• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Januari sampai bulan Februari 2014 di Sungai Belawan Desa Lalang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sampel air yang diidentifikasi dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit-SDAL) Universitas Sumatera Utara, sedangkan sampel makrozoobenthos diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah thermometer, DO meter, pH meter, botol sampel, surber net, GPS (Global Positioning System), tali plastik, toples, kertas label, kertas grafik, buku identifikasi jenis makrozoobenthos, oven, timbangan digital, kalkulator, alat tulis, dan kamera digital.

Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel air yang diukur parameter fisika kimia, alkohol 96%, dan makrozoobenthos sebagai parameter biologi yang diidentifikasi sebagai indikator adanya pencemaran.

Prosedur Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling di perairan sungai yang dibagi 3 stasiun berdasarkan aktivitas yang biasa dilakukan di sekitar sungai dan dapat menghasilkan limbah (Gambar 2). Dokumentasi tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ditampilkan pada Lampiran 1.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Sungai Belawan Desa Lalang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

Deskripsi Area

Stasiun I : Merupakan bagian perairan sungai yang tidak terdapat aktivitas dengan koordinat 3o36’51” LU 98o42’26” BT yang ditampilkan pada Gambar 3.

Stasiun II : Merupakan bagian perairan sungai yang terdapat limbah yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga dengan koordinat 3o37’12” LU 98o41’57” BT ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun II (Aktivitas Domestik)

Stasiun III : Merupakan bagian perairan sungai yang terdapat limbah yang dihasilkan dari aktivitas pasar dengan koordinat 3o37’28” LU 98o41’50” BT ditampilkan pada Gambar 5.

Pengukuran Faktor Fisika Kimia dan Biologi Perairan

Pengukuran parameter fisika kimia dan biologi perairan dilakukan selama tiga periode yang masing-masing tiga kali ulangan per stasiun. Alat dan satuan pengukuran parameter fisika kimia dan biologi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Fisika Kimia dan Biologi Perairan yang Diukur

Parameter Satuan Alat Tempat Analisis

Fisika

Suhu oC Thermometer In Situ

Kekeruhan (TSS) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ

Kimia

DO mg/L DO meter In Situ

pH - pH meter In Situ

BOD mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ

Nitrat (NO3-N) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ

Fosfat (PO4-P) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ Biologi

Makrozoobenthos Ind/m2 dan g/m2 Surber net Ex Situ

Pengambilan Sampel Parameter Biologi

Pengambilan sampel parameter biologi (makrozoobenthos) dilakukan dengan menggunakan surber net di semua stasiun, yaitu stasiun I, II, dan III. Setiap stasiun dibentangkan tali perpetakan 1 m2 dan diambil makrozoobenthos yang ditemukan lalu diawetkan dengan alkohol 96% dan diidentifikasi di laboratorium. Setelah itu, dilakukan perhitungan jumlah individu setiap jenis per satuan luas (ind/m2) dan berat kering atau biomassa per satuan luas (g/m2).

Analisis Data

Parameter Kualitas Air

Nilai parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No. 82/2001

Parameter Satuan Kelas

I II III IV

Fisika

Suhu oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5

Kekeruhan (TSS) mg/L 50 50 400 400 Kimia DO mg/L ≥6 ≥4 ≥3 ≥0 pH - 6-9 6-9 6-9 5-9 BOD mg/L 2 3 6 12 Nitrat mg/L 10 10 20 20 Fosfat mg/L 0.2 0.2 1 5 Metode Storet

Metode Storet merupakan suatu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Metode Storet ini dapat digunakan untuk mengetahui parameter- parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Prinsip dari metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United State- Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan sebagai berikut.

1. Skor 0 = memenuhi baku mutu 2. Skor -1 s/d -10 = tercemar ringan 3. Skor -11 s/d -30 = tercemar sedang 4. Skor ≤ -31 = tercemar berat

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Data kualitas air dikumpulkan secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

2. Data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dibandingkan dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air

Jumlah Contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia < 10 Maksimum -1 -2 Minimum -1 -2 Rata-rata -3 -6 ≥ 10 Maksimum Minimum -2 -2 -4 -4 Rata-rata -6 -12

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

Kurva Abudance and Biomass Comparison (ABC)

Analisis kurva ABC dilakukan pada jenis makrozoobenthos yang diperoleh dalam setiap stasiun melalui tahapan sebagai berikut (Warwick, 1986):

- Membuat daftar jumlah individu persatuan luas atau kepadatan (ind/m2), kepadatan relatif, biomassa persatuan luas (g/m2) dan biomassa relatif dari masing-masing jenis makrozoobenthos.

 Kepadatan (K)

K = Jumlahindividu (ind)

Luas (m2)  Kepadatan Relatif (KR) KR = Ksuatujenis Ktotal × 100%  Biomassa (B) B = Biomassaindividu (g) Luas (m2)  Biomassa Relatif (BR) BR = Bsuatujenis Btotal × 100%

- Ranking masing-masing jenis benthos dibuat berdasarkan persentase relatif jumlah individu persatuan luas (ind/m2) dan total biomassa persatuan luas (g/m2). Kemudian setiap jenis makrozoobenthos, dibuat persentase kumulatif relatif jumlah total individu per satuan luas (ind/m2) dan total biomassa per satuan luas (g/m2), sehingga terbentuk persentase kumulatif dominan.

- Data ranking jumlah benthos per satuan luas (ind/m2) dan biomassa per satuan luas (g/m2) diplotkan pada sumbu X dalam bentuk logaritma, sedangkan sumbu

Y diplotkan data persentase kumulatif dominan dari jumlah individu per satuan luas dan biomassa per satuan luas.

Kurva ABC menghubungkan kepadatan dan biomassa makrozoobenthos dengan beberapa komponen yang dianalisis untuk membuat kurva dan mengetahui kategori kualitas makrozoobenthos dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komponen Kurva ABC

Komponen Satuan

Jumlah Individu per Satuan Luas

Kepadatan ind/m2

Kepadatan Relatif %

Ranking Spesies -

Persentase Kumulatif %

Berat Individu per Satuan Luas

Biomassa g/m2

Biomassa relatif %

Ranking Spesies -

Persentase Kumulatif %

Berdasarkan bentuk kurva ABC yang diperoleh (Gambar 6), status atau kualitas makrozoobenthos dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:

- Baik, jika kurva biomassa per satuan luas berada di atas kurva jumlah individu per satuan luas.

- Sedang, jika kurva biomassa per satuan luas dan kurva jumlah individu per satuan luas saling tumpang tindih.

- Buruk, jika kurva biomassa per satuan luas berada di bawah kurva jumlah individu per satuan luas.

Gambar 6. Kurva ABC Posisi Kurva Kepadatan dan Biomassa Benthos Baik (1), Sedang (2), Buruk (3) (Warwick, 1986)

Dokumen terkait