• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Subang dengan lokasi penelitian di empat kecamatan yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Analisis data dilakukan di Studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2014. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. 108°0'0"E 108°0'0"E 107°50'0"E 107°50'0"E 107°40'0"E 107°40'0"E 107°30'0"E 107°30'0"E 10'0" S 20'0" S 6°20'0" S 30'0" S 30'0" S 40' 0" S 6°40'0" S 50' 0" S 6°50'0" S Jawa Barat ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

®

LAUT JAWA

Sumber Peta

- BPDAS Citarum Ciliwung Km 0 55 110 220 330 440

Legenda

Lokasi Sampling Penelitian Kec.Cipeundey Kec.Kalijati Kec.Pabuaran Kec.Patokbeusi

Jalan utama

Gambar 1. Lokasi penelitian

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data statistik primer dan sekunder serta data spasial. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang secara langsung melalui pengamatan dan wawancara kepada petani dengan menggunakan kuesioner. Sejumlah 146 petani berkontribusi menjadi responden dan memberikan informasi terkait pola tanam dan input-output usahatani. Sedangkan data sekunder terdiri dari dokumen perencanaan, curah hujan, karakteristik lahan, dan Subang dalam angka 2009-2013. Data spasial yang digunakan adalah peta administrasi, peta tanah, peta lereng, peta curah hujan, peta

pola ruang skala 1:100.000 serta peta rupa bumi Indonesia (peta jalan dan sungai) skala 1:50.000. Di samping itu juga digunakan data penggunaan lahan yang diinterpretasikan secara visual dari citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terkait berupa data dan peta yang diperoleh dari instansi terkait dan selanjutnya diolah lebih lanjut dengan menggunakan teknik analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian. Daftar data sekunder dan data spasial yang digunakan serta sumbernya disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Jenis data sekunder dan sumber data

No Jenis data Sumber data

1. Dokumen perencanaan • RPJM

• RPJP • RTRW

Bappeda Kabupaten Subang

2. Data curah hujan Perum Jasa Tirta II Kabupaten Subang 3. Data karakteristik lahan Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian

(BBSDLP) 4. Data Subang dalam Angka

tahun 2009-2011

Bappeda Kabupaten Subang 5. Database Pertanian tahun

2009-2011

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Subang

Tabel 2. Data spasial, skala dan sumbernya

No. Jenis data Skala Sumber data

1. Peta administrasi Kabupaten Subang

1 : 100.000 BP DAS Citarum-Ciliwung 2. Peta tanah 1 : 100.000 Bappeda Kabupaten Subang 3. Peta lereng 1 : 100.000 BP DAS Citarum-Ciliwung 4. Peta kontur 1 : 100.000 BP DAS Citarum-Ciliwung 5. Peta curah hujan 1 : 100.000 Bappeda Kabupaten Subang 6. Peta pola ruang 1 : 100.000 Bappeda Kabupaten Subang 7. Peta Rupa Bumi

Indonesia (peta sungai dan jalan)

1: 25.000 Badan Informasi Geospasial, Bogor

Berbagai perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak Microsoft Excel, Microsoft Word, ENVI 4.8, ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, Statistica 7, dan GAMS 22.2. Peralatan lainnya yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS), kamera digital, kompas, alat tulis, dan kuesioner untuk survei lapang.

Prosedur Analisis Data

Analisis data berkaitan dengan tujuan penelitian, metode atau teknik analisis, dan luaran yang diharapkan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Tujuan penelitian, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan No Tujuan penelitian Teknik analisis Luaran

1. Mengkaji penggunaan lahan dan kemampuan lahan saat ini

a) Analisis data spasial dimulai dari penggabungan kanal citra, koreksi geometri, klasifikasi visual penggunaaan lahan b) Penentuan kemampuan lahan

c) Validasi cek lapang

Penggunaan lahan dan kemampuan lahan saat ini

2. Menganalisis komoditas unggulan dan mengidentifikasi pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang

a) Analisis LQ (Location Quotion) b) Analisis shift share

(SSA)

c) Survei terstruktur dengan alat kuesioner melalui wawancara

Pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang

3. Mengevaluasi erosi lahan, menganalisis land rent pada berbagai pola tanam, dan kecukupan beras wilayah

a) Analisis deskripsi spasial, inverse distance weighting b) Prediksi erosi c) Survei dan wawancara Pilihan alternatif penggunaan lahan pertanian

4. Menentukan pola tanam optimum pada lahan pertanian dengan mempertimbangkan potensi erosi, land rent, dan kecukupan beras wilayah, serta menganalisis faktor yang paling berpengaruh dalam persebaran pola tanam optimum hasil optimasi.

a) Optimasi pola tanam dengan model analisis Multiple Goals Programming (MGP) menggunakan software GAMS 22.2 b) Decision Tree Model

Sebaran spasial pola tanam optimum pada lahan pertanian

Dalam uraian berikut disajikan penjelasan secara rinci analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini.

Analisis Penggunaan Lahan Saat Ini

Analisis penggunaan lahan saat ini dimulai dengan klasifikasi visual citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010. Pengolahan citra diawali dengan melakukan proses penggabungan kanal citra (layer stacking) dengan menggunakan perangkat lunak ENVI 4.8. Selanjutnya dilakukan koreksi geometri terhadap citra tersebut dengan tujuan untuk menyamakan koordinat antara citra yang digunakan dengan koordinat sesungguhnya di permukaan bumi sehingga menghasilkan data yang kompatibel secara geografis. Peta dasar rujukan adalah Peta Rupabumi skala 1:25.000. Kenampakan yang digunakan sebagai rujukan adalah sungai dan jaringan jalan. Sistem proyeksi koordinat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sistem UTM dengan sistem geodetik WGS 84 pada zona 48S. Citra ALOS AVNIR-2 terlebih dahulu direktifikasi pada peta dasar (jalan dan sungai) Kabupaten Subang untuk mempermudah melihat objek yang sama pada peta topografi dan citra yang akan dikoreksi. Koreksi geometri dilakukan dengan menggunakan ArcView GIS 3.3 dengan menentukan titik kontrol (GCP, Ground Control Point) sebanyak 7 titik. Akurasi koreksi geometri diukur dengan nilai RMS-Error (Root Mean Square-Error). Koreksi geometri yang dilakukan menghasilkan RMS-error sebesar 0,07.

Citra yang sudah dikoreksi selanjutnya diinterpretasi penggunaan lahannya. Klasifikasi penggunaan lahan dalam penelitian ini dibedakan menjadi sembilan jenis, yaitu: badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, mangrove, perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan. Secara umum, tahapan analisis disajikan dalam diagram berikut.

Gambar 2. Bagan alir analisis penggunaan lahan saat ini

Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam

Data yang digunakan dalam analisis komoditas unggulan adalah basis data pertanian Kabupaten Subang tahun 2009 dan 2011 yang terdiri dari data luas tanam, luas panen, produksi komoditas pertanian serta rekap daftar harga komoditas pertanian. Adapun jumlah komoditas pertanian yang dianalisis sebanyak 20 jenis komoditas yang dikelompokkan atas komoditas pertanian tanaman pangan, komoditas hortikultura, dan komoditas perkebunan. Gambar berikut menyajikan diagram alir analisis komoditas unggulan masing-masing komoditas dan identifikasi pola tanam.

Data luas tanam, luas panen, produksi, harga komoditas pertanian Analisis LQ dan SSA Analisis dinamika produksi luas panen Analisis luas tanam Analisis luas panen Analisis penerimaan petani Identifikasi pola tanam Komoditas unggulan dan potensial unggulan

Gambar 3. Bagan alir analisis komoditas unggulan dan identifikasi pola tanam Analisis komoditas unggulan dilakukan pada setiap komoditas melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Identifikasi komoditas pertanian pangan, palawija, dan hortikultur yang dibudidayakan di Kabupaten Subang. Berdasarkan data dasar dari Badan Pusat Statistik setempat diketahui bahwa jumlah komoditas pertanian pangan sebanyak 2 jenis, palawija sebanyak 6 jenis, dan hortikultura sebanyak 12 jenis. Daftar komoditas pertanian yang dianalisis dapat disajikan pada Lampiran 2. Beberapa kriteria umum yang ditetapkan adalah (a) merupakan tanaman yang lazim dibudidayakan, (b) diterima oleh petani, (c) menguntungkan secara ekonomi, (d) tercatat dalam pencatatan statistik kabupaten.

2. Komoditas yang memiliki data lengkap dianalisis dengan menggunakan Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Koefisien LQ memberikan indikasi kemampuan relatif suatu wilayah dalam memproduksi suatu komoditas dalam sistem yang didefinisikan.

Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa relatif suatu wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam sistem agregat. Persamaan dari LQ ini adalah sebagai berikut :

keterangan :

Xij : nilai komoditas tertentu pada kecamatan tertentu Xi. : total komoditas tertentu di kecamatan tertentu X.j : total komoditas di wilayah kabupaten

Pada penelitian ini, analisis LQ dilakukan pada tiga jenis data yang berbeda, yaitu data luas panen, luas tanam, dan penerimaan usahatani tahun 2009 dan 2011 Kabupaten Subang. Adapun data penerimaan petani diperoleh dari hasil perkalian antara produksi dengan harga komoditas. Analisis LQ bertujuan untuk mengetahui komoditas-komoditas pertanian (tanaman pangan, palawija maupun hortikultura) yang memiliki keunggulan komparatif di tiap kecamatan.

Interpretasi hasil analisis Location Quotient adalah sebagai berikut :

- Jika nilai LQij>1, artinya komoditas tersebut menjadi basis atau pusat produksi wilayah. Dalam hal ini komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasil produksinya tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayah yang bersangkutan, tetapi juga dapat diekspor ke wilayah kecamatan lain.

- Jika nilai LQij=1, artinya komoditas tersebut tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif. Jika diasumsikan rataan produksi sebagai kondisi keseimbangan, maka jika suatu lokasi memiliki nilai LQ=1 produksi di wilayah tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri.

- Jika nilai LQij<1, artinya komoditas juga termasuk non basis. Dengan asumsi sama dengan yang disampaikan sebelumnya wilayah dengan LQ<1 merupakan wilayah dengan produksi komoditas yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar.

Shift Share Analysis merupakan teknik dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai perubahan atau peningkatan suatu indikator pertumbuhan perekonomian suatu wilayah yang lebih luas dalam dua titik waktu (Basuki dan Gayatri 2009). Analisis ini digunakan untuk mengetahui komoditas-komoditas pertanian khususnya tanaman pangan, palawija maupun hortikultura yang memiliki keunggulan kompetitif di tiap kecamatan di Kabupaten Subang. Komoditas akan memiliki keunggulan kompetitif jika SSA bernilai positif. Persamaan analisis shift share ini adalah sebagai berikut:

a b c

keterangan :

a : komponen regional share b : komponen proportional shift c : komponen differential shift

X.. : nilai total komoditas wilayah secara agregat (kabupaten) X.i : nilai total komoditas tertentu di kecamatan tertentu Xij : nilai di kecamatan tertentu dan komoditas tertentu

Berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA, untuk mengetahui persebaran komoditas unggulan di 30 kecamatan Kabupaten Subang, selanjutnya dilakukan beberapa analisis sebagai berikut terhadap masing-masing komoditas:

1. Analisis dinamika produksi dari nilai LQ tahun 2009 dan 2011. Dalam penelitian ini analisis dinamika didefinisikan sebagai peningkatan atau

penurunan produksi dari dua titik tahun (2009 dan 2011) berdasarkan nilai LQ luas panen.

2. Analisis LQ untuk data luas panen tahun 2009 dan SSA tahun 2009-2011. 3. Analisis LQ untuk data luas tanam tahun 2011 dan SSA luas tanam tahun

2009-2011.

4. Analisis LQ penerimaan usahatani tahun 2009 dan SSA penerimaan usahatani tahun 2009-2011.

Berdasarkan penggabungan analisis di atas, maka suatu komoditas ditetapkan menjadi unggulan dan potensial unggulan bila memenuhi minimal dua kriteria di bawah ini:

1. Nilai LQ luas panen tahun 2009 dan 2011 lebih dari 1, dinamika produksi mengalami peningkatan ditunjukkan oleh nilai LQ>1 meningkat setengah kali lipat atau dua kali lipat atau lebih dan nilai SSA luas tanam 2009-2011 bernilai positif.

2. Nilai LQ luas tanam tahun 2011 lebih dari 1 dan nilai SSA luas tanam tahun 2009-2011 bernilai positif.

3. Nilai LQ penerimaan petani tahun 2011 lebih dari satu diimbangi dengan nilai SSA yang positif dari tahun 2009-2011.

Contoh dari analisis data yang dilakukan pada penetapan komoditas unggulan disajikan pada Lampiran 1, sedangkan hasil penetapan komoditas unggulan semua komoditas di setiap kecamatan ditampilkan pada Lampiran 2. Analisis persebaran komoditas unggulan dan potensial unggulan di 30 kecamatan Kabupaten Subang ini berguna untuk mengetahui persebaran komoditas-komoditas pertanian yang berkembang di Subang. Di samping itu juga dapat digunakan sebagai data acuan saat pengecekan lapang sehingga diperoleh gambaran awal terkait dengan komoditas yang dibudidayakan petani. Selanjutnya identifikasi pola tanam pada lahan pertanian (sawah, kebun campuran, dan tegalan) lebih rinci sesuai kondisi riil yang diterapkan petani dilakukan melalui survei lapang dipandu kuesioner dengan responden petani. Melalui identifikasi pola tanam ini maka dapat diketahui pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang. Hasil analisis komoditas unggulan dan potensial unggulan digabungkan dengan identifikasi pola tanam dari wawancara dengan petani selanjutnya dapat dibandingkan dan dianalisis. Hasilnya dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan perencanaan pengelolaan lahan optimal khususnya lahan pertanian di Kabupaten Subang.

Evaluasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) merupakan suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara lestari (Arsyad 1989). Pada klasifikasi kemampuan lahan, tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Tanah pada kelas I sampai IV merupakan tanah yang sesuai digunakan untuk tanaman pertanian pada umumnya (tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk pakan ternak, padang rumput, dan hutan. Tanah pada kelas V,VI, dan VII tidak sesuai untuk pertanian, melainkan sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Tanah

kelas V dan VI dalam beberapa hal dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi asalkan disertai dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik dan tepat. Tanah dalam kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Dengan demikian, ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII.

Sebaran kelas kemampuan lahan di Kabupaten Subang diperoleh dari proses tumpang tindih peta-peta karakteristik lahan, yaitu peta jenis tanah dan peta lereng. Pemrosesan tersebut menghasilkan data-data atribut yang terdiri beberapa informasi terkait dengan jenis tanah dan kelas kemiringan lereng. Data-data terkait dengan karakteristik tanah seperti kepekaan erosi, kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas, dan drainase diperoleh dari BBSDLP, yang selanjutnya dirangkum serta disesuaikan dengan daerah penelitian. Semua data tersebut merupakan variabel klasifikasi kemampuan lahan yang menjadi faktor pembatas/penghambat dalam kriteria kelas kemampuan lahan. Kriteria penilaian kemampuan lahan di Kabupaten Subang disajikan di Lampiran 3. Kriteria penilaian tersebut digunakan sebagai parameter penentuan kelas kemampuan lahan. Pada penentuan kelas kemampuan lahan, semakin berat faktor pembatas maka semakin tinggi kelas kemampuan lahan, sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Adapun skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan

Hasil klasifikasi kemampuan lahan dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum, misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya (Simangunsong et al. 2013). Berikut bagan alir analisis kemampuan lahan yang dilakukan disajikan pada Gambar 4.

KELAS KEMAMPUAN

LAHAN

INTENSITAS DAN PILIHAN PENGGUNAAN MENINGKAT

CAGAR ALA M / HUTA N LIND UNG HUTA N PRODUKS I TERBATAS PENG EMBA LA A N TE RBA TA S PENG EMBA LA AN SE DAN G PENG EMBA LA AN I N TE NSIF GARAPA N TERBATAS GARAPA N S E D A NG GARAPA N INT E NSI F GARAPA N SANGA T INT E NSI F HAMBA TAN/ AN CAMAN MEN ING KAT , KESES UAI AN D AN PILI HAN PEN GG UNAAN LAHA N BER KU R ANG I II III IV V VI VII VIII

Peta tanah Peta lereng Data karakteristik lahan-faktor pembatas kelas kemampuan lahan Kelas kemampuan lahan

Gambar 4. Bagan alir analisis kemampuan lahan

Penetapan Satuan Lahan (Land Unit)

Penetapan satuan lahan (land unit) dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai komponen lahan di antaranya lereng, tanah, dan iklim. Pengkombinasian dilakukan melalui proses tumpang tindih peta kemampuan lahan dan peta penggunaan lahan aktual dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3. Hasil overlay menghasilkan poligon-poligon yang menunjukkan satuan lahan. Satuan lahan yang diperoleh mengandung informasi tentang penggunaan lahan dengan kemampuan lahannya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membuat satuan lahan dengan karakteristik lahan yang homogen, sehingga dapat dijadikan dasar untuk tahapan penelitian berikutnya, khususnya dalam pengambilan titik sampling responden saat cek lapang.

Pendugaan Erosi

Pendugaan erosi dilakukan pada penggunaaan lahan dengan pengelolaan tertentu sehingga dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah. Dengan demikian, maka kerusakan tanah dapat dicegah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Secara umum, tahapan analisis disajikan dalam diagram berikut.

Gambar 5. Bagan alir pendugaan erosi

Prediksi erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith sebagaimana dijelaskan dalam Arsyad (1989), yaitu

dimana :

A : banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar per tahun R : faktor erosivitas hujan

K : faktor erodibilitas tanah

LS : faktor panjang dan kemiringan lereng C : faktor pengelolaan tanaman

P : faktor teknik konservasi yang dipakai

Untuk mendapatkan nilai setiap variabel untuk pendugaan (prediksi) erosi digunakan metode-metode sebagai berikut :

Faktor erosivitas hujan (R). Faktor erosivitas hujan (R) adalah nilai yang menunjukkan daya rusak hujan terhadap tanah. Pada penelitian ini dengan mempertimbangkan ketersediaan data, maka diambil rumus Bols dalam Arsyad 1989, sehingga nilai R dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

R = 6,119 x CH1,21x HH -0,47 x CHmax0,53 dimana :

R : faktor erosivitas hujan

CH : jumlah curah hujan sebulan (mm) HH : jumlah hari hujan sebulan (hari)

CHmax : jumlah curah hujan maksimum sehari bulan yang bersangkutan (mm/hari)

Agar R dapat dihitung sesuai dengan persamaan di atas diperlukan data curah hujan bulanan dari beberapa stasiun hujan di Kabupaten Subang. Selanjutnya untuk mengetahui nilai R pada setiap satuan lahan yang diamati di empat

kecamatan penelitian dilakukan interpolasi secara spasial dengan teknik Inverse Distance Weighting (IDW).

Faktor erodibilitas tanah (K). Faktor erodibilitas tanah (K) adalah nilai yang menunjukkan kepekaan tanah terhadap erosi. Faktor K dapat dihitung jika jenis tanah diketahui dan kemudian dihitung dengan persamaan berikut :

K = [( 2,1 x M 1,14 x 10-4) x (12-a)) + (3,25(b-2)) + (2,5(c-3))] x 1,293% dimana :

K : faktor erodibilitas tanah

M : (% debu+ % pasir sangat halus) x (100-% liat) a : persentase bahan organik

b : kelas struktur tanah (lihat Lampiran 4) c : kelas permeabilitas tanah (lihat Lampiran 4)

Agar K dapat dihitung sesuai dengan persamaan di atas, maka diperlukan data-data karakteristik lahan di Kabupaten Subang yang mewakili lokasi penelitian. Dalam penelitian ini karakteristik tekstur, persentase bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tidak diukur secara langsung, namun diperoleh dari nilai rata-rata variabel karakteristik lahan dari satuan peta tanah yang lokasinya berdekatan dengan wilayah penelitian.

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS). Nilai panjang dan kemiringan lereng diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan atau dari atribut peta lereng. Dalam penelitian ini faktor tersebut diukur dari peta lereng dengan sumber peta dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum-Ciliwung, kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3 untuk menentukan nilai panjang lerengnya. Penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan Wischmeier dan Smith dalam Arsyad (1989), sebagai berikut:

LS = l1/2 (0,0139 + 0,0965 S + 0,00139 S2) dimana :

LS : faktor lereng l : panjang lereng (m) S : kemiringan lereng (%)

Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Teknik Konsenvasi Tanah (P). Faktor pengelolaan tanaman (C) dan teknik konservasi tanah (P) pada setiap satuan lahan ditentukan dengan mencocokkan kondisi penggunaan lahan di lapangan dengan tabel faktor C dan P dalam Lampiran 5 dan 6. Pada penelitian ini penentuan nilai faktor pengelolaan tanaman (C) dihitung dengan menggunakan pembobotan, tidak secara langsung menggunakan nilai C pada Lampiran 5, sehingga nilai C yang didapat lebih akurat. Pendetilan nilai C pada pola tanam yang ditanam di tegalan dilakukan dengan mempertimbangkan periode tanam dari berbagai tanaman semusim yang diusahakan petani dalam setahun. Nilai C dari pola tanam yang ada di tegalan pada satuan lahan tertentu dihitung dengan mempertimbangkan nilai R

bulanan hasil interpolasi dengan teknik IDW. Berikut persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai C dari pola tanam yang diterapkan di tegalan:

dimana:

Ci : nilai C rata-rata pola tanam

Ri : nilai R bulanan pada periode tanam tanaman ke-i Ci : Nilai C tanaman ke-i berdasarkan Lampiran 3

Penentuan Erosi yang Dapat Ditoleransikan (TSL)

Nilai TSL merupakan nilai laju erosi yang masih dapat dibiarkan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman sehingga masih memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Arsyad 1989). Penetapan TSL dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Hammer (1981). Persamaan tersebut menggunakan konsep kedalaman ekivalen (De) dan umur guna tanah (UGT) sebagai berikut :

TSL = De/UGT dimana :

TSL : erosi yang dapat ditoleransikan (mm/tahun) De : kedalaman efektif x faktor kedalaman (mm) UGT : 400 tahun (Hammer dalam Arsyad 1989)

Pengecekan Lapang

Pengecekan lapang bertujuan untuk memvalidasi penggunaan lahan hasil interpretasi visual citra dengan kondisi aktual penggunaan lahan di lapang sehingga hasil akhir dapat memiliki akurasi yang tinggi. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan GPS dan kamera digital sebagai alat bantu di lapangan. Pengecekan lapang juga disertai dengan penyebaran kuesioner kepada para petani sebagai responden. Cek lapang dilakukan di empat kecamatan sebagai lokasi yang difokuskan dalam penelitian ini, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Pengambilan titik cek lapang dilakukan secara menyebar berdasarkan pada peta penggunaan lahan aktual. Pengambilan lokasi contoh berdasarkan satuan lahan berbasis poligon. Masing-masing satuan lahan ditarik contoh sebanyak 2-3 kali ulangan dengan fokus penggunaan lahan berupa sawah, tegalan, dan kebun campuran. Dengan demikian, jumlah titik contoh dalam penelitian ini sebanyak 146 titik yang menyebar di empat lokasi kecamatan. Sebaran titik contoh yang dipilih ditunjukkan pada Gambar 6.

Titik sampling Sumber: CITRA ALOS AVNIR-2 2010

Gambar 6. Sebaran titik contoh responden

Analisis Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent)

Analisis land rent (LR) digunakan untuk mengetahui nilai ekonomi dari suatu aktivitas yang dilakukan pada suatu luasan lahan dalam kurun waktu tertentu. Nilai land rent diperoleh dari mengurangkan seluruh penerimaan dengan total biaya pengeluaran dari suatu usahatani dibagi dengan luasan lahan yang

Dokumen terkait