengandung flavonoid.

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang memiliki kerangka karbon terdiri dari dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai

alifatik tiga-karbon. Penambahan metanol 30 % kemudian dipanaskan akan memudahkan reduksi asam sulfat pekat menghasilkan warna merah pada flavonol, flavanon, flavanonol dan xanton (Robinson 1995).

3.3.4.7 Uji Triterpenoid dan Steroid

Uji Lieberman Burchard dilakukan berdasarkan asetilasi 3 β hidroksi oleh asam anhidrida dalam H2SO4. Ester asetil 3 β hidroksi sterol yang mengandung

ikatan ganda didalam asam akan mengalami epimerisasi menjadi bentuk 3α dan reaksi eliminasi yang menimbulkan produk berwarna. Uji triterpenoid ditandai dengan warna ungu atau merah, sedangkan steroid warna hijau atau biru. Sampel sebanyak 2 gr ditambahkan 25 ml etanol 30% kemudian dipanaskan (50oC) dan disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan, selanj utnya ditambahkan eter. Lapisan eter yang terbentuk dipipet dan diletakan pada papan uji (spot plate) kemudian ditambah pereaksi Lieberman Burchard (3 tetes asam asetat anhidrin dan 1 tetes H2SO4 pekat), selanjutnya diamati warna yang terbentuk.

3.3.5 Isolasi Senyawa Aktif Inhibitor Topoisomerase I

Ekstrak terpilih adalah ekstrak yang memiliki rendemen terbesar serta memiliki aktivitas inhibitor topoisomerase. Ekstraksi senyawa kimia ini meliputi : 1. Isolasi Alkaloid. Metode yang digunakan mengacu pada Sugita et al. (2006).

Ekstrak metanol sebanyak 1,5 gr direndam dengan metanol-air (4:1) selama 24 jam. Setelah itu disaring dan filtratnya dimaserasi sampai sisa 1/10 volume awal pada suhu 40oC. Selanjutnya diasamkan dengan H2SO4 2M

sampai pH 3-4. Kemudian ekstraksi dengan kloroform (proses ini dilakukan sebanyak tiga kali) yang mana akan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan

37

bawah merupakan lapisan kloroform dan lapisan atas merupakan lapisan air asam. Lapisan kloroform (bawah) dipipet (untuk tiga kali ekstrak) dan diuapkan pada suhu 40oC sampai berbentuk pasta. Selanjutnya ekstrak dikerok dan dimasukkan dalam botol sampel. Proses ekstraksi tersebut secara rinci terlihat pada Lampiran 2.

2. Isolasi Steroid. Metode ekstraksi steroid mengacu pada Bahti et al. (1983) dalam Heryani (2002). Cuplikan ekstrak metanol dihidrolisis dengan KOH 10 % dalam etanol diatas penangas air pada suhu 100oC selama 3 jam. Selanjutnya di saring, dan hidrolisat yang diperoleh dievaporasi sampai kering (hidrolisat kering). Kemudian diekstraksi dengan dietil eter, dan ekstrak dietil eter dicuci berturut-turut dengan air, HCl 2N, air, NaHCO3

jenuh, NaCl jenuh. Akhir pencucian akan diperoleh fase dietil eter dan selanjutnya dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat sehingga diperoleh ekstrak

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Atactodea striata

Komposisi kimia daging kerang mas ngur (Atactodea striata) disajikan pada pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia serbuk kering Atactodea striata dibandingkan dengan sumber nutrisi lain

Nutrisi

% berat kering Kerang mas ngur

(A. striata) Kerang (Mytilus viridis L)* Teripang batu (H. scabra)* Teripang pasir (H. nobilis)* Kadar air 7,84 35,68 10,34 1,88 Protein 56,08 42,17 54,05 46,56 Lemak 5,95 5,06 6,30 4,86 Abu 7,88 17,09 28,02 45,41 Serat kasar 1,25 - - - Karbohidrat 21 8,45 1,29 1,29

* Sumber : berbagai publikasi penelitian dari Balai Penelitian Perikanan Laut dari tahun 1984 – 2004 dalam Witjaksono (2005)

Komposisi kimia kerang mas ngur (Atactodea striata) dibandingkan dengan sumber nutrisi lain berdasarkan berat keringnya (Tabel 1) menunjukkan kadar protein yang tinggi sehingga peluang pemanfaatannya sebagai salah satu sumber protein hewani cukup besar. Bahan pangan yang dikonsumsi manusia sebenarnya bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasanya menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis terutama dalam upaya penyembuhan penyakit.

Berdasarkan komposisi kimia diatas maka kerang mas ngur (Atactodea striata) termasuk salah satu hasil perikanan berprotein tinggi (lebih dari 50 %) dan lemak sedang (diatas 5 %) serta tinggi karbohidrat (lebih dari 20 %) sehingga baik untuk dikonsumsi khususnya bagi penderita sakit hati (Primadhani 2006).

Secara tradisional kerang mas ngur (Atactodea striata) digunakan untuk mengobati penyakit hati, dan kenyataan ini jika dikaji dari segi kandungan gizi dapat dibenarkan karena penderita sakit hati umumnya memiliki gangguan pada metabolisme protein, lemak dan karbohidrat dimana gangguan ini terjadi akibat dari fungsi hati yang tidak berjalan secara normal sehingga dapat menyebabkan akumulasi bermacam-macam racun. Menurut Morgan dan Heaton (2000), metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan alkohol diatur di hati. Oleh karena

39

itu, hati dikatakan sebagai pemegang peran utama dalam menjaga keseimbangan energi.

Salah satu penanda akumulasi racun yang disebabkan oleh melemahnya fungsi hati adalah amonia yang dihubungkan dengan encephalopathy serta neurotransmiter yang salah. Hal ini ditandai dengan perubahan komposisi plasma asam amino dan penurunan rasio asam amino rantai cabang (BCAA) terhadap asam amino aromatik (AAA) (Nelson et al. 1994).

Hati berperan penting dalam menjaga kenormalan kadar gula darah yaitu dengan mengubah glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) saat kadar gula darah

Dokumen terkait