• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2014 – Agustus 2015. Sampel isolat HearNPV diperoleh dari perkebunan kapas di Kabupaten Gowa-Provinsi Sulawesi Selatan, Kab. Wonogiri-Prov. Jawa Tengah dan Kab. Situbondo-Prov. Jawa Timur. Uji bioassai dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Karakterisasi molekuler dilakukan di laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Pengamatan morfologi polihedra dilakukan di laboratorium Zoologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)-Cibinong.

Prosedur Penelitian Uji Patogenisitas HearNPV

Perbanyakan Serangga Uji. Larva H. armigera diperoleh dari pertanaman jagung di Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara dan dipelihara secara individual dalam mangkok plastik berdiameter 5.5 cm dan tinggi 4.7 cm menggunakan pakan tongkol jagung muda. Pupa yang terbentuk dipindahkan ke wadah plastik berdiameter 34 cm dan tinggi 35 cm yang bagian dasarnya diisi dengan serbuk gergaji. Bagian atas wadah ditutup dengan kain kasa sebagai tempat peletakan telur. Ngengat diberi pakan larutan madu 10% yang diresapkan pada kapas. Telur yang diletakkan pada kain kasa dipanen setiap hari (Gambar 4). Setelah 24 jam, dilakukan sterilisasi terhadap permukaan telur menggunakan sodium hypoclorite 0.1%. Larva yang diperoleh digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya.

Gambar 4 Wadah peletakan telur oleh imago H. armigera

Serbuk kayu

Larutan madu 10% diresapkan pada kapas

Penutup kain kasa,

Isolasi dan Perbanyakan NPV. Sampel cadaver ulat H. armigera yang menunjukkan gejala terserang NPV dari ketiga wilayah (Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), dikumpulkan kemudian dimurnikan di laboratorium. Cadaver digerus dengan mortar dalam larutan SDS 0.1 %, kemudian disaring menggunakan kain kasa berukuran 100 mesh. Filtrat dituang ke dalam tabung mikro 2 mL, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2 000 rpm selama 1 menit. Pelet yang terbentuk dibuang, supernatan diambil dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5 000 rpm selama 20 menit. Pelet yang terbentuk ditambahkan beberapa tetes aquabides (Cheng 1998). Irisan jagung dicelupkan ke dalam suspensi tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai pakan larva instar-3 H. armigera. Ulat yang mati setelah mengonsumsi pakan tersebut, dikumpulkan dan diproses dengan metode yang sama untuk mendapatkan NPV yang diperlukan untuk tahap penelitian selanjutnya.

Bioassai NPV terhadap H. armigera. Pemurnian virus dilakukan dengan

metode gradien sukrosa yang dibuat secara kontinyu pada tabung mikro 2 mL (Grzywacz et al.2011). Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm selama 99 menit. Pita putih yang terbentuk diambil dengan menggunakan pipet pasteur dan disuspensikan kembali dengan menambahkan beberapa tetes aquabides (Gambar 5). Suspensi tersebut disentrifugasi kembali pada 7 000 rpm selama 20 menit. Endapan yang terbentuk diambil dan ditambahkan aquabides, kemudian kerapatan polihedra HearNPV dalam suspensi tersebut ditentukan dengan menggunakan haemacytometer. Kerapatan yang digunakan yaitu 2.5x103, 2.5x104, 2.5x105, 2.5x106, dan 2.5x107 POBs/mL. Pipilan jagung muda dicelupkan ke dalam masing-masing suspensi HearNPV dan diberikan pada larva H. armigera instar-1 sebanyak 20 individu tiap perlakuan. Perlakuan diulang sebanyak empat kali. Kontrol menggunakan pipilan jagung muda yang dicelupkan ke dalam aquabides.

Gambar 5 Teknik gradien sukrosa pada tabung mikro, (a) sebelum dan (b) setelah sentrifugasi membentuk garis awan putih berisi polihedra NPV murni (panah) 55% 60% 50% 40% 45% Suspensi NPV

a

b

Penampang Polihedra Isolat HearNPV melalui Scanning Elecron Microscopy

(SEM)

Suspensi polihedra murni ditempatkan pada coverglass sebanyak satu lup inokulasi kemudian dikeringanginkan. Setelah kering, coverglass tersebut ditempelkan pada stub dengan menggunakan double tape carbon. Sampel kemudian dilapisi (coated) dengan emas menggunakan ion sputtering device (JEOL FINE COAT tipe JFC-1100 E) selama 4 menit dengan arus listrik sebesar 10 A untuk memperoleh lapisan setebal 30 Ǻ (Gambar 6). Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan jumlah elektron yang masuk dan memantul dari sampel sehingga dapat ditangkap dengan alat penginderaan. Setelah pelapisan, sampel tersebut diamati dengan menggunakan SEM (Tipe JEOL JSM-5200) pada perbesaran 5000 kali. Gambar yang diperoleh kemudian diabadikan dengan menggunakan kamera Polaroid.

Gambar 6 Alat pelapis emas pada sampel preparasi SEM, tampak samping (kiri) dan tampak atas (kanan)

Karakterisasi Molekuler

Pemurnian virion dan ekstraksi DNA. Polihedra yang telah dimurnikan menggunakan gradien sukrosa pada metode sebelumnya diresuspensi dengan larutan sodium karbonat (Na2CO3, pH 11), dan didiamkan pada suhu 37 oC selama

30 menit, kemudian disentrifugasi kembali menggunakan tabung mikro 2 mL pada 13 000 rpm selama 1 jam hingga terbentuk pelet yang merupakan kumpulan virion NPV. Virion dimurnikan dengan metode yang sama pada pemurnian polihedra (Cheng 1998), selanjutnya dilakukan ekstraksi DNA dengan menggunakan Viral nucleic acid extraction kit II (Geneaid VR050). Proses ekstraksi DNA genom virus meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Lisis : Proses ini bertujuan mengeluarkan isi sel dengan cara merusak/menghancurkan dinding sel. Sebanyak 200 µl virion murni dimasukkan ke dalam tabung mikro kemudian ditambahkan 400 µl VB lysis buffer. Suspensi tersebut dikocok menggunakan vortex kemudian diinkubasi pada suhu ruangan selama 10 menit.

2. Pengikatan asam nukleat : Pada suspensi ditambahkan 450 µl AD buffer, kemudian dipindahkan ke tabung mikro yang di dalamnya terdapat tabung kolom VB (Gambar 7), kemudian disentrifugasi pada 13 000 rpm selama 1 menit. Cairan yang tertampung pada dasar tabung mikrodibuang.

3. Pencucian : Sebanyak 400 µl W1 Buffer ditambahkan pada tabung kolom VB, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13 000 rpm selama 1 menit. Cairan yang tertampung pada dasar tabung balance dibuang. Pada tabung kolom VB ditambahkan 600 µl wash buffer yang berfungsi mencuci DNA dari pengotor, kemudian disentrifugasi kembali pada 13 000 rpm selama 1 menit. Cairan yang tertampung pada dasar tabung mikro dibuang, kemudian disentrifugasi kembali pada 13 000 rpm selama 3 menit hingga dasar tabung kolom VB kering.

4. Elusi asam nukleat: Pindahkan tabung kolom VB ke dalam tabung mikro yang baru, kemudian ditambahkan 50 µl RNAase free water yang berfungsi mengikat RNA yang termasuk dalam pengotor, setelah itu didiamkan selama 3 menit. Setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 13 000 rpm selama 1 menit. Cairan akhir yang tertampung di dasar tabung mikro merupakan DNA hasil ekstraksi (fungsi semua bahan)

Gambar 7 Ilustrasi tabung kolom VB yang digunakan dalam ekstraksi DNA

Amplifikasi DNA HearNPV menggunakan PCR. Amplifikasi menggunakan primer gen lef-8 dengan urutan oligonukleotida primer forward 5’- ATGAATTGCAAACTCTCCGCCCAG-3’ dan reverse3’-TCGACTGCAGACC- GCCGAAGA-5’ (Kaur et al. 2014). Untuk amplifikasi tiap isolat HearNPV, sebanyak 2 μl DNA hasil ekstraksi dicampur dengan reagen yang terdiri atas 8 μl ddH2O, 12.5 μl Taq DNA polymerase, masing-masing 1 μl primer, 0.5 μl MgCl

hingga volume akhir yang digunakan dalam amplifikasi sebanyak 25 μl. Amplifikasi dilakukan pada mesin PCR (gene amp system 9700). Satu siklus amplifikasi meliputi tiga tahapan utama yaitu: pradenaturasi 94 oC selama 5 menit, denaturasi 94 oC selama 1 menit, penempelan 61 oC selama 1 menit, ekstensi 72 oC selama 1 menit, dan pasca ekstensi 72 oC selama 7 menit, serta 4

oC untuk suhu akhir penyimpanan. Siklus diulangi sebanyak 35 kali. Proses

elektroforesis dilakukan dengan memasukan 5 μl DNA hasil amplifikasi ke dalam sumur gel agarose 1% yang direndam dalam larutan Tris Borate EDTA (TBE) kemudian dialiri dengan arus listrik 50 volt selama 50 menit. Selanjutnya direndam dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) selama 30 menit. Visualisasi DNA dilakukan dengan cara meletakkan gel agarose pada UV-transiluminator.

Tabung kolom VB

Tabung mikro

Analisis Data Bioassai HearNPV

Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas, tanda, serta gejala penyakit yang muncul tiap hari hingga seluruh larva uji mati.

Persentase larva yang mati (P) dihitung dengan rumus:

Keterangan:

n = jumlah larva yang mati pada tiap perlakuan N = jumlah larva keseluruhan pada tiap perlakuan

Apabila terdapat mortalitas pada perlakuan kontrol (tidak lebih dari 20%), maka mortalitas larva dikoreksi dengan formula Abbott (1925) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

P = mortalitas terkoreksi (%)

P’ = mortalitas hasil pengamatan pada setiap perlakuan HearNPV (%) C = mortalitas pada kontrol (%)

Data diolah dengan menggunakan probit (Finney 1971) pada program statistical analysis system (SAS) untuk memperoleh nilai lethal concentration (LC50 dan LC90), dan lethal time (LT50 dan LT90).

Pengurutan DNA dan analisis filogeni

Pengurutan fragmen DNA hasil amplifikasi dilakukan oleh 1st BASE Singapura melalui PT. Genetica Science. Urutan nukleotida sampel dibandingkan dengan urutan nukleotida NPV lain yang telah dipublikasikan di situs National Centre for Biotechnology Information (NCBI) melalui program BLAST (Basic Local Alignment Search Tools). Data urutan nukleotida yang terpilih dianalisis menggunakan program penjajaran dan ClustalW dengan program Bioedit ver 7.1.7 untuk mengetahui homologi tiap sampel. Analisis filogeni dilakukan berdasarkan pendekatan ‘Neighbor-Joining’ dengan Bootstrap 1000x dengan programMEGA-5 (Tamura et al. 2011).

Dokumen terkait