• Tidak ada hasil yang ditemukan

hukum tentang proses pembinaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan, kajian umum tentang Lembaga pemasyarakatan, tahapan

pembinaan Narapidana di Lembaga pemasyarakatan, dan tujuan dan fungsi sistem lembaga pemasyarakatan

Bab III Pelaksanaan Pidana dan proses pembinaan narapidana penyalahgunaan narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yaitu gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yang terdiri atas lokasi dan keadaan fisik wilayah Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, tugas dan fungsi pegawai Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, Pelaksanaan Pidana Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat.

Bab IV Hambatan yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat dalam menjalankan proses pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika, serta upaya yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat dalam mengatasi hambatan pembinaan narapidana penyalahgunaan narkotika.

Bab V Kesimpulan dan Saran, dalam bab ini penulis membuat kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan materi penulis.

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG PROSES PEMBINAAN NARAPIDANA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN A. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Sistem Pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (2) UU No. 12 Tahun 1995 yaitu suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggungjawab.

Rumusan Pasal 1 ayat (2) tersebut terlihat bahwa sistem pemsyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemsyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina yang dibina dengan masyarakat untuk mewujudkan suatu peningkatan warga binaan pemasyarakatan yang menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara sadar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab. Pasal 2 Undang-Undang No 12 Tahun 1995 mengatakan bahwa: sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.30

Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:

a. Pengayoman

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan c. Pendidikan

d. Pembimbingan

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu 31

Penjelasan terhadap asas-asas tersebut diatas adalah :

Pengayoman adalah perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada warga binaan pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

Persamaan perlakuan dan pelayanan, yang dimaksud dengan persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang.

30Marlina, Op.cit.,hlm.125.

31Lihat Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tetntang pemasyarakatan.

Pendidikan dan pembinaan, yang dimaksud dengan dengan pendidikan dan pembimbingan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila antara lain, penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan pendidikan kerohanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

Penghomatan harkat dan martabat manusia, yang dimaksud dengan penghormatan harkat dan martabat manusia adalah sebagai orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.

Kehilangan kemerdekaan merupakan penderitaan satu-satunya, yang dimaksud dengan kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderita adalah warga binaan pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehingga negara mempunyai kesempatan untuk memperhatikannya.

Terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu, yang artinya bahwa warga binaan pemasyarakatan harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat serta tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

Untuk itu, warga binaan harus tetap berhubungan dengan masyarakat dan keluarganya dakam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam lembaga pemasyarakatan dari anggota masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No.12 Tahun 1995, dinyatakan bahwa : Pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS sedangkan

pembinaan di LAPAS dilakukan terhadap Narapidana dan Anak didik pemasyarakatan.32

Pembinaan warga binaan pemasyarakatan di LAPAS dilaksanakan a. Secara intramural (di dalam LAPAS); dan

b, Secara ekstramural (di luar LAPAS).

Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan LAPAS disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka ke dalam kehidupa masyarakat

Pembinaan secara ekstramural yang juga dilakukan BAPAS yang disebut integrasi, yaitu proses pembimbingan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada kembali di tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dan pengawasan BAPAS.33

Tujuan diselenggarakannya Sistem Pemasyarakatan Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah untuk membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Selain itu dalam pribadi warga binaan diharapkan mampu mendekatkan diri pada Tuhan sehingga dapat memperoleh keselamatan baik didunia maupun diakhirat.

32Ibid., Pasal 6.

33Dwidja Priyanto, Op.cit., hlm.108.

B. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

Pelaksanaan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, maka Pemerintah membuat dan menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan pada tanggal 19 Mei 1999. Kehadiran Peraturan Pemerintah ini dapat dikatakan sangat terlambat, namun demikian masyarakat masih menghargai usaha pemerintah untuk mengatur dengan cara melakukan pembinaan dan pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan.34Tujuan dari Peraturan Pemerintah tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Program pembinaan diperuntukkan bagi narapidana, anak didik pemasyarakatan sedangkan program pembimbingan diperuntukkan bagi klien.

Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa:

Pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan kepribadian serta kemandirian yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:

a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Kesadaran berbangsa dan bernegara;

34Marlina, Hukum Penitensier,Op cit Hlm.128.

Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa:

Pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oelh Petugas Pemasyarakatan yang terdiri dari atas :

a. Pembina Pemasyarakatan;

b. Pengaman Pemasyarakatan;

c. Pembimbing Kemasyarakatan.

Pembinaan Narapidana didalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilaksanakan melalui beberapa tahap pembinaan. Tahap pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:

a. Tahap Awal b. Tahap Lanjutan, c. Tahap Akhir. 35

Selanjutnya, mengenai waktu untuk tiap-tiap proses pembinaan tersebut diatur dalam Pasal 9 selengkapnya menentukan:

1) Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (satu per tiga) dari masa pidana.

2) Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:

a. Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ (satu per dua) dari masa pidana dan

b. Tahap lanjutan kedua sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana

3) Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan.

35Lihat Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

4) Pentahapan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, 2 dan 3 ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan.

Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan menyatakan

Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi :

a. Masa Pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan;

b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;

c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.

Pasal 10 ayat (2) menyatakan pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:

a. Perencanaan program pembinaan lanjutan;

b. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;

c. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan d. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.

Pasal 10 ayat (3) menyatakan

Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) meliputi:

a. Perencanaan program integrasi;

b. Pelaksanaan program integrasi; dan

c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.

Pasal 10 ayat (4) menyatakan

Pentahapan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).

Pasal 7 ayat (3) menyatakan

Pengalihan pembinaan dari satu tahap ketahap lain, ditetapkan melalui sidang tim pengamat pemasyarakatan berdasarkan data dari pembina pemasyarakatan, pengaman pemasyarakatan, pembimbing pemasyarakatan dan wali narapidana.

Pasal 7 ayat (4) menyatakan

Data sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) merupakan hasil pengamatan, penilaian dan laporan terhadap pelaksanaan pembinaan.

Pasal 7 ayat (5) menyatakan

Ketentuan mengenai pengamatan, penilaian dan laporan terhadap pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Tujuan pembinaan bagi narapidana, berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan.

Pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada awalnya berangkat dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan hakekat hidup yang tumbuh di masyarakat.36Dengan memperhatikan tujuan pembinaan adalah kesadaran, sudah sangat jelas bahwa peran narapidana untuk merubah diri sendiri sangat menonjol sekali. Perubahan bukan karena dipaksa oleh pembinanya, tetapi atas kesadaran diri sendiri.37

36C.I Harsono,Sistem Baru Pemidanaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), hlm 43 .

37Ibid.,hlm. 50.

C. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan :

1. Warga Binaan Pemasyarakatan, Terpidana, Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, Klien Pemasyarakatan, LAPAS dan BAPAS sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

2. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan

Salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan adalah dengan pengaturan mengenai hak-hak narapidana sebagaimana ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana narapidana berhak :

1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

2. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

5. Menyampaikan keluhan;

6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

8. Menerima kunjungan keluarga, pnasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

11. Mendapatkan pembebasan bersyarat;

12. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sistem Pemasyarakatan menitikberatkan pada usaha perawatan, pembinaan, pendidikan, dan bimbingan bagi warga binaan yang bertujuan untuk memulihkan kesatuan hubungan yang asasi Antara individu warga binaan dan masyarakat. Warga binaan dalam sistem pemasyarakatan mempunyai hak untuk mendapatkan pembinaan rohani dan jasmani hak mereka untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik keluarganya maupun pihak lain, memperoleh informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya.

Hak-hak itu tidak diperoleh secara otomatis tapi dengan syarat atau kriteria tertentu seperti halnya untuk mendapat remisi, asimilasi harus memenuhi syarat yang sudah ditentukan.38

D. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 ini menjelaskan tentang syarat dan tata cara pelasksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Hak-hak warga binaan pemasyarakatan dalam Peraturan Pemerintah ini yaitu:

Pasal 34 menyatakan

38Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

1. Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi.

2. Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berkelakuan baik; dan

b. telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

3. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berkelakuan baik; dan

b. telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana.

4. Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS.”

Diantara Pasal 34 dan Pasal 35, disisipkan 1 (satu) pasal baru, yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34A

1. Remisi bagi Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

2. Pemberian Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.”

Pasal 36

1. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak mendapatkan Asimilasi.

2. Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berkelakuan baik;

b. dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan c. telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana.

3. Bagi Anak Negara dari Anak Sipil, Asimilasi diberikan setelah menjalani masa pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak 6 (enam) bulan pertama.

4. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Asimilasi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berkelakuan baik;

b. dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan c. telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

5. Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

6. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum dan rasa keadilan masyarakat.

7. Pemberian Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

8. Asimilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan melanggar ketentuan Asimilasi.”

Pasal 41

1. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak mendapatkan Cuti

2. Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Cuti Mengunjungi Keluarga; dan b.Cuti Menjelang Bebas

3. Cuti Mengunjungi Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak diberikan kepada Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.

4. Ketentuan mengenai Cuti Menjelang Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi Anak Sipil”

Pasal 42

1. Setiap Narapidana dan Anak Negara dapat diberikan Cuti Menjelang Bebas apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan;

b. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana;

c. Lamanya Cuti Menjelang Bebas sebesar Remisi terakhir, paling lama 6 (enam) bulan.

2. Bagi Anak Negara yang tidak mendapatkan Pembebasan Bersyarat, diberikan Cuti Menjelang Bebas apabila sekurang-kurangnya telah mencapai usia 17 (tujuh belas) tahun 6 (enam) bulan, dan berkelakuan baik selama menjalani masa pembinaan.

3. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Cuti Menjelang Bebas oleh Menteri apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan

b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung dari tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana;

c.lamanya Cuti Menjelang Bebas sebesar Remisi terakhir, paling lama 3 (tiga) bulan; dan

d. telah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

4. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.

5. Pemberian Cuti Menjelang Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

6. Cuti Menjelang Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat ;(5) dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan melanggar ketentuan Cuti Menjelang Bebas.”

7. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43

1. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat

2. Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan; dan

b.berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

3. Pembebasan Bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

4. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Pembebasan Bersyarat oleh Menteri apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3. (dua per tiga), dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan;

b.berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana; dan

c.telah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

5. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.

6. Pemberian Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

7. Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan melanggar ketentuan Pembebasan Bersyarat.”

Tugas dan Fungsi dari Lembaga Pemasyarakatan menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-05.OT.01.01

Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, yakni:

Urusan Tata Usaha mempunyai tugas dan fungsi untuk melakukan urusan perencanaan, kepegawaian dan keuangan, tata usaha, perlengkapan dan rumah tangga serta penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan.

Subseksi Admisi dan Orientasi mempunyai tugas melakukan registrasi dan data base, penilaian dan pengklasifikasian, layanan informasi dan penerimaan pengaduan.

Subseksi Pembinaan mempunyai tugas dan fungsi untuk melakukan pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian, bimbingan kemasyarakatan, pelayanan makanan dan perlengkapan narapidana dan pelayanan kesehatan.

Subseksi Keamanan dan Ketertiban mempunyai tugas dan fungsi untuk melakukan administrasi keamanan dan ketertiban, pencegahan dan penindakan gangguan keamanan dan ketertiban.

E. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor:M.02-Pk.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan

Pola pembinaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman R.I Nomor: M.01-PK.04.10 Tahun 1990, Undang-undang No.12 Tahun 1995 dan peraturan pemerintah No. 31 Tahun 1999 tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku professional, kesehatan jasmani dan rohani warga binaan pemasyarakatan sehingga warga binaan tersebut menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi

tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagi warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.

Pelaksanaan program pembinaan sesuai dengan fungsi dan tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap narapidana yang dilaksanakan secara terpadu agar narapidana setelah selesai melaksanakan hukuman dengan pembinaan yang telah dijalani dapat menjadi warga masyarakat yang patuh pada hukum. Petugas pemasyarakatan sebagai abdi Negara dan sebagai abdi masyarakat wajib menghayati serta mengamalkan tugas-tugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Pembinaan terhadap narapidana pada dasarnya memberikan pelayanan, pembinaan dan bimbingan yang telah dilakukan oleh petugas pemasyarakatan agar tujuan pembinaan tercapai.39

Ruang lingkup pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan dibagi dalam dua bidang :

1. Pembinaan kepribadian yang meliputi:

a. Pembinaan kesadaran beragama.

Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbutan-perbuatan yang salah.

39 Adi Sujatno, Sistem pemasyarakatan Indonesia ( Membangun manusia mandiri) (Jakarta:

DIrektoran Jendral Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004), hlm 26

b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.

Usaha ini dilaksanakan untuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang dapat berbakti bagi bangsa dan negaranya. Perlu disadarkan bahwa berbakti untuk bangsa dan negara adalah sebahagian dari iman (taqwa).

c. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan).

Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berfikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa pembinaan.

d. Pembinaan kesadaran hukum.

d. Pembinaan kesadaran hukum.

Dokumen terkait