• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.3. METODE PENELITIAN

Secara garis besar, penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu produksi dan identifikasi tepung sorgum, optimasi proses pembuatan mi sorgum, verifikasi proses, dan uji hedonik. Identifikasi tepung sorgum meliputi analisis proksimat, pati, amilosa, dan profil gelatinisasi pati. Optimasi proses pembuatan mi sorgum menggunakan respon cooking loss dan elongasi mi sorgum yang dilanjutkan dengan verifikasi proses. Terakhir, dilakukan pengembangan pembuatan mi sorgum yang dicampur dengan tepung jagung dan dilakukan uji hedonik terhadap dua sampel mi dengan proses optimal. Rangkaian metode secara detail yang dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Rangkaian metode penelitian optimasi proses ekstrusi mi sorgum Mi sorgum kering Penjemuran 1 jam Penyosohan 25 detik Biji sorgum

Perendaman biji 2 jam

Pengeringan tepung 2 jam menggunakan matahari

Penggilingan dengan pin disc mill

Pengayakan 100 mesh

Tepung sorgum 100%

Pengujian elongasi dan cooking loss Pemilihan proses ekstrusi

terbaik menggunakan RSM D-Optimal Mi sorgum Pembuatan mi sorgum dengan proses optimum Pembuatan mi basah

(variabel suhu & kec ekstruder)

Air 55% Garam 2%

Pengeringan mi dengan kipas angin semalam

Pembuatan mi sorgum-jagung (60:40) dengan proses optimum Mi sorgum- jagung Penentuan komposisi gizi dan

profil gelatinisasi tepung

3.3.1. Pembuatan Tepung Sorgum Numbu

Pembuatan tepung sorgum dilakukan menggunakan teknik penepungan kering berdasarkan tahapan yang dilakukan Muhandri (2012). Teknik penepungan ini terdiri atas beberapa tahap proses, yaitu penyosohan biji, perendaman biji (conditioning), penjemuran biji sampai kadar air ± 35%, penggilingan halus (pin disc mill dengan saringan 48 mesh), pengeringan tepung menggunakan matahari selama 2 jam, pengayakan tepung (100 mesh), dan pengemasan tepung sorgum siap pakai. Sejumlah tepung sorgum kemudian diambil sebagai sampel dalam analisis proksimat (kadar air, protein, lemak, abu, pati, amilosa) dan profil gelatinisasi.

Proses conditioning bertujuan untuk memperlunak jaringan biji yang masih keras sehingga lebih mudah saat digiling menggunakan disc mill (Putra 2008). Proses ini menghasilkan biji sorgum dengan tektur yang lebih lunak dan terdapat retakan-retakan pada biji sehingga biji lebih mudah hancur saat digiling. Kemudian, sorgum dijemur menggunakan matahari selama ± 1 jam hingga kadar airnya sekitar 35% atau sorgum masih dalam keadaan setengah kering dan digiling. Jika kadar air terlalu tinggi, biji akan menempel pada pindisc mill saat ditepungkan sehingga dapat menimbulkan kemacetan pada alat. Sebaliknya, jika kadar air biji terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk digiling menjadi tepung (Merdiyanti 2008). Tepung lalu dikeringkan menggunakan matahari selama 2 jam sehingga diperoleh tepung sorgum yang kering. Langkah terakhir pada proses penepungan adalah pengayakan menggunakan vibrating screen dengan ukuran lubang ayakan 100 mesh. Tepung sorgum lalu dikemas menggunakan plastik PP dan disimpan di refrigerator.

3.3.2. Optimasi Pembuatan Mi Sorgum

Sebelum mencampur adonan, ekstruder pemasak-pencetak ulir tunggal dinyalakan terlebih dahulu dan diatur sesuai dengan suhu dan kecepatan ulir yang diinginkan. Hal ini ditujukan agar saat adonan sudah selesai dicampur, proses produksi dapat langsung dilakukan karena ekstruder sudah siap digunakan dan suhu yang diinginkan sudah tercapai. Adonan yang telah selesai dicampur tidak boleh dibiarkan terlalu lama karena akan mempengaruhi konsistensi dan kelembaban adonan.

Pembuatan mi dilakukan dengan mencampur tepung sorgum, garam 2%, dan air 55%. Konsentrasi penambahan garam yang digunakan mengacu pada peneitian optimasi formula mi jagung oleh Muhandri (2012). Garam terlebih dahulu dilarutkan ke dalam air, kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam adonan sambil diaduk menggunakan sendok pengaduk. Untuk meratakan penyebaran air dalam adonan, adonan lalu dicampur menggunakan mixer selama ± 5 menit. Penentuan kadar air dilakukan melalui trial and error untuk mendapatkan konsistensi adonan yang sesuai. Sebagai acuan, digunakan adonan mi jagung sebagai contoh konsistensi adonan yang diinginkan.

Berdasarkan penelitian Muhandri (2012), jumlah air yang ditambahkan pada adonan mi jagung dengan menggunakan ekstruder yang sama adalah 80%. Percobaan pertama dilakukan dengan menambah 80% air ke dalam adonan. Hasil yang didapatkan adalah adonan terlalu basah serta memiliki warna yang gelap dan kusam. Selanjutnya, percobaan dilakukan dengan menambahkan 50% air, hasilnya adonan masih terlalu kering. Sebaliknya, adonan dengan kadar air 60% memiliki konsistensi yang lebih basah dari contoh yang diinginkan. Oleh karena itu, penambahan air dilakukan dengan mengambil titik tengah antara 50% dan 60%, yaitu 55%.

Selanjutnya, adonan dimasukkan ke dalam ekstruder pemasak-pencetak ulir tunggal dengan aplikasi dorongan. Variabel proses yang diamati meliputi suhu ekstruder (80-95oC) dan kecepatan ulir

(50-125 rpm). Untaian mi yang keluar sepanjang 1.5 meter pertama dibuang dan tidak digunakan dengan asumsi bahwa adonan tersebut belum cukup stabil kualitasnya atau kondisi proses belum steady state. Untaian mi lalu dipisahkan antar helai dan dibentuk menjadi persegi panjang dan dikeringkan menggunakan kipas angin selama semalam.

Penentuan rancangan percobaan dan penentuan proses optimal dari mi sorgum dibantu dengan program Response Surface Method D-Optimal menggunakan Design Expert 7.0, menghasilkan 16 buah running dalam pembuatan mi sorgum kering, seperti yang tampak pada Tabel 3. Pengolahan mi dengan ekstrusi menggunakan variasi suhu dan kecepatan ekstruder. Variabel respon yang digunakan adalah cooking loss dan elongasi. Untuk mendapatkan kedua data tersebut, mi harus terlebih dahulu dimasak hingga matang. Penentuan waktu masak atau cooking time dilakukan dengan memasak mi dan mencicipinya tiap 1 menit hingga mi sudah matang sempurna. Percobaan dilakukan mulai dari menit ke-7. Hal ini mengacu waktu masak mi jagung, yaitu 7 menit. Proses optimum ditentukan berdasarkan nilai cooking loss mi yang minimum.

Tabel 3. Rancangan percobaan optimasi proses mi sorgum kering

Model respon ditentukan mulai dari kubik sebagai model tertinggi sampai mean sebagai model terendah. Dalam pemilihan model, program akan menyarankan model yang dapat kita gunakan. Model yang sesuai adalah model yang memenuhi minimal tiga kriteria sebagai berikut (Anonim 2006):

1. Memiliki model yang “signifikan” yang ditandai dengan nilai p-value (Prob>F) kurang dari 0.0500 untuk nilai signifikansi yang kuat. Jika nilai Prob>F diantara 0.0500 dan 1, maka nilainya marjinal signifikan

2. Memiliki Lack of Fit yang “tidak signifikan” yang ditandai dengan nilai p-value (Prob>F) lebih dari 0.0500. Nilai Lack of Fit yang signifikan berarti model polinimial tidak sesuai dengan semua desain secara baik

3. Memiliki Pred R-Squared atau R2 prediksi yang reasonable agreement atau pernyataan yang beralasan dengan nilai Adj R-Squared

No Suhu Ekstruder (oC) Kecepatan Ulir (rpm)

1 80 52-a 2 80 52-b 3 80 74 4 80 125-a 5 80 125-b 6 84 50 7 84 106 8 88 93 9 89 125 10 90 54 11 95 50-a 12 95 50-b 13 95 88-a 14 95 88-b 15 95 125-a 16 95 125-b

Analisis Sidik Ragam (ANOVA) menghasilkan dua persamaan, yaitu persamaan faktor kode dan faktor aktual. Persamaan faktor kode merupakan persamaan dengan memasukkan nilai suhu dan kecepatan ulir dengan mengkonversinya terlebih dahulu menjadi nilai diantara -1 dan 1. Suhu dan kecepatan ulir paling rendah memiliki nilai -1, sedangkan suhu dan kecepatan ulir paling tinggi bernilai 1. Oleh karena itu, persamaan ini hanya terbatas untuk memprediksi nilai respon input yang berada dalam kisaran pengukuran, yaitu suhu ekstruder 80-95oC dan kecepatan ulir 50-125 rpm. Persamaan aktual merupakan persamaan dengan input berdasarkan nilai yang sebenarnya. Tahapan selanjutnya adalah verifikasi nilai cooking loss dan elongasi terhadap prediksi pada RSM. Hasil prediksi disesuaikan dengan nilai respon pada Confident Interval dan Prediction Interval. Hasil verifikasi yang diinginkan memiliki nilai yang dekat dengan nilai prediksi dan berada di dalam kisaran CI dan PI.

3.3.3. Pembuatan Mi Sorgum-Jagung

Mi sorgum-jagung diproduksi melalui proses yang sama dengan mi sorgum, perbedaannya terletak pada bahan bakunya saja. Bahan baku yang digunakan pada pembuatan mi sorgum-jagung adalah tepung sorgum dan tepung jagung dengan perbandingan 60:40, air (55%), dan garam (2%). Proporsi penambahan tepung jagung dilakukan dengan trial and error agar warna kuning pada mi mirip dengan warna kuning pada mi terigu komersial.

Mengingat daya serap air dari kedua tepung ini berbeda, maka terlebih dahulu dilakukan uji coba mengenai persentase jumlah air yang harus ditambahkan. Uji coba yang pertama dilakukan dengan mengambil titik tengah dari kedua persentase air, yaitu 57.5% dari jumlah air pada mi jagung 60% dan mi sorgum 55%. Adonan tepung yang dihasilkan lebih basah yang membuatnya sulit untuk dimasukkan ke dalam ekstruder. Kemudian, kedua tepung lalu ditambahkan ke dalam adonan sehingga kadar air yang ditambahkan menurun hingga 55%. Pada kondisi demikian, karakteristik adonan sudah sesuai dan memiliki tingkat kebasahan yang cukup untuk produk ekstrusi. Adonan sorgum-jagung kemudian dimasukkan ke dalam ekstruder dengan suhu 95oC dan kecepatan ulir 125 rpm

3.3.4. Uji Hedonik Mi Sorgum

Uji hedonik dilakukan menggunakan dua sampel, yaitu mi sorgum dan mi sorgum-jagung yang telah direhidrasi. Pengujian dilakukan pada 33 orang panelis tak terlatih. Penggunaan panelis lebih sedikit dari yang biasa dilakukan (<70) karena sampel mi memiliki waktu masak yang lama (16 menit) sehingga total waktu untuk 1 kali pengujian sekitar 35 menit. Selain itu, pengujian harus segera dilakukan setelah mi diangkat agar sifat fisik mi tidak banyak berubah. Hasil uji hedonik memberikan informasi mengenai karakteristik sensori serta deskripsi atribut produk yang meliputi warna mi, kekeruhan air rebusan mi, elongasi, kekerasan, dan rasa. Pengujian akan dilakukan di laboratorium dengan uji rating hedonik skala 1-5. Skala yang digunakan dalam pengujian ini adalah :

1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = moderat 4 = suka 5 = sangat suka

Selain menilai menggunakan angka, panelis juga diminta untuk mengisi kolom komentar pada tiap atribut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui alasan penilaian panelis pada atribut tertentu. Selain itu, data komentar menjadi data kualitatif sederhana sebagai informasi tambahan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) pada SPSS 17. Metode analisis yang digunakan adalah Paired Sample T-Test yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang nyata terhadap dua sampel mi.

3.4.

ANALISIS DAN PENGUKURAN

Dokumen terkait