• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI POLA TANAM PADA LAHAN PERTANIAN

DENGAN MEMPERTIMBANGKAN POTENSI EROSI,

LAND RENT

, DAN KECUKUPAN BERAS

DI WILAYAH SUBANG, JAWA BARAT

RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH

ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH. Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh DYAH RETNO PANUJU dan ENNI DWI WAHJUNIE.

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan permintaan akan lahan untuk area produksi pangan, permukiman, dan fasilitas umum. Sementara itu, ketersediaan lahan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup manusia relatif tetap dan terbatas, sehingga mendorong terjadinya penggunaan lahan yang tidak sesuai daya dukungnya. Ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan dengan daya dukungnya memberikan dampak buruk secara fisik dan ekonomi. Guna menghindari hal tersebut diperlukan pemilihan pola tanam yang optimal pada lahan pertanian untuk mendukung perencanaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Model optimasi linear goals programming (LGP) dipilih untuk menyusun alternatif pengelolaan sumberdaya lahan. Wilayah penelitian mencakup empat kecamatan di Kabupaten Subang, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Perumusan model optimasi pola tanam pada lahan pertanian di wilayah ini disusun untuk mencapai tiga sasaran, yaitu (1) erosi ditekan seminimal mungkin sehingga dapat menjaga kelestarian lahan, (2) memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani, dan (3) memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah penelitian. Hasil akhir penyusunan model optimasi ini adalah pola tanam optimal untuk setiap satuan lahan yang memenuhi tiga sasaran skenario. Pada penelitian ini disusun 12 skenario dengan sasaran berbeda. Hasil optimasi menunjukkan bahwa skenario VI dan XII memenuhi target yang diharapkan dibandingkan skenario lainnya. Kedua skenario ini menghasilkan pola tanam optimal dengan nilai erosi paling rendah sebesar 85.528,10 ton/tahun, memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani sebesar Rp 525.890.970.000,- dan mampu memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah penelitian sebesar 46.598 ton GKP untuk skenario VI serta 181.730 ton GKP untuk skenario XII. Berdasarkan hasil analisis decision tree, pola sebaran spasial lahan optimal dipengaruhi oleh manfaat ekonomi yang diperoleh petani.

(5)

ABSTRACT

RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH. Optimization of Cropping Pattern on Farmland by Considering the Erosion Potential, Land Rent, and Rice Sufficiency in Subang Region, West Java. Supervised by DYAH RETNO PANUJU AND ENNI DWI WAHJUNIE.

Increasing population causes escalation in demand of land for food production, settlements, and public facilities. Meanwhile, land availability is fixed and limited which encourage utilizing marginal or unsuitable land. Land utilization for food production which not comply its capability would have negative effect both physically and economically. To avoid those effects, optimal cropping pattern should be determine to support sustainable agricultural development. This research aims to determine optimal land for food production areas by considering the potential erosion, land rent, and rice sufficiency. Linear goals programming is employed to devise the optimal choice of land use pattern. The study area includes four sub-districts in Subang, West Java namely Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, and Patokbeusi. Optimum cultivation pattern on the agricultural land was organized to achieve three targets including (1) to minimized erosion for land preservation, (2) to provide the highest economic benefits for farmers, and (3) to meet rice sufficiency of study area. This study designed twelve scenarios with different targets combination. It is showed that scenario VI and XII is the best combination comply the expected targets. Both scenarios produce optimal cropping patterns with the lowest erosion values of 85.528,10 tons/year, generate the highest economic benefit for farmers at Rp 525.890.970.000,- and yield 46.598 tons rice for scenario VI and 181.730 tons rice for scenario XII. Decision tree analysis shows that the economic benefits strongly affected spatial distribution pattern of optimum land utilization.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

OPTIMASI POLA TANAM PADA LAHAN PERTANIAN

DENGAN MEMPERTIMBANGKAN POTENSI EROSI,

LAND

RENT

, DAN KECUKUPAN BERAS DI WILAYAH SUBANG,

JAWA BARAT

ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan

Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat

Nama : Rizqi I’anatus Sholihah

NIM : A14090099

Disetujui oleh

Dyah Retno Panuju, SP MSi Pembimbing I

Dr Enni Dwi Wahjunie, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Judul penelitian ini adalah Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat. Dalam proses penyelesaian penelitian ini banyak pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dyah Retno Panuju, MSi dan Dr Enni Dwi Wahjunie selaku pembimbing atas segala nasehat, bimbingan, arahan, motivasi, kesabaran, dan keikhlasan yang telah diberikan selama proses penyelesaian karya ilmiah ini.

2. Bambang H. Trisasongko, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan motivasi, saran, dan masukannya.

3. Kedua orang tua tercinta, Bapak Kusaeri dan Ibu Susrida, adik tercinta Muflihatul Maghfiroh Islami serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, motivasi, perhatian, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang.

4. Instansi-instansi di Kabupaten Subang, diantaranya Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan (BP4KKP), Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Dinas Tata Ruang, Pemukiman, dan Kebersihan serta beberapa instansi lainnya yaitu Badan Pengelolaa Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum Ciliwung, Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) atas kerjasama dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan.

5. Penyuluh pertanian, kelompok tani, petani, masyarakat Kecamatan Kalijati, Cipeundeuy, Pabuaran, dan Patokbeusi dan seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini atas kebersamaannya selama di lapangan, kerjasama, motivasi, dan keterbukaannya dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan. 6. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang

telah memberikan ilmu, nasehat, dan kerjasamanya.

7. Seluruh Sahabat Soil Science ’46 terutama Sulistiyanti, Permadi, Annisa Tiara, Swaesti, Indah, Eka, Aisyah, dan Prapti yang telah memberikan doa, semangat, kebersamaan, dan kasih sayang selama ini.

8. Sahabat seperjuangan Lab. Bangwil (Teguh, Karina, Wida, Novia, Wilona, Rani ), Bangwilers senior khususnya Kak Etika, Bang Suefi, dan Kak Tutuk, serta angkatan 47 khususnya Bangwilers 47, Emi, dan Ardiya atas doa, motivasi, kebersamaan, dan kasih sayangnya.

9. Sahabat Bunda Lestari (Ayuk, Titin, Enik, Indri, Tyas, Yesika, Okta) dan Blobo’ers atas semangat dan kebersamaannya.

10. Keluarga Bojester (Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor/IMJB) terutama teman-teman seperjuangan angkatan 46 atas kebersamaan kalian selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

TINJAUAN PUSTAKA 2 

Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Berkelanjutan 2  Hubungan antara Erosi, Pola Tanam, dan Pendapatan Petani dalam

Pengelolaan Lahan 4 

Optimasi dengan Linear Goals Programming (LGP) 4 

Metode Pohon Keputusan (Decision Tree) 6 

METODE PENELITIAN 8 

Lokasi dan Waktu Penelitian 8 

Jenis Data dan Sumber Data 8 

Prosedur Analisis Data 9 

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 

Penggunaan Lahan Saat Ini (Existing Landuse) Kabupaten Subang 25  Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam di Kabupaten

Subang 27 

Evaluasi Kemampuan Lahan di Kabupaten Subang 26  Satuan Lahan (Land Unit) 26 

Erosi Lahan 38 

Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent) 39 

Kecukupan Beras Wilayah 41 

Penggunaan Lahan Optimal 40 

SIMPULAN DAN SARAN 44 

Simpulan 44 

Saran 45 

DAFTAR PUSTAKA 46 

LAMPIRAN 49 

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data sekunder yang digunakan 9 

2 Data spasial yang digunakan 9 

3 Tujuan penelitian, teknik analisis, dan output yang diharapkan 10  4 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas

dan macam penggunaan lahan 15 

5 Skenario-skenario dalam LGP 24 

6 Satuan lahan di Kabupaten Subang 31 

7 Luas satuan lahan yang dipilih dalam penelitian 34  8 Prediksi erosi dan TSL pada setiap satuan lahan 38  9 Land rent tertinggi dari pola tanam di wilayah penelitian 40 

10 Kebutuhan konsumsi beras penduduk 41 

11 Prediksi kecukupan pangan tahun 2015 dan 2020 40  12 Perbandingan skenario berdasarkan tiga kombinasi kriteria 43 

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian 8 

2 Bagan alir analisis penggunaan lahan saat ini (Existing Land Use) 11  3 Bagan alir analisis komoditas unggulan dan identifikasi pola tanam 12 

4 Bagan alir analisis kemampuan lahan 16 

5 Bagan alir pendugaan erosi 17 

6 Sebaran titik contoh responden 20 

7 Bagan alir optimasi pola tanam pada lahan pertanian dengan Multiple 22  8 Penggunaan lahan saat ini a) Kabupaten Subang b) lokasi sampling 26 

9 Sebaran spasial komoditas unggulan di Kabupaten Subang a) Tanaman pangan b) Tanaman palawija c) Tanaman hortikultur 25  10 Kemampuan lahan Kabupaten Subang dan lokasi cek lapang 26 

11 Satuan lahan Kabupaten Subang 26 

12 Sebaran spasial satuan lahan dan titik responden 37  13 Penggunaan lahan optimal a) skenario I,IV,VII, dan X b) skenario

II,V,VIII, dan XI c) skenario III,VI,IX dan XII 38  14 Decision tree hasil optimasi dengan model LGP 44 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Contoh data analisis komoditas unggulan pada padi sawah 47  2 Hasil penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Subang 46 3 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan 47 4 Klasifikasi kelas nilai struktur tanah dan permeabilitas penentuan nilai K (kepekaan erosi) 48

5 Nilai faktor C dari berbagai tanaman dan pengelolaannya atau tipe

penggunaan lahan 49 

(13)

7 Perumusan model optimasi dengan software GAMS 22.2 52 8 Pola tanam eksisting di lokasi cek lapang 54 

9 Nilai land rent pola tanam eksisting 55 

10 Penggunaan lahan optimal pada berbagai pola tanam hasil optimasi

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring perkembangan teknologi dan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan lahan untuk mendukung peningkatan berbagai aktivitas juga semakin tinggi. Berbagai dampak negatif mulai dirasakan diantaranya meningkatnya ketidakteraturan tata kota, kerusakan lingkungan, meningkatnya kesenjangan sosial dan ekonomi, semakin berkurangnya lahan pertanian dan hutan. Kondisi tersebut diperburuk dengan masih minimnya kesadaran masyarakat terutama terkait kerusakan lingkungan seperti degradasi lahan (Zielinska et al. 2008). Upaya pengelolaan lahan dibutuhkan untuk menjaga eksistensi pemanfaatan lahan sesuai peruntukan penggunaan lahan. Partisipasi dan dukungan masyarakat setempat diperlukan untuk menjaga eksistensi lahan pertanian sehingga produktivitas lahan pertanian terpelihara (Pahlawan dan Worosuprojo 2013).

Pemanfaatan lahan yang intensif umumnya dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan usahatani, namun dalam jangka panjang berakibat menurunkan daya dukung lahan untuk pertanian. Menurut Simbolon (2012), lahan pertanian yang diusahakan secara intensif dalam waktu yang relatif lama akan mengalami kerusakan lahan baik secara fisik, kimia maupun biologi yang berdampak pada penurunan produktivitas tanah sehingga berpengaruh terhadap penerimaan usahatani. Oleh karena itu, diperlukan rencana pemanfaatan lahan yang mampu menjamin kelestarian sumberdaya alam dan meningkatkan penerimaan usahatani. Penelitian tentang perencanaan pengelolaan lahan pertanian, yang mampu menyeimbangkan antara kelestarian lahan dengan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat khususnya petani, dibutuhkan untuk mengetahui pola optimal tersebut. Untuk mendapatkan model perencanaan pengelolaan lahan pertanian yang berkelanjutan diperlukan metode yang mampu memilih kombinasi pemanfaatan yang menghasilkan target yang diharapkan. Metode linear goals programming (LGP) merupakan alternatif teknik untuk mencapai target pemilihan pemanfaatan dengan prinsip persamaan linier (McAllister et al. 2000). Kastaman et al. (2007) menyatakan bahwa metode LGP membantu penyusunan perencanaan usahatani yang baik untuk menjamin penerimaan optimum bagi petani pada kondisi sumberdaya lahan yang semakin terbatas.

(16)

Kajian terkait pengelolaan lahan berkelanjutan di Indonesia dilakukan oleh berbagai peneliti dengan beberapa metode pendekatan. Namun demikian, penelitian terkait optimasi beragam pola tanam pada lahan pertanian dengan mempertimbangkan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan (aspek ekologi, ekonomi, dan sosial) masih relatif terbatas. Kajian Fahriyah (2013) dan Katharina (2007) menekankan adopsi ekologi dengan menerapkan konservasi dalam berusahatani satu komoditas sayuran tanpa menentukan pilihan pola tanam optimum pada jangka waktu tertentu. Penelitian lain yang dilakukan Kastaman (2007) menggunakan metode optimasi LGP dengan tujuan tunggal yaitu keuntungan. Mengingat preferensi masyarakat dan kualitas sumberdaya lahan yang beragam, dibutuhkan kajian terkait optimasi dengan tujuan berganda. Namun demikian, kajian optimasi dengan tujuan berganda tersebut cenderung relatif terbatas. Dengan mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan, penelitian ini di dimaksudkan untuk menjadi satu kajian alternatif optimasi tujuan berganda di wilayah Subang dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan kondisi sosial masyarakat. Aspek ekologi yang dijadikan pertimbangan dalam penelitian ini adalah potensi erosi yang mungkin terjadi di wilayah penelitian, mengingat bentang lahan pertanian di Subang bertopografi datar di bagian utara hingga berbukit di bagian selatan (Bappeda Kabupaten Subang 2012). Selanjutnya land rent yang merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran usahatani per satuan luas (Rustiadi et al. 2011) menjadi salah satu variabel pewakil manfaat ekonomi dalam sistem usahatani. Di samping itu, kecukupan beras wilayah juga menjadi pertimbangan dalam optimasi mengingat Subang merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai salah satu produsen beras di Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang 2012).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengkaji penggunaan lahan dan kemampuan lahan saat ini, (2) menganalisis komoditas unggulan dan mengidentifikasi pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang, (3) mengevaluasi erosi lahan, menganalisis land rent pada berbagai pola tanam, dan kecukupan beras wilayah, serta (4) menentukan lahan optimal pola tanam optimum pada lahan pertanian dengan mempertimbangkan potensi erosi, land rent, dan kecukupan beras wilayah.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Berkelanjutan

(17)

penurunan produktivitas lahan, banjir saat musim penghujan, kekeringan saat kemarau, erosi, dan longsor. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya lahan (SDL). Oleh sebab itu untuk menyerasikan kedua aspek tersebut diperlukan pemikiran dan aplikasi-aplikasi konsep dasar konservasi SDL, dengan memanfaatkan SDL sesuai dengan kemampuannya serta mencegah kerusakan lahan, memperbaiki lahan yang rusak, dan memelihara serta meningkatkan produktivitas yang berkelanjutan (Haridjaja 2008).

Tindakan konservasi tanah, pengelolaan, dan rehabilitasi lahan telah lama dirintis dan terus dikembangkan, mencakup aspek teknik-sipil, biologi, dan sosial-ekonomi. Namun demikian dalam penerapannya di lapangan seringkali usaha-usaha ini menghadapi berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut muncul karena adanya konflik antara kepentingan pelestarian sumberdaya lahan dengan kepentingan ekonomi. Kepentingan-kepentingan ini biasanya tidak saling menenggang, sehingga dalam upaya pengelolaan lahan diperlukan penyusunan prioritas kepentingan (Soemarno 2011).

Indonesia sebagai daerah tropis mengalami erosi oleh air sebagai bentuk utama degradasi tanah. Praktek deforestasi dan alih fungsi lahan merupakan penyebab utama terjadinya erosi baik di hutan produksi ataupun di hutan rakyat. Di samping itu praktek usaha tani pada lahan pertanian yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan yang akan berakibat semakin luasnya lahan kritis. Terbukti pada tahun 1990-an luas lahan kritis di Indonesia 13,18 juta hektar, namun tahun 2005 diperkirakan mencapai lebih dari 23,24 juta hektar. Sebagian besar lahan kritis berada di luar kawasan hutan (65%) yaitu di lahan milik rakyat dengan pemanfaatan sekedarnya atau bahkan cenderung diterlantarkan. Keadaan ini membawa dampak lahan semakin kritis dan kekeringan panjang terjadi di musim kemarau. Hal ini menandakan bahwa petani masih banyak yang belum mengindahkan praktek usaha tani konservasi. Kondisi lahan dengan keanekaragaman batuan, tanah, air, dan topografi mempunyai kualitas lahan yang berbeda untuk berbagai peruntukan. Untuk itu diperlukan kajian evaluasi lahan yang menghasilkan tingkatan kemampuan dan kesesuaian lahannya (Priyono 2010).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai buah keberhasilan pembangunan telah menimbulkan dampak negatif terhadap ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan. Sektor pertanian yang bertumpu pada potensi sumber daya alam mengalami penurunan signifikan sehingga ketersediaan dan kualitas lahan yang tersedia semakin menurun. Berbagai kegagalan pembangunan tersebut menuntut perlunya mengubah orientasi pembangunan ke arah pembangunan pertanian berkelanjutan (Saptana dan Ashari 2007).

(18)

Hubungan antara Erosi, Pola Tanam, dan Pendapatan Petani dalam Pengelolaan Lahan

Menurut Sutapa (2010) bahaya erosi bervariasi dan dapat diklasifikasikan menjadi sangat ringan sampai sangat berat. Wilayah dengan karakteristik lahan yang mudah terkena erosi perlu mendapatkan perhatian khusus agar erosi dapat dikendalikan. Upaya yang perlu ditempuh adalah melakukan konservasi lahan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan guna mendukung pertumbuhan tanaman sehingga secara ekonomi mampu menambah pendapatan petani. Di samping itu juga untuk mengurangi dampak negatif pengelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi, dan banjir. Usaha mempertahankan keberadaan vegetasi penutup tanah merupakan cara yang dianggap paling efektif dan ekonomis untuk mencegah erosi dan meluasnya erosi permukaan. Usaha lain yang lebih penting dilakukan adalah melakukan pengelolaan vegetasi dengan baik. Hasil penelitian Maridi (2011) menunjukkan bahwa konservasi dengan pendekatan vegetatif di Sub DAS Keduang, Solo dapat memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dan penutupan lahan sehingga dapat meningkatkan infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi, memperbaiki hara tanah serta memiliki nilai ekonomi. Pendekatan vegetatif ini mampu menurunkan sedimentasi dari Sub DAS Keduang.

Rekomendasi tindakan konservasi di setiap pola harus bersifat kontinu dan dalam menentukan jenis tanaman untuk pengendalian erosi perlu diperhatikan pola pertanamannya dan jenis tanaman penutup lahannya (Idris et al. 2012). Penerapan usahatani konservasi mampu menghasilkan produktivitas lahan yang relatif lebih tinggi, sehingga kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi semakin besar (Fahriyah et al. 2013). Katharina (2007) menyatakan bahwa penerapan teknik konservasi pada lahan pertanian dalam jangka panjang tidak hanya meningkatkan usahatani, tetapi juga berdampak positif terhadap konservasi sumberdaya lahan sehingga dapat mendukung program pertanian berkelanjutan. Hal ini berdasarkan hasil analisis bahwa dalam jangka panjang, usahatani sayuran dengan sistem penanaman teras bangku dan searah kontur memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani dengan sistem penanaman searah lereng. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Wirosoedarmo dan Apriadi (2012) di Kabupaten Musi, Sumatera Selatan menunjukkan bahwa pola tanam padi-padi-palawija sesuai untuk diterapkan di lahan pertanian setempat dan memberikan keuntungan lebih besar jika dibandingkan dengan pola tanam padi-bera yang sering diterapkan oleh masyarakat setempat.

Optimasi dengan Linear Goals Programming (LGP)

(19)

kendala yang muncul dalam pencapaian fungsi tujuan tersebut. Pada berbagai bidang, tingkat keuntungan yang maksimal atau tingkat kerugian yang minimal menjadi fungsi tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian, secara alamiah proses optimisasi sangat familiar dengan kehidupan manusia secara umum (Sudradjat et al. 2009).

Linear goals programming merupakan model dasar dalam optimasi. Selanjutnya, multiple goal programming adalah suatu pendekatan yang mampu mencari solusi yang kompromis dengan mengkombinasikan beberapa obyektif yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan target dan kendala yang dimiliki oleh suatu studi kasus. Model multiple goal programming mampu meminimumkan atau memaksimumkan suatu fungsi tujuan sehingga dapat meminimumkan deviasi di antara berbagai tujuan (Magrib 2011). Menurut Siswanto (2007), model goal prorgamming merupakan perluasan dari model pemrograman linier. Perbedaan hanya terletak pada kehadiran sepasang variabel deviasional yang muncul pada fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala.

Penentuan nilai variabel keputusan X dilakukan dengan meminimumkan fungsi linier variabel simpangan. Selanjutnya perumusan fungsi pencapaian dilakukan dengan menggabungkan setiap tujuan yang berbentuk minimasi variabel simpangan sesuai tujuan prioritas (Mulyono 2007). Goal programming sangat cocok digunakan untuk masalah multi tujuan karena melalui variabel deviasinya, pendekatan ini secara otomatis memberi informasi tentang pencapaian relatif tujuan-tujuan yang ada. Oleh karena itu solusi optimal yang diberikan dapat dibatasi pada solusi fisibel yang menggabungkan ukuran-ukuran performasi yang diinginkan (McAllister et al. 2000).

Model umum LGP (tanpa faktor prioritas dalam strukturnya) adalah sebagai berikut (Nasendi dan Anwar 1985) :

a. Fungsi tujuan :

b. Fungsi kendala :

Untuk k = 1,2……n (kendala)

(20)

dimana :

Z = Nilai skalar kriteria pengambilan keputusan Xi = Peubah keputusan atau kegiatan sub tujuan

di+ dan di- = Jumlah unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan (+) dari target (bi)

Wi+ dan Wi- = Timbangan atau penalti (ordinal atau cardinal) yang diberikan terhadap unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan (+) dari target (bi)

Aij = Koefisien fungsi kendala tujuan, yaitu yang berhubungan dengan tujuan peubah pengambila keputusan (Xj)

Bi = Tujuan atau target yang ingin dicapai

Gkj = Koefisien teknologi fungsi kendala biasa (fungsional) Ck = Jumlah sumberdaya k yang tersedia

Metode Pohon Keputusan (Decision Tree)

Decision tree (pohon keputusan) adalah sebuah diagram alir yang mirip dengan struktur pohon, dimana setiap internal node menotasikan atribut yang diuji, setiap cabangnya mempresentasikan hasil dari atribut tes tersebut dan leaf node mempresentasikan kelas-kelas tertentu atau distribusi dari kelas-kelas (Han dan Kamber 2006).

Sebuah pohon keputusan juga merupakan sebuah struktur yang dapat digunakan untuk membagi kumpulan data yang besar menjadi himpunan-himpunan record yang lebih kecil dengan menerapkan serangkaian aturan keputusan. Dengan masing- masing rangkaian pembagian, anggota himpunan hasil menjadi mirip satu dengan yang lain. Manfaat utama dari penggunaan pohon keputusan adalah kemampuannya untuk memecah proses pengambilan keputusan yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga pengambilan keputusan akan lebih menginterpretasikan solusi dari permasalahan. Pohon keputusan juga berguna untuk mengeksplorasi data, menemukan hubungan tersembunyi antara sejumlah calon variabel input dengan sebuah variabel target (Linoff dan Berry 2004).

Metode ini merupakan salah satu metode yang ada pada teknik klasifikasi dalam data mining. Metode pohon keputusan mengubah fakta yang sangat besar menjadi pohon keputusan yang merepresentasikan aturan. Data dalam pohon keputusan biasanya dinyatakan dalam bentuk tabel dengan atribut dan record. Atribut menyatakan suatu parameter yang disebut sebagai kriteria dalam pembentukan pohon (Meilani dan Slamat 2012).

Data mining adalah proses menganalisis data dari perspektif yang berbeda dan menyimpulkannya menjadi informasi-informasi penting yang dapat dipakai untuk meningkatkan keuntungan, memperkecil biaya pengeluaran, atau bahkan keduanya. Secara teknis, data mining dapat disebut sebagai proses untuk menemukan korelasi atau pola dari ratusan atau ribuan field dari sebuah relasional database yang besar (Linoff dan Berry 2004).

(21)
(22)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Subang dengan lokasi penelitian di empat kecamatan yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Analisis data dilakukan di Studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2014. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

Gambar 1. Lokasi penelitian

Jenis dan Sumber Data

(23)

pola ruang skala 1:100.000 serta peta rupa bumi Indonesia (peta jalan dan sungai) skala 1:50.000. Di samping itu juga digunakan data penggunaan lahan yang diinterpretasikan secara visual dari citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terkait berupa data dan peta yang diperoleh dari instansi terkait dan selanjutnya diolah lebih lanjut dengan menggunakan teknik analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian. Daftar data sekunder dan data spasial yang digunakan serta sumbernya disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Jenis data sekunder dan sumber data

No Jenis data Sumber data

2. Data curah hujan Perum Jasa Tirta II Kabupaten Subang 3. Data karakteristik lahan Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian

(BBSDLP) 4. Data Subang dalam Angka

tahun 2009-2011

Bappeda Kabupaten Subang 5. Database Pertanian tahun

2009-2011

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Subang

Tabel 2. Data spasial, skala dan sumbernya

No. Jenis data Skala Sumber data

1. Peta administrasi Kabupaten Subang

1 : 100.000 BP DAS Citarum-Ciliwung 2. Peta tanah 1 : 100.000 Bappeda Kabupaten Subang 3. Peta lereng 1 : 100.000 BP DAS Citarum-Ciliwung 4. Peta kontur 1 : 100.000 BP DAS Citarum-Ciliwung 5. Peta curah hujan 1 : 100.000 Bappeda Kabupaten Subang 6. Peta pola ruang 1 : 100.000 Bappeda Kabupaten Subang 7. Peta Rupa Bumi

Indonesia (peta sungai dan jalan)

1: 25.000 Badan Informasi Geospasial, Bogor

Berbagai perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak Microsoft Excel, Microsoft Word, ENVI 4.8, ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, Statistica 7, dan GAMS 22.2. Peralatan lainnya yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS), kamera digital, kompas, alat tulis, dan kuesioner untuk survei lapang.

Prosedur Analisis Data

(24)

Tabel 3. Tujuan penelitian, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan No Tujuan penelitian Teknik analisis Luaran

1. Mengkaji penggunaan lahan dan kemampuan lahan saat ini

a) Analisis data spasial dimulai dari

c) Validasi cek lapang

Penggunaan lahan dan kemampuan lahan saat ini

2. Menganalisis komoditas unggulan dan mengidentifikasi pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang

a) Analisis LQ (Location Quotion) b) Analisis shift share

(SSA)

3. Mengevaluasi erosi lahan, menganalisis land rent pada berbagai pola tanam, dan kecukupan beras wilayah

a) Analisis deskripsi spasial, inverse distance weighting b) Prediksi erosi optimum pada lahan pertanian dengan mempertimbangkan potensi erosi, land rent, dan kecukupan beras wilayah, serta menganalisis faktor yang paling berpengaruh dalam persebaran pola tanam optimum hasil optimasi.

a) Optimasi pola tanam dengan model

Dalam uraian berikut disajikan penjelasan secara rinci analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini.

Analisis Penggunaan Lahan Saat Ini

(25)

adalah sistem UTM dengan sistem geodetik WGS 84 pada zona 48S. Citra ALOS AVNIR-2 terlebih dahulu direktifikasi pada peta dasar (jalan dan sungai) Kabupaten Subang untuk mempermudah melihat objek yang sama pada peta topografi dan citra yang akan dikoreksi. Koreksi geometri dilakukan dengan menggunakan ArcView GIS 3.3 dengan menentukan titik kontrol (GCP, Ground Control Point) sebanyak 7 titik. Akurasi koreksi geometri diukur dengan nilai RMS-Error (Root Mean Square-Error). Koreksi geometri yang dilakukan menghasilkan RMS-error sebesar 0,07.

Citra yang sudah dikoreksi selanjutnya diinterpretasi penggunaan lahannya. Klasifikasi penggunaan lahan dalam penelitian ini dibedakan menjadi sembilan jenis, yaitu: badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, mangrove, perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan. Secara umum, tahapan analisis disajikan dalam diagram berikut.

Gambar 2. Bagan alir analisis penggunaan lahan saat ini

Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam

(26)

Data luas tanam,

Gambar 3. Bagan alir analisis komoditas unggulan dan identifikasi pola tanam Analisis komoditas unggulan dilakukan pada setiap komoditas melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Identifikasi komoditas pertanian pangan, palawija, dan hortikultur yang dibudidayakan di Kabupaten Subang. Berdasarkan data dasar dari Badan Pusat Statistik setempat diketahui bahwa jumlah komoditas pertanian pangan sebanyak 2 jenis, palawija sebanyak 6 jenis, dan hortikultura sebanyak 12 jenis. Daftar komoditas pertanian yang dianalisis dapat disajikan pada Lampiran 2. Beberapa kriteria umum yang ditetapkan adalah (a) merupakan tanaman yang lazim dibudidayakan, (b) diterima oleh petani, (c) menguntungkan secara ekonomi, (d) tercatat dalam pencatatan statistik kabupaten.

2. Komoditas yang memiliki data lengkap dianalisis dengan menggunakan Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Koefisien LQ memberikan indikasi kemampuan relatif suatu wilayah dalam memproduksi suatu komoditas dalam sistem yang didefinisikan.

Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa relatif suatu wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam sistem agregat. Persamaan dari LQ ini adalah sebagai berikut :

keterangan :

Xij : nilai komoditas tertentu pada kecamatan tertentu Xi. : total komoditas tertentu di kecamatan tertentu X.j : total komoditas di wilayah kabupaten

(27)

Pada penelitian ini, analisis LQ dilakukan pada tiga jenis data yang berbeda, yaitu data luas panen, luas tanam, dan penerimaan usahatani tahun 2009 dan 2011 Kabupaten Subang. Adapun data penerimaan petani diperoleh dari hasil perkalian antara produksi dengan harga komoditas. Analisis LQ bertujuan untuk mengetahui komoditas-komoditas pertanian (tanaman pangan, palawija maupun hortikultura) yang memiliki keunggulan komparatif di tiap kecamatan.

Interpretasi hasil analisis Location Quotient adalah sebagai berikut :

- Jika nilai LQij>1, artinya komoditas tersebut menjadi basis atau pusat produksi wilayah. Dalam hal ini komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasil produksinya tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayah yang bersangkutan, tetapi juga dapat diekspor ke wilayah kecamatan lain.

- Jika nilai LQij=1, artinya komoditas tersebut tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif. Jika diasumsikan rataan produksi sebagai kondisi keseimbangan, maka jika suatu lokasi memiliki nilai LQ=1 produksi di wilayah tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri.

- Jika nilai LQij<1, artinya komoditas juga termasuk non basis. Dengan asumsi sama dengan yang disampaikan sebelumnya wilayah dengan LQ<1 merupakan wilayah dengan produksi komoditas yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar.

Shift Share Analysis merupakan teknik dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai perubahan atau peningkatan suatu indikator pertumbuhan perekonomian suatu wilayah yang lebih luas dalam dua titik waktu (Basuki dan Gayatri 2009). Analisis ini digunakan untuk mengetahui komoditas-komoditas pertanian khususnya tanaman pangan, palawija maupun hortikultura yang memiliki keunggulan kompetitif di tiap kecamatan di Kabupaten Subang. Komoditas akan memiliki keunggulan kompetitif jika SSA bernilai positif. Persamaan analisis shift share ini adalah sebagai berikut:

a b c

keterangan :

a : komponen regional share b : komponen proportional shift c : komponen differential shift

X.. : nilai total komoditas wilayah secara agregat (kabupaten) X.i : nilai total komoditas tertentu di kecamatan tertentu Xij : nilai di kecamatan tertentu dan komoditas tertentu

Berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA, untuk mengetahui persebaran komoditas unggulan di 30 kecamatan Kabupaten Subang, selanjutnya dilakukan beberapa analisis sebagai berikut terhadap masing-masing komoditas:

(28)

penurunan produksi dari dua titik tahun (2009 dan 2011) berdasarkan nilai LQ luas panen.

2. Analisis LQ untuk data luas panen tahun 2009 dan SSA tahun 2009-2011. 3. Analisis LQ untuk data luas tanam tahun 2011 dan SSA luas tanam tahun

2009-2011.

4. Analisis LQ penerimaan usahatani tahun 2009 dan SSA penerimaan usahatani tahun 2009-2011.

Berdasarkan penggabungan analisis di atas, maka suatu komoditas ditetapkan menjadi unggulan dan potensial unggulan bila memenuhi minimal dua kriteria di bawah ini:

1. Nilai LQ luas panen tahun 2009 dan 2011 lebih dari 1, dinamika produksi mengalami peningkatan ditunjukkan oleh nilai LQ>1 meningkat setengah kali lipat atau dua kali lipat atau lebih dan nilai SSA luas tanam 2009-2011 bernilai positif.

2. Nilai LQ luas tanam tahun 2011 lebih dari 1 dan nilai SSA luas tanam tahun 2009-2011 bernilai positif.

3. Nilai LQ penerimaan petani tahun 2011 lebih dari satu diimbangi dengan nilai SSA yang positif dari tahun 2009-2011.

Contoh dari analisis data yang dilakukan pada penetapan komoditas unggulan disajikan pada Lampiran 1, sedangkan hasil penetapan komoditas unggulan semua komoditas di setiap kecamatan ditampilkan pada Lampiran 2. Analisis persebaran komoditas unggulan dan potensial unggulan di 30 kecamatan Kabupaten Subang ini berguna untuk mengetahui persebaran komoditas-komoditas pertanian yang berkembang di Subang. Di samping itu juga dapat digunakan sebagai data acuan saat pengecekan lapang sehingga diperoleh gambaran awal terkait dengan komoditas yang dibudidayakan petani. Selanjutnya identifikasi pola tanam pada lahan pertanian (sawah, kebun campuran, dan tegalan) lebih rinci sesuai kondisi riil yang diterapkan petani dilakukan melalui survei lapang dipandu kuesioner dengan responden petani. Melalui identifikasi pola tanam ini maka dapat diketahui pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang. Hasil analisis komoditas unggulan dan potensial unggulan digabungkan dengan identifikasi pola tanam dari wawancara dengan petani selanjutnya dapat dibandingkan dan dianalisis. Hasilnya dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan perencanaan pengelolaan lahan optimal khususnya lahan pertanian di Kabupaten Subang.

Evaluasi Kemampuan Lahan

(29)

kelas V dan VI dalam beberapa hal dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi asalkan disertai dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik dan tepat. Tanah dalam kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Dengan demikian, ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII.

Sebaran kelas kemampuan lahan di Kabupaten Subang diperoleh dari proses tumpang tindih peta-peta karakteristik lahan, yaitu peta jenis tanah dan peta lereng. Pemrosesan tersebut menghasilkan data-data atribut yang terdiri beberapa informasi terkait dengan jenis tanah dan kelas kemiringan lereng. Data-data terkait dengan karakteristik tanah seperti kepekaan erosi, kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas, dan drainase diperoleh dari BBSDLP, yang selanjutnya dirangkum serta disesuaikan dengan daerah penelitian. Semua data tersebut merupakan variabel klasifikasi kemampuan lahan yang menjadi faktor pembatas/penghambat dalam kriteria kelas kemampuan lahan. Kriteria penilaian kemampuan lahan di Kabupaten Subang disajikan di Lampiran 3. Kriteria penilaian tersebut digunakan sebagai parameter penentuan kelas kemampuan lahan. Pada penentuan kelas kemampuan lahan, semakin berat faktor pembatas maka semakin tinggi kelas kemampuan lahan, sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Adapun skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan

Hasil klasifikasi kemampuan lahan dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum, misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya (Simangunsong et al. 2013). Berikut bagan alir analisis kemampuan lahan yang dilakukan disajikan pada Gambar 4.

KELAS KEMAMPUAN

LAHAN

INTENSITAS DAN PILIHAN PENGGUNAAN MENINGKAT

(30)

Peta tanah Peta lereng

Data karakteristik lahan-faktor pembatas kelas kemampuan

lahan

Kelas kemampuan lahan

Gambar 4. Bagan alir analisis kemampuan lahan

Penetapan Satuan Lahan (Land Unit)

Penetapan satuan lahan (land unit) dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai komponen lahan di antaranya lereng, tanah, dan iklim. Pengkombinasian dilakukan melalui proses tumpang tindih peta kemampuan lahan dan peta penggunaan lahan aktual dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3. Hasil overlay menghasilkan poligon-poligon yang menunjukkan satuan lahan. Satuan lahan yang diperoleh mengandung informasi tentang penggunaan lahan dengan kemampuan lahannya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membuat satuan lahan dengan karakteristik lahan yang homogen, sehingga dapat dijadikan dasar untuk tahapan penelitian berikutnya, khususnya dalam pengambilan titik sampling responden saat cek lapang.

Pendugaan Erosi

(31)

Gambar 5. Bagan alir pendugaan erosi

Prediksi erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith sebagaimana dijelaskan dalam Arsyad (1989), yaitu

dimana :

A : banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar per tahun R : faktor erosivitas hujan

K : faktor erodibilitas tanah

LS : faktor panjang dan kemiringan lereng C : faktor pengelolaan tanaman

P : faktor teknik konservasi yang dipakai

Untuk mendapatkan nilai setiap variabel untuk pendugaan (prediksi) erosi digunakan metode-metode sebagai berikut :

Faktor erosivitas hujan (R). Faktor erosivitas hujan (R) adalah nilai yang menunjukkan daya rusak hujan terhadap tanah. Pada penelitian ini dengan mempertimbangkan ketersediaan data, maka diambil rumus Bols dalam Arsyad 1989, sehingga nilai R dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

R = 6,119 x CH1,21x HH -0,47 x CHmax0,53 dimana :

R : faktor erosivitas hujan

CH : jumlah curah hujan sebulan (mm) HH : jumlah hari hujan sebulan (hari)

CHmax : jumlah curah hujan maksimum sehari bulan yang bersangkutan (mm/hari)

(32)

kecamatan penelitian dilakukan interpolasi secara spasial dengan teknik Inverse Distance Weighting (IDW).

Faktor erodibilitas tanah (K). Faktor erodibilitas tanah (K) adalah nilai yang menunjukkan kepekaan tanah terhadap erosi. Faktor K dapat dihitung jika jenis tanah diketahui dan kemudian dihitung dengan persamaan berikut :

K = [( 2,1 x M 1,14 x 10-4) x (12-a)) + (3,25(b-2)) + (2,5(c-3))] x 1,293% dimana :

K : faktor erodibilitas tanah

M : (% debu+ % pasir sangat halus) x (100-% liat) a : persentase bahan organik

b : kelas struktur tanah (lihat Lampiran 4) c : kelas permeabilitas tanah (lihat Lampiran 4)

Agar K dapat dihitung sesuai dengan persamaan di atas, maka diperlukan data-data karakteristik lahan di Kabupaten Subang yang mewakili lokasi penelitian. Dalam penelitian ini karakteristik tekstur, persentase bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tidak diukur secara langsung, namun diperoleh dari nilai rata-rata variabel karakteristik lahan dari satuan peta tanah yang lokasinya berdekatan dengan wilayah penelitian.

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS). Nilai panjang dan kemiringan lereng diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan atau dari atribut peta lereng. Dalam penelitian ini faktor tersebut diukur dari peta lereng dengan sumber peta dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum-Ciliwung, kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3 untuk menentukan nilai panjang lerengnya. Penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan Wischmeier dan Smith dalam Arsyad (1989), sebagai berikut:

LS = l1/2 (0,0139 + 0,0965 S + 0,00139 S2) dimana :

LS : faktor lereng l : panjang lereng (m) S : kemiringan lereng (%)

(33)

bulanan hasil interpolasi dengan teknik IDW. Berikut persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai C dari pola tanam yang diterapkan di tegalan:

dimana:

Ci : nilai C rata-rata pola tanam

Ri : nilai R bulanan pada periode tanam tanaman ke-i Ci : Nilai C tanaman ke-i berdasarkan Lampiran 3

Penentuan Erosi yang Dapat Ditoleransikan (TSL)

Nilai TSL merupakan nilai laju erosi yang masih dapat dibiarkan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman sehingga masih memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Arsyad 1989). Penetapan TSL dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Hammer (1981). Persamaan tersebut menggunakan konsep kedalaman ekivalen (De) dan umur guna tanah (UGT) sebagai berikut :

TSL = De/UGT dimana :

TSL : erosi yang dapat ditoleransikan (mm/tahun) De : kedalaman efektif x faktor kedalaman (mm) UGT : 400 tahun (Hammer dalam Arsyad 1989)

Pengecekan Lapang

(34)

Titik sampling Sumber: CITRA ALOS AVNIR-2 2010

Gambar 6. Sebaran titik contoh responden

Analisis Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent)

Analisis land rent (LR) digunakan untuk mengetahui nilai ekonomi dari suatu aktivitas yang dilakukan pada suatu luasan lahan dalam kurun waktu tertentu. Nilai land rent diperoleh dari mengurangkan seluruh penerimaan dengan total biaya pengeluaran dari suatu usahatani dibagi dengan luasan lahan yang diusahakan oleh petani. Data yang digunakan dalam menghitung LR berdasarkan hasil wawancara terhadap petani di lokasi penelitian. Berdasarkan data hasil wawancara dengan petani di lapangan, maka nilai LR dari masing-masing satuan lahan dapat dibandingkan dengan memperhitungkan luasan lahan dan satuan waktu dari suatu usahatani pada lahan tertentu. Dengan demikian, maka didapatkan nilai ekonomi lahan dengan satuan Rp (m2)-1 tahun-1.

Penerimaan usahatani (total revenue) merupakan total penerimaan yang diperoleh dari jumlah unit produksi dikalikan dengan harga komoditas usaha tani setiap jenis tanaman yang ditanam selama setahun. Secara matematis, penerimaan usahatani diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TR = Y x P dimana :

TR : Total penerimaan usaha tani (total revenue) Y : Total produksi

(35)

Pengeluaran usahatani (total cost) merupakan total biaya yang dikeluarkan dari suatu usaha tani untuk tiap musim tanam dari tiap-tiap jenis tanaman yang ditanam selama setahun, dirumuskan dengan persamaan:

TC = FC + VC dimana:

TC : Total pengeluaran/biaya (total cost) FC : Biaya tetap (fixed cost)

VC : Biaya variabel (variable cost)

Land rent adalah nilai ekonomi yang diperoleh pada suatu bidang lahan, apabila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Persamaan yang digunakan adalah :

LR = (TR-TC)/A dimana :

LR : Land rent (Rp/m2/tahun)

TR : Total penerimaan (total revenue) TC : Total pengeluaran (total cost) A : Luas lahan (m2)

Analisis Kecukupan Beras Wilayah

Kebutuhan beras wilayah dihitung dari perkalian antara jumlah penduduk dan konsumsi beras setara gabah (kg GKP/kapita/tahun) wilayah penelitian sehingga didapatkan total kebutuhan beras dengan satuan ton GKP/tahun. Data jumlah penduduk di empat kecamatan didapatkan dari Subang dalam Angka 2013. Total konsumsi beras setara gabah diperoleh dari perkalian antara rata-rata jumlah anggota keluarga dengan rata-rata konsumsi beras di empat kecamatan, kemudian hasilnya dikalikan dengan rendemen GKP dengan beras sebesar 62.74% (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2008). Data rata-rata jumlah anggota keluarga dan konsumsi beras di empat kecamatan merupakan hasil wawancara langsung dengan petani saat survei lapang. Prediksi kecukupan pangan pada suatu wilayah untuk beberapa tahun ke depan perlu dilakukan untuk mengetahui status kecukupan pangannya. Kecukupan beras suatu wilayah dikatakan terpenuhi bila kebutuhan beras sama dengan produksi padi atau surplus. Dengan demikian, kebutuhan pangan penduduk dapat tercukupi.

Optimasi Pola Tanam Lahan Pertanian dengan Multiple Goals Programming

(36)

Cek lapang

Gambar 7. Bagan alir optimasi pola tanam pada lahan pertanian dengan Multiple Goals Programming

Perumusan model optimasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak General Algebraic Modelling System (GAMS) 22.2 dengan struktur data sebagai berikut (secara lengkap lihat Lampiran 7):

1. Peubah Keputusan (Decision Variable)

Peubah keputusan (Xij) adalah pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j dengan luasan tertentu dalam hektar.

2. Fungsi-fungsi Kendala

a. Kendala Real

Alokasi penggunaan lahan pada setiap satuan lahan optimal (Xij) dibatasi oleh total luas dari setiap satuan lahan (Aj) dalam meter persegi. Secara matematis fungsi kendala real dirumuskan sebagai berikut :

b. Kendala Sasaran

Kendala sasaran 1 (Manfaat ekonomi/surplus)

(37)

dimana :

Xij : Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j LRij : Land rent pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j

Lpj : Simpangan positif sasaran manfaat ekonomi Lnj : Simpangan negatif sasaran manfaat ekonomi LRj : Land rent pada satuan lahan ke-j

Kendala sasaran 2 (Erosi)

Setiap jenis penggunaan lahan mempengaruhi besarnya nilai erosi aktual. Tingkat erosi tersebut harus diminimalisasikan sehingga mendekati nilai erosi yang ditoleransikan (TSL). Fungsi kendala erosi dirumuskan sebagai berikut :

dimana :

Xij : Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j Etj : Erosi yang ditoleransikan pada satuan lahan ke-j

Epj : Simpangan positif sasaran erosi Enj : Simpangan negatif sasaran erosi Aaj : Erosi aktual pada sataun lahan ke-j Kendala sasaran 3 (Produksi Beras)

Total padi yang diproduksi oleh wilayah perencanaan setidaknya dapat memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah tersebut. Secara matematis fungsi kendala ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana :

Xij : Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j Yij : Produktivitas padi pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j Bp : Simpangan positif sasaran produksi padi

Bn : Simpangan negatif sasaran produksi padi M : Jumlah penduduk empat kecamatan Brs : Nilai konsumsi beras per kapita per tahun Kendala sasaran 4 (Non Negativitas)

(38)

yang negatif. Secara matematis fungsi kendala ini dinotasikan dengan Xij≥0.

3. Fungsi Tujuan

Agar setiap kendala terpenuhi, maka fungsi tujuan dari model MGP ini adalah meminimalkan total tertimbang dari seluruh sasaran yang ingin dicapai. Secara matematis fungsi tujuan ini dirumuskan sebagai berikut:

dimana :

WLnj.Lnj : Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran manfaat ekonomi WLpj.Lpj : Koefisien pembobot simpangan positif sasaran manfaat ekonomi WEnj.Enj : Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran erosi

WEpj.Epj : Koefisien pembobot simpangan positif sasaran erosi

WBnj.Bnj : Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran produksi padi WBpj.Bpj : Koefisien pembobot simpangan positif sasaran produksi padi

4. Skenario

Penyusunan skenario optimasi pola tanam pada lahan pertanian di wilayah Subang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh adanya faktor potensi erosi, nilai land rent, dan kebutuhan beras yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan skenario. Penggunaan lahan yang menjadi masukan model MGP dalam studi kasus ini adalah penggunaan lahan sawah, tegalan, dan kebun campuran. Pada penelitian ini terdapat 12 skenario yang disusun dengan model MGP dengan target yang berbeda. Perbedaan skenario dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Skenario-skenario dalam MGP

Skenario

Target Manfaat ekonomi

(% LR) Erosi Produksi beras

I 80 < TSL = KSI

II 100 < TSL = KSI

III 120 < TSL = KSI

IV 80 <0.95 TSL = KSI

V 100 <0.95 TSL = KSI

VI 120 <0.95 TSL = KSI

VII 80 < TSL =3.9 X KSI

VIII 100 < TSL =3.9 X KSI

IX 120 < TSL =3.9 X KSI

X 80 <0.95 TSL =3.9 X KSI

XI 100 <0.95 TSL =3.9 X KSI

XII 120 <0.95 TSL =3.9 X KSI

Keterangan : LR= Land rent, TSL= Tolerable Soil Loss, KSI : Kebutuhan beras saat ini

(39)

pencapaian erosi yaitu sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan (TSL) atau lebih rendah dari TSL (95%), serta dua alternatif produksi beras yaitu sama dengan kebutuhan masyarakat atau sama dengan produksi saat ini yaitu 3,9 kali dari kebutuhan konsumsi saat ini.

Analisis Decision Tree

Konsep pohon merupakan salah satu konsep teori grafik yang paling penting. Pemanfaatan pohon dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk menggambarkan hirarki dan memodelkan persoalan, contohnya pohon keputusan. Pohon keputusan merupakan suatu pemodelan dalam mencari solusi dari masalah/persoalan. Pohon keputusan digunakan untuk memodelkan persoalan yang terdiri dari serangkaian keputusan yang mengarah ke solusi.

Salah satu proses untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi pola sebaran spasial lahan optimal hasil optimasi dengan model MGP adalah dengan memanfaatkan teknik aplikasi data mining. Teknik data mining yang diterapkan adalah teknik klasifikasi dengan metode decision tree (pohon keputusan). Pada penelitian ini, analisis dengan metode decision tree dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistica 7. Adapun algoritma yang digunakan adalah Classification and Regression Trees.

Penyusunan pohon keputusan (decision tree) pada penelitian ini menggunakan beberapa variabel, yaitu pola sebaran spasial lahan optimal sebagai variabel tak bebas (kelas) sedangkan tiga kriteria optimasi yaitu manfaat ekonomi, nilai erosi, serta produksi beras wilayah sebagai variabel penduganya. Melalui analisis ini maka akan diketahui faktor yang paling mempengaruhi pola sebaran spasial lahan optimal yang didapatkan dari hasil optimasi dengan model MGP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Lahan Saat Ini (Existing Landuse) Kabupaten Subang

Stewart et al. (2004) mendefinisikan penggunaan lahan sebagai suatu proses alokasi sejumlah aktivitas atau fungsi lahan yang berbeda (pertanian, industri, rekreasi atau konservasi) ke dalam unit area yang lebih spesifik. Hasil interpretasi citra dengan memperhatikan unsur–unsur interpretasi citra yaitu warna (rona), tekstur, asosiasi, bentuk, dan sebagainya (Lillesand et al. 2004), serta didukung dengan verifikasi lapang menghasilkan sembilan jenis penggunaan lahan. Kesembilan jenis penggunaan lahan tersebut adalah badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, mangrove, perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8.

(40)

a) b) Legenda

Tambak Tegalan Perkebunan Kebun Campuran Badan Air Hutan Lahan Terbangun Mangrove Sawah

Legenda

Tegalan Perkebunan Kebun Campuran Badan Air Hutan Lahan Terbangun Sawah

Gambar 8. Penggunaan lahan saat ini a) Kabupaten Subang b) lokasi sampling penelitian

Selain tanaman pangan berupa padi, Kabupaten Subang juga memiliki potensi besar terhadap sektor pertanian lainnya seperti palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Hal ini ditunjukkan dengan luasnya lahan kering berupa kebun campuran yang mencapai 40.974,68 ha atau 18,82%. Penggunaan lahan kebun campuran memiliki luasan terbesar kedua setelah sawah. Kabupaten Subang memiliki areal hutan seluas 21.578,49 ha yang terdiri dari hutan produksi dan hutan lindung. Lahan terbangun menempati penggunaan lahan terbesar keempat dengan luas sebesar 18.667,94 ha atau 8,57% dengan jumlah penduduk 1.465.157 jiwa. Kabupaten Subang menjadi daerah perkebunan sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dan hingga kini masih dijalankan. Perkebunan di kabupaten ini memiliki luas sebesar 15.139,53 ha atau 6,95%, meliputi perkebunan karet, teh, dan tebu. Luasan tambak sebesar 11.735,95 ha atau 5,39%, umumnya berupa tambak ikan. Luasan tegalan, badan air dan mangrove secara berturut-turut adalah 3.769,40 ha, 712,93 ha, dan 295,68 ha.

(41)

19.313,73 ha atau 53% dari luas wilayah. Berdasarkan pengamatan di lapang, kualitas sawah di empat lokasi contoh berbeda-beda tergantung pada kondisi geomorfologi wilayah. Sawah di Kecamatan Patokbeusi umumnya merupakan sawah beririgasi teknis. Kualitas sawah di Kecamatan Pabuaran paling beragam yaitu beririgasi teknis, setengah teknis, dan belum beririgasi (tadah hujan), sedangkan di Kecamatan Cipeundeuy dan Kalijati didominasi oleh sawah tadah hujan.

Lahan kering di wilayah penelitian terdiri dari lahan terbangun, perkebunan, kebun campuran, hutan, dan tegalan. Perkebunan hanya tersebar di wilayah tengah, yaitu Kecamatan Cipeundeuy dan Kalijati dengan komoditas yang dibudidayakan berupa karet. Luas perkebunan di kedua kecamatan ini mencapai 5.023,30 ha di bawah pengelolaan PTPN VIII Jalupang. Kebun campuran dan tegalan merupakan tipe penggunaan lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk bertanam palawija, buah-buahan, tanaman tahunan, dan lain-lain. Luas kebun campuran dan tegalan yang tersebar di wilayah penelitian secara berturut-turut adalah 3.829,41 ha dan 385,15 ha. Pada umumnya masyarakat setempat mengelola kebun campuran dan tegalan yang dimiliki dengan baik untuk menambah penghasilan di subsektor pertanian tanaman pangan.

Perencanaan penggunaan lahan dengan pola tanam yang optimal dalam penelitian ini lebih diarahkan khususnya pada penggunaan lahan sawah, kebun campuran, dan tegalan. Ketiga penggunaan lahan tersebut merupakan sumber pendapatan utama bagi para petani di Kabupaten Subang.

Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam di Kabupaten Subang

Penetapan komoditas unggulan di setiap wilayah kabupaten perlu dilakukan agar produksi yang dihasilkan tetap tinggi dan dapat bersaing di pasar, baik lokal maupun internasional (Syafruddin et al. 2004). Setiap daerah harus mengetahui sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulannya, sehingga pemerintah dapat memaksimalkan sektor unggulan tersebut (Basuki dan Gayatri 2009).

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam tiga tahap sebagaimana dijelaskan di metode didapatkan tiga jenis sebaran spasial komoditas unggulan di Kabupaten Subang yang disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan bahwa tidak semua wilayah di Kabupaten Subang menjadi basis tanaman yang dibudidayakan. Padi menjadi komoditas pangan unggulan di Kecamatan Blanakan, Sukasari, Pamanukan, Tambakdahan, Cikaum, Binong, Pagaden, Pagaden Barat, Subang, dan Cisalak. Komoditas padi juga berpotensi menjadi komoditas unggulan di beberapa kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Ciasem, Patokbeusi, dan Pusakajaya. Secara umum, padi menjadi komoditas unggulan dan potensial unggulan di wilayah Subang bagian utara dengan topografi wilayah yang tergolong datar. Kondisi ini juga didukung oleh sawah yang sebagian besar beririgasi teknis, sehingga produksi padi di wilayah tersebut tergolong tinggi karena didukung oleh ketersediaan air yang cukup.

(42)

topografi wilayah dan iklim yang menjadi persyaratan tumbuh tanaman palawija tersebut. Wilayah Subang bagian tengah dengan topografi bergelombang/berbukit, terdiri dari Kecamatan Purwadadi, Kalijati, Dawuan, dan Subang merupakan wilayah basis beberapa tanaman palawija di antaranya jagung, kedelai, dan kacang tanah. Wilayah Subang bagian selatan yang merupakan daerah pegunungan, terdiri dari Kecamatan Ciater, Cisalak, Jalancagak, Kasomalang, Segalaherang, Serangpanjang, dan Tanjungsiang menjadi pusat unggulan tanaman palawija, yaitu jagung, kacang tanah, ubi jalar, dan ubi kayu. Hanya ada dua kecamatan di wilayah Subang tengah dengan topografi datar yang menjadi basis tanaman palawija, yaitu Kecamatan Pabuaran dan Pagaden. Komoditas palawija unggulan di dua kecamatan ini adalah kedelai di Kecamatan Pagaden serta ubi kayu dan kacang hijau di Kecamatan Pabuaran.

Identifikasi pola tanam saat ini yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang dilakukan saat pengecekan lapang dengan petani. Adapun pola tanam saat ini yang diterapkan oleh petani pada lahan pertanian (sawah, kebun campuran, dan tegalan) berdasarkan hasil cek lapang disajikan pada Lampiran 8. Hasil cek lapang menunjukkan bahwa pola tanam di sawah terdiri dari tiga macam, yaitu padi-padi, padi-padi-padi, dan kacang tanah-padi-jagung, sedangkan pola tanam yang diterapkan oleh petani di kebun campuran dan tegalan terdiri dari 66 pola tanam terlihat pada Lampiran 5.

(43)

Gambar 9. Sebaran spasial komoditas unggulan di Kabupaten Subang a) Tanaman pangan b) Tanaman palawija c) Tanaman hortikultur

(44)

Evaluasi Kemampuan Lahan di Kabupaten Subang

Pengelolaan lahan harus sesuai dengan kemampuan lahan agar tidak menurunkan produktivitas lahan. Kemampuan lahan merupakan sifat dasar kesanggupan lahan memberikan hasil untuk penggunaan tertentu secara optimal dan lestari (Putra et al. 2012). Hasil tumpang tindih peta lereng dan peta jenis tanah yang membentuk karakteristik fisik lahan dan menjadi variabel klasifikasi kemampuan lahan menghasilkan sebaran kelas kemampuan lahan di Kabupaten Subang sebagaimana disajikan dalam Gambar 10. Sebaran kemampuan lahan ini didasarkan pada kriteria-kriteria kelas kemampuan lahan seperti dalam Lampiran 3.

Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Subang

Ha % Kelas Kemampuan Lahan Lokasi Cek Lapang

Kabupaten Subang

Kec. Patokbeusi

Kec. Kalijati Kec. Pabuaran

Kec. Cipeundeuy

(45)

Berdasarkan hasil evaluasi kemampuan lahan, Kabupaten Subang terbagi menjadi sembilan kelas lahan yaitu kelas kemampuan lahan IIe sampai dengan VIIe. Lokasi cek lapang di empat kecamatan yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi memiliki tujuh kelas lahan yaitu kelas kemampuan lahan IIe, IIIc, IIIe, IIIw, IVe, IVw, dan VIe. Kemampuan lahan di Kabupaten Subang didominasi oleh kelas kemampuan lahan IIIc dengan luas sebesar 46.567,8 ha atau 21,39% dari luas total Kabupaten Subang. Begitu pula dengan kelas kemampuan lahan di lokasi cek lapang juga didominasi oleh kelas kemampuan lahan IIIc sebesar 13.044,11 ha. Topografi kelas kemampuan lahan ini sebagian besar berada pada lereng yang agak miring atau bergelombang (8-15%). Jenis tanah yang menyusun adalah Latosol. Faktor pembatas yang menyebabkan lahan di beberapa wilayah Subang tergolong dalam subkelas IIIc adalah permeabilitas dengan kategori sedang sampai agak cepat disertai dengan hambatan iklim yang agak besar.

Penggunaan lahan yang terdapat pada kemampuan lahan subkelas IIIc berdasarkan hasil cek lapang adalah badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, perkebunan, sawah, dan tegalan. Lahan kelas III ini mempunyai hambatan yang lebih berat dari tanah kelas I dan II. Berdasarkan hal tersebut pemanfaatan lahan yang ideal di kelas ini adalah lahan tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah dengan tindakan konservasi sedang. Untuk mencegah pelumpuran dan pemadatan, perlu ditambahkan bahan organik dan tidak mengolah tanah sewaktu tanah masih basah serta perlu dilakukan konservasi tanah untuk mencegah erosi pada tanah berlereng (Arsyad 1989).

Hasil evaluasi kemampuan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan IIe memiliki luas yang paling sedikit yaitu 1.939,77 ha atau 0,89% dari luas Kabupaten Subang. Lahan subkelas IIe menyebar pada kelas lereng datar (0-3%) dan landai (3-8%) dengan jenis tanah yang menyusun adalah Grumosol. Lahan IIe tersebar di wilayah Subang bagian tengah meliputi Kecamatan Cibogo, Cijambe, Dawuan, Kalijati dan Subang. Di lokasi sampling, lahan subkelas IIe hanya berada di Kecamatan Kalijati dengan luas sebesar 329,92 ha. Adapun faktor pembatas utama yang mempengaruhi lahan di beberapa wilayah tersebut tergolong dalam lahan dengan subkelas IIe adalah kepekaan erosi atau ancaman erosi yang tergolong sedang. Menurut Arsyad (1989) pemanfaatan lahan yang ideal di lahan kelas ini adalah tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan cagar alam. Berdasarkan hasil survei di lapang, penggunaan lahan yang terdapat di lahan subkelas IIe diantaranya adalah kebun campuran, lahan terbangun, perkebunan, sawah, dan tegalan. Dengan demikian, penggunaan lahan dalam kelas ini memerlukan sistem pertanaman konservasi khusus, tindakan-tindakan pencegahan erosi, pengendalian air lebih atau metode pengolahan.

(46)

Satuan Lahan (Land Unit)

Sebaran satuan lahan yang menggambarkan sebaran penggunaan lahan di Kabupaten Subang dan kelas kemampuan lahannya disajikan dalam Gambar 11. Sedangkan satuan lahan dan luasannya disajikan dalam Tabel 6.

Legenda

(47)

Tabel 6. Satuan lahan di Kabupaten Subang

No Kode satuan

lahan Satuan lahan Luas Persentase No

Kode satuan

lahan Satuan lahan Luas Persentase

1 IIe-->KC IIe-->Kebun Campuran 369,58 0,17 30 IVe-->LT IVe-->Lahan Terbangun 1.421,48 0,65

2 IIe-->LT IIe-->Lahan Terbangun 196,32 0,09 31 IVe-->PK IVe-->Perkebunan 1.087,87 0,50

3 IIe-->PK IIe-->Perkebunan 61,67 0,03 32 IVe-->SW IVe-->Sawah 8.631,80 3,96

4 IIe-->SW IIe-->Sawah 1.205,46 0,55 33 IVe-->TG IVe-->Tegalan 883,69 0,41

5 IIe-->TG IIe-->Tegalan 106,73 0,05 34 IVw-->KC IVw-->Kebun Campuran 872,01 0,40

6 IIIc-->BA IIIc-->Badan Air 43,55 0,02 35 IVw-->LT IVw-->Lahan Terbangun 3.345,91 1,54

7 IIIc-->HT IIIc-->Hutan 602,12 0,28 36 IVw-->SW IVw-->Sawah 28.318,40 13,01

8 IIIc-->KC IIIc-->Kebun Campuran 10.027,55 4,61 37 IVw-->TB IVw-->Tambak 18,426 0,01

9 IIIc-->LT IIIc-->Lahan Terbangun 6.400,15 2,94 38 IVw-->TG IVw-->Tegalan 43,12 0,02

10 IIIc-->PK IIIc-->Perkebunan 8.157,64 3,75 39 VIe-->HT VIe-->Hutan 3.134,28 1,44

11 IIIc-->SW IIIc-->Sawah 19.696,95 9,05 40 VIe-->KC VIe-->Kebun Campuran 2.741,95 1,26

12 IIIc-->TG IIIc-->Tegalan 1.640,26 0,75 41 VIe-->LT VIe-->Lahan Terbangun 223,90 0,10

13 IIIe-->BA IIIe-->Badan Air 0,27 0 42 VIe-->PK VIe-->Perkebunan 219,75 0,10

14 IIIe-->KC IIIe-->Kebun Campuran 2.363,68 1,09 43 VIe-->SW VIe-->Sawah 1.998,90 0,92

15 IIIe-->LT IIIe-->Lahan Terbangun 2.803,87 1,29 44 VIe-->TG VIe-->Tegalan 52,65 0,02

16 IIIe-->PK IIIe-->Perkebunan 2.874,59 1,32 45 VIIe-->HT VIIe-->Hutan 14.173,32 6,51

17 IIIe-->SW IIIe-->Sawah 17.939,43 8,24 46 VIIe-->KC VIIe-->Kebun Campuran 8.465,05 3,89

18 IIIe-->TG IIIe-->Tegalan 207,61 0,10 47 VIIe-->LT VIIe--> Lahan Terbangun 517,01 0,24

19 IIIw-->BA IIIw-->Badan Air 669,11 0,31 48 VIIe-->PK VIIe-->Perkebunan 1.001,48 0,46

20 IIIw-->HT IIIw-->Hutan 277,30 0,13 49 VIIe-->SW VIIe-->Sawah 2.621,58 1,20

21 IIIw-->KC IIIw-->Kebun Campuran 3.151,10 1,45 50 VIIe-->TG VIIe-->Tegalan 684,70 0,31

22 IIIw-->LT IIIw-->Lahan Terbangun 3.418,12 1,57 51 Vs-->HT VIIe-->Hutan 0,84 0

23 IIIw-->MR IIIw-->Mangrove 295,68 0,14 52 Vs-->KC VII-->Kebun Campuran 1.221,99 0,56

24 IIIw-->PK IIIw-->Perkebunan 179,64 0,08 53 Vs-->PK VII-->Perkebunan 1.556,88 0,72

25 IIIw-->SW IIIw-->Sawah 23.407,11 10,75 54 Vs-->SW VII-->Sawah 1.031,34 0,47

26 IIIw-->TB IIIw-->Tambak 11.065,76 5,08 55 Vs-->TB VII-->Tambak 651,77 0,30

27 IIIw-->TG IIIw-->Tegalan 109,87 0,05 56 Vs-->TG VII-->Tegalan 40,78 0,02

28 IVe-->HT IVe-->Hutan 3.390,64 1,56 57 Vs—LT VII-->Lahan Terbangun 341,18 0,16

29 IVe-->KC IVe-->Kebun Campuran 11.761,77 5,40    Total 217.725,56 100,00

(48)

Proses tumpang tindih peta penggunaan lahan dan sebaran kelas kemampuan lahan menghasilkan sebaran satuan lahan di Kabupaten Subang yang terdiri atas 57 satuan lahan. Satuan lahan ini memiliki data karakteristik lahan yang selanjutnya dapat berperan sebagai suatu unit perencanaan dan pengelolaan. Satuan lahan yang dihasilkan menjadi dasar dalam pengambilan titik sampling untuk pengecekan lapang.

Pengecekan lapang dalam penelitian ini dilakukan di empat lokasi kecamatan, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Secara garis besar pengecekan lapang dilakukan di dua daerah dengan karakteristik yang berbeda. Kecamatan Kalijati dan Cipeundeuy merupakan daerah bertopografi bergelombang/berbukit, sedangkan Kecamatan Pabuaran dan Patokbeusi merupakan daerah bertopografi datar yang didominasi oleh lahan pertanian basah berupa sawah. Survei di empat kecamatan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi pola tanam aktual yang berpotensi untuk dikembangkan. Data primer yang diperoleh di lapang dikombinasikan dengan data sekunder yang ada sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan pola tanam optimum pada suatu satuan lahan tertentu. Penentuan pola tanam optimum di lahan pertanian Kabupaten Subang ini menggunakan nilai erosi lahan, kecukupan beras, dan manfaat ekonomi sebagai pertimbangan.

Satuan lahan yang menjadi fokus penelitian adalah satuan lahan dengan penggunaan lahan berupa sawah, kebun campuran, dan tegalan. Hal ini dikarenakan tiga penggunaan lahan tersebut merupakan lahan pertanian yang diusahakan oleh petani dan menjadi pendapatan utama mereka. Luas satuan lahan di empat kecamatan yang dipilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan sebaran spasial satuan lahan beserta titik sampling disajikan pada Gambar 12.

Tabel 7. Luas satuan lahan terpilih

No Kode

satuan lahan Satuan lahan Luas satuan lahan (ha)

1 IIe-->KC IIe-->Kebun Campuran 108,22

2 IIe-->SW IIe-->Sawah 88,40

3 IIIc-->KC IIIc-->Kebun Campuran 1.709,93

4 IIIc-->SW IIIc-->Sawah 1.577,93

5 IIIc-->TG IIIc-->Tegalan 78,81

6 IIIe-->KC IIIe-->Kebun Campuran 173,50

7 IIIe-->SW IIIe-->Sawah 2.726,49

8 IIIe-->TG IIIe-->Tegalan 67,44

9 IIIw-->KC IIIw-->Kebun Campuran 235,18

10 IIIw-->SW IIIw-->Sawah 456,90

11 IIIw-->TG IIIw-->Tegalan 39,35

12 IVe-->KC IVe-->Kebun Campuran 182,22

13 IVe-->SW IVe-->Sawah 338,28

14 IVw-->TG IVw-->Tegalan 7,30

15 IVw-->KC IVw-->Kebun Campuran 127,61

16 IVw-->SW IVw-->Sawah 2.466,90

17 VIe-->KC VIe-->Kebun Campuran 148,34

18 VIe-->SW VIe-->Sawah 154,24

19 VIe-->TG VIe-->Tegalan 7,05

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian
Tabel 3. Tujuan penelitian, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan
Gambar 4. Bagan alir analisis kemampuan lahan
Gambar 5. Bagan alir pendugaan erosi
+7

Referensi

Dokumen terkait

3) Verbeek (2000) mengatakan jika data tidak stasioner pada tingkat level, maka berkemungkinan data memiliki hubungan kointegrasi. Untuk itu perlu dilakukan uji

HOW TO MAKE GADO-GADO (VEGETABLE SALAD WITH PEANUT SAUCE).. Gado-gado is the one salad from Indonesia that needs

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan tepung udang rebon yang berbeda pada pembuatan kukis sukun memberikan pengaruh nyata terhadap

rencana yang sesuai, praktikan dapat mengajar dengan baik dan bisa belajar. menjadi guru yang profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat.Dalam PPL

Dalam pandangan neoliberal, globalisasi merupakan suatu wadah yang baik bagi negara-negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lambat untuk berkembang melalui kerjasama

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. / arwid79 pada

Pada tahap awal atau opening penulis menyajikan free meter, dimana pada awal karya akan dimulai dengan dendang yang diiringi dengan permainan saluang dengan background sound

.... Sangat setuju sekali Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju 28 Bagaimana menurut Bapak/Ibu,Hubungan atasan, bawahan, dan rekan sejawat tidak