• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan pada usaha budidaya ikan cupang (Betta splendens)

milik Bapak A. Arifin yang berlokasi di daerah Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa ikan cupang merupakan komoditas unggulan di wilayah Jakarta Pusat. Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan pada bulan April-Mei 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer dilakukan dengan pengamatan (observasi) langsung serta wawancara dengan pemilik usaha atau pihak-pihak yang terkait dengan usaha tersebut. Data primer bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai ikan cupang termasuk budidayanya dan informasi mengenai keuangan usaha tersebut. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang terkait dengan penelitian ini, seperti buku teks, jurnal, surat kabar, majalah, dan sebagainya, kemudian Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Pusat Statistik (BPS), penelitian-penelitian sebelumnya, serta internet.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan adalah observasi langsung, wawancara, studi literatur, dan browsing internet. Observasi dan wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data primer. Observasi dilakukan dengan datang dan melihat langsung lokasi usaha, sehingga akan diperoleh fakta berdasarkan pengamatan penulis, sedangkan wawancara dilakukan melalui tanya jawab dengan pemilik usaha dan pihak-pihak yang terkait mengenai sejarah usaha, budidaya ikan cupang, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usaha dan pendapatan yang diperoleh setiap bulannya, jumlah tenaga kerja, dan lain sebagainya.

Studi literatur dan browsing internet dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder. Studi literatur dilakukan dengan penelusuran pustaka di perpustakaan IPB, yaitu buku-buku, jurnal, dan penelitian-penelitian yang terkait dengan ikan cupang dan studi kelayakan bisnis, sedangkan browsing internet dilakukan dengan penelusuran informasi-informasi terbaru yang terkait dengan perikanan, ikan hias terutama ikan cupang, jurnal-jurnal, serta data-data yang mendukung penelitian ini. Disamping itu, juga dilakukan penelusuran ke beberapa instansi terkait untuk memperoleh data yang memperkuat penelitian ini seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP).

Metode Pengolahan Data

Pada penelitian ini metode pengolahan data yang dilakukan adalah metode secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek nonfinansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, serta aspek sosial dan lingkungan. Setiap aspek nonfinansial akan dianalisis sesuai dengan pengamatan dan data-data yang diperoleh selama penelitian, sehingga nantinya akan diperoleh hasil dari penelitian apakah usaha layak atau tidak dari aspek nonfinansial.

Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek finansial dengan melakukan analisis laporan laba rugi dan analisis kriteria penilaian investasi. Dalam menganalisis aspek finansial diperlukan data-data yang berkaitan keuangan, seperti jenis-jenis biaya yang dan dikeluarkan beserta besar biayanya dan penerimaan yang diperoleh dari kegiatan bisnis. Data ini akan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan kalkulator, sehingga nantinya akan terlihat apakah usaha ini akan menguntungkan atau tidak dan kelayakan dari aspek finansial.

Analisis Aspek Nonfinansial

Pada penelitian ini aspek-aspek nonfinansial yang akan dianalisis adalah sebagai berikut:

1. Aspek pasar

Ada beberapa hal yang akan dianalisis pada usaha budidaya ikan cupang

(Betta splendens) Bapak A. Arifin. Pertama, permintaan baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, dan proyeksi permintaan tersebut. Kedua, penawaran baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari impor. Ketiga, harga, apakah ada kecenderungan perubahan harga pada usaha Bapak A. Arifin. Keempat, program pemasaran yang mencakup strategi pemasaran dan bauran pemasaran (marketing mix). Kelima, perkiraan penjualan yang bisa dicapai oleh usaha budidaya ikan cupang milik Bapak A. Arifin. Menurut Jumingan (2009) jika hasil penelitian pasar diperoleh kesimpulan tidak ada permintaan produk/jasa yang mencukupi maka proyek dinyatakan tidak layak karena diperkirakan tidak akan berhasil di masa yang akan datang.

2. Aspek teknis

Pada analisis ini hal yang perlu diperhatikan adalah perencanaan lokasi, pemilihan peralatan dan teknologi yang digunakan, serta layout. Menurut Rahardi et al. (1993) hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan lokasi usaha pada bisnis perikanan, yaitu sarana jalan, ketersediaan tenaga kerja, sarana listrik dan irigasi, aspek iklim, dan aspek agronomis. Aspek iklim dan aspek agronomis yang sesuai untuk budidaya ikan cupang adalah lokasi yang memiliki suhu sekitar 28-30o C, keasaman air sekitar 6.8-7.0, dan kekerasan air 9-10o dH (Lesmana dan Dermawan 2001). Pada umumnya peralatan yang digunakan dalam pemeliharaan ikan cupang adalah selang, seser atau serokan, dan ember, sedangkan wadah yang biasa digunakan adalah kolam, bak semen, akuarium, paso, bak fiberglas, dan botol-botol bekas. Saat ini budidaya ikan cupang belum memiliki SNI (Standar Nasional Indonesia). Jika lokasi usaha Bapak A. Arifin sesuai dengan

kondisi lokasi usaha budidaya ikan cupang pada umumnya maka usaha ini dinyatakan layak. Untuk layout, penempatan sarana dan prasarana dapat disesuaikan dengan lahan yang ada dan belum ada ketentuan yang mengatur penempatan fasilitas-fasilitas serta bentuk, ukuran, dan bahan wadah yang digunakan. Usaha ini dinyatakan layak secara aspek teknis jika masih dapat memproduksi ikan cupang.

3. Aspek manajemen

Aspek manajemen yang akan dianalisis pada usaha Bapak A. Arifin, yaitu perencanaan proyek dan dasar-dasar manajemen sumber daya manusia yang terdiri dari deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan, struktur organisasi, dan pengadaan karyawan. Setiap kegiatan manajemen dibidang apa pun terdapat fungsi-fungsi manajemen. Dalam bisnis perikanan ada tiga hal yang perlu dilakukan pada manajemen, yaitu manajemen produksi, manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan (Rahardi et al. 1993). Manajemen produksi berkaitan dengan proses produksi yang mencakup perencanaan produksi dan pengendalian proses produksi agar pengusaha dapat berproduksi secara efisien. Manajemen pemasaran berkaitan dengan kegiatan mendistribusikan hasil produksi ke tangan konsumen. Terakhir, manajemen keuangan berkaitan dengan kegiatan mengelola keuangan termasuk mendapatkan dan mengalokasikan dana untuk suatu rangkaian usaha atau bisnis. Jika usaha Bapak A. Arifin menjalankan manajemen- manajemen tersebut sesuai dengan fungsi manajemen maka usaha ini dinyatakan layak. Menurut Jumingan (2009) manajemen perlu diperhatikan untuk menjamin keberhasilan proyek baik manajemen selama pembangunan maupun operasi sebab, manajemen yang baik akan membuat proyek berhasil dalam jangka panjang.

4. Aspek hukum

Analisis ini bertujuan untuk menilai kelengkapan, keaslian, dan keabsahan dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan (Kasmir dan Jakfar 2003). Dalam hal ini dokumen yang diteliti adalah bentuk badan hukum, izin-izin, serta dokumen lainnya yang mendukung kegiatan usaha. Dokumen yang diteliti tergantung dari jenis usahanya. Jika usaha ini memiliki kelengkapan dokumen seperti akta, sertifikat, dan surat izin usaha maka usaha ini dinyatakan layak. Dengan adanya kelengkapan dokumen tersebut berarti usaha ini telah mendapat izin dari pemerintah untuk menjalankan usaha. 5. Aspek sosial dan lingkungan

Analisis ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesesuaian lingkungan dengan bisnis yang dijalankan serta menganalisis perbandingan dampak positif dan negatif bisnis terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar lokasi usaha. Menurut Suliyanto (2010) jika suatu bisnis yang dijalankan sesuai dengan lingkungan dan memiliki dampak positif yang lebih besar daripada dampak negatif, bisnis tersebut dinyatakan layak. Pada penelitian ini hal yang perlu dianalisis adalah manfaat yang dapat diperoleh baik masyarakat maupun lingkungan dengan adanya bisnis ini. Jika usaha ini dapat memberikan manfaat terhadap masyarakat dan lingkungan maka usaha ini dinyatakan layak.

Analisis Aspek Finansial

Analisis aspek finansial ini bertujuan untuk menilai seberapa besar biaya- biaya yang dikeluarkan dan seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika pengembangan usaha budidaya ikan cupang Bapak A. Arifin dijalankan serta menilai kelayakan usahanya. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis laporan laba rugi, aliran kas (cash flow), dan kriteria penilaian investasi. Berikut penjelasan tentang hal yang dianalisis pada aspek finansial:

1. Analisis laporan laba rugi

Laporan ini menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu (Nurmalina et al. 2010). Analisis ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu penerimaan penjualan, biaya operasional, laba kotor atau Earning Before Interest and Tax (EBIT), biaya bunga, laba sebelum pajak atau Earning Before Tax (EBT), biaya pajak, dan laba bersih atau Earning After Tax (EAT). Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Didalam biaya tetap terdapat biaya penyusutan. Pada penelitian ini biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, dimana pengurangan harga pembelian dengan nilai sisa dibagi umur ekonomis. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Dari analisis ini akan diperoleh biaya pajak yang digunakan dalam aliran kas (cash flow) dan dari hasil perhitungannya dapat dilihat besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan tiap tahunnya.

2. Aliran kas (cash flow)

Aliran kas berisi tentang semua penerimaan dan pengeluaran usaha budidaya ikan cupang milik Bapak A. Arifin. Penerimaan yang diperoleh berasal dari nilai produksi total dan nilai sisa. Nilai produksi total dihitung dengan produksi utama dikalikan dengan harga per satuan produk tersebut, sedangkan nilai sisa dihitung dengan nilai pembelian dibagi dengan umur ekonomis dikalikan sisa umur bisnis. Pengeluaran berasal dari biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pajak. Dari analisis ini dapat dilihat berapa besar manfaat bersih yang diperoleh oleh usaha Bapak A. Arifin. 3. Kriteria penilaian investasi

Menurut Nurmalina et al. (2010) untuk menentukan layak tidaknya suatu kegiatan investasi digunakan metoda Discounted Cash Flow, yaitu seluruh biaya dan manfaat untuk setiap tahun didiskonto dengan discount factor

(DF) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: DF=

Dimana:

i = discount rate (DR)

t = tahun saat biaya dikeluarkan atau manfaat diterima

Seluruh manfaat dan biaya harus dinilai dengan nilai kini agar dapat dibandingkan. Kriteria penilaian investasi dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan apakah suatu binis layak atau tidak untuk dilaksanakan. Kriteria penilaian investasi dapat digunakan sebagai pertimbangan apakah suatu bisnis layak atau tidak dijalankan. Berikut kriteria penilaian investasi yang dapat digunakan:

a. Net Present Value (NPV)

Perhitungan net present value menunjukkan berapa manfaat bersih yang dapat diperoleh oleh usaha Bapak A. Arifin selama umur bisnis pada tingkat discount rate tertentu. Net present value dapat dihitung secara matematis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

Bt = Manfaat pada tahun t (Rp) Ct = Biaya pada tahun t (Rp)

t = Tahun kegiatan bisnis (t= 1, 2, 3, ..., n) n = Umur proyek

i = Tingkat suku bunga (%)

Jika hasil perhitungan net present value lebih besar dari nol (NPV > 0), maka usaha layak untuk dijalankan dan jika lebih kecil dari nol (NPV < 0), usaha tidak layak untuk dijalankan. Hasil perhitungan net present value yang sama dengan nol (NPV=0) menunjukkan bahwa usaha ini berada pada kondisi break even point (BEP), yaitu tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian dimana pendapatan sama dengan pengeluaran.

b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net benefit cost ratio menunjukkan manfaat bersih yang diperoleh oleh usaha Bapak A. Arifin terhadap biaya yang telah dikeluarkan selama umur bisnis pada discount rate atau tingkat suku bunga tertentu. Perhitungan ini merupakan perbandingan antara jumlah

present value positif dengan jumlah present value negatif dan dapat ditulis dalam rumus sebagai berikut:

∑ ∑

Dimana:

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = Discount rate (%) t = Tahun

Jika hasil perhitungan Net B/C ratio lebih dari satu (Net B/C > 1), maka usaha layak untuk dijalankan dan jika lebih kecil dari satu (Net B/C < 1) berarti usaha tidak layak dijalankan. Hasil perhitungan Net B/C ratio yang sama dengan nol (Net B/C=0) menunjukkan bahwa

cash in flows sama dengan cash out flows dimana total biaya yang dikeluarkan sama dengan total penerimaan (BEP).

c. Internal Rate of Return (IRR)

Perhitungan ini menunjukkan seberapa besar pengembalian yang bisa diterima oleh suatu usaha terhadap investasi yang akan ditanamkan selama umur bisnis dan pada discount rate tertentu. Perhitungan IRR umumnya dilakukan dengan metode interpolasi di antara tingkat

discount rate yang lebih rendah (yang menghasilkan NPV positif) dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV negatif). Internal rate of return dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV bernilai positif

NPV2 = NPV bernilai negatif

Jika hasil perhitungan internal rate of return lebih besar dari discount rate, investasi layak untuk dijalankan dan jika lebih kecil dari discount rate, investasi tidak layak untuk dijalankan. Jika hasil perhitungannya sama dengan discount rate, usaha Bapak A. Arifin tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian (BEP).

d. Payback Period (PP)

Payback period digunakan untuk mengukur jangka waktu pengembalian investasi pada suatu usaha. Dengan ini, bisa diketahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk pengembalian investasi pada usaha tersebut terhadap biaya yang telah dikeluarkan. Semakin cepat investasi dapat dikembalikan, semakin baik usaha tersebut. Secara matematis, perhitungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:

I = Besarnya biaya investasi

Ab = Manfaat bersih yang diperoleh setiap tahunnya

Menurut Suliyanto (2010) jika payback period suatu investasi lebih panjang daripada payback maximum maka investasi tersebut dinyatakan tidak layak. Begitu sebaliknya, jika payback period suatu investasi lebih pendek daripada payback maximum maka investasi tersebut dinyatakan layak. Namun, menurut Nurmalina et al. (2010) tidak ada pedoman yang bisa dipakai untuk menentukan payback maximum, sehingga hal ini merupakan masalah utama dalam metode ini. Dengan demikian, pada penelitian ini payback period digunakan untuk melihat berapa lama usaha ini dapat mengembalikan biaya investasinya.

Asumsi Dasar Penelitian

Asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian usaha ini adalah sebagai berikut:

1. Umur bisnis didasarkan pada umur ekonomis bangunan bak semen, yaitu selama 10 tahun. Hal ini berdasarkan aset terbesar yang ada pada bisnis ini dan bak semen merupakan investasi yang sangat penting, yaitu sebagai tempat pemeliharaan ikan cupang.

2. Tingkat diskonto didasarkan pada tingkat bunga deposito Bank Indonesia dari bulan April 2012 hingga bulan Mei 2013 dengan rata-rata sebesar 5.75 persen. Tingkat suku bunga ini digunakan karena modal yang digunakan merupakan modal sendiri.

3. Pajak yang ditetapkan pada penghasilan usaha Bapak A. Arifin berdasarkan UU RI No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 2a yaitu sebesar 25 persen.

4. Perhitungan cash flow tanpa penambahan 200 bak semen dimulai dari tahun 2007 dan dengan penambahan 200 bak semen dimulai dari tahun 2012, sehingga terdapat nilai sisa. Nilai sisa ini merupakan investasi yang digunakan tanpa penambahan 200 bak semen, yaitu pompa air, kendaraan operasional, tandon, bak semen, botol, dan rak.

5. Indukan yang digunakan dalam 1 siklus produksi tanpa penambahan 200 bak semen adalah sebanyak 120 pasang indukan dan dengan penambahan 200 bak semen indukan yang digunakan adalah sebanyak 300 pasang indukan.

6. Indukan diperoleh dari pembelian, yaitu indukan jantan dengan nilai Rp 75 000.00 dan produksi sendiri, yaitu indukan betina dengan nilai Rp 50 000.00. 7. Nilai produksi total berasal dari nilai produksi yang dijual dan nilai produksi

yang tidak dijual. Nilai produksi yang dijual diperoleh dari penjualan ikan cupang jantan sebanyak 18 000 ekor per siklus dengan harga Rp 8 500.00 per ekor, sehingga diperoleh nilai produksi sebesar Rp 153 000 000.00 per siklus. Nilai produksi yang tidak dijual diperoleh dari ikan cupang betina sebanyak 11 880 ekor yang dinilai Rp 1 000.00 per ekor, sehingga diperoleh nilai produksi sebesar Rp 11 880 000.00 per siklus. Dengan penambahan 200 bak semen produksi yang dijual diperoleh sebanyak 42 000 ekor per

siklus, sehingga dihasilkan nilai produksi sebesar Rp 357 000 000.00 per siklus dan produksi yang tidak dijual sebanyak 27 700 ekor per siklus, sehingga diperoleh nilai produksi sebesar Rp 27 700 000.00 per siklus. 8. Berdasarkan hasil wawancara pembudidaya yang sejenis dengan lokasi yang

sama didapatkan informasi bahwa persentase jumlah ikan jantan dan betina adalah 60 persen dan 40 persen.

9. Penerimaan dengan penambahan 200 bak semen diperoleh dari nilai produksi total dan nilai sisa investasi tanpa penambahan 200 bak semen. 10. Pada tahun pertama (2012) dengan penambahan 200 bak semen dilakukan

pengadaan sarana dan prasarana produksi, sehingga usaha ini hanya memproduksi dengan 150 bak semen. Pada tahun kedua (2013), produksi dengan 200 bak semen sudah mulai dilakukan tetapi hanya 1 siklus sebab pada tahun ini juga dilakukan persiapan produksi. Pada tahun ketiga dan berikutnya mulai dilakukan produksi tanpa dan dengan penambahan 200 bak semen.

11. Produksi dengan penambahan 200 bak semen baru akan dilakukan pada bulan ketujuh (bulan Juli) pada tahun kedua (2013).

12. Bak semen yang digunakan tanpa penambahan 200 bak semen adalah sebanyak 150 unit dengan ukuran 100 cm x 50 cm x 40 cm.

13. Lahan yang digunakan merupakan lahan sendiri, sehingga lahan tanpa penambahan 200 bak semen diasumsikan sebagai nilai sewa bak semen sudah termasuk sumur. Dimana nilai sewa untuk 1 bak semen adalah sebesar Rp 40 000.00, sehingga nilai sewa untuk 150 bak semen adalah Rp 6 000 000.00 per tahun.

14. Pakan alami yang digunakan adalah kutu air yang diperoleh dari alam, sehingga biaya pakan alami termasuk dalam biaya tidak tunai dengan kebutuhan 5 kg per hari yang dinilai Rp 1 000.00 per kg. Hal ini diperoleh berdasarkan wawancara.

15. Harga yang digunakan dalam penelitian ini merupakan harga yang berlaku saat awal tahun 2012 hingga awal tahun 2013 baik harga input maupun harga output dan dianggap tetap selama umur bisnis.

16. Dalam 1 tahun dilakukan 2 kali panen dengan siklus produksi selama 6 bulan.

GAMBARAN UMUM USAHA

Dokumen terkait