• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri atas (1) pembuatan bakso sapi, (2) analisis proksimat bakso sapi, (3) aplikasi pati terhadap bakso, (4) seleksi perlakuan terpilih, dan (5) analisis organoleptik. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir tahapan penelitian Pembuatan bakso sapi

Aplikasi pati terhadap bakso

Seleksi perlakuan terpilih

Analisis organoleptik

Pengamatan visual, analisis aw dan kadar air pati sagu dan tapioka awal Pengamatan visual, analisis aw bakso dan sagu selama penyimpanan, pH bakso, kekerasan dan kekenyalan bakso, analisis mikrobiologi bakso dan sagu

11

3.2.1 Pembuatan Bakso Sapi

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan bakso sapi terdiri dari daging sapi segar, bahan pengisi (pati tapioka), garam, STPP, es, bawang putih, dan lada. Diagram pembuatan bakso menurut Nurhayati (2009) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan bakso

3.2.2 Analisis Proksimat

3.2.2.1 Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar air dilakukan terhadap sampel bakso sapi. Penetapan kadar air dengan metode oven diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 105oC selama 15 menit, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sampel ditimbang sekitar 2-5 gram (W) kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama kurang lebih tiga jam. Setelah tiga jam, cawan yang berisi sampel tersebut dikeluarkan dari oven dan dimasukan kedalam desikator lalu ditimbang (W1). Penimbangan dilakukan hingga diperoleh bobot yang tetap. Analisis kadar air digunakan kembali ditahap selanjutnya untuk mengukur kadar air pati sagu dan tapioka. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Digiling halus selama 1 menit

0.5% lada, 30% tapioka dan 0.9% bawang putih

Digiling kembali selama 1 menit

Didiamkan selama 10 menit

Dicetak berbentuk bulat-bulatan bakso 100 gram daging

30% es, 5% NaCl

Dimasak dalam air mendidih (100oC) selama 10 menit

Bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit

Analisis Proksimat

12

adar air bb x 00

adar air bk x 00

3.2.2.2 Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselen yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sampel ditimbang sebanyak 2-5 gram (W) didalam cawan porselen tersebut lalu cawan porselen berisi sampel tersebut dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna (bobot konstan). Setelah proses pengabuan selesai, cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap (W1). Kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

adar abu x 00

3.2.2.3 Analisis Kadar Protein (SNI 01-2891-1992)

Penetapan kadar protein kasar dengan metode Kjeldahl dibagi menjadi 3 tahap, yaitu penghancuran, destilasi, dan titrasi. Sebanyak 0,1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.

Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian 0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan :

N ml HCl sampel ml HCl blank x N HCl x 4.007mg sampel x 00

adar pr tein bb N x akt r n ersi

3.2.2.4 Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sebanyak 10 gr sampel (W) ditambahkan 45 ml air panas dan 55 ml HCl 25%, kemudian sampel dipanaskan selama 15 menit. Sesudah dipanaskan, disaring dengan

13 menggunakan kertas saring dan dikeringkan dalam oven 1050C selam 3 jam. Selongsong kertas saring yang telah berisi sampel kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Sampel diekstrak dengan larutan keksana selama kurang lebih 6 jam. Selanjutnya, heksana disuling sehingga hanya tersisa lemak dalam labu. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W1). Pengeringan diulangi hingga mencapai bobot tetap. Kadar lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

adar lemak x 00

3.2.2.5 Analisis Kadar Karbohidrat (by difference)

Nilai kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan cara by difference. Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan pengurangan total 100% terhadap kadar protein, kadar air, kadar abu, dan kadar lemak. Metode ini dapat dihitung melalui persamaan :

Kadar karbohidrat = 100% - (% air + % abu + % protein + % lemak)

3.2.3 Aplikasi Pati terhadap Bakso

Proses pelapisan bakso dengan pati dilakukan setelah bakso tiris (10-15 menit setelah perebusan). Jenis pati yang digunakan adalah tapioka dan pati sagu. Setelah pelapisan dilakukan, bakso dibiarkan berada di dalam pati dan kemudian disimpan pada suhu ruang. Pengamatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengamatan visual, analisis aw dan kadar air pati sagu dan tapioka awal (analisis kadar air dilakukan seperti pada tahap sebelumnya). Dari tahap ini, 4 sampel bakso terbaik akan dipilih. Perlakuan yang diberikan pada bakso adalah sebagai berikut:

Perlakuan:

K : Kontrol, tanpa perlakuan dengan pelapisan pati, simpan suhu ruang. A : Jenis pati yang digunakan

A1 : Tapioka A2 : Sagu

B : Perlakuan terhadap pati

B1 : Sangrai (15 menit, suhu pati 134oC ) B2 : Tidak disangrai

C : Rasio pati : bakso C1 : 1:1

C2 : 1:2 C3 : 2:1 Kombinasi Sampel

K : Kontrol, tanpa perlakuan pelapisan pati, simpan suhu ruang A1B1C1 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka sangrai, rasio pati dan

bakso 1:1, simpan suhu ruang.

A1B1C2 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka sangrai, rasio pati dan bakso 1:2, simpan suhu ruang.

14 A1B1C3 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka sangrai, rasio pati dan

bakso 2:1, simpan suhu ruang.

A1B2C1 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka tidak sangrai, rasio pati dan bakso 1:1, simpan suhu ruang.

A1B2C2 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka tidak sangrai, rasio pati dan bakso 1:2, simpan suhu ruang.

A1B2C3 : Pelapisan dan penyimpanan dalam tapioka tidak sangrai, rasio pati dan bakso 2:1, simpan suhu ruang.

A2B1C1 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu sangrai, rasio pati dan bakso 1:1, simpan suhu ruang.

A2B1C2 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu sangrai, rasio pati dan bakso 1:2, simpan suhu ruang.

A2B1C3 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu sangrai, rasio pati dan bakso 2:1, simpan suhu ruang.

A2B2C1 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu tidak disangrai, rasio pati dan bakso 1:1, simpan suhu ruang.

A2B2C2 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu tidak disangrai, rasio pati dan bakso 1:2, simpan suhu ruang.

A2B2C3 : Pelapisan dan penyimpanan dalam pati sagu tidak disangrai, rasio pati dan bakso 2:1, simpan suhu ruang.

3.2.3.1 Pengamatan Visual

Pengamatan visual dilakukan selama 4 hari terhadap 12 sampel bakso yang dilapis dan satu sampel bakso kontrol. Pengamatan ini meliputi warna, keberadaan kapang dan lendir, bau, kondisi pati pelapis, dan kondisi sampel secara keseluruhan. Pengamatan visual juga dilakukan terhadap 4 sampel bakso terpilih dan satu sampel bakso kontrol (pada tahap selanjutnya).

3.2.3.2 Analisis Aktivitas Air (aw) dengan aw-meter

Pengukuran aktivitas air (aw) bertujuan untuk mengetahui jumlah air bebas dalam produk yang dapat digunakan oleh mikroba. Alat yang digunakan untuk mengukur aw adalah aw-meter Shibaura Electronics Co. Ltd WA-360 (Gambar 3). Pengukuran nilai aw pada sampel bakso dilakukan dengan cara memasukkan pati sagu (sangrai/ tidak sangrai) sebanyak 3-5 gram ke dalam cawan sensor pada aw-meter dan ditutup rapat. Pembacaan nilai aw dilakukan pada saat display alat menunjukkan angka yang tetap atau ditandai dengan munculnya indikator completed test. Hal yang sama juga dilakukan pada pati tapioka (sangrai/ tidak sangrai) dan bakso.

15

3.2.4 Seleksi Perlakuan Terpilih

Pengamatan dilakukan terhadap 4 sampel bakso terpilih dari tahap sebelumnya, yaitu A2B1C1, A2B1C3, A2B2C1, A2B2C3 dan satu sampel kontrol. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan visual, analisis aktivitas air (aw) bakso dan sagu selama penyimpanan, analisis pH bakso, kekerasan dan kekenyalan objektif bakso, dan analisis mikrobiologi bakso dan sagu. Proses pembuatan bakso dapat dilihat pada Gambar 4. Secara umum proses ini sama dengan proses pembuatan pada tahap sebelumnya, namun lama perebusan menjadi 15 menit.

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan bakso

3.2.4.1 Analisis pH Bakso dengan pH-meter

Nilai pH bakso diukur dengan menggunakan pH-meter. Sebelum pengukuran, pH-meter (Gambar 5a) dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan 7. Bakso yang akan dianalisis, ditimbang sebanyak 1 gram dan dicampur dengan akuades sebanyak 10 ml, dihancurkan dengan pangan selama 1 menit dengan memasukkan bakso dan akuades ke dalam plastik HDPE. Setelah campuran homogen baru dilakukan pengukuran pH. Pengukuran pH dilakukan dengan merendam elektroda pH-meter (Gambar 5b) ke dalam larutan sampai alat menunjukkan nilai pH terukur, elektroda kemudian dibilas dengan akuades, dikeringkan dan digunakan untuk pengukuran pH selanjutnya. Analisis pH juga dilakukan pada pati yang digunakan sebagai pelapis bakso. Sampel pati ditimbang sebanyak 1 gram kemudian

Digiling halus selama 1 menit

0.5% lada, 30% tapioka dan 0.9% bawang putih

Digiling kembali selama 1 menit

Didiamkan selama 10 menit

Dicetak berbentuk bulat-bulatan bakso 100 gram daging

30% es, 5% NaCl

Dimasak dalam air mendidih (100oC) selama 15 menit

Bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit

Pengamatan visual, analisis aktivitas air (aw), analisis pH bakso, kekerasan dan kekenyalan objektif bakso, dan uji total mikroba

16 dilarutkan dalam akuades sebanyak 10 ml. Setelah homogen baru dilakukan pengukuran pH dengan cara merendam elektroda pH-meter ke dalam larutan sampai alat menunjukkan nilai pH terukur. Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades, dikeringkan dan digunakan untuk pengukuran pH selanjutnya.

(a) (b)

Gambar 5. (a) Alat pH-meter model 210A merk Orion; (b) Elektroda pH-meter

3.2.4.2 Kekerasan dan Kekenyalan/Elastisitas Objektif (Texture Profile Analysis)

Prinsip dari analisis profil tekstur (Texture Profile Analysis atau TPA) adalah memberikan gaya tekan terhadap produk sebanyak dua kali sehingga dapat mendefinisikan parameter tekstur menjadi satu nilai, misalnya nilai kekerasan atau kekenyalan suatu produk. Karena gaya yang diberikan terhadap sampel adalah dua gaya tekanan, maka profil Texture Profile Analysis (TPA) akan memberikan dua puncak. Pengukuran yang dilakukan mencakup kekerasan dan kekenyalan bakso dengan menggunakan texture analyzer TA-XT 2i (Gambar 6a) dengan probe silinder (Gambar 6b).

Pilih dan pasang probe silinder (P/75) kemudian setting kondisi pengukuran (settingan alat dapat dilihat pada Tabel 4). Setelah itu lakukan kalibrasi ketinggian probe kemudian letakkan sampel bakso dibawah probe silinder dan lakukan pengukuran terhadap tekstur bakso. Hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini akan menghasilkan kurva profil analisis dengan dua puncak yang kemudian dapat diolah lebih lanjut dengan menggunakan software yang terintegrasi dengan alat texture analyzer TA-XT 2i. Kekerasan bakso ditentukan dari maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan/ kompresi pertama, sedangkan kekenyalan ditentukan dari jarak yang ditempuh oleh bakso pada tekanan kedua sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya (L2) dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh bakso pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai maksimumnya (L1), atau L2/L1. Contoh kurva profil analisis dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) (b)

17 Tabel 4. Setting alat texture analyzer

No. Parameter Ukuran

1. Pre Test Speed 1.0 mm/s

2. Test Speed 1.0 mm/s

3. Post Test Speed 1.0 mm/s 4. Rupture Test Dist 1.0%

5. Distance 50% 6. Force 0.98 N 7. Time 5.00 sec 8. 9. 10. 11. Count Trigger Type Force Stop plot at Break Detect Sensitivity Units Force Distance 5 Auto 0.10 N Final Off 0.98 N Newtons % strain

Gambar 7. Kurva analisis profil tekstur

3.2.4.3 Uji Total Mikroba (Fardiaz 1989)

Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer steril. Sampel tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan alat stomacher selama 60 detik sehingga dihasilkan sampel bakso dengan pengenceran 1:10. Campuran dikocok, diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi 9 ml/ larutan pengencer steril (10-2). Dengan cara yang sama diperoleh pengenceran 10-3, 10-4, dan seterusnya. Dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml suspensi sampel dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya ditambahkan 15-20 ml medium PCA (Plate Count Agar) steril bersuhu 47-50oC (duplo). Setelah

L1

L2 Maksimum

18 medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 37oC selama 2-3 hari. Total mikroba dihitung dengan rumus:

ALT atau TPC ∑C / [ xn1 ) + (0.1xn2)]x(d) Keterangan:

ALT atau TPC = angka lempeng total atau total plate count

∑C = jumlah koloni

n1 = jumlah cawan pengenceran pertama

n2 = jumlah cawan pengenceran kedua d = pengenceran pertama

3.2.5 Analisis Organoleptik Sampel Bakso Terpilih

Analisis organoleptik dilakukan terhadap sampel bakso terpilih, yaitu sampel bakso yang telah dilapis pati dan disimpan pada suhu ruang serta memiliki jumlah mikroba yang masih memenuhi batas cemaran mikroba yang ditetapkan SNI. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik dengan 30 panelis tidak terlatih. Panelis diminta untuk menilai atribut sensori produk bakso berupa warna, aroma, rasa, tekstur dan overall. Skala yang digunakan ialah skala garis dengan panjang maksimum 10 cm. Masing-masing tanda batas diberi label dengan deskripsi intensitas yang berbeda. Lembar skor dari uji rating hedonik ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain lembar skor berisi skala garis penilaian sampel, panelis juga diberikan selembar kuisioner berisi pertanyaan tertutup (closed question) mengenai atribut terpenting bakso menurut pendapat panelis. Kuisioner tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Skor rataan penerimaan panelis kemudian dideskripsikan menggunakan acuan Labelled Affective Magnitude (LAM) scale (Kemp et al. 2009). Skor rataan penerimaan panelis dikalikan dengan 10 untuk mendapatkan kisaran nilai yang sama dengan kisaran nilai Labelled Affective Magnitude (LAM) scale, yaitu 0-100. Deskripsi kesukaan disesuaikan dengan deskripsi yang ada pada skala tersebut. Skala tersebut ditunjukkan pada Gambar 8.

19

Dokumen terkait