• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan penelitian ini dimulai dengan studi literatur sebagai referensi penelitian yang selanjutnya akan dilakukan identifikasi dan perumusan masalah dari penelitian yang akan dilakukan.

Selanjutnya dilakukan pengumpulan data sekunder berupa data pertumbuhan kedaraan dan data fisik jalan kemudian dilakukan penentuan titik lokasi sampling,kemudian pengambilam data primer berupa titik koordinat sampling, jenis dan jumlah kedaraan (traffic counting) dan sumber emisi di sekitar jalan untuk mengetahui konsentrasi emisi CO dan HC menggunakan metode PermenLH No.12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah yang kemudian data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan melakukan uji korelasi dan uji regresi libear dengan SPSS menggunakan versi 17. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1

III-2

2. Jenis Kendaraan (Mobil, Motor, Truk, Bus) 3. Jumlah Kendaraan

4. Sumber Emisi lain di sekitar jalan

Kesimpulan dan Saran Mulai

Selesai Analisis dan Pembahasan

1. Menghitung Beban Emisi Berdasarkan Permen LH No. 12 Tahun 2010

2. Menganalisis Pengaruh Jumlah Kendaraan Terhadap Beban Emisi dengan Melakukan Uji Korelasi dan Regresi Linear dengan SPSS 17 3. Menentukan Skenario Penurunan Beban Emisi

CO dan HC

III-3 3.2 Variabel Penelitian

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan terikat : 1. Variabel bebas

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah kendaraan yang melintasi ruas jalan untuk mendapatkan beban emisi CO dan HC yang dihasilkan pada ruas jalan lokasi penelitian.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor emisi CO dan HC.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian

Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi ruas jalan penelitian yaitu :

Lokasi penelitian dilakukan di 12 ruas jalan Kota Medan. yaitu Jalan Pulau Jawa, Jalan Kapt.

Sumarsono, Jalan Gatot Subroto, Jalan S. Parman, Jalan Balai Kota, Jalan H. M. Yamin, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Dr. Mansyur, Jalan SM. Raja, Jalan A. H Nasution, Jalan Flamboyan, dan Jalan Letjen Djamin Ginting. Terdapat beberapa pertimbanganPada pemilihan 12 (dua belas) ruas jalan yang dipilih, yaitu :

a. Hasil penelitian (Suryati, 2016) menyatakan bahwa indeks kualitas udara ambien di Kota Medan sudah mencapai kondisi sangat tidak sehat di beberapa titik, diantaranya pada Jalan Pulau Jawa, Jalan Kapt. Sumarsono, Jalan Gatot Subroto, Jalan S. Parman, Jalan Balai Kota, Jalan H. M. Yamin, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Dr. Mansyur, Jalan SM. Raja, Jalan A. H Nasution, Jalan Flamboyan, dan Jalan Letjen Djamin Ginting

b. Ruas jalan yang dipilih memiliki volume lalu lintas yang tinggi dan sering mengalami kemacetan terutama pada jam puncak kegiatan (peak hour). Dimana rasio V/C pada beberapa lokasi penelitian yaitu : Jalan Gatot Subroto sebesar 1,08; Jalan Brigjen Katamso sebesar 0,89;

Jalan SM Raja sebesar 1,02; Jalan H. M. Yamin sebesar 0,65; Jalan Letjen Djamin Ginting sebesar 0,90; Jalan Kapt. Sumarsono sebesar 1,19; serta Jalan A. H. Nasution sebesar 1,36 (Dishub Kota Medan, 2018).

c. Dua belas ruas jalan yang dipilih mewakili setiap sektor di Kota Medan, yaitu sektor pendidikan, fasilitas umum (rumah sakit dan terminal), pemerintahan, jalan antar lintas, industri, pemukiman serta tempat wisata.

Titik pengukuran volume lalu lintas dan beban emisi di 12 (dua belas) lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.2 serta lokasi penelitian pada setiap titik pengukuran dapat dilihat pada Lampiran.

Tabel 3.1 Titik Sampling No Titik

Pengukuran Panjang Lebar Koordinat Lokasi Ruas

Jalan Representatif

Jalan Kelurahan Kecamatan

1 TS1 740 m 10 m N 03°40’08,4”

E 098°40’12,2” Jalan Pulau Jawa Mabar Medan Deli 2 Arah Kawasan Industri

2 TS2 5.400 m 12 m N 03°36’55,9”

E 098°38’31,6” Jalan Kapt. Sumarsono Kampung Lalang Medan Sunggal 2 Arah Antar Lintas Kota 3 TS3 17.380 m 7,1 m N 03°35’24,3”

E 098°39’19,1” Jalan Gatot Subroto Sei Putih Tengah Medan Petisah 2 Arah Pertokoan

4 TS4 3.692 m 12 m N 03°35’22,9”

E 098°40’06,7” Jalan S. Parman Petisah Tengah Medan Petisah 1 Arah Pendidikan

5 TS5 600 m 9,7 m N 03°35’26,3”

E 098°40’39,5” Jalan Balai Kota Kesawan Medan Barat 1 Arah Pemerintahan 6 TS6 3.896 m 5,7 m N 03°35’51,4”

E 098°41’21,4” Jalan H. M Yamin Sei Kera Hulu Medan Perjuangan 1 Arah Pertokoan 7 TS7 12.066 m 12,2 m N 03°34’05,3”

E 098°41’14,2” Jalan Brigjen Katamso Aur Medan Maimun 2 Arah Pemukiman 8 TS8 5.932 m 9,2 m N 03°34’03,1”

E 098°39’28,3” Jalan Dr. Mansyur Padang Bulan Medan Baru 2 Arah Rumah Sakit 9 TS9 20.146 m 8,7 m N 03°32’16,1”

E 098°42’27,9” Jalan SM. Raja Harjosari I Medan Amplas 2 Arah Terminal 10 TS10 3.400 m 12,1 m N 03°32’30,8”

E 098°40’23,2” Jalan A. H. Nasution Kwala Bekala Medan Johor 2 Arah Pemerintahan 11 TS11 3.100 m 10,2 m N 03°32’31,2”

E 098°36’16,1” Jalan Flamboyan Tanjung Selamat Medan Tuntungan 2 Arah Pasar 12 TS12 22.500 m 17,2 m N 03°30’08,5”

E 098°36’44,0” Jalan Letjen Jamin Ginting Sido Mulyo Medan Tuntungan 2 Arah Wisata Sumber : Google Earth, 2019.

III-5

TS 1 : KAWASAN INDUSTRI MEDAN TS 2 : JL KAPT. SUMARSONO TS 12 : JL LETJEN JAMIN GINTING

LOKASI PENELITIAN

TS 1 : KAWASAN INDUSTRI MEDAN TS 2 : JL KAPT. SUMARSONO TS 12 : JL LETJEN JAMIN GINTING

LOKASI PENELITIAN

TS 1 : KAWASAN INDUSTRI MEDAN TS 2 : JL KAPT. SUMARSONO

TS 12 : JL LETJEN JAMIN GINTING

LOKASI PENELITIAN

III-6 3.3.2 Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan Maret - April 2019. Data yang diambil pada saat sampling mencakup volume lalu lintas dan sumber emisi kendaraan. Pada masing - masing lokasi penelitian dilakukan selama 2 (dua) hari, yaitu saat hari kerja (weekday) dan akhir pekan (weekend) dengan lama pengukuran 12 (dua belas) jam. Untuk lebih jelas mengenai waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Waktu Penelitian

Titik Pengamatan Hari/Tanggal Waktu Keterangan TS1 Senin 8 April 2019 07.00-19.00 Jalan Pulau Jawa

Minggu 7 April 2019 07.00-19.00

TS2 Senin 8 April 2019 07.00-19.00 Jalan Kapt. Sumarsono Minggu 7 April 2019 07.00-19.00

TS3 Senin 15 April 2019 07.00-19.00 Jalan Gatot Subroto Minggu 5 Mei 2019 07.00-19.00

TS4 Selasa 16 April 2019 07.00-19.00 Jalan S. Parman Minggu 12 Mei 2019 07.00-19.00

TS5 Selasa 16 April 2019 07.00-19.00 Jalan Balai Kota Minggu 12 Mei 2019 07.00-19.00

TS6 Rabu 10 April 2019 07.00-19.00 Jalan H. M Yamin Minggu 14 April 2019 07.00-19.00

TS7 Senin 15 April 2019 07.00-19.00 Jalan Brigjen Katamso Minggu 5 Mei 2019 07.00-19.00

TS8 Selasa 16 April 2019 07.00-19.00 Jalan Dr. Mansyur Minggu 12 Mei 2019 07.00-19.00

TS9 Rabu 10 April 2019 07.00-19.00 Jalan SM. Raja Minggu 14 April 2019 07.00-19.00

TS10 Senin 15 April 2019 07.00-19.00 Jalan A. H. Nasution Minggu 5 Mei 2019 07.00-19.00

TS11 Rabu 10 April 2019 07.00-19.00 Jalan Flamboyan Minggu 14 April 2019 07.00-19.00

TS12 Senin 8 April 2019 07.00-19.00 Jalan Letjen Djamin Ginting Minggu 7 April 2019 07.00-19.00

Sumber : Analisis Data, 2019.

3.4 Metode Pengambilan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer dengan proses pengumpulan sebagai berikut:

3.4.1 Data Sekunder

Data sekunder yang diambil pada penelitian ini diantaranya :

1. Data jumlah kendaraan yang diperoleh dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Medan.

2. Data V/C rasio yang diperoleh dari Dishub per ruas jalan Kota Medan.

3. Data faktor emisi CO dan HC yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah.

III-7 3.4.2 Data Primer

Data primer yang diambil pada penelitian ini diantaranya : 1. Koordinat titik sampling yang diambil mengunakan GPS.

2. Jenis kendaraan yang diamati di sekitar lokasi penelitian yaitu mobil pribadi, sepeda motor, truk, dan bus.

3. Jumlah kendaraan berdasarkan jenis kendaraan yang melewati lokasi penelitian. Pengukuran dilakukan secara manual dengan menggunakan counter.

4. Sumber emisi lain di sekitar lokasi penelitian.

3.5. Analisis Data

3.5.1 Analisis Perhitungan Beban Emisi CO dan HC

Pengamatan secara langsung (traffic counting) dilakukan untuk menghitung beban emisi CO dan HC yang dihasilkan dari kendaraan yang melintasi ruas jalan di lokasi penelitian. Sampling dilakukan pada 12 titik lokasi selama 2 (dua) hari mewakili hari kerja (weekday) dan hari libur (weekend) pada setiap lokasi dengan lama pengukuran 12 (dua belas) jam.

Sebelum menghitung beban emisi CO dan HC data hasil perhitungan jumlah kendaraan yang didapat dikonversi terlebih dahulu menjadi Satuan Mobil Penumpang (SMP) dengan mengalikan data jumlah kendaraan yang di dapat dengan nilai faktor SMP yang sesuai dengan Baku Mutu Kapasitas Jalan Indonesia (Direktorat Bina Marga & Jalan Kota RI, 1997) yang terdapat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Faktor Satuan Mobil Penumpang (SMP) Sesuai Dengan Baku Mutu Kapasitas Jalan Indonesia

Jenis Kendaraan Faktor Pengali

Sepeda Motor 0,6

Kendaraan Penumpang,taxi,pick up, minibus 1

Bus, truk 2 dan 3 sumbu 3

Bs tempel, truk > 3 sumbu 4

Sumber : Direktorat Bina Marga & Kalan Kota RI,1997

Data jumlah kendaraan yang telah di konversi, selanjutnya dilakukan perhitungan beban emisi dengan metode yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah. Metode ini menggunakan faktor emisi berbasis kilometer jalan kendaraan (vehicle kilometer traveled – VKT atau panjang perjalanan rerata kendaraan per tahun). Dalam perhitungan VKT setiap kategori kendaraan pada suatu ruas jalan diasumsikan karakteristik lalu lintasnya tetap sehingga perhitungannya dapat dilakukan dengan Persamaan 2.1.

III-8 Faktor emisi yang digunakan pada perhitungan VKT mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah. Faktor emisi kendaraan bermotor disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Faktor Emisi Kendaraan Bermotor

Kategori CO (g/km) HC (g/km)

3.5.2 Analisis Pengaruh Jumlah Kendaraan Terhadap Beban Emisi

Analisis pengaruh jumlah kendaraan terhadap beban emisi dilakukan dengan ujikorelasi. Uji korelasi merupakan metode perhitungan yang digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ukuran untuk derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi (Alihta, 2017).

Koefisien korelasi berada pada range -1 ≤ R ≤ +1. Koefisien korelasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.2 (Suryati dkk, 2018) :

R = 𝑛∑𝑥𝑦−(∑𝑥)⋅(∑𝑦)

Korelasi dinyatakan positif kuat apabila hasil perhitungan korelasi mendekati +1 atau sama dengan +1. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan nilai variabel X akan diikuti dengan kenaikan nilai variabel Y dan setiap penurunan nilai variabel X akan diikuti dengan penurunan nilai variabel Y (Alihta, 2017).

b. Korelasi negatif kuat

Korelasi dinyatakan positif kuat apabila hasil perhitungan korelasi mendekati -1 atau sama dengan -1. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan nilai variabel X akan diikuti dengan kenaikan nilai variabel Y dan setiap penurunan nilai variabel X akan diikuti dengan penurunan nilai variabel Y (Alihta, 2017).

III-9 c. Tidak Ada Korelasi

Korelasi dinyatakan tidak ada apabila hasil perhitungan korelasi mendekati 0 atau sama dengan 0.

Hal ini menunjukkan naik turunnya nilai suatu variabel tidak mempunyai kaitan dengan naik turunnya nilai variabel lainnya (Alihta, 2017).

3.6 Rencana Skenario Penurunan Beban Emisi

Beberapa rencana skenario penurunan beban emisi yang dapat dilakukan yaitu : 1. Penerapan Bus Rapid Transit (BRT)

Penelitan terdahulu yang dilakukan oleh Suryati (2016), skenario penurunan emisi dengan penerapan BRT berpotensi terjadinya perpindahan pengguna sepeda motor dan mobil ke BRT sebesar 30% dengan diasumsikan pengguna mobil 4 orang dan pengguna sepeda motor 2 orang.

Pada penelitian BRT yang digunakan berkapasitas 50 orang. Jumlah unit BRT yang digunakan dapat diketahui berdasarkan jumlah penumpang BRT dibagi dengan kapasitas dari bus. Sedangkan untuk konversi jumlah tiap jenis kendaraan ke beban emisi CO dan HC dapat dikalikan dengan faktor emisi jenis kendaraan dan faktor konversi kendaraan yang terdapat pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah.

Pemerintah Kota Medan sendiri sudah sampai tahap menyusun Dokumen Perencanaaan Teknis Angkutan Massal berbasis jalan (BRT) dan perencanaan teknis pembangunan BRT dilaksanakan oleh Institue for Transportation Development and Policy (ITDP). BRT di Kota Medan sudah direncanakan dengan rute dari Terminal Amplas – Jl. SM. Raja – Jl. Pandu – Jl.Pemuda – Jl.

Balaikota – Jl. Raden Saleh – Jl. Kapt Maulana Lubis – Jl. G. Subroto – Terminal Pinang Baris dengan jalur utama sepanjang 18.3 km dan jumlah halte sebanyak 30 halte. Adapun Sistem BRT yang direncanakan menggunakan sistem direct service dengan mengubah 23 trayek angkutan umum Kota Medan yang melalui jalur utama sehingga diperkirakan sebanyak 2500 armada angkutan umum akan direformasi menjadi 440 BRT bus sedang.

2. Pemasangan Converter Kit

Secara umum dengan merujuk pada program EST, untuk mengontrol atau mengurangi polutan udara dari kendaraan bermotor (internal combustion engine) dapat dilakukan dengan cara modifikasi pada mesin, modifikasi penggunaan bahan bakar atau sistem bahan bakarnya dan modifikasi pada saluran gas buang (Irawan,2003).

III-10 Salah satu teknologi rekayasa untuk mengurangi emisi gas buang yang berbahaya adalah dengan melakukan pemasangan catalytic converter pada system pembuangan gas kendaraan bermotor yang bertujuan mampu menurunkan kadar gas buang HC, CO dan NOx. Hal ini menjadikan tembaga sebagai salah satu alternatif pengganti logam mulia dalam katalis.

Penilitian yang dilakukan oleh Sudaryono (2014), untuk mengurangi toksisitas dari mesin pembakar internal kendaraan bermotor digunakan alat yang disebut catalytic converter. Alat ini mengkonversi senyawa-senyawa toksit dalam gas buang menjadi zat-zat yang kurang toksik atau tidak toksik. Pemasangan catalytic converter pada kendaraan bermotor akan menurukan emisi CO sebesar 32,284% dan HC sebesar 23,499%.

3. Penerapan Pengendalian Dampak Lalu Lintas (Traffic Impact Control)

Traffic Impact Control merupakan serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, pemukiman, dan infrastruktur. Hasil analisis dampak lalu lintas akan dijadikan salah satu syarat pengembang atau pembangun untuk memperoleh izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan Peraturan Mentri No. 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lingkungan.

Menurut Sompie dan Timboeleng (2013), penerapan ANDALALIN dapat memperhitungkan berapa besar bangkitan perjalanan baru yang memerlukan rekayasa lalu lintas dan manajemen lalu lintas untuk mengatasi dampaknya. Perubahan tata guna lahan, perubahan kategori, maupun intensitasnya akan membangkitkan lalu lintas menjadi kecil ataupun besar sehingga berpengaruh terhadap lalu lintas di sekitarnyaa, jaringan jalan yang terpengaruh, dan juga panjang perjalanan kendaraan pribadi.

Adapun prosedur ANDALALIN sebagai berikut (https://andalalin.org/ diakses pada 14 Juli 2019) : 1. pengembang bekerja sama dengan konsultan untuk mengkaji rencana pembangunannya;

2. hasil kajian analisis dampak lalulintas dibawa ke pemerintah/pemerintah daerah untuk dikaji dan mendapat persetujuan;

3. ditentukan upaya mitigasi lalulintas dengan pembagian kewajiban masing-masing (pemerintah dan/atau pengembang);

4. hasil kajian andalalin dan rencana aksi menjadi dasar untuk penerbitan perijinan selanjutnya

III-11 Jenis rencana skenario penurunan beban emisi yang tersedia selanjutnya dilakukan pemilihan skenario terbaik dengan mengidentifikasi kriteria yang perlu diperhatikan untuk skenario penurunan yang terpilih nanti, sehingga pemilihan skenario bukan hanya didasari dengan tingginya nilai persentase penurunan yang telah dihitung. Untuk setiap kriteria dinilai dengan pemberian scoring 1-3 pada setiap kriteria yang ada. Adapun scoring kriteria untuk alternatif skenario penurunan beban emisi CO dan HC dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Penentuan Skor pada Skenario Penurunan Terpilih

No Kriteria

4 Sustainable Transport Berkelanjutan Sedang Tidak Berkelanjutan 5 Environmental Friendly Ramah Lingkungan Sedang Tidak Ramah Lingkungan 6 Pengurungan Penggunaan

Kendaraan Pribadi Mampu Sedang Tidak

Sumber : * Dishub Kota Medan, 2015 ** Tambunan, 2010

Penentuan skor pada skenario penurunan terpilih terdapat lima kriteria dengan 3 kategori yang ditentukan sebagai dasar skoring yaitu kategori bagus dengan poin 3, sedang dengan poin 2, dan tidak dengan poin 1. Kriteria pertama yaitu persen penurunan beban emisi untuk kategori bagus persen penurunan emisi sekitar 67%-100% yang berarti skenario tersebut mampu menurunkan beban emisi lebih dari setengah emisi awal sehingga masuk dalam kategori bagus sehingga diberi poin 3, begitu juga dengan kategori sedang yang berarti skenario tersebut mampu mencapai efisiensi penurunan sekitar 33%-66% dan diberi poin 2 dan kategori buruk yang berarti skenario penurunan hanya mencapai persen efisiensi penurunan sekitar 0%-32% (Dishub Kota Medan,2015) Kemudian kriteria kedua ditinjau dari biaya investasi yang dihabiskan dalam perencanaan skenario penurunan (Juta $US/Km) dengan kategori bagus yaitu biaya perencanaan skenario penurunan berkisar 1-10 Juta $US/Km, kemudian untuk kategori sedang biaya yang dibutuhkan sekitar 11-20 Juta $US/Km, dan dengan biaya tertinggi yaitu masuk kedalam kategori mahal membutuhkan biaya berkisar 21-30 Juta $US/Km (Tambunan,2010).

Ditinjau dari segi operasional, untuk kategori bagus berarti skenario mudah diterapkan dan dijalankan secara efektif dan efisien. Pada kategori sedang, pengoperasian dari skenario penurunan tergolong bisa diterapkan namun ada kesulitan untuk diterapkan yang disesuaikan dengan kondisi eksisting kota Medan, sementara kategori buruk berarti tingkat pengoperasian termasuk sulit sehingga skenario penurunan tidak dapat direncanakan. Sustainable Transport (transportasi

III-12 berkelanjutan) merupakan kegiatan transportasi yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan masyarakat, dimana kegiatan transportasi harus dilakukan secara efisien dan efektif baik untuk pemakai kendaraannya ataupun bahan bakar yang digunakan. Transportasi yang digunakan bukan hanya bisa dinikmati masa sekarang tetapi juga di masa yang akan datang (Qodriyatun,2012).

Hal ini untuk kategori bagus skenario tersebut mampu memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat mendatang tanpa meninggalkan dampak buruk, sementara untuk kategori sedang skenario tersebut dapat memenuhi kebutuhan mobilitas namun menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem atau lingkungan, dan untuk kategori buruk skenario penurunan tersebut sama sekali tidak mampu memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat.

Kriteria terakhir pada penentuan skenario penurunan terpilih yaitu Environmental Friendly yang dibagi dalam tiga kategori juga yaitu kategori bagus yang berarti skenario penurunan tersebut tidak menimbulkan dampak lingkungan baik bagi air,tanah, dan udara serta memprioritaskan keselamatan penggunanya. Kategori kedua yaitu sedang berarti skenario penurunan tersebut menimbulkan polusi bagi lingkungan meskipun dalam jumlah yang sedikit. Sementara untuk kategori terakhir yaitu buruk berarti skenario tersebut sangat menimbulkan polusi bagi lingkungan sekitar.

Jumlah nilai tertinggi pada kelima kriteria yaitu 15, dimana merupakan kriteria bagus dan terendah yaitu 5, dimana merupakan kriteria tidak bagus. Rentang jumlah nilai tertinggi berdasarkan kriteria yaitu :

5 -8 : Tidak Bagus 9 -12 : Sedang 13 - 15 : Bagus

IV-1 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait