BAB 1 PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya dan diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.25
Metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi:
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian deskriptif (Deskriptif research) yaitu penelitian yang bersifat menemukan fakta-fakta seadanya (fict finding)26 yaitu untuk menelaah proses pembinaan narapidana khususnya
24Djudju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.9.
25Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 38.
26Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research (Bandung : Tarsito, 1978), hlm .132.
penyalahgunaan narkotika yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat.
Langkah-langkah penelitian deskriptif tersebut perlu diterapkan pendekatan masalah sehingga masalah yang akan dikaji menjadi lebih jelas. Pendekatan masalah yang akan dikaji penulis dilakukan melalui cara Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris.
a. Pendekatan Yuridis Normatif adalah membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum27 yang dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap perundang-undangan dalam kerangka hukum nasional Indonesia sendiri. Penelitian tersebut difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai pengaturan proses pembinaan narapidana penyalahgunaan narkotika di lembaga pemasyarakatan dengan melakukan penelitian kepustakaan. Oleh karena penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang berhubungan dengan Lembaga Pemasyarakatan dalam pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika.
b. Pendekatan Empiris adalah penelitian yang diperoleh langsung dari masyarakat atau meneliti data primer28. Pendekatan ini dilakukan dengan
27H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Sinar Grafika,2009), hlm 24.
28Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 1995), hlm.12-13.
cara berhadapan dengan warga masyarakat yang menjadi objek penelitian untuk mengetahui efektivitas hukum yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan studi lapangan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Langkat dan objek penelitian ini pada Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, dengan pertimbangan bahwa lembaga ini memenuhi kriteria untuk mendapatkan gambaran tentang pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika berdasarkan aturan Undang-undang No.12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yang masih berada dalam lingkungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Sumatera Utara yang berkenaan dengan bidang penegakan hukum sub bidang pemasyarakatan atau sesuai dengan Pasal 5 Huruf b dan c Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 2004 Tentang Kedudukan, Fungsi, dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
3. Sumber Data
Berdasarkan sudut pandang penelitian hukum, peneliti pada umumnya mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara dan/atau survey dilapangan
yang berkaitan dengan perilaku masyarakat, data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka. 29
Berkaitan dengan data primer yang dimaksud diatas, dalam hal ini dilakukan dengan mengadakan wawancara kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, Narapidana, dan Pegawai Lembaga Pemasyarakatan.
Data sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian terhadap bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat khusunya Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Hukum dan HAM dan lain-lain. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, misalnya : buku-buku tentang hukum, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari pakar hukum, artikel, surat kabar, dan media massa lainnya, serta berbagai berita yang diperoleh dari internet. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberi petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yakni kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya.
29H.Zainuddin Ali, Op.Cit.hlm 23.
4. Metode Pengumpulan Data
Ada 2 (dua) alat pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu:
a. Studi kepustakaan (Library Research)
1) Bahan hukum primer, yakni dengan mempelajari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, baik peraturan yang ada didalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Landasan yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah UU No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dan Peraturan-peraturan yang lain yang berkaitan dengan narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan, buku-buku,situs internet.
2) Bahan hukum sekunder yakni bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti bahan kepustakaan yang berupa buku-buku, majalah, hasil penelitian, dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian.
3) Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia, kamus Bahasa Inggris, artikel-artikel atau laporan dari media massa seperti surat kabar, jurnal hukum, majalah dan lain sebagainya.
b. Studi Lapangan (Field Research)
1) Wawancara, yakni tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada narasumberdan pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian.Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui tentang Pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yang dilakukan kepada para pihak, antara lain:
1) Anton Setiawan, A.Md. IP. SH. M.Hum. Selaku kepala Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat
2) David Petrus, A.Md. IP. S. H. Selaku kepala subseksi pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat
3) Bastian Surya Manik, A.Md. IP. S. H. Selaku staff subseksi pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat
4) Al Ain Dannis Surbakti, A.Md. IP. S. H. Selaku staff subseksi keamanan dan ketertiban
5) 35 Warga binaan pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yang dimana wawancara
5. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dari data-data yang telah dikumpulkan dan telah diolah, selanjutnya dibuat kesimpulan. Data yang diperoleh melalui studi lapangan (wawancara) dan studi pustaka diurutkan ke dalam pola, dan kategori serta akan diuraikan secara deskriptif yang kemudian akan dianalisa secara kualitatif. Meode kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden/informan secara tertulis atau lisan. Metode ini bertujuan untuk mengungkap kenyataan atau fakta dan untuk memahami fakta tersebut dan latar belakang terjadinya suatu peristiwa.
H. Sitematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara keseluruhan dari skripsi ini penulis akan menguraikan sistematikanya. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab, yaitu:
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Pengaturan Hukum Tentang Proses Pembinaan Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan, dalam bab ini penulis membuat pengaturan hukum tentang proses pembinaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan, kajian umum tentang Lembaga pemasyarakatan, tahapan
pembinaan Narapidana di Lembaga pemasyarakatan, dan tujuan dan fungsi sistem lembaga pemasyarakatan
Bab III Pelaksanaan Pidana dan proses pembinaan narapidana penyalahgunaan narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yaitu gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yang terdiri atas lokasi dan keadaan fisik wilayah Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, tugas dan fungsi pegawai Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, Pelaksanaan Pidana Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat.
Bab IV Hambatan yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat dalam menjalankan proses pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika, serta upaya yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat dalam mengatasi hambatan pembinaan narapidana penyalahgunaan narkotika.
Bab V Kesimpulan dan Saran, dalam bab ini penulis membuat kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan materi penulis.
BAB II
PENGATURAN HUKUM TENTANG PROSES PEMBINAAN NARAPIDANA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN A. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Sistem Pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (2) UU No. 12 Tahun 1995 yaitu suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggungjawab.
Rumusan Pasal 1 ayat (2) tersebut terlihat bahwa sistem pemsyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemsyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina yang dibina dengan masyarakat untuk mewujudkan suatu peningkatan warga binaan pemasyarakatan yang menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara sadar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab. Pasal 2 Undang-Undang No 12 Tahun 1995 mengatakan bahwa: sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.30
Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Pengayoman
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan c. Pendidikan
d. Pembimbingan
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu 31
Penjelasan terhadap asas-asas tersebut diatas adalah :
Pengayoman adalah perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada warga binaan pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.
Persamaan perlakuan dan pelayanan, yang dimaksud dengan persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang.
30Marlina, Op.cit.,hlm.125.
31Lihat Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tetntang pemasyarakatan.
Pendidikan dan pembinaan, yang dimaksud dengan dengan pendidikan dan pembimbingan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila antara lain, penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan pendidikan kerohanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.
Penghomatan harkat dan martabat manusia, yang dimaksud dengan penghormatan harkat dan martabat manusia adalah sebagai orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.
Kehilangan kemerdekaan merupakan penderitaan satu-satunya, yang dimaksud dengan kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderita adalah warga binaan pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehingga negara mempunyai kesempatan untuk memperhatikannya.
Terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu, yang artinya bahwa warga binaan pemasyarakatan harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat serta tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
Untuk itu, warga binaan harus tetap berhubungan dengan masyarakat dan keluarganya dakam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam lembaga pemasyarakatan dari anggota masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No.12 Tahun 1995, dinyatakan bahwa : Pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS sedangkan
pembinaan di LAPAS dilakukan terhadap Narapidana dan Anak didik pemasyarakatan.32
Pembinaan warga binaan pemasyarakatan di LAPAS dilaksanakan a. Secara intramural (di dalam LAPAS); dan
b, Secara ekstramural (di luar LAPAS).
Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan LAPAS disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupa masyarakat
Pembinaan secara ekstramural yang juga dilakukan BAPAS yang disebut integrasi, yaitu proses pembimbingan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada kembali di tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dan pengawasan BAPAS.33
Tujuan diselenggarakannya Sistem Pemasyarakatan Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah untuk membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Selain itu dalam pribadi warga binaan diharapkan mampu mendekatkan diri pada Tuhan sehingga dapat memperoleh keselamatan baik didunia maupun diakhirat.
32Ibid., Pasal 6.
33Dwidja Priyanto, Op.cit., hlm.108.
B. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
Pelaksanaan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, maka Pemerintah membuat dan menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan pada tanggal 19 Mei 1999. Kehadiran Peraturan Pemerintah ini dapat dikatakan sangat terlambat, namun demikian masyarakat masih menghargai usaha pemerintah untuk mengatur dengan cara melakukan pembinaan dan pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan.34Tujuan dari Peraturan Pemerintah tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Program pembinaan diperuntukkan bagi narapidana, anak didik pemasyarakatan sedangkan program pembimbingan diperuntukkan bagi klien.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa:
Pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan kepribadian serta kemandirian yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:
a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Kesadaran berbangsa dan bernegara;
34Marlina, Hukum Penitensier,Op cit Hlm.128.
Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa:
Pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oelh Petugas Pemasyarakatan yang terdiri dari atas :
a. Pembina Pemasyarakatan;
b. Pengaman Pemasyarakatan;
c. Pembimbing Kemasyarakatan.
Pembinaan Narapidana didalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilaksanakan melalui beberapa tahap pembinaan. Tahap pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. Tahap Awal b. Tahap Lanjutan, c. Tahap Akhir. 35
Selanjutnya, mengenai waktu untuk tiap-tiap proses pembinaan tersebut diatur dalam Pasal 9 selengkapnya menentukan:
1) Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (satu per tiga) dari masa pidana.
2) Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:
a. Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ (satu per dua) dari masa pidana dan
b. Tahap lanjutan kedua sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana
3) Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan.
35Lihat Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
4) Pentahapan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, 2 dan 3 ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan.
Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan menyatakan
Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi :
a. Masa Pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan;
b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;
c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
Pasal 10 ayat (2) menyatakan pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:
a. Perencanaan program pembinaan lanjutan;
b. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;
c. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan d. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.
Pasal 10 ayat (3) menyatakan
Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Perencanaan program integrasi;
b. Pelaksanaan program integrasi; dan
c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.
Pasal 10 ayat (4) menyatakan
Pentahapan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Pasal 7 ayat (3) menyatakan
Pengalihan pembinaan dari satu tahap ketahap lain, ditetapkan melalui sidang tim pengamat pemasyarakatan berdasarkan data dari pembina pemasyarakatan, pengaman pemasyarakatan, pembimbing pemasyarakatan dan wali narapidana.
Pasal 7 ayat (4) menyatakan
Data sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) merupakan hasil pengamatan, penilaian dan laporan terhadap pelaksanaan pembinaan.
Pasal 7 ayat (5) menyatakan
Ketentuan mengenai pengamatan, penilaian dan laporan terhadap pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Tujuan pembinaan bagi narapidana, berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan.
Pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada awalnya berangkat dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan hakekat hidup yang tumbuh di masyarakat.36Dengan memperhatikan tujuan pembinaan adalah kesadaran, sudah sangat jelas bahwa peran narapidana untuk merubah diri sendiri sangat menonjol sekali. Perubahan bukan karena dipaksa oleh pembinanya, tetapi atas kesadaran diri sendiri.37
36C.I Harsono,Sistem Baru Pemidanaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), hlm 43 .
37Ibid.,hlm. 50.
C. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan :
1. Warga Binaan Pemasyarakatan, Terpidana, Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, Klien Pemasyarakatan, LAPAS dan BAPAS sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
2. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan
Salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan adalah dengan pengaturan mengenai hak-hak narapidana sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana narapidana berhak :
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
2. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
5. Menyampaikan keluhan;
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
8. Menerima kunjungan keluarga, pnasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;
9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
11. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
12. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem Pemasyarakatan menitikberatkan pada usaha perawatan, pembinaan, pendidikan, dan bimbingan bagi warga binaan yang bertujuan untuk memulihkan kesatuan hubungan yang asasi Antara individu warga binaan dan masyarakat. Warga binaan dalam sistem pemasyarakatan mempunyai hak untuk mendapatkan pembinaan rohani dan jasmani hak mereka untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik keluarganya maupun pihak lain, memperoleh informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya.
Hak-hak itu tidak diperoleh secara otomatis tapi dengan syarat atau kriteria tertentu seperti halnya untuk mendapat remisi, asimilasi harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan.38
D. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 ini menjelaskan tentang syarat dan tata cara pelasksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Hak-hak warga binaan pemasyarakatan dalam Peraturan Pemerintah ini yaitu:
Pasal 34 menyatakan
38Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
1. Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi.
2. Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berkelakuan baik; dan
b. telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
3. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berkelakuan baik; dan
b. telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana.
4. Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS.”
Diantara Pasal 34 dan Pasal 35, disisipkan 1 (satu) pasal baru, yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34A
1. Remisi bagi Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
2. Pemberian Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.”
Pasal 36
1. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak mendapatkan Asimilasi.
2. Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berkelakuan baik;
b. dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan c. telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana.
b. dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan c. telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana.