• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Air Sungai Belawan Di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kualitas Air Sungai Belawan Di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS AIR SUNGAI BELAWAN DI DESA LALANG

KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

IRMA SHINTA ROULIA

100302067

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KUALITAS AIR SUNGAI BELAWAN DI DESA LALANG

KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

IRMA SHINTA ROULIA

100302067

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kualitas Air Sungai Belawan di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Irma Shinta Roulia

NIM : 100302067

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Irma Shinta Roulia

Nim : 100302067

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kualitas Air Sungai Belawan di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, April 2014

(5)

ABSTRAK

IRMA SHINTA ROULIA. Kualitas Air Sungai Belawan di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Di bawah bimbingan TERNALA ALEXANDER BARUS dan RIRI EZRANETI.

Sungai Belawan di Desa Lalang merupakan sungai yang terdapat aktivitas domestik dan pasar. Pembuangan limbah ke perairan sungai mempengaruhi kualitas air sejalan dengan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sungai Belawan di Desa Lalang berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi (makroozoobenthos). Parameter fisika dan kimia air dianalisis dengan metode Storet, sedangkan parameter biologi (makrozoobenthos) dianalisis dengan kurva Abudance and Biomass Comparison (ABC). Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Stasiun yang digunakan terdiri atas stasiun I (kontrol), stasiun II (aktivitas domestik), dan stasiun III (aktivitas pasar). Nilai parameter fisika dan kimia air antara lain suhu 26,33 − 29,00 oC, kekeruhan (TSS) 8,79 − 12,99 mg/L, DO 4,37 − 6,57 mg/L, pH 5,17 − 6,43, BOD 0,52 − 0,64 mg/L, nitrat 0,65 − 0,87 mg/L, fosfat 0,11 − 0,13 mg/L, kepadatan dan biomassa makroozoobenthos 0 − 88% dan 0 − 87%. Berdasarkan parameter fisika dan kimia air, stasiun I memiliki skor 0 yang menunjukkan kualitas air memenuhi baku mutu (kelas I), sedangkan pada stasiun II dan III memiliki skor -10 yang menunjukkan kualitas air tercemar ringan (kelas II). Parameter biologi (makroozoobenthos) menghasilkan kurva yang saling tumpang tindih yang menunjukkan kualitas air sedang pada tiap stasiun.

(6)

ABSTRACT

IRMA SHINTA ROULIA. The Belawan River Water Quality in Lalang Village Deli Serdang Regency of North Sumatera. Under academic supervision of TERNALA ALEXANDER BARUS and RIRI EZRANETI.

Belawan River in Lalang Village is the river that contained domestic and market activity. The existence of dumping waste into the waters of the rivers affecting water quality straight with the level of pollution generated. This study aims to determine the water quality of Belawan river in Lalang Village based on physics, chemical, and biology (makroozoobenthos) parameters. Physics and chemical parameters were analyzed by the method Storet, while biological parameters (macrozoobenthos) were analyzed by curve Abudance and Biomass Comparison (ABC). The study was conducted in January to February 2014. The method used was Purposive Random Sampling. Stations used are Station 1 (control) , station II (domestic activity, and station III (market activity). Physics and chemical parameters are temperature 26.33 − 29.00 °C , turbidity (TSS) 8.79 − 12.99 mg/L, DO 4.37 − 6.57 mg/L, pH 5.17 − 6.43, BOD 0.52 − 0.64 mg/L, nitrate 0.65 − 0.87 mg/L , phosphate 0.11 − 0.13 mg/L, abudance and biomass of makroozoobenthos: 0 − 88% and 0 − 87%. Based on physical and chemical parameters of water, the station I had score 0 which indicates the water quality is satisfying the quality standard (class I), whereas station II and III had score -10 which indicates water quality is mild contaminated (grade II). Biological parameter (makroozoobenthos) produce overlapping curves that show the quality water is medium at each station.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dili pada tanggal 26 Februari 1993, sebagai

anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Sustoni

Silaban dan Ibu Derita Situmorang, S.Pd, M.Si. Pendidikan formal

yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar (SD)

Yayasan Perguruan Kristen Andreas Deli Serdang pada tahun 1998

− 2004, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Free Methodist 2 Medan pada tahun

2004 − 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Medan pada tahun 2007 −

2010. Penulis diterima di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara (MSP FP USU) pada tahun 2010 melalui jalur

Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada

bulan Juli sampai Agustus 2013 di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Benih Ikan

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sumedang.

Penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi diantaranya sebagai anggota

Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara

Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK USU UP FP) dari tahun 2010 sampai

sekarang dan anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan

(IMMASPERA) periode 2012 − 2013. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum

mata kuliah Planktonologi dan Oseanografi pada semester genap tahun ajaran 2011 −

2012 dan 2012 − 2013, mata kuliah Pencemaran Perairan dan Pengolahan Limbah pada

semester ganjil tahun ajaran 2013 − 2014, mata kuliah Planktonologi dan

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Kualitas Air Sungai Belawan di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara”. Skripsi ini diajukan sebagai satu dari beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yaitu kepada Bapak Prof.

Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Riri

Ezraneti, S.Pi, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan

arahan, bimbingan, masukan, dan dorongan serta semangat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Bapak

Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan kepada

seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis Bapak Drs. Sustoni

Silaban dan Ibu Derita Situmorang, S.Pd, M.Si yang telah membesarkan, memelihara

dan mendidik penulis sampai saat ini bahkan juga yang telah memberikan dukungan

materi dan moril kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada kakak dan

adik penulis Ivana Grace Monica, S.Hut dan Mea Fitri Kartika Sari yang telah

(9)

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Irfan Zuhri

Nasution, SH selaku Kepala Desa Lalang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang,

Frans Natanael Simanjuntak, S.Si selaku tenaga khusus atau tenaga ahli Pusat Penelitian

Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit-SDAL), Drs. Jonner Silaban, M.Pd,

Parlinggoman Sianturi, S.Pi dan Rafika Napitupulu, A.Md yang telah membantu proses

penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman mahasiswa

program studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang terdiri atas abang-kakak senior

angkatan 2009, khususnya teman-teman angkatan 2010, dan adik-adik yunior angkatan

2011 sampai angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang

telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang

Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, April 2014

(10)
(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2. Peta Lokasi Penelitian di Sungai Belawan Desa Lalang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara ... 24

3. Lokasi Stasiun I (Kontrol) ... 24

4. Lokasi Stasiun II (Aktivitas Domestik) ... 25

5. Lokasi Stasiun III (Aktivitas Pasar) ... 25

6. Kurva ABC Posisi Kurva Kepadatan dan Biomassa Benthos ... 31

7. Melanoides sp. ... 33

8. Corbicula sp. ... 33

9. Melania sp. ... 34

10.Syrmylasma sp. ... 34

11.Kurva ABC Stasiun I Sungai Belawan Desa Lalang ... 36

12.Kurva ABC Stasiun II Sungai Belawan Desa Lalang ... 37

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Parameter Fisika Kimia dan Biologi Perairan yang Diukur ... 26

2. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No. 82/2001 ... 27

3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air ... 28

4. Komponen Kurva ABC ... 30

5. Nilai Parameter Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belawan Desa Lalang ... 32

6. Nilai Parameter Biologi (Makroozoobenthos) Sungai Belawan ... Desa Lalang ... 33

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman 1. Dokumentasi Kegiatan di Lokasi Penelitian ... 54 2. Data Parameter Fisika dan Kimia Air Sungai Belawan Desa

Lalang ... 55 3. Data Parameter Biologi (Makrozoobenthos) Sungai Belawan Desa

Lalang ... 58 4. Deskripsi Jenis Makrozoobenthos ... 59 5. Penilaian Skor Parameter Fisika dan Kimia Air (Metode Storet) .. 60 6. Nilai Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR), Biomassa

(B), Biomassa Relatif (BR), Ranking Spesies, dan Persentase

(15)

ABSTRAK

IRMA SHINTA ROULIA. Kualitas Air Sungai Belawan di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Di bawah bimbingan TERNALA ALEXANDER BARUS dan RIRI EZRANETI.

Sungai Belawan di Desa Lalang merupakan sungai yang terdapat aktivitas domestik dan pasar. Pembuangan limbah ke perairan sungai mempengaruhi kualitas air sejalan dengan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sungai Belawan di Desa Lalang berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi (makroozoobenthos). Parameter fisika dan kimia air dianalisis dengan metode Storet, sedangkan parameter biologi (makrozoobenthos) dianalisis dengan kurva Abudance and Biomass Comparison (ABC). Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Stasiun yang digunakan terdiri atas stasiun I (kontrol), stasiun II (aktivitas domestik), dan stasiun III (aktivitas pasar). Nilai parameter fisika dan kimia air antara lain suhu 26,33 − 29,00 oC, kekeruhan (TSS) 8,79 − 12,99 mg/L, DO 4,37 − 6,57 mg/L, pH 5,17 − 6,43, BOD 0,52 − 0,64 mg/L, nitrat 0,65 − 0,87 mg/L, fosfat 0,11 − 0,13 mg/L, kepadatan dan biomassa makroozoobenthos 0 − 88% dan 0 − 87%. Berdasarkan parameter fisika dan kimia air, stasiun I memiliki skor 0 yang menunjukkan kualitas air memenuhi baku mutu (kelas I), sedangkan pada stasiun II dan III memiliki skor -10 yang menunjukkan kualitas air tercemar ringan (kelas II). Parameter biologi (makroozoobenthos) menghasilkan kurva yang saling tumpang tindih yang menunjukkan kualitas air sedang pada tiap stasiun.

(16)

ABSTRACT

IRMA SHINTA ROULIA. The Belawan River Water Quality in Lalang Village Deli Serdang Regency of North Sumatera. Under academic supervision of TERNALA ALEXANDER BARUS and RIRI EZRANETI.

Belawan River in Lalang Village is the river that contained domestic and market activity. The existence of dumping waste into the waters of the rivers affecting water quality straight with the level of pollution generated. This study aims to determine the water quality of Belawan river in Lalang Village based on physics, chemical, and biology (makroozoobenthos) parameters. Physics and chemical parameters were analyzed by the method Storet, while biological parameters (macrozoobenthos) were analyzed by curve Abudance and Biomass Comparison (ABC). The study was conducted in January to February 2014. The method used was Purposive Random Sampling. Stations used are Station 1 (control) , station II (domestic activity, and station III (market activity). Physics and chemical parameters are temperature 26.33 − 29.00 °C , turbidity (TSS) 8.79 − 12.99 mg/L, DO 4.37 − 6.57 mg/L, pH 5.17 − 6.43, BOD 0.52 − 0.64 mg/L, nitrate 0.65 − 0.87 mg/L , phosphate 0.11 − 0.13 mg/L, abudance and biomass of makroozoobenthos: 0 − 88% and 0 − 87%. Based on physical and chemical parameters of water, the station I had score 0 which indicates the water quality is satisfying the quality standard (class I), whereas station II and III had score -10 which indicates water quality is mild contaminated (grade II). Biological parameter (makroozoobenthos) produce overlapping curves that show the quality water is medium at each station.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai merupakan aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara

terus-menerus dari hulu menuju hilir. Sungai merupakan satu diantara beberapa bagian

dari siklus hidrologi. Sungai Belawan adalah sebua

Belawan merupakan sungai di Provinsi Sumatera Utara dengan panjang 11.997,05 km

dan lebar 34 m sehingga luasannya 40.789,98 Ha. Sungai Belwan secara administrasi

berada pada 2 (dua) Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Deli Serdang seluas

38.029,30 Ha (93,23 %) dan Kota Medan seluas 2.760,69 Ha (6,77 %). Pada data

spasial sebagian kecil terdapat di Kabupaten Langkat, namun dengan berbagai

pertimbangan dileburkan ke Kabupaten Deli Serdang (Badan Pengelola Daerah Aliran

Sungai Wilayah Sumatera Utara, 2013).

Desa Lalang merupakan satu dari beberapa daerah yang dialiri oleh sungai

Belawan. Di sekitar sungai banyak terdapat aktivitas masyarakat yang membutuhkan

sungai secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa aktivitas tersebut didominasi

antara lain kegiatan domestik atau rumah tangga dan aktivitas pasar (kampung Lalang).

Menurut Salmah (2010), limbah yang dibuang ke sungai mempengaruhi kualitas air

serta fungsi dan struktur ekosistem sungai.

Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan

dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,

(18)

ditenggang keberadaannya di dalam air. Pencemaran air adalah masuknya mahluk

hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga

kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi

sesuai peruntukannya.

Parameter fisika kimia dan biologi perairan dapat menentukan kualitas air

sungai. Organisme yang dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas perairan

diantaranya adalah makrozoobenthos. Menurut Warwick (1986), nilai kepadatan dan

biomassa makrozoobenthos dapat menentukan tingkat pencemaran perairan.

Pembuangan limbah ke perairan sungai dapat menyebabkan kualitas air akan menurun

sejalan dengan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Pencemaran dapat mengganggu

sistem ekologi perairan, estetika, dan berdampak negatif bagi kesehatan mahluk hidup

yang menggunakannya. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian tentang Kualitas

Air Sungai Belawan di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

Rumusan Permasalahan

Berbagai akivitas yang dilakukan di sungai Belawan Desa Lalang baik domestik

maupun non domestik dapat mempengaruhi kualitas perairan. Limbah yang dihasilkan

masuk ke dalam perairan sehingga terjadi pencemaran yang mengganggu biota dan

ekosistem. Perairan yang kualitasnya diketahui berguna untuk menentukan cara

pengelolaan dan pemanfaatan perairan tersebut. Berdasarkan hal-hal yang telah

(19)

1. Apakah parameter fisika dan kimia perairan Sungai Belawan di Desa Lalang

memenuhi baku mutu dalam PP No. 82 Tahun 2001?

2. Berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi (makroozobenthos), bagaimana

kualitas air Sungai Belawan di Desa Lalang?

Kerangka Pemikiran

Sungai merupakan perairan yang mengalami perubahan jika terdapat aktivitas

manusia di sekitarnya. Beberapa aktivitas manusia yang dapat mengubah kualitas

perairan sungai adalah kegiatan domestik atau rumah tangga dan aktivitas pasar.

Limbah yang dihasilkan biasanya dibuang ke perairan sungai. Perubahan kualitas air

akan semakin buruk sehingga terjadi pencemaran yang mengganggu kehidupan biota

dan ekosistem dalam perairan. Parameter fisika kimia dan biologi dapat dianalisis untuk

menentukan kualitas air dan strategi pengelolaan Sungai Belawan di Desa Lalang.

(20)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kualitas air Sungai Belawan di Desa Lalang berdasarkan parameter

fisika dan kimia.

2. Mengetahui kualitas air Sungai Belawan di Desa Lalang berdasarkan parameter

biologi (makrozoobenthos).

Aktivitas Manusia

Perairan Sungai Belawan Desa Lalang Domestik

(Rumah Tangga)

Non Domestik (Aktivitas Pasar)

Limbah

Kualitas Air Menurun Pencemaran

Mengganggu Kehidupan Biota

Rekomendasi Pengelolaan

(21)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kualitas air

Sungai Belawan di Desa Lalang baik bagi bidang pendidikan, penelitian, masyarakat,

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang

berlangsung antara kompnen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya.

Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan

ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pengaruh bahan

asing pada batas-batas kisaran tertentu masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan

masih tetap dapat dipertahankan. Apabila suatu sungai menerima limbah dalam jumlah

sedikit atau masih dalam batas toleransinya, maka limbah tersebut akan dapat

dinetralisir oleh adanya dinamika ekologis tersebut (Barus, 2004).

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air,

wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS)

(Maryono, 2005). Sedangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah

daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan

ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi

dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas

daratan (Asdak, 1995).

Dalam ekosistem perairan sungai terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik

(produsen, konsumen, dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan

(23)

Faktor Abiotik

1. Kecepatan Arus (velocity)

Kecepatan arus dari sungai sangat berpengaruh terhadap kemampuan sungai

untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar (Effendi, 2003). Arus cepat akan

menghilangkan semua bahan berat dan membawanya ke hilir. Ketika terjadi hujan,

jumlah air akan meningkat namun saluran tetap sama, sehingga air mengalir lebih cepat.

Ketika DAS sungai agak melebar, maka arus akan melambat. Selain itu, sungai yang

terdapat di dataran rendah kecepatan arus akan sangat lambat sehingga terlihat seperti

kolam. Pada daerah inilah terjadi endapan lumpur dan pasir (Maulana, 2001).

Jenis arus sungai dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. Arus laminar: teratur dan halus dengan sedikit pencampuran.

b. Arus bergolak/berputar: arus yang tidak teratur dengan pencampuran

maksimum.

c. Arus transisi: suatu tempat antara dua arus (laminar dan bergolak).

2. Substrat

Ukuran substrat ditentukan oleh arus. Substrat terdiri atas bahan anorganik

(lanau, pasir, kerikil dan batu) dan bahan organik (kasar atau halus partikel organik).

Pasir yang diendapkan oleh arus yang lambat, maka akan ada bahan partikulat organik.

Substrat yang menumpuk dapat menghambat bahan organik. Selain itu diketahui

geologi batuan akan mempengaruhi sungai, terutama jika bersifat basa seperti kapur

atau batu kapur, akan melepaskan sejumlah besar kalsium, yang sangat cocok untuk

pertumbuhan molluscan.

Fakta bahwa substrat yang sangat kompleks dan memilki jenis yang banyak,

(24)

3. Suhu

Suhu akan bervariasi tidak hanya di sepanjang sungai tetapi juga melalui periode

musim. Ketinggian, iklim lokal, dan sejauh mana vegetasi di sisi sungai juga akan

mempengaruhi suhu. Suhu dapat mempengaruhi metabolisme. Hal ini sangat bervariasi

antar spesies, terutama ambang batas kemampuan mereka bertahan hidup.

4. Oksigen

Jika air tidak tercemar dan mengalir dengan kejenuhan maka oksigen akan

berada pada kadar maksimum. Akibatnya oksigen tidak akan menjadi sebuah faktor

penujang utama dalam distribusi organisme di sungai.

Faktor Biotik

Komponen biotik yang ditemukan di suatu lokasi sungai dipengaruhi oleh

kombinasi faktor-faktor abiotik di daerah itu. Menurut Odum (1998), komponen biotik

yang hidup di dalam air dibedakan atas dua zona utama, yaitu:

1. Zona Air Deras

Zona ini dihuni benthos yang beradaptasi khusus atau organisme yang dapat

melekat kuat pada dasar yang padat dan ikan yang kuat berenang. Pada zona ini

diketahui sungai memilki dasar padat disebabkan memiliki daerah yang dangkal dengan

kecepatan arus yang kuat sehingga menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan

materi lain yang lepas.

2. Zona Air Tergenang

Zona ini cocok untuk penggali dan plankton karena kecepatan arus yang mulai

(25)

Hal ini mengakibatkan dasar sungai menjadi lunak. Zona ini banyak dijumpai pada

daerah landai.

Sungai Belawan

Sungai Belawan adalah sebuah

sungainya adala

Belawan merupakan sungai yang secara keseluruhan mempunyai panjang ± 72 km,

yang mengalir dari hulu (Kuta Limabaru) sampai hilir (Selat Malaka).

Pencemaran Air Sungai

Pencemaran air adalah masuknya mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain

ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu

yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Industrialisasi dan

urbanisasi telah membawa dampak pada lingkungan. Pembuangan limbah industri dan

domestik ke badan air merupakan penyebab utama pencemaran air (PP No. 82 Tahun

2001).

Pencemaran air terjadi ketika energi dan bahan-bahan yang dirilis, menurunkan

kualitas air untuk pengguna lain. Polusi air mencakup semua bahan limbah yang tidak

dapat diurai secara alami oleh air. Dengan kata lain, apapun yang ditambahkan ke air,

ketika melampaui kapasitas air untuk mengurainya, disebut polusi. Polusi, dalam

keadaan tertentu, dapat disebabkan oleh alam, seperti ketika air mengalir melalui tanah

dengan keasaman yang tinggi. Akan tetapi yang lebih sering menyebabkan polusi pada

air adalah tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab sehingga polutan dapat

(26)

Sumber Pencemar

Secara umum ada dua sumber utama pencemaran air, yaitu sumber pencemar air

dari titik tetap/tidak bergerak dan sumber pencamar air dari titik tidak tetap/bergerak.

Sumber pencemar dari titik tetap antara lain pabrik, fasilitas pengolahan air limbah,

sistem tanki septik, dan sumber lain yang jelas membuang polutan ke sumber air.

Sumber tidak tetap lebih sulit untuk diidentifikasi, karena tidak dapat ditinjau kembali

ke lokasi tertantu. Sumber tidak tetap termasuk limpasan termasuk sedimen, pupuk,

bahan kimia dan limbah dari peternakan hewan, bidang, situs konstruksi, dan tambang

(Kjellstrom, dkk., 2000).

Sumber tidak tetap juga bisa berasal dari hujan dan salju cair mengalir melewati

lahan dan menghayutkan pencemar-pencemar diatasnya seperti pestisida dan pupuk dan

mengendapkannya dalam danau, telaga, rawa, perairan pantai, dan air bawah tanah serta

kota-kota dan pemukiman yang juga menjadi penyumbang pencemar (Dini, 2011).

Jenis Bahan Pencemar

Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat membagi bahan

pencemar air ke dalam beberapa kategori berikut (Nasution, 2008), yaitu:

1. Limbah Organik

Sebagian besar dari kotoran manusia dan hewan. Ketika limbah yang dapat

didekomposisi (biodegradable) memasuki pasokan air, limbah menyediakan sumber

energi (karbon organik) untuk bakteri. Hal ini mengakibatkan terjadinya dekomposisi

biologis yang dapat menyebabkan terkurasnya oksigen terlarut di sungai, yang akan

berdampak pada kehidupan air. Selain itu, kekurangan oksigen juga dapat menimbulkan

(27)

2. Panas

Dapat menjadi sumber polusi dalam air. Peningkatan temperatur air

menyebabkan jumlah oksigen terlarut akan menurun. Polusi thermal dapat terjadi secara

alami, misalnya melalui pembuangan air yang telah digunakan untuk mendinginkan

pembangkit listrik atau peralatan industri lainnya. Panas yang tinggi dapat

menghabiskan oksigen terlarut dalam air sehingga dapat mempengaruhi kehidupan air.

Selain itu, suhu air yang tinggi juga akan berdampak buruk pada pengunaannya sebagai

pendingin di industri-industri.

3. Bahan Buangan Padat atau Sedimen

Salah satu sumber yang paling umum dari polusi air. Sedimen terdiri dari

mineral atau bahan padat organik yang dicuci atau ditiup dari bawah tanah ke

sumber-sumber air. Sulit untuk mengidentifikasi polusi sedimen, karena berasal dari sumber-sumber

non-titik, seperti konstruksi, operasi pertanian dan peternakan, penebangan, banjir, dan

limpasan kota. Sedimen ini apabila dibuang ke sungai dapat mengakibatkan terjadinya

pelarutan oleh air, pengendapan di dasar air dan pembentukan koloidal yang melayang

di dalam air.

4. Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun

Merupakan bahan-bahan yang tidak digunakan atau dibuang dengan benar yang

berasal dari kegiatan manusia. Misalnya titik sumber polusi kimia meliputi limbah

industri dan tumpahan minyak. Selain itu, pembersih rumah tangga, pewarna, dan cat

pelarut juga beracun, dan dapat menumpuk ketika dibuang ke pipa saluran pembuangan.

Hal ini dapat memberikan dampak negatif pada manusia serta satwa dan tanaman.

(28)

Berasal dari pembuangan air limbah dari pabrik-pabrik, rumah sakit dan

tambang uranium. Selain itu radioaktif juga dihasilkan dari isotop alami, seperti radon.

Polutan radioaktif bisa berbahaya, dan dibutuhkan bertahun-tahun sampai zat radioaktif

tidak lagi dianggap berbahaya.

Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri

maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai

jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada

berbagai aktivitas domestik lainnya. Limbah padat lebih dikenal sebagai

seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila

ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri atas bahan kimia senyawa organik dan

senyawa anorganik. Konsentrasi dan kuantitas tertentu menyebabkan kehadiran limbah

dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,

sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang

ditimbulkan oleh limbah bergantung pada jenis dan karakteristik limbah (Agusnar,

2008).

Limbah cair mengandung bahan-bahan yang dilepas dari serat, sisa bahan kimia

yang ditambahkan pada proses penyempurnaan tersebut, serta serat yang terlepas

dengan cara kimia atau mekanik selama proses produksi berlangsung. Pemerintah dalam

hal ini Menteri Negara KLH telah menetapkan baku mutu limbah cair bagi kegiatan

yang sudah beroperasi yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara KLH Nomor:

Kep-03/KLH/ II/1991 untuk menjamin terpeliharanya sumberdaya air dari pembuangan

(29)

pengolahan limbah tersebut memerlukan biaya investasi dan biaya operasi yang tidak

sedikit. Oleh sebab itu, pengolahan limbah cair harus dilakukan secara cermat dan

terpadu di dalam proses produksi dan setelah proses produksi agar pengendalian

berlangsung dengan efektif dan efisien (Sulistiono, 2001).

Menurut Daryanto (1995), limbah domestik dapat digolongkan kedalam tiga

jenis, yaitu limbah cair, limbah gas dan limbah padat. Limbah cair domestik dapat

berasal dari kegiatan sehari-hari misalnya memasak, mandi, mencuci dan lain-lain.

Selain itu limbah juga dapat berasal dari kegiatan warga yang buang air besar (BAB)

sembarangan di sungai. Limbah domestik berupa gas dapat berasal dari dapur rumah

tangga, pembakaran sampah padat, dekomposisi sampah padat maupun cair dan

lain-lain. Limbah gas menjadi pencemar bila melewati nilai Nilai Ambang Batas (NAB).

Limbah padat domestik pada umumnya berupa sampah. Sumber sampah berhubungan

dengan tata guna lahan yang mempengaruhi tipe dan karakteristik sampah. Sampah

yang tidak tertangani akan dibuang ke badan air dan menjadi pencemar tambahan

(Fadly, 2008).

Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan,

jenisny

mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam,

tetapi secara umum minimal 75% terdiri atas sampah organik dan sisanya

(Sudrajat, 2010).

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu

kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan,

dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat.

(30)

limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Suatu limbah digolongkan sebagai

limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan

konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau

mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia (Agusnar,

2008).

Limbah B3 merupakan bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak

digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal

yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk

limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak,

mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan

lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap kendaraan

bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan cemaran udara

primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik, yaitu sumber tetap (stationery

source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar fosil, pabrik, rumah tangga,

jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile source) seperti: truk, bus, pesawat

terbang, dan kereta api (Agusnar, 2008).

Dampak Pencemaran Air

Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau

punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton, dan plankton.

Penurunan jumlah organisme tersebut mengakibatkan sistem ekologi perairan dapat

terganggu. Ekosistem memiliki kemampuan untuk menstabilkan kembali lingkungan

(31)

lingkungan yang bersangkutan. Jika beban pencemaran melebihi daya dukung

lingkungannya maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi. Pencemaran air

selain mengakibatkan dampak buruk pada lingkungan dan menurunkan

keanekaragaman serta menggangu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan

mahluk hidup, karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme

patogen, juga mengandung banyak komponen beracun (Nugroho, 2006).

Penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan (tercemar) dapat

menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut dapat

berupa penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Beberapa penyakit bawaan

air antara lain cholera, abdomalis, dan disentri (Pratiwi, 2007).

Parameter Kualitas Air Parameter Fisika

1. Suhu

Air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Dalam setiap penelitian pada

ekosistem air, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini

disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas

biologis-fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut

hukum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan metabolisme dari organisma sebesar 2 – 3 kali lipat

(Barus, 2004).

Pola suhu dalam ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

(32)

ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari

pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm dan Meijering, 1990).

Di perairan tropis variasi suhu optimal perairan berkisar antara 27oC dan 32oC. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota di perairan. Peningkatan suhu

yang kecil saja dari alam dapat menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan

fisiologis biota (Haryono, 1984).

2. Kecerahan

Kecerahan dalam perairan sungai biasanya 3 – 4 meter atau lebih, relatif dengan

kedalaman sungai. Pengaruh ekologis dari kecerahan akan menyebabkan penurunan

penetrasi cahaya ke dalam perairan yang selanjutnya akan menurunkan fotosintesis dan

produktivitas primer (Nybakken, 1992).

3. Arus

Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada

perairan lotik maupun pada perairan lentik. Faktor ini berhubungan dengan penyebaran

organisme, gas-gas terlarut, dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air

akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen,

yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan berdistribusi ke seluruh

bagian dari perairan tersebut. Selain, itu dikenal arus laminar, yaitu arus air yang

bergerak ke satu arah tertentu saja. Arus terutama berfungsi dalam pengangkutan energi

panas dan substansi yang terdapat di dalam air. Pada umumnya kecepatan arus berkisar

3 m/det. Namun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai

kecepatan arus, karena kecepatan arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari

(33)

4. Kekeruhan

Kekeruhan dapat didefenisikan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang

disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan menggambarkan sifat optik

yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh

bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh

adanya partikel-partikel suspensi (Nasution, 2008).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kekeruhan dalam ekosistem perairan

berkisar 50 – 1000 mg/l. Pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi

cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun,

akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Kekeruhan yang tinggi juga dapat

mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi organisme akuatik. Tingginya nilai

kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas

desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi, 2003).

Parameter Kimia

1. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dan Kejenuhan Oksigen

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem

air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air.

Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah oksigen dari udara melalui kontak

antara permukaan air dengan udara dan dari fotosintesis. Nilai oksigen terlarut di

perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/L. Disamping pengukuran konsentrasi,

biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air.

(34)

Kejenuhan (%) = O2 [u]

O2 [t] x 100%

Keterangan:

O2 [u] = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/L)

O2 [t] = Nilai konsentrasi oksigen yang sebenarnya (Barus, 2004).

Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi oleh suhu dan jumlah garam

terlarut dalam air. Pada ekosistem air tawar, pengaruh suhu menjadi sangat dominan

(Baur, 1987).

2. pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH merupakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.

dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH antara 7 sampai 8.5. Nilai

parameter pH tetentu mempengaruhi kehidupan organisme dalam perairan (Thomas,

2000).

3. Biological Oxygen Demand (BOD)

Kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan organisme

hidup di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi atau mengoksidasi)

bahan-bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air, BOD optimal dalam perairan adalah 2 – 6 mg/l.

Penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme dalam

air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan

mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 2004).

(35)

organik di suatu perairan tersebut. Tingginya kadar BOD dapat mengurangi jumlah

oksigen terlarut dalam air, maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan

buangan organik juga menurun. Apabila oksigen yang terlarut sudah habis, maka

bakteri aerobik dapat mati. Bakteri anaerobik akan mengambil alih tugas untuk

memecah bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan. Pemecahan bahan

organik oleh bakteri anaerobik menghasilkan bau yang tidak enak misalnya anyir atau

busuk (Sukmadewa, 2007).

4. Nitrat

Sebagian besar nitrogen yang ditemukan dalam air permukaan adalah hasil dari

drainase tanah dan air limbah domestik. Air limbah domestik yang merupakan sumber

utama nitrogen berasal dari limbah feses, urin, dan sisa makanan. Nitrogen dalam air

dapat berada dalam berbagai bentuk, yaitu nitrat, nitrit, dan ammonia. Nitrat adalah

bentuk senyawa yang stabil dan keberadaannya berasal dari buangan hewan atau

kotoran manusia, pupuk, dan sisa pertanian (Winata, 2000).

5. Fosfor

Fosfor berasal terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi ke dalam

air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka (sungai dan danau).

Selain itu, dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam

sistem perairan (Barus, 2004). Fosfat adalah bahan nutrisi yang menstimulasi

pertumbuhan yang sangat luar biasa pada alga dan rumput-rumputan dalam danau,

(36)

Parameter Biologi (Makrozoobenthos)

Semua organisme yang hidupnya pada substrat dasar suatu perairan baik yang

bersifat melekat maupun bergerak bebas termasuk dalam kategori benthos.

Makrobenthos adalah kelompok benthos yang memiliki ukuran besar. Benthos

merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis ikan dan menempati posisi dalam

rantai makanan di suatu komunitas perairan. Umumnya benthos yang sering dijumpai di

suatu perairan adalah dari kelompok Crustaceae, Mollusca, Insecta, dan sebagainya.

Benthos juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif untuk mengetahui kualitas suatu

perairan (Barus, 2004).

Makrozoobenthos merupakan benthos yang bersifat hewan dan berukuran ≥ 5

milimeter. Berdasarkan letaknya dibedakan menjadi infauna (kelompok benthos yang

terendam di bawah lumpur) dan epifauna (kelompok benthos yang hidup di permukaan

substrat).

Ada beberapa alasan dalam pemilihan benthos sebagai indikator kualitas suatu

ekosistem perairan, yaitu:

- Pergerakannya yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan

sampel.

- Ukuran tubuh relatif besar sehingga relatif mudah diidentifikasi.

- Hidup di dasar perairan serta relatif diam sehingga secara terus-menerus

terdedah oleh kondisi air di sekitarnya.

- Pendedahan yang terus-menerus mengakibatkan benthos sangat terpengaruh

oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut.

(37)

Baku Mutu Air

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu air adalah

ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus

ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Kriteria

mutu air dan penetapan kelas air sebagai berikut.

1. Kelas satu ( I ) : bahan baku air minum dan peruntukan lain dengan

asyarat kualitas air yang sama.

2. Kelas dua ( II ) : prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaanaikan air

aatawar, peternakan, pertanaman, dan aaperuntukan alain

aadengan syarat kualitas air yang aasama.

3. Kelas tiga ( III ) : pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,

aapertanaman, dan peruntukan lain dengan syarat

aakualitas air yang sama.

4. Kelas empat ( IV ) : mengairi pertanaman dan peruntukan lain dengan

(38)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Januari sampai bulan Februari 2014 di

Sungai Belawan Desa Lalang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sampel air

yang diidentifikasi dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(Puslit-SDAL) Universitas Sumatera Utara, sedangkan sampel makrozoobenthos

diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah thermometer, DO meter, pH meter,

botol sampel, surber net, GPS (Global Positioning System), tali plastik, toples, kertas

label, kertas grafik, buku identifikasi jenis makrozoobenthos, oven, timbangan digital,

kalkulator, alat tulis, dan kamera digital.

Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel air yang

diukur parameter fisika kimia, alkohol 96%, dan makrozoobenthos sebagai parameter

biologi yang diidentifikasi sebagai indikator adanya pencemaran.

Prosedur Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling di

perairan sungai yang dibagi 3 stasiun berdasarkan aktivitas yang biasa dilakukan di

sekitar sungai dan dapat menghasilkan limbah (Gambar 2). Dokumentasi tahap-tahap

(39)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Sungai Belawan Desa Lalang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

Deskripsi Area

Stasiun I : Merupakan bagian perairan sungai yang tidak terdapat aktivitas

dengan koordinat 3o36’51” LU 98o42’26” BT yang ditampilkan pada Gambar 3.

(40)

Stasiun II : Merupakan bagian perairan sungai yang terdapat limbah

yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga dengan

koordinat 3o37’12” LU 98o41’57” BT ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun II (Aktivitas Domestik)

Stasiun III : Merupakan bagian perairan sungai yang terdapat limbah

yang dihasilkan dari aktivitas pasar dengan koordinat

(41)

Pengukuran Faktor Fisika Kimia dan Biologi Perairan

Pengukuran parameter fisika kimia dan biologi perairan dilakukan selama tiga

periode yang masing-masing tiga kali ulangan per stasiun. Alat dan satuan pengukuran

parameter fisika kimia dan biologi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Fisika Kimia dan Biologi Perairan yang Diukur

Parameter Satuan Alat Tempat Analisis

Fisika

Suhu oC Thermometer In Situ

Kekeruhan (TSS) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ

Kimia

DO mg/L DO meter In Situ

pH - pH meter In Situ

BOD mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ

Nitrat (NO3-N) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ

Fosfat (PO4-P) mg/L Botol sampel (Lab) Ex Situ Biologi

Makrozoobenthos Ind/m2 dan g/m2 Surber net Ex Situ

Pengambilan Sampel Parameter Biologi

Pengambilan sampel parameter biologi (makrozoobenthos) dilakukan dengan

menggunakan surber net di semua stasiun, yaitu stasiun I, II, dan III. Setiap stasiun

dibentangkan tali perpetakan 1 m2 dan diambil makrozoobenthos yang ditemukan lalu diawetkan dengan alkohol 96% dan diidentifikasi di laboratorium. Setelah itu,

(42)

Analisis Data

Parameter Kualitas Air

Nilai parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh dibandingkan dengan

kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No. 82/2001

Parameter Satuan Kelas

I II III IV

Metode Storet merupakan suatu metode untuk menentukan status mutu air yang

umum digunakan. Metode Storet ini dapat digunakan untuk mengetahui

parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Prinsip dari metode

Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang

disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk

menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA

(United State- Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan sebagai

(43)

1. Skor 0 = memenuhi baku mutu

2. Skor -1 s/d -10 = tercemar ringan

3. Skor -11 s/d -30 = tercemar sedang

4. Skor ≤ -31 = tercemar berat

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Data kualitas air dikumpulkan secara periodik sehingga membentuk data dari waktu

ke waktu (time series data).

2. Data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dibandingkan dengan nilai

baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu)

maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku

mutu) maka diberi skor yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air

Jumlah Contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari

(44)

Kurva Abudance and Biomass Comparison (ABC)

Analisis kurva ABC dilakukan pada jenis makrozoobenthos yang diperoleh dalam

setiap stasiun melalui tahapan sebagai berikut (Warwick, 1986):

- Membuat daftar jumlah individu persatuan luas atau kepadatan (ind/m2), kepadatan relatif, biomassa persatuan luas (g/m2) dan biomassa relatif dari masing-masing jenis makrozoobenthos.

- Ranking masing-masing jenis benthos dibuat berdasarkan persentase relatif

jumlah individu persatuan luas (ind/m2) dan total biomassa persatuan luas (g/m2). Kemudian setiap jenis makrozoobenthos, dibuat persentase kumulatif relatif jumlah total individu per satuan luas (ind/m2) dan total biomassa per satuan luas (g/m2), sehingga terbentuk persentase kumulatif dominan.

(45)

Y diplotkan data persentase kumulatif dominan dari jumlah individu per satuan

luas dan biomassa per satuan luas.

Kurva ABC menghubungkan kepadatan dan biomassa makrozoobenthos dengan

beberapa komponen yang dianalisis untuk membuat kurva dan mengetahui kategori

kualitas makrozoobenthos dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komponen Kurva ABC

Komponen Satuan

Berdasarkan bentuk kurva ABC yang diperoleh (Gambar 6), status atau kualitas

makrozoobenthos dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:

- Baik, jika kurva biomassa per satuan luas berada di atas kurva jumlah individu

per satuan luas.

- Sedang, jika kurva biomassa per satuan luas dan kurva jumlah individu per

satuan luas saling tumpang tindih.

- Buruk, jika kurva biomassa per satuan luas berada di bawah kurva jumlah

(46)
(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika dan kimia air yang diukur pada saat pengamatan meliputi suhu,

kekeruhan (TSS), DO, pH, BOD, nitrat, dan fosfat. Dari masing-masing stasiun, yaitu

stasiun I yang merupakan kontrol, stasiun II yang terdapat aktivitas domestik, dan

stasiun III yang terdapat aktivitas pasar. Hasil penelitian parameter fisika dan kimia

perairan memiliki nilai bervariasi yang diperoleh dari hasil pengukuran yang terdapat

pada Lampiran 2, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh antara

masing-masing stasiun. Parameter fisika dan kimia perairan sungai Belawan Desa Lalang dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Parameter Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belawan Desa Lalang

Parameter Satuan Baku Mutu Air Kelas Stasiun

I II III IV I II III

Pengambilan sampel makroozoobenthos dilakukan pada area 1 m2 setiap stasiun. Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran makroozoobenthos yang terdapat pada

(48)

(Gambar 7) pada semua stasiun. Melanoides sp. pada stasiun I berjumlah 7 dan bobot

15,40 gram, pada stasiun II berjumlah 15 dan bobot 32,70 gram, dan pada stasiun III

berjumlah 19 dan bobot 40,10 gram. Pada stasiun I, jumlah terendah adalah Corbicula

sp. (Gambar 8), Melania sp. (Gambar 9), dan Syrmylasma sp. (Gambar 10) yang

masing-masing berjumlah 1. Pada stasiun II, jumlah dan bobot terendah adalah

Corbicula sp. sebanyak 0. Pada stasiun III, jumlah dan bobot terendah adalah

Syrmylasma sp. sebanyak 1 dengan bobot 2,60 gram. Adapun keterangan tentang

spesies-spesies tersebut terdapat dalam Lampiran 4. Nilai parameter biologi

(makroozoobenthos) dapat dilihat pada Tabel 6.

(49)

Gambar 9. Melania sp. Gambar 10. Syrmylasma sp.

Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Kualitas air yang ditentukan dari nilai parameter fisika dan kimia perairan

dilakukan dengan menggunakan metode Storet untuk memperoleh total skor yang

menunjukkan status mutu air. Pemberian skor setiap parameter per stasiun yang terdapat

pada Lampiran 5 dikelompokkan sesuai peruntukan baku mutu air kelas I (bahan baku

air minum dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama), II

(prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan

pertanaman), III (pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pertanaman), dan IV

(pertanaman) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Lampiran 7). Pada

stasiun I, diperoleh skor 0 pada semua peruntukan kelas maka air dapat digolongkan

dalam Kelas I. Pada stasiun II dan III, diperoleh skor -10 pada peruntukan kelas II, III,

dan IV maka air dapat digolongkan dalam Kelas II. Kualitas air berdasarkan parameter

(50)

Tabel 7. Kualitas Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belawan Desa Lalang

Kelas Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Skor Kualitas Air Skor Kualitas Air Skor Kualitas Air

I 0 Memenuhi

Kualitas Air Berdasarkan Parameter Biologi (Makrozoobenthos)

Kepadatan relatif (KR) dan biomassa relatif (BR) tertinggi dimiliki oleh

Melanoides sp. pada semua stasiun, yaitu 70% (KR) dan 66% (BR) pada stasiun I, 88%

(KR) dan 87% (BR) pada stasiun II, 80% (KR) dan 74% (BR) pada stasiun III. Oleh

sebab itu, ranking spesies kepadatan dan biomassa tertinggi dimiliki oleh Melanoides

sp. pada semua stasiun.

Berdasarkan ranking spesies dan persentase kumulatif (PK) yang terdapat pada

Lampiran 6, stasiun I diperoleh kurva ABC saling tumpang tindih yang menandakan

(51)

Gambar 11. Kurva ABC Stasiun I Sungai Belawan Desa Lalang

Grafik di atas menunjukkan urutan ranking kepadatan pada stasiun I adalah

Melanoides sp. dengan PK 70% (1), Corbicula sp. dengan PK 80% (2), Melania sp.

dengan PK 90% (3), dan Syrmylasma sp. dengan PK 100% (4). Sedangkan urutan

ranking biomassa pada stasiun I adalah Melanoides sp. dengan PK 66% (1), Corbicula

sp. dengan PK 79% (2), Syrmylasma sp. dengan PK 90% (3), dan Melania sp. dengan

PK 100% (4).

Pada stasiun II diperoleh kurva ABC yang saling tumpang tindih juga yang

menandakan kualitas air adalah sedang. Kurva ABC stasiun II ditampilkan pada

(52)

Gambar 12. Kurva ABC Stasiun II Sungai Belawan Desa Lalang

Grafik di atas menunjukkan urutan ranking kepadatan pada stasiun II adalah

Melanoides sp. dengan PK 88% (1), Melania sp. dengan PK 94% (2), Syrmylasma sp.

dengan PK 100% (3), dan Corbicula sp. dengan PK 100% (4). Sedangkan urutan

ranking biomassa pada stasiun II adalah Melanoides sp. dengan PK 87% (1), Melania

sp. dengan PK 94% (2), Syrmylasma sp. dengan PK 100% (3), dan Corbicula sp.

dengan PK 100% (4).

Pada stasiun III diperoleh kurva ABC yang saling tumpang tindih sama dengan

stasiun I dan II yang menandakan kualitas air adalah sedang. Kurva ABC stasiun III

(53)

Gambar 13. Kurva ABC Stasiun III Sungai Belawan Desa Lalang

Grafik di atas menunjukkan urutan ranking kepadatan pada stasiun III adalah

Melanoides sp. dengan PK 80% (1), Corbicula sp. dengan PK 88% (2), Melania sp.

dengan PK 96% (3), dan Syrmylasma sp. dengan PK 100% (4). Sedangkan urutan

ranking biomassa pada stasiun III adalah Melanoides sp. dengan PK 74% (1), Corbicula

sp. dengan PK 85% (2), Melania sp. dengan PK 96% (3), dan Syrmylasma sp. dengan

(54)

Pembahasan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Hasil pengamatan di sungai Belawan Desa Lalang menunjukkan bahwa nilai

suhu air tertinggi terdapat pada stasiun III (aktivitas pasar) sebesar 28,83 oC dan terendah pada stasiun I (kontrol) sebesar 26,39 oC. Suhu tertinggi pada daerah aktivitas pasar disebabkan oleh banyaknya sampah organik antara lain sayuran dan buah-buahan.

Peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme menggunakan sejumlah

oksigen dan menghasilkan karbondioksida sehingga dapat menaikkan suhu pada

perairan. Brehm dan Meijering (1990) menyatakan bahwa mikroorganisme yang

mendekomposisi bahan organik dapat meningkatkan konsumsi oksigen sehingga

menghasilkan karbondioksida tinggi yang mengakibatkan kenaikan suhu dalam air.

Daerah aktivitas pasar di sekitar sungai ini terdapat sampah sayuran yang lebih banyak

daripada sampah buah-buahan. Sampah sayuran sulit diuraikan dibandingkan dengan

produk pertanian lainnya. Menurut Ningrum (2012), sampah sayuran cenderung lebih

sulit diuraikan dibandingkan dengan hasil pertanian yang lain, karena memiliki kadar

air yang relatif rendah.

Interval suhu di perairan sungai Belawan Desa Lalang dipengaruhi oleh cuaca

pada saat pengamatan yang cenderung cerah dan tidak terlalu panas. Maniagasi, dkk.,

(2013) menyatakan suhu suatu perairan ditentukan oleh beberapa faktor lain seperti

intensitas cahaya matahari, curah hujan, dan ketinggian suatu daerah. Sejumlah

makroozoobenthos ditemukan di sungai ini yang mengindikasikan bahwa organisme

(55)

Nilai kekeruhan (TSS) yang tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas

domestik) sebesar 12,97 mg/L dan terendah pada stasiun I (kontrol) sebesar 8,81 mg/L.

Aktivitas domestik atau rumah tangga menghasilkan berbagai limbah cair maupun

padat. Padatan yang dihasilkan ada yang dapat diuraikan, sulit diuraikan, dan tidak

dapat diuraikan. Air dalam saluran rumah tangga biasanya dialirkan ke perairan

tergenang seperti sungai. Aliran limbah yang berada dalam tanah juga masuk ke dalam

perairan. Limbah yang mengalir dapat mengikis tanah sehingga terbentuk total padatan

tersuspensi (TSS). Effendi (2003) menyatakan bahwa total padatan tersuspensi terdiri

atas segala sesuatu yang merupakan kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa air,

terutama limbah rumah tangga hasil aktivitas manusia. Selanjutnya Rahmawati dan

Azizah (2005) menyatakan penentuan zat padat tersuspensi berguna untuk mengetahui

kekuatan pencemaran air limbah domestik dan efisiensi unit pengolahan air.

Kandungan DO tertinggi terdapat pada stasiun I (kontrol) sebesar 6,49 mg/L dan

terendah pada stasiun III (aktivitas pasar) sebesar 4,39 mg/L. Daerah kontrol tidak

terdapat aktivitas manusia sehingga memiliki kandungan DO yang tinggi. Masyarakat

sekitar sungai Belawan Desa Lalang banyak yang melakukan aktivitas pasar, maka

limbah pasar memiliki kadar yang tinggi dalam sungai tersebut. Kadar limbah yang

tinggi dalam perairan dapat meningkatkan suhu sehingga DO menurun sesuai dengan

Effendi (2003), semakin besar suhu dan semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen

terlarut semakin kecil. Pujiastuti, dkk., (2013) juga menyatakan bahwa oksidasi aerobik

juga dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada

tingkat terendah bahkan anaerob. Kandungan DO pada stasiun I (kontrol) cenderung

stabil, yaitu 6,49 mg/L. Menurut Barus (2004), kisaran DO normal adalah 6 – 8 mg/L

(56)

suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan metabolisme dari organisme sebesar 2 -

3 kali lipat sehingga menurunkan oksigen terlarut.

Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun I (kontrol) sebesar 6,37 dan terendah

pada stasiun III (aktivitas pasar) sebesar 5,20. Nilai pH pada daerah kontrol cenderung

mendekati pH netral karena tidak ada bahan pencemar. Bahan dalam limbah hasil

aktivitas pasar penyebab pencemaran mengakibatkan pH berubah menjadi lebih rendah

karena sampah sayuran dan buah-buahan memiliki keasaman yang relatif cukup tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Ningrum (2012) yang menyatakan bahwa sampah

sayuran dan buah-buahan merupakan limbah organik yang memiliki keasaman tinggi.

Nilai pH dalam perairan bergantung pada jenis bahan pencemar yang ada dalam

perairan. Menurut Purba dan Alexander (2010), nilai pH air tercemar dipengaruhi oleh

jenis zat pencemarnya. Kisaran nilai pH pada perairan sungai Belawan Desa Lalang

sebesar 5,17 – 6,43 belum banyak mempengaruhi biota perairan. Odum (1998)

menyatakan perairan dengan pH yang tidak terlalu tinggi atau rendah tidak

mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang ada di dalamnya. Selanjutnya Effendi

(2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH

dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.

Nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas domestik) sebesar 0,64

mg/L dan terendah pada stasiun I (kontrol) sebesar 0,52 mg/L. Hasil pengukuran nilai

BOD pada setiap stasiun penelitian mengindikasikan perairan yang terdapat aktivitas

domestik menghasilkan limbah yang berakibat terhadap semakin meningkatnya proses

dekomposisi oleh organisme pengurai, sehingga menyebabkan semakin meningkatnya

(57)

tersebut juga tinggi, yang menunjukkan semakin banyaknya dekomposisi bahan organik

oleh mikroorganisme yang menggunakan sejumlah oksigen di perairan.

Nilai kandungan nitrat tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas domestik)

sebesar 0,87 mg/L dan terendah pada stasiun I (kontrol) sebesar 0,65 mg/L. Kandungan

nitrat tinggi pada daerah aktivitas domestik karena adanya limbah hasil kegiatan

manusia dalam rumah tangga. Air limbah domestik yang merupakan sumber utama

nitrogen berasal dari air limbah feses, urin, dan sisa makanan. Besarnya kontribusi

limbah domestik dapat meningkatkan kandungan nitrat dalam perairan. Menurut

Tarigan, dkk (2013), konsentrasi nitrat yang tinggi dalam suatu perairan dapat

disebabkan oleh banyaknya limbah manusia berupa kotoran dan sisa makanan.

Sedangkan daerah kontrol tidak terdapat aktivitas apapun dari manusia sehingga

memiliki kandungan nitrat rendah yang hanya berasal dari alam dan kandungan

nitratnya lebih sedikit daripada nitrat hasil buangan manusia. Budiharjo dan Huboyo

(2007) menyatakan bahwa sumber polutan seperti nitrat yang berasal dari perairan

(alam) mempunyai jumlah lebih sedikit dibandingkan yang berasal dari aktivitas

manusia. Jika dilihat dari kandungan nitratnya, perairan sungai Belawan Desa Lalang

tergolong tidak memiliki kesuburan tinggi. Menurut Nugroho (2006), klasifikasi

kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat 1,13 – 11,29 mg/L tergolong perairan

dengan kesuburan tinggi. Barus (2004) menyatakan nitrat merupakan produk akhir dari

proses penguraian protein dan nutrisi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk dapat

tumbuh dan berkembang.

Kandungan fosfat tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas domestik) sebesar

0,12 mg/L dan terendah pada stasiun I (kontrol) dan III (aktivitas pasar) sebesar 0,11

(58)

rumah tangga (mandi, cuci, kakus) dan penggunaan deterjen yang mengandung fosfat

dialirkan melalui tanah dan bergabung dengan buangan lain kemudian masuk ke dalam

perairan. Menurut Sasongko (2006), fosfat dapat bersumber dari air buangan penduduk,

penggunaan deterjen, dan sisa makanan yang dibuang ke perairan. Jika dilihat dari

kandungan fosfatnya, perairan sungai Belawan Desa Lalang tergolong memiliki

kesuburan cukup tinggi. Nugroho (2006) menyatakan bahwa klasifikasi kesuburan

perairan berdasarkan kandungan fosfat 0,10 – 0,20 mg/L tergolong perairan dengan

kesuburan tinggi.

Parameter Biologi (Makrozoobenthos)

Jumlah dan bobot tertinggi makrozoobenthos pada tiap stasiun adalah

Melanoides sp. Pada stasiun I (kontrol) berjumlah 7 dan bobot 15,40 gram, pada stasiun

II (aktivitas domestik) berjumlah 15 dan bobot 32,70 gram, dan pada stasiun III

(aktivitas pasar) berjumlah 19 dan bobot 40,10 gram. Pada stasiun I, jumlah terendah

adalah Corbicula sp., Melania sp., dan Syrmylasma sp. yang masing-masing berjumlah

1. Pada stasiun II, jumlah dan bobot terendah adalah Corbicula sp. sebanyak 0. Pada

stasiun III, jumlah dan bobot terendah adalah Syrmylasma sp. sebanyak 1 dengan bobot

2,60 gram. Melanoides sp. memiliki toleran yang besar terhadap semua limbah dari

aktivitas manusia termasuk domesik dan pasar. Menurut Simamora (2009), beberapa

genus benthos ada yang dapat metolerir perubahan faktor lingkungan yang besar dan

drastis atau dapat mentolerir faktor lingkungan yang ekstrim. Sementara Corbicula sp.,

Melania sp., dan Syrmylasma sp. memiliki karakteristik membutuhkan kandungan

organik atau nutrisi yang harus mencukupi. Kowalke (1997) menyatakan bahwa famili

(59)

Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Kualitas air tebaik terdapat pada stasiun I (kontrol), diperoleh skor 0 maka

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 air dapat digolongkan dalam

Kelas I. Pada stasiun II (aktivitas domestik) dan III (aktivitas pasar), diperoleh skor -10

maka air dapat digolongkan dalam Kelas II. Oleh sebab itu, stasiun I dapat menjadi air

peruntukan bahan baku air minum dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang

sama serta stasiun II dan III dapat menjadi air peruntukan prasarana/sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pertanaman. Hal ini disebabkan karena

pada stasiun I tidak ada aktivitas manusia, sedangkan pada stasiun II terdapat aktivitas

domestik dan stasiun III terdapat aktivitas pasar yang masing-masing menghasilkan

limbah. Menurut Agustina, dkk., (2012), aktivitas manusia di sepanjang perairan dapat

memberikan dampak buruk terhadap perairan tersebut yang ditandai dengan masuknya

sejumlah beban pencemar ke dalam lingkungan perairan yang mengganggu ekosistem.

Kualitas Air Berdasarkan Parameter Biologi (Makrozoobenthos)

Ranking spesies makroozoobenthos berdasarkan kepadatan relatif (KR) dan

biomassa relatif (BR) tertinggi adalah Melanoides sp. pada tiap stasiun. Melanoides sp.

merupakan jenis makrozoobenthos yang tolerir terhadap limbah atau bahan pencemar

hasil aktivitas domestik maupun pasar. Bahan organik dan anorganik dalam zat

pencemar dibutuhkan oleh Melanoides sp. sebagai nutrisi untuk kelangsungan

hidupnya. Menurut Kowalke (1997), genus Melanoides menggunakan senyawa organik

atau anorganik dalam limbah (bahan pencemar) sebagai nutrisi bagi kehidupannya dan

mentolerir kandungan limbah tersebut dalam perairan.

Jumlah kepadatan dan biomassa setiap jenis makrozoobenthos yang terdapat di

(60)

memiliki penyesuaian atau adaptasi yang berbeda. Dewiyanti (2004) menyatakan bahwa

tidak meratanya jumlah individu atau kepadatan berhubungan dengan pola adaptasi

masing-masing spesies. Berdasarkan ranking spesies dan persentase kumulatif, pada

setiap stasiun diperoleh kurva ABC yang saling tumpang tindih yang menandakan

kualitas air adalah sedang. Menurut Warwick (1986), kategori kualitas sedang jika

kurva biomassa per satuan luas dan kurva jumlah individu per satuan luas saling

tumpang tindih atau berimpit. Kurva kepadatan dan biomassa yang berimpit

menunjukkan perkembangan jumlah dan biomassa sama dan kedua variabel ini cukup

sesuai dengan kualitas air demikian. Yonvitner dan Imran (2006) menyatakan bahwa

adanya kurva saling tumpang tindih antara kepadatan dan biomassa menunjukkan

kualitas air sedang karena kemampuan jumlah dan biomassa untuk berkembang dalam

kualitas air ini adalah sama.

Rekomendasi Pengelolaan Perairan Sungai Belawan Desa Lalang

Hasil penelitian yang dilakukan di sungai Belawan Desa Lalang menunjukkan

bahwa pada stasiun I (kontrol) digolongkan dalam kelas I yang dapat digunakan untuk

bahan baku air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,

peternakan, dan pertanaman. Hal ini didukung oleh adanya operasi PDAM Tirtanadi

Sunggal yang menggunakan air sungai Belawan di daerah Sunggal yang dekat dengan

lokasi penelitian. Pada stasiun II (aktivitas domestik) dan III (aktivitas pasar)

digolongkan dalam kelas II yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pertanaman. Sejauh ini dapat dikatakan

bahwa aktivitas domestik dan pasar belum banyak mempengaruhi dalam penurunan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3. Lokasi Stasiun I (Kontrol)
Gambar 4. Lokasi Stasiun II (Aktivitas Domestik)
Tabel 1. Parameter Fisika Kimia dan Biologi Perairan yang Diukur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengakomodasikan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan yaitu memaksimalkan tingkat keuntungan perusahaan, meminimumkan biaya overtime tenaga kerja,

Berikut ini penilaian terhadap persepsi civitas akademika STAIN Manado terhadap bank Islam, berasaskan hasil wawancara... Peneliti melakukan wawancara dengan fokus pertanyaan

Untuk membuat objek pada WebGL, yang pertama kali dilakukan adalah dengan menentukan vertex dari objek dan disimpan pada sebuah array. Lalu dengan menggunakan

Prinsip dasar atau prinsip umum yang harus diperhatikan adalah : setiap perumusan ketentuan pidana dalam Undang-undang di luar KUHP harus tetap berada dalam sistem hukum

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bubuk kulit singkong akan semakin tinggi pula konsentrasi glukosa yang dihasilkan. Penambahan CaCl2

Guru dapat memilih cerita rakyat tersebut sebagai objek pembelajaran dalam penyampaian materi memahami cerita rakyat yang dituturkan, (2) hasil penelitian ini

Berdasarkan atas uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Dimensi Kualitas Produk terhadap Minat Beli Konsumen Gelamai Merk

Untuk pengguna dapat melakukan update data pengguna dimana yang di update adalah password dari user tersebut dan semua data login akan tersimpan pada storage.. System